Kalau Raysaka bisa memilih, dia pasti tidak mau menikah dengan Rani.
Gadis itu, hanya teman bermainnya saat kecil.Ia tidak pernah berharap bisa berakhir dengan gadis itu.Apalagi semenjak ia tahu siapa gadis itu.Maharani Aqila Dewi, walaupun namanya Maharani, tapi dia bukan ditakdirkan untuk menjadi permaisurinya Saka.
Saka tidak pernah menginginkan atau bermimpi menjadi suami dari Rani.Sampai suatu saat, ia sadar, bahwa ayahnya hanyalah bawahan dari ayah Rani.Ayah Rani, Dewangga meminta Saka untuk menjadi suami anaknya.Saka tentu saja awalnya menolak, ia hanya pernah sekedar bermain dan hanya menganggap Rani adalah temannya. Tidak lebih dari itu."Rani kelihatannya suka sama kamu, lebih dari perasaan yang kamu miliki. Saya ingin kamu melamar dia, agar kamu bisa selalu menjaganya."
Cih! Saka tahu pikiran Dewangga. Pria itu hanya ingin anaknya mendapatkan apa yang anaknya suka. Saka benci Rani! Anak manja itu hanya bisa meminta, meminta dan meminta. Tidak ada satupun tingkah dewasa yang bisa Rani lakukan.Satu hal yang Saka tidak bisa mengerti.Kenapa harus Saka? Kenapa Rani bisa menyukainya? Sedangkan Saka saja tidak pernah melakukan hal spesial kepada gadis itu."Tapi, saya..."
Baru saja Saka ingin menjelaskan betapa tidak bisanya ia menjalankan hubungan tanpa rasa cinta, dan juga hubungan dengan rasa benci atau hal lainnya. Dewangga sudah memotongnya."Kamu tahu kan, apa yang bisa saya lakukan. Setiap ucapan yang saya lontarkan, maka itu harus terjadi. Saya tidak perlu mendengarkan apapun lagi."Rasa sombong atas memiliki semuanya dari pada yang lain.Itu adalah hal lainnya yang dibenci oleh Saka.Ayah Saka, Yudis hanya bisa menuruti semua keinginan atasannya. Tanpa memperhatikan perasaan anaknya.
Semua manusia di bumi ini sampah.Saka tidak bisa lagi membedakan mana yang bodoh dan mana yang benar-benar bodoh.Mana yang berpura-pura dan mana yang budak.Mana yang berterima kasih dan mana yang tidak tahu terima kasih.Walaupun Raysaka tahu, siapapun tidak akan ada yang menolak Rani. Siapa yang tidak suka dengan gadis itu? Gadis itu memiliki pesona yang bisa menarik jutaan orang.
Tinggi semampai, mata hitam yang selalu berbinar, wajah mungil yang membuang gemas, hidungnya pun mancung. Bahkan jika gadis itu daftar menjadi bintang idola, Saka yakin gadis itu akan diterima dengan senang hati.Tapi bukan itu yang Saka inginkan, ia tidak butuh gadis yang cantik dan kaya raya.Ia hanya ingin membangun keluarga sederhana dan saling mencintai. Hidup dalam keadaan damai dan harmonis.Seberapa keras ia mencoba untuk mencintai Rani, rasanya ia malah semakin kesal setiap melihat gadis itu. Ada rasa penolakan kental yang ia rasakan di tubuhnya, bahkan darah yang mengalir di tubuhnya pun rasanya menolak berdekatan dengan gadis itu.
Ia hanya tidak ingin bergerak terlalu jauh, ia akan menunggu gadis itu hingga bosan bermain dengannya, mungkin itu lebih baik.
Bagi Rani ia hanya mainan bukan?Boneka yang sebentar lagi akan dibuang jika ada boneka lain."Hanya Rani yang boleh mencampakkan kamu. Kamu tahu apa yang bisa kamu lakukan."
Perkataan-perkataan itu menyakiti dirinya setiap saat. Dewangga begitu jahat. Semua terngiang di telinga Saka, apalagi jika berdekatan dengan Rani.Rasa-rasanya Saka ingin mengasingkan diri, menghilang dan bahkan pergi dari dunia.Semua hal-hal manis yang terpaksa ia lakukan.
Pacaran, pertunangan, lamaran hingga pernikahan.Hanya saat empat hal itu saja yang ia lakukan dengan wajah manis.Setelah itu, semuanya pahit.Saka tidak pernah mencoba-coba untuk memalsukan segala sesuatu yang ia benci.Entah sampai kapan ini akan terjadi.
'Jiwa yang tersiksa itu lah neraka, jiwa yang bahagia, itu lah surga.'Sampai kapan Saka akan berada di neraka naungan Dewangga.Setidaknya umurnya masih cukup muda untuk menanti ini semua.Ia lebih memilih untuk sendirian saja di hidupnya setelah ini, setelah semuanya berakhir."Permisi, Mas Ray."
Ucapan sekretaris Saka, Putri begitu hendak masuk ke dalam ruangan.Penampilan putri sangat dewasa. Berbeda dengan Rani yang seperti girlband korea yang unyu-unyu, Putri menampilkan kesan berani dan seksi.Tapi mau seperti apapun penampilan manusia berjenis kelamin perempuan yang berada di hadapan Saka, ia sudah tidak berselera. Bukan berarti ia menyukai sesama kaumnya.Namun, entahlah, ia sudah kehilangan selera untuk semuanya.Saka hanya menoleh, dan Putri sudah melenggak-lenggok ke arah Saka.
"Ini ya mas berkas yang harus dibaca dan ditandatangani."Saka mengambil berkas itu."Kamu boleh keluar."Putri tersenyum manis."Baik, mas."Rahang Saka mengeras. Jijik dengan perempuan-perempuan yang ia temui. Semua senyuman itu seperti tidak ada artinya.Kenapa mereka tersenyum bahkan ketika tidak ada hal yang harus disenangi?Apakah senyum mereka begitu murah?Saka tidak begitu menyukai keramaian, tentu juga suara berisik.
Ia memang tidak banyak suara, tapi juga bukan pendiam.Bukan introvert, tapi bukan juga ekstrovert. Lalu apakah dia ambivert? Mungkin.Saat membaca berkas, ia melihat berkas yang istrinya tadi ambilkan.
Saka sedikit melamun.Semua kejadian ini, karena dirinya sendiri yang pelupa, harusnya tadi malam setelah lembur ia langsung memasukkan berkas ini ke dalam tas kerjanya. Harusnya dia ingat, karena meeting hari ini ia harus hadir dengan baik dikarenakan Dewangga akan datang dan hadir.Saka menarik napas dengan dalam dan mengeluarkannya pelan-pelan.Saat ia memejamkan matanya sebentar untuk menetralkan pikirannya sendiri, tiba-tiba ada yang membuka pintu tanpa mengetuk, Saka terkejut.
Ia pun langsung tegak dan tunduk hormat."Pak Dewangga."Dewangga berjalan dan duduk di sofa yang berada di tengah ruangan Saka."Apakah anakku membuatmu lelah?"Saka bingung, ke arah mana Dewangga berbicara. Ia hanya akan mendengarkan Dewangga saja."Melihat wajahmu yang lelah, aku harap akan membuahkan hasil. Karena aku juga cukup tua dan sudah cocok mempunyai cucu."
Lagi-lagi Saka terkejut.Bagaimana bisa Dewangga mempunyai cucu sedangkan anaknya saja tidak pernah Saka sentuh?"Aku harap aku bisa segera menggendongnya. Mengingat sudah... Dua tahun usia pernikahan kalian."Dewangga memantau reaksi Saka, ia tahu anak muda di depannya ini membencinya, dan bagaimana kelakuan anak ini terhadap anaknya.Dewangga tahu semuanya.Memang matanya hanya dua, tapi mata-matanya ada dimana-mana."Doakan saja."
Hanya itu yang bisa terucap dari bibir Saka.Dewangga hanya mengangguk-anggukan kepalanya."Jangan biarkan aku terlalu lama tidak melihat putriku sendiri. Walaupun dia milikmu sekarang tetapi aku juga ayahnya."Saka ingin sekali berdecih.Milikku? Jelas-jelas aku lah yang miliknya.Saka ingin memberikan tepuk tangan yang paling meriah untuk ayah mertuanya ini. Hebat sekali aktingnya. Anak jadi idol, ayah menjadi aktor. Cocok sekali."Kalau begitu, Minggu ini kami akan ke rumah anda."
Saka masih tidak bisa memanggil Dewangga dengan sebutan Ayah.Hatinya masih belum menerima.Ia hanya akan memanggil pria itu Ayah di saat-saat tertentu, misalnya saat ada Rani diantara mereka.Dewangga pun tegak dari tempat duduknya,"Ku tunggu."Sambil mengetuk-ngetuk jarinya beberapa kali, Dewangga melanjutkan lagi ucapannya."Presentasi lah dengan baik. Menantu yang baik tidak akan mempermalukan mertuanya."Lalu dewangga keluar dengan pelan dari ruangan itu. Setelah pintu benar-benar tertutup, Saka menggebuk sofanya dengan tangannya sendiri. Anggap saja ia seorang pengecut buangan.Ia ingin teriak. Sekian lama ia sudah mendengar ucapan demi ucapan Dewangga, tapi tetap saja ia tidak bisa menahan rasa kesalnya sendiri dan tidak ada perlawanan yang bisa ia lakukan.Untuk apa Dewangga selalu melontarkan kalimat-kalimat seperti itu?
Padahal Dewangga tahu bahwa Saka tidak pernah membuat kesalahan sedikit pun.Salah apa yang Saka miliki sehingga Dewangga bisa bersikap seperti ini.Yudis, ayahnya saja selalu setia dengan Dewangga.Lalu apa?Ponsel Saka berbunyi, menandakan bahwa ada pesan yang masuk.
Maharani
Saka makan apa siang ini? Rani udah masak lho kalau Saka mau pulang. Tapi kalau Saka ga pulang, jangan lupa makan ya.
Rani sayang Saka.Isi pesan Rani selalu dibaca oleh Saka.
Tapi Saka tidak pernah membalas.Yang penting-penting saja yang akan ia balas.Saka melihat foto profil Rani, foto mereka berdua saat resepsi pernikahan mereka.Hanya Rani yang tersenyum sampai terlihat gigi rapihnya.Saka hanya tersenyum kaku.Kenapa juga Rani harus memasang foto profilnya yang malah membuat dirinya sendiri menyedihkan.
Saka langsung menyimpan ponselnya kembali ke dalam kantung celananya.Jangan harap ia akan pulang.Saka akan pulang saat urusan kantor sudah selesai nanti.Cukup saja ia sudah pulang tadi dan harus mengganti kemejanya. Sudah seperti apa saja.Untung saja tidak ada yang memperhatikan atau tidak ada yang menanyakan kenapa ia mengganti kemejanya.Besok-besok tidak akan ada lagi seperti hari ini.
Pokoknya, tidak.Rani mondar-mandir dari pukul enam sore. Ia sudah siapkan baju untuk Saka tidur, makan malamnya Saka, dan juga siap menanti Saka pulang.Namun sampai pukul sepuluh malam, Saka tak kunjung sampai.Rani takut saja ada apa-apa sama Saka.Rani kan istri yang baik, jadi ia tidak bisa tidur jika suaminya belum pulang. Padahal jam tidur Rani itu pukul sepuluh tepat.Hanya saja, Rani tidak bisa tenang kalau tidur tidak ada Saka di sebelahnya.Walaupun saat tidur mereka tidak... Belum pernah berpelukan, dan belum berbuat apapun di ranjang.Rani merasa ada yang kurang kalau tidur di ranjang yang kosong.Efek sudah terbiasa dengan keadaan Saka."Rani bobok aja, udah malam lho ini."Rani menggeleng-gelengkan kepalanya."Kalau mbok mau bobok duluan, gapapa, mbok. Rani mau tungguin Saka."Mbok pun tak enak meninggalkan Rani untuk kesekian kalinya.Ini bukan pertama kalinya Saka pulang malam.Untung saja Rani sudah makan du
Begitu mereka sampai di rumah Ayah, Dewangga langsung menyambut anaknya dan tentu saja juga menantunya.Waktu siang hampir sore ini, terbilang cukup pas. Tapi, Saka tentu saja sebenarnya tidak ingin terlalu lama disini.Tujuannya hanya makan siang dan pulang. Kalau seperti ini, tamatlah riwayatnya.Ia dan Rani pasti akan diminta untuk menginap semalam."Ayah kok makin kurus sih! Apa Rani harus kirimin makanan juga ke Ayah?"Dewangga hanya terkekeh. Nada anaknya ini sungguh mirip sekali dengan almarhumah istrinya, Wanda."Boleh juga. Ayah ga tau kalau kamu udah pinter masak sekarang."Pintar memasak? Mbok yang masak kok.Saka hanya bisa diam sambil mengunyah makanannya pelan-pelan.Rani langsung menyingkap rambutnya ke belakang."Kan Rani harus bisa masak biar suami betah di rumah, Yah."Saka langsung tersedak."Lho, lho. Saka makannya pelan-pelan. Rani tahu kok makanannya enak tapi jangan buru-buru."
Sudah dua hari semenjak dari rumah Dewangga.Kalau kemarin Rani tidak bisa memasak untuk membawakan Saka bekal, hari ini ia sudah bangun pukul empat pagi dan memasak bari Mbok.Padahal ia biasanya bangun satu jam sebelum Saka bangun. Namun sekarang ia bangun tiga jam sebelumnya. Ia sudah memperhitungkan semuanya, dua jam lebih untuk memasak, setengah jam untuk mandi agar selalu wangi lalu ia akan mempersiapkan pakaian Saka.Ia merasa darah-darah menjadi istri sejati sudah mengalir di tubuhnya.Sejak kapan Rani seperti ini?Ia sudah berubah total semenjak menjadi istri Saka dalam waktu dua tahun.Ia akan membuat bento yang sangat enak untuk Saka.Setelah mencari tahu, bekal yang paling enak adalah bekal ala jepang yaitu bento.Tempura, telur, daging panggang yang berada di samping nasi, lalu Rani masih ingat Saka yang membeli onigiri, maka ia juga membuat beberapa sushi ala dirinya.Soal rasa makanan
Barang Saka ya barang Saka, barang Rani ya barang Rani. Saling menjaga privasi masing-masing adalah prinsip yang seharusnya dijaga.Tapi, Rani tidak suka. Maksudnya, ia lebih suka kalau barang Saka ya barang Rani dan barang Rani ya barang Saka.Kenapa sih harus dipisah?Mereka sudah suami-istri juga, kan?Ponsel Saka jarang sekali berbunyi, Rani sendiri tidak tahu apa kata sandinya, apalagi ponsel Saka begitu redup hingga tidak keliatan.Kaca pelapisnya pun juga gelap.Memang beberapa kali Saka sering meninggalkan ponsel itu begitu saja selagi mandi.Namun entah kenapa saat Rani ingin keluar sebentar, tiba-tiba barang itu bergetar sehingga menarik perhatian Rani.Rani pun mendekat, sisi ingin tahu dirinya sangat kuat terhadap Saka.Hingga ia menunduk dekat ke ponsel Saka, ia tidak akan menyentuhnya karena Rani tahu kalau Saka sangat teliti, barangnya berubah sedikit saja dia sadar.Terbaca dengan sedikit buram.
"Kamu tuh ya, kapan sih dengerin ibu ngomong? Mau sampai kapan begini, Saka?"Ini masih pagi tapi Saka sudah harus mendengarkan celotehan ibunya."Sudah dua tahun kamu belum bisa terima dia juga? Mau jadi apa, Sak.Walaupun kamu ga mau sama dia. Walaupun kamu ga pernah minta maharani seperti dia dan ga mau punya maharani seperti dia. Ya, tapi kamu ditakdirkan untuk jadi mahendranya dia, Sak. Mahendranya dia."Saka sudah terlatih mendengarkan ini, ia akan menutup rapat bibirnya dan mendengarkan ibunya sampai ibunya lelah sendiri."Ibu kasih nama kamu Mahendra tuh ya biar jadi raja yang sabar, yang bisa diandalkan, lapang dadanya seperti gunung. Jangan bisanya lancipnya doank, lho. Tajam benar kalau ngomong sama orang lain."Saka hanya mengangguk-anggukkan kepalanya."Heh! Ibu ngomong ini, lho. Dijawab. Punya mulut, kan?""Iya, Bu. Iya."Sekar sudah mulai emosi."Jangan iya-iya aja tapi ga dijalani. Itu namanya podo wae
"Kamu engga perlu berbuat apapun, cukup jalani kuliah kamu dengan benar itu sudah cukup untuk jadi istri yang baik bagi aku."Perkataan itu masih selalu Rani ingat.Tidak hanya itu, bahkan seluruh perkataan yang Saka katakan pun ia ingat.Memang tidak banyak percakapan antara Saka dan dirinya yang telah dilalui.Tapi, itu sangat meresap di ingatan Rani.Sangat manis, membuat Rani lupa bahwa hal itu kini hanya tinggal di kenangannya saja.Rani pikir ia sudah melakukan suatu hal yang salah sehingga Saka mendiamkannya dari hari begitu mereka mengucapkan janji hingga hari ini.Tapi mendengar ucapan Saka, entah itu adalah pujian, komentar atau kritik sekalipun. Kata 'cantik' itu memiliki konotasi yang positif.Apakah Sakanya kembali seperti dulu lagi?"Bener, Ca. Saka ngomong begitu tadi malam. Rani ga ngada-ngada kok."Rani membela dirinya sendiri setelah berulang kali Aca mengatakan bahwa dirinya sedang berhalus
Demi segala dewa-dewi yang ada, dia, Raysaka Wahyu Mahendra. Tidak pernah terpikir ia akan berada dan duduk di tempat yang bernama salon ini, dan menemani Maharani Aqila Dewi, orang yang diperistri oleh dirinya sendiri.Yang benar saja, apa yang sudah ia pikirkan hingga ia malah terbawa arus dan menjawab pesan dengan kata "iya" ke gadis didepannya ini?Ia duduk di belakang Rani yang rambutnya sedang diurus oleh penata rambut. Wajah senyum Rani yang bodoh itu terus mengembang, bola matanya juga terus mengarah kepada Saka.Ia tidak bisa menghentikan tatapannya sendiri kepada laki-laki yang sudah lama menjadi suaminya itu. Dua tahun sudah cukup lama bukan? Ini pertama kalinya Saka menemaninya potong rambut. Biasanya, ia akan pergi dengan Aca. Atau bahkan ia akan pergi sendiri, dulu sekali ia akan pergi dengan Mbok kalau Aca juga tidak bisa."Potong rambut atau gimana, kak?"Pertanyaan ini yang ditunggu-tunggu oleh Rani. Ia pun meny
Baru saja beberapa hari yang lalu bertemu dengan Farah, kini di hadapan Rani dan Saka sudah terdapat anggota dengan lengkap.Mereka bahkan berada di meja makan yang sama kecuali Ghandi.Karena pria itulah yang sedang menikah di atas panggung sana.Lucunya, Airlangga duduk di sebelah Rani, Rani di sebelah Saka, dan di sebelah Saka ada Farah.Lengkap sudah.Airlangga yang menyukai Rani, Rani yang menyukai Saka, Farah yang juga menyukai Saka, dan Saka yang sekarang sudah menjadi suami dari Rani.Anggraini yang duduk bersama mereka, sudah merasakan hawa-hawa buruk, firasatnya bahkan juga merasa tidak enak, pikirannya sudah menyuruhnya untuk bergerak mundur teratur atau kalau bisa pindah tempat duduk. "Ah, cantik sekali ya istri Ghandi."Basa-basi yang dikeluarkan Anggraini agar memecahkan suara ini pun ditanggapi oleh satu-satunya yang tidak nyambung di dalam kumpulan mereka."Iya ya, cantik banget. Jadi ingat pas kita dulu ya, Saka."
"Hadapin aja. Lu harus berterus terang. Dan lagi, om Yudis ga mungkin ga tahu persoalan ini. Dia pasti tahu anaknya nikah atas suruhan atasannya."Rani memegang kepalanya, mengapa rumit sekali."Ran, Rani. Lu denger gua. Omongan Saka ada benarnya. Pernikahan kalian ini memang ada ya walaupun atas omongan Om, tapi keluarga kalian sudah menyatu. Lu ga mungkin cuma pikirin perasaan lu sendiri dan yang lu tahu cuma tentang ayah lu sendiri. Itu egois."Aca memang benar-benar penasihat bagi kehidupan Rani, kurang apa lagi Aca menjadi sahabat dari seorang Rani?"Seenggaknya, lu harus selesain baik-baik sama tante Sekar. Bagaimanapun mereka pernah menjadi sosok keluarga yang baik. Lu juga harus mentingin perasaan mereka."Ia pun mengangguk-anggukkan kepalanya.Sejujurnya, ini juga yang Rani takuti dari sejak Saka mengajak dirinya menghadap orang tuanya.Masalahnya, Sekar memang sudah ia anggap seperti ibu sendiri.Sosok ibu yang ada di dalam hidupny
Setiap kali Saka ke rumah sakit untuk mengunjungi Rani, pasti ada Airlangga, aca dan juga Irsyad di sana.Ada apa sih? Mengapa mereka selalu bersama?Sudah begitu, tak ada satu pun dari mereka yang keluar untuk membiarkan Saka dan Rani berbicara hanya berdua.Sebenarnya, mereka ini punya masalah apa?Ataukah terbalik, Saka yang punya masalah apa?Ah, entahlah.Situasi semakin sulit untuk mereka berkomunikasi. Saka sesekali melihat hanya dari luar.Terkadang ia melihat Aca yang tertidur sambil menjaga Rani atau Airlangga yang menyuapi potongan jeruk kepada Rani yang notabenenya masih menjadi istrinya.Rani hanya sekitar tiga hari di rumah sakit, hari ini mereka akan berberes untuk pulang.Seperti biasa, mereka berkelompok.Saka pun memberanikan diri untuk masuk dan hadir di tengah-tengah mereka membawa keheningan dan seakan-akan dirinya adalah ancaman bagi mereka. Padahal, mereka menatap Saka dengan kecaman."Ngapain ka
Rani mengecek ke dokter kandungan persoalan anaknya, ia takut karena sempat tidak makan, bagaimana jika anaknya ini menjadi sangat lemah?Tidak lebih tidak kurang, pemeriksaan USG pun diberitahu kurang lebih sama seperti perawat kemarin oleh dokter khusus kandungan tentunya pada hari ini.Perawat kemarin memang banyak membantu dokter kandungan.Dokter itu juga menunjukkan di manajanin itu berada dan menjelaskan apa yang harus ia lakukan. Seperti hidup sehat, tidak stress dan disarankan ikut senam kehamilan.Begitu setelah selesai ke dokter kandungan, tentunya masih di rumah sakit yang sama, ia pun bersama-sama dengan Aca menukarkan resep vitamin yang diberikan dokter. Kurang lebih ada tiga atau empat vitamin yang diberikan.Rani akan berjuang menelan semua vitamin itu demi anak yang mungkin hanya satu-satunya akan dia punya.Sungguh, ia sudah tidak berniat untuk berbuat apapun selain membesarkan dan merawat anaknya.Ia akan mencintai anakny
Disaat aku tidak perlu dicintai denganmu lagi, itulah saat dimana kau mencintaiku, dan semuanya sudah terlambat.Baru saja beberapa menut yang lalu Rani sadar dan ia tidak mau sama sekali mengarah dan melihat Saka.Lalu mereka pun didatangi dokter beserta perawat di sampingnya.Rani yakin betul bahwa tidak akan ada yang terjadi pada dirinya, setelah ini mungkin ia akan pergi seperti biasa. Toh, tiket bukan hal yang sulit dibeli baginya.Tapi semuanya berbeda saat ia mendengarkan perkataan dokter yang berada di depannya ini."Selamat ya Bu, Pak. Ibu Maharani sesang mengandung empat minggu. Sebentar lagi akan menjadi Ayah dan Ibu nih, delapan bulan lagi bukan waktu yang lama, kok."Ucap dokter yang langsung memberi selamat kepada keduanya.Riang sekali dokter itu, bahkan langsung menyalami Saka yang tegak begitu dokter itu ke bilik kamar mereka.Pria itu munafik sekali, bukan?Seakan-akan tampa
Betapa paniknya Saka, ketika ia bangun, ia tidak melihat Rani lagi di sampingnya.Ia pun menuruni tangga dengan keadaan acak-acakan, ia dengan cepat menanyai semua orang keberadaan Rani.Pasalnya, ia baru sadar bahwa kamar gadis itu rapih sekali, rapih dalam kondisi bahwa tidak ada apa-apa lagi di dalamnya. Barangnya sedikit sekali.Belum lagi memang beberapa barang di atas meja memang ada yang hilang, Saka memang sangat detail sekali.Ia bisa mengalahkan Sherlock Holmes jika dalam hal seperti itu.Setelah ia mendengar perkataan dari Dewangga, ia pun seperti tersambar geledek di malam? Pagi? Subuh? Entahlah!Sial, ini bahkan baru pukul tiga dini hari!"Rani akan pergi ke London, ia akan transit ke Malaysia dan lanjut ke London. Pesawatnya pukul empat lewat dua puluh limat menit. Pesawat dari Malaysia ke London pukul sembilan."Ia pun langsung pergi secepat mungkin, ia hanya memiliki waktu sekitar s
Disinilah Saka berdiri.Ia menatap rumah? Rumah yang seperti istana itu tepat di depannya.Mau tidak mau, suka tidak suka.Ia sudah mempersiapkan segalanya.Ia memang harus menemui calon mantan mertuanya atau apapun itu nantinya, semua tergantung padanya.Ah, entahlah, yang jelas ia sudah siap bertemu pada hari ini.Ia sudah memikirkan cukup lama dan matang untuk hal yang akan ia perbuat setelah ini.Ia pun masuk, kali ini ia tidak membuat janji atau apapun itu dengan Dewangga.Karena, ia datang sebagai menantu, ya memang masih menantu untuk saat ini.Begitu ia masuk pun ia langsung di arahkan ke ruang kerja Dewangga,Pria tua itu sudah menanti kedatangan Saka sejak beberapa minggu yang lalu.Raysaka pun tunduk hormat saat melihat Dewangga berada di pandangannya.Ayah dari gadis manja itu pun memberikan kode untuk duduk kepadanya.Bahkan mere
Sederhananya, kau adalah apa yang aku tulis, dan aku hanyalah apa yang tak pernah kau baca.Semakin dibayangkan semakin miris rasanya.Setelah tiga hari berturut-turut Rani pergi sepagi mungkin tanpa bertemu Saka dan pulang tanpa menyapa pria itu.Sempat sekali ia pulang terlebih dahulu dan pria itu tampak memberitahu keberadaannya."Aku pulang."Masih ingat betul Rani dengan ucapan pria itu.Dulu mana pernah pria itu mengucapkan kata yang bersikap memberitahu dan menganggap keberadaan Rani.Ia lah yang harus bersemangat sendirian, menerima kedatangan dengan rasa hangat di hati dan melayani dengan rasa cinta.Rani menghela napasnya untuk kesekian kalinya.Jika memang benar satu helaan napas bisa mengurangi umur manusia tiga detik, mungkin umurnya sudah tak lama lagi.Pada hari ini, akan menjadi puncak dari semuanya.Ia pun menyuruh Mbok memasak dan memberi tahu bahwa ia akan pulang sebelum makan malam.I
Dewangga tidak pernah membayangkan situasi ini akan terjadi, ia pikir, seorang Raysaka akan berujung mencintai putrinya. Karena ia tahu bagaimana cara Raysaka menjaga dan bahkan menatap putri semata wayangnya. Ia tidak menyangka betapa kerasnya seorang Raysaka melawan kehendak dirinya sendiri.Ia mengelus dahi putrinya, betapa malang anaknya ini. Ia juga turut menyalahkan dirinya.Ia tahu apa yang dimaksud oleh perkataan Rani tadi.Tentu saja itu berarti Rani tahu bahwa semua ini perbuatannya.Untung saja, putrinya ini berhati mulia dan masih berpikiran lurus terhadapnya. Tidak habis pikir bahwa Rani akan menyalahkannya, namun jika itu terjadi, ia akan siap menerima konsekuensi itu. Ia telah merusak kehidupan putrinya, terutama hati anaknya sendiri."Ayah..."Dewangga pun langsung menatap putrinya."Rani sayang sama ayah."Bagaimana pun, Dewangga hanyalah seorang ayah yang menghidupi anaknya sendirian tanpa bantuan istri
Sepanjang perjalanan Aca mendengarkan Rani yang menangis sambil terisak, tampaknya saki sekali kali ini yang diperbuat oleh Saka.Aca tahu hari ini akan tiba, di saat ia akan menemani temannya hingga nangis tersedu-sedu. Namun ia tidak tahu bahwa hari itu akan datang secepat ini."Udah, Ran. Lu jangan nangisin dia. Dari awal gua udah... Ah, yaudah lah pokoknya ga usah ditangisin orang begitu."Rani hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.Ia masih tidak sanggup membayangkan bahwa ternyata sebegitunyakah tingkah Raysaka kepadanya selama ini.Ia tersadar bahwa, selama ini seorang Raysaka yamg mencintainya dalam diam hanya terjadi di dalam pikirannya.Ia tersadar bahwa selama ini, hanya ada kepura-puraan di dalam diri Saka terhadapnya.Selama ini... Rani memejamkan mata untuk memikirkan semua yang ia sadari.Begitu baru saja sampai rumah, Rani langsung turun dari mobil diikuti oleh Aca tentunya,"Udah, Ca. Gausah, balik aja gih. Rani mau se