Home / Rumah Tangga / Ratu Pinjol / Bab.4: Pendekatan

Share

Bab.4: Pendekatan

Author: Irma Juita
last update Last Updated: 2023-07-11 18:04:07

"Wah, malah merepotkan Mbak Ismi. Perkenalkan nama saya Dinar, Ibunya Dani dan Dita" ucapku seraya mengulurkan tangan. Mbak Ismi menyambutnya.

"Tidak repot kok, Mbak Dinar. Semua tetangga terdekat di lingkungan sini memang mendapatkan hantaran makanan yang sama. Nanti kalau butuh apapun, jangan sungkan datang kerumah saya ya, Mbak Dinar." timpal Mbak Ismi ramah.

"Semoga Mbak Ismi betah tinggal di kontrakan Babeh Sabeni, ya" ujarku tersenyum simpul.

"Amiin. Ya sudah, saya pamit dulu ya Mbak Dinar. Salam untuk keluarga semuanya!" Mbak Ismi berpamitan dan meninggalkan rumahku.

Lagi-lagi Aku harus bersyukur dengan rezeqi tak terduga yang Tuhan berikan hari ini melalui wanita cantik bernama Ismi itu.

Aku membawa dua kotak makanan besar itu ke dapur dan segera membukanya. Mataku berbinar ketika melihat isi dalam kotak makanan itu. Ada nasi, rendang daging, sambal goreng kentang plus ati ampela, bihun, kerupuk udang, buah serta minuman air mineral dalam gelas. Aku membuka kotak makanan yang satunya lagi, isinya hampir sama, hanya berbeda lauknya saja. Kotak makanan yang ini berisikan ayam bakar dari bagian dada yang berukuran besar.

Aku segera memindahkan semua nasi dan lauk ke dalam piring. Lauk ayam bakar untuk Dani dan Dita karena mereka tidak menyukai makanan yang pedas. Sementara rendang daging untukku dan Mas Dito. Aku memotong daging rendang menjadi dua bagian. Aku ingin Mas Dito juga bisa merasakan makan enak hari ini.

Aku mengangkat dan meniriskan daun singkong yang sudah selesai di rebus. Mencucinya dengan air dingin lalu kemudian mengirisnya menjadi potongan yang lebih kecil.

Aku segera mengambil piring dengan nasi secukupnya, sepotong rendang dan sedikit sambal goreng kentang. Lauk yang lainnya Aku pisahkan untuk makan sampai sore nanti. Aku mengambil sedikit daun singkong yang sudah di rebus sebagai lalapan. Setelah mengucap lafadz bismillah, Aku segera makan dengan lahapnya.

...

"Assalamualaikum" terdengar suara yang mengucap salam. "Waalaikum salam" jawabku, seraya membuka pintu rumah.

"Mbak Dinar, ini ada puding buah buat anak-anak. Kebetulan tadi saya buatnya lumayan banyak" sapa Mbak Ismi seraya menyerahkan sepiring puding buah yang terlihat lezat dan menyegarkan.

"Ya Allah, Mbak Ismi kok repot-repot segala. Terimakasih banyak ya, anak-anak pasti suka sama pudingnya." Ujarku. Ada perasaan tidak enak karena merepotkan Mbak Ismi.

"Mbak Dinar kayak sama siapa saja. Saya kan tetangganya Mbak Dinar. Ya memang harus akur sama tetangga, karena kalau nanti ada apa-apa yang di mintakan tolong pasti tetangga." sanggah Mbak Ismi beralasan.

Aku membenarkan alasan Mbak Ismi. Dari sini Aku bisa menilai, Mbak Ismi yang baru beberapa hari tinggal disini saja sudah menunjukkan rasa peduli kepada tetangganya. Berbeda sekali dengan tetanggaku sebelumnya yang tinggal lebih lama dari Mbak Ismi. Mereka tidak memiliki kepedulian sama sekali. Jangankan peduli, yang ada mereka malah mencibir dan menghina keluargaku saja.

"Mbak Ismi main dulu saja di sini, biar saya ada teman mengobrol," tawarku pada Mbak Ismi.

"Memang boleh, Mbak Din?" apa tidak merepotkan?" tanya Mbak Ismi tampak ragu.

"Ya boleh dong Mbak dan tidak merepotkan juga. Ayo, silahkan masuk Mbak" Aku membuka pintu rumahku selebar mungkin, memberikan akses jalan untuk Mbak Ismi.

Dengan sedikit malu-malu, Mbak Ismi masuk ke dalam rumahku. "Ayo silahkan duduk disini Mbak." Tunjukku pada karpet plastik usang namun nampak bersih yang mengalasi lantai rumah.

Mbak Ismi tersenyum dan kini sudah duduk di atas karpet."Maaf ya Mbak, seadanya. Disini tidak ada kursi atau sofa kayak di rumahnya Mbak," ucapku malu-malu.

"Ih Mbak Dinar ini, mau duduk di kursi atau di lantai itu sama saja. Malah enak lesehan begini, lebih adem," timpal Mbak Ismi yang terlihat biasa saja duduk di atas karpet usang milikku.

"Mbak Ismi bisa saja" sahutku tersipu. "Aku malah ngiri melihat keluarga Mbak Dinar, lho!" ucap Mbak Ismi yang membuatku sedikit terkejut.

"Lho, kenapa harus iri sama kehidupan saya yang serba pas-pasan, Mbak? malah saya lihat kehidupan Mbak Ismi lebih baik dari pada saya" jawabku tanpa berbasa-basi.

"Apa yang dilihat dari luar, terkadang tidak sama dengan kenyataan yang sebenarnya, Mbak. Mbak Dinar beruntung punya suami yang sangat sayang keluarga. Mbak Dinar juga mempunyai anak-anak yang sehat dan pintar. Sementara suami saya pulang tidak menentu, anak juga saya enggak punya. Saya merasa kesepian, Mbak" ucap Mbak Ismi dengan raut kesedihan di wajahnya.

Aku jadi merasa bersalah karena tanpa sengaja membuat Mbak Ismi bersedih. Karena memang itu kenyataan yang Aku lihat. Mbak Ismi nampak bahagia karena kehidupannya tercukupi. Tetapi Aku tidak tahu, kalau di balik itu semua Mbak Ismi menyimpan kesedihan di kehidupannya.

"Mbak Ismi tidak usah sedih, anggap saja Dani dan Dita anaknya Mbak Ismi juga. Sering-sering saja main kesini supaya tidak merasa kesepian lagi" ujarku berusaha menghibur Mbak Ismi.

Mbak Ismi menganggukkan kepalanya seraya tersenyum. Dari obrolanku dengan Mbak Ismi, Aku jadi tahu kalau suaminya bekerja sebagai pekerja tambang di Kalimantan. Jadwal kepulangan suami Mbak Ismi tidak menentu, tergantung persetujuan atasannya. Katanya paling cepat pulang satu bulan sekali, paling lama malah setahun sekali saja. Walaupun begitu, uang transferan selalu masuk ke rekening Mbak Ismi setiap bulannya. Itu sebabnya kehidupan Mbak Ismi berkecukupan.

Sementara alasannya mengontrak rumah, karena Mbak Ismi adalah orang yang mempunyai sifat bosan. Suaminya sering menawarinya membeli rumah agar tidak selalu berpindah kontrakan, namun Mbak Ismi menolaknya. Dia lebih nyaman dengan hidup berpindah-pindah tempat.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Karena keasyikan mengobrol dengan mbak Ismi, Aku sampai lupa menunaikan sholat ashar. Mbak Ismi akhirnya berpamitan pulang karena beralasan ingin mandi sore. Aku pun segera bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan menunaikan sholat. Baru setelahnya memandikan Dita.

Sudah menjadi kebiasaan setiap menjelang kepulangan Mas Dito, Aku dan anak-anak harus tampil rapi bersih. Aku tidak mau kepulangan Mas Dito yang lelah bekerja seharian di sambut oleh pemandangan yang tidak enak di lihat. Walaupun Aku tidak wangi karena tidak mampu membeli parfum, tetapi setidaknya pakaianku bersih dan rapi saat menyambut kepulangannya.

Terdengar deru mesin motor berhenti di depan rumahku. Itu pasti Mas Dito yang baru pulang mengojek. Dani dan Dita berlarian menyambut kedatangan ayahnya. Dari jauh terlihat raut wajah lelah Mas Dito, tetapi dia tetap menyunggingkan senyumnya ketika mendapatkan sambutan dari kedua naknya.

"Anak ayah sudah mandi apa belum?" tanya Mas Dito seraya mengangkat tubuh mungil Dita dan menciumi perutnya.

Dita tertawa terkekeh, karena merasa geli. Sementara Dani mengulurkan tangannya untuk mencium punggung tangan Mas Dito, di ikuti olehku.

Kami berjalan bersamaan masuk ke dalam rumah. Aku sudah menyiapkan teh tawar hangat di atas meja. Minuman kesukaan Mas Dito sepulangnya bekerja.

"Dani, bawa dikmu main sebentar. Ayah mau berbicara pada Ibumu!" perintah Mas Dito pada Dani. "Iya Ayah," jawab Dani patuh. Dia menuntun Adiknya ke ruangan depan dan mengajaknya bermain.

"Dinar maafkan Mas, ya. Hari ini Mas hanya membawa uang sepuluh ribu saja. Tadi motor Mas mogok dan harus di bawa ke bengkel" ucap Mas Dito dengan wajah sedih dan merasa sangat bersalah....

Related chapters

  • Ratu Pinjol   Bab.5: Ada Syaratnya

    Aku menarik nafas dan membuangnya perlahan. Suamiku sudah berikhtiar dengan cara yang halal mencari rezeqi untuk keluarganya. Berapapun hasilnya, mungkin itulah rezeqi yang Allah titipkan kepada kami."Alhamdulillah...tidak apa-apa, Mas. Masih bisa untuk beli beras satu liter. Semoga besok Allah memberikan rezeqi lebih untuk kita" ucapku membesarkan hati Mas Dito."Maafkan Mas ya, Dinar" lagi-lagi Mas Dito meminta maaf seraya menggenggam tanganku erat."Tidak usah minta maaf, Mas Dito enggak salah kok. Sekarang Mas bersih-bersih, setelah itu baru makan," ujarku seraya mengelus pundak Mas Dito dengan lembut."Memang Kamu sudah masak? dapat uang darimana?" tanya Mas Dito heran."Aku belum masak, Mas. Tadi ada rezeqi nasi kotak dari tetangga baru kita, namanya Mbak Ismi" sahutku."Alhamdulillah. Itu artinya kamu sudah makan, Din?" tanya Mas Dito dengan mata berbinar."Iya, sudah Mas. Ayo buruan bersih-bersih, tubuh Mas Dito bau kecut tuh" ucapku meledek Mas Dito dan tergelak."Biarpun ba

    Last Updated : 2023-07-11
  • Ratu Pinjol   Bab.6: Mengenal Pinjol

    "Apa syaratnya?" tanyaku ragu."Aku mau minta bantuanmu. Tolong pinjamkan data identitasmu buat ajukan pinjaman online, ya?" ucap Ismi dengan wajah memelas.Aku sedikit terkejut mendengar permintaan Ismi. Dia sendiri yang menawarkan akan memberikan skin care secara cuma-cuma, tetapi kenapa harus bersyarat? Lalu syaratnya pun cukup berat menurutku. "Kalau ada syaratnya, aku gak mau. Enggak dikasih skin care cuma-cuma juga gak apa-apa!" tolakku tegas."Sebenarnya ini bukan masalah skin care gratis, tetapi aku memang benar-benar butuh bantuanmu, Din!" ucap Ismi dengan wajah sedih.Kenapa Ismi meminta bantuan padaku untuk mengajukan pinjaman online? setahuku dia orang yang berkecukupan materi, karena suaminya bekerja di pertambangan yang gajinya pasti besar."Enggak salah kamu Ismi, mau minta tolong sama aku? buat apa kamu ajukan pinjaman online? suamimu kan kerja di pertambangan?" tanyaku tanpa berbasa-basi."Itu dia masalahnya, suamiku memberi kabar kalau agak telat mengirim transferan

    Last Updated : 2023-08-01
  • Ratu Pinjol   Bab.7: Nasehat Suami

    "Alhamdulillah...pengajuannya diacc, kamu memang pembawa keberuntungan, Din!" puji Ismi padaku.Sementara aku masih tidak percaya, pengajuan pinjaman online yang diproses setengah jam yang lalu sudah bisa menghasilkan uang. "Ting" terdengar notif pesan dari ponselku.Aku segera membukanya, ternyata notif pemberitahuan dari sms banking. Ada transferan masuk sebesar satu juta rupiah.Setelah membaca notif yang baru diterima, barulah aku percaya. Ternyata semudah itu mendapatkan pinjaman. Namun entah kenapa bukannya senang, tetapi malah sebaliknya. Mungkin karena pengajuan pinjol menggunakan namaku, bukan nama Ismi."Ismi, kenapa enggak mengajukan pinjaman pakai nama kamu sendiri aja, sih? Malah pakai nama orang lain. Aku takut sekali, karena baru pertama kali berurusan dengan hutang!" cetusku pada Ismi serius."Aku sudah mengajukan pinjaman online sendiri, tetapi uang yang dibutuhkan masih kurang. Tidak mungkin Aku mengajukan dua kali pinjaman pada aplikasi yang sama, makanya minta ban

    Last Updated : 2023-08-02
  • Ratu Pinjol   Bab.8: Debat Ismi vs Trio Barokah

    Ismi membisikkan sesuatu ke telingaku. Mataku terbelalak, tetapi tak bisa menahan diri untuk tidak tergelak."Kamu ada-ada aja Is, pakai ngerjain mereka segala. Aku mah takut dosa!" ucapku, masih saja tergelak."Orang seperti mereka sekali-sekali memang perlu di kasih pelajaran, supaya lebih menghargai orang lain!" timpal Ismi, dia pun sama sepertiku tergelak juga."Cuaca hari ini panas banget ya. Kita beli minuman di warung Mbak Eti, yuk" ajak Ismi padaku."Boleh, kebetulan Dita juga udah tidur nih" sahutku, seraya bangkit dari pembaringanku.Kami melangkah bersama menuju warung Mbak Eti yang berada di lingkungan kontrakan Trio Barokah. Warung sederhana yang hanya berupa meja dengan ukuran sedang dan segala perabotan di atasnya. Warung Mbak Eti selain menjual minuman jus buah asli dan minuman kemasan, dia juga menjual aneka makanan yang diolah secara dadakan. Selain harganya murah, rasa makanannya juga lumayan enak. Tidak heran kalau warungnya selalu ramai oleh pembeli dari berbagai

    Last Updated : 2023-08-06
  • Ratu Pinjol   Bab.9: PoV: Dito

    Namaku Pradito Lukito. Aku adalah anak tunggal di keluargaku. Walaupun anak tunggal, aku sudah terbiasa hidup mandiri dan sederhana, meski kedua orang tuaku adalah pemilik usaha dibidang kuliner yang cukup sukses di Klotaku. Mereka memiliki puluhan anak cabang yang tersebar di beberapa kota. Aset yang mereka miliki meliputi aset tidak bergerak, mulai dari puluhan kontrakan dan kos-kosan yang tersebar di beberapa daerah. Belum lagi aset bergerak, berupa beberapa kendaraan yang terparkir cantik di rumahku.Menjadi anak tunggal yang merupakan impian banyak orang, tetapi tidak menurutku. Aku merasa kesepian di rumah yang ukurannya begitu luas. Kedua orang tuaku sibuk mengurus bisnisnya, sedangkan aku bersama para asisten rumah tangga yang bekerja di rumah.Aku tipe orang yang tidak suka bergaul, oleh sebab itu tidak memiliki banyak teman di tempat kuliah. Kedua orang tua bercita-cita agar aku meneruskan bisnis mereka jika sudah lulus kuliah. Oleh karenanya jurusan yang aku ambil adalah bis

    Last Updated : 2023-08-06
  • Ratu Pinjol   Bab.10: Kemana Mas Dito?

    Pada suatu pagi, sesaat setelah keberangkatan Mas Dito bekerja terdengar ada yang mengucapkan salam."Assalamualaikum."Aku yang sedang berjibaku dengan tugas negara, tergopoh-gopoh menghampiri asal suara."Waalaikum salam," jawabku seraya membuka pintu rumah."Din, lagi repot enggak?" tanya Dinar seraya tersenyum manis ke arahku."Lumayan sih. Biasa, lagi ngerjain tugas negara. Ada apa?" tanyaku penasaran.Ismi selalu datang saat Mas Dito sudah berangkat bekerja. Dia seperti sengaja menghindari bertemu langsung dengan Mas Dito.l"Ayo masuk, pamali ngobrol di depan pintu nanti susah jodoh lho!" ledekku pada Ismi."Enak aja, aku sudah dapat jodoh, kali!" timpal Ismi kesal. Dia mengerucutkan bibirnya, membuatku terkekeh melihatnya.Aku membentangkan karpet usang andalan di atas lantai semen rumahku. Mengajak Ismi untuk ikut duduk lesehan bersamaku."Ada apa pagi-pagi datang kesini? pasti ada maunya ya?" tanyaku menebak tujuan Ismi datang kerumah."Kok kamu tahu aja sih, kalau aku ada ma

    Last Updated : 2023-08-06
  • Ratu Pinjol   Bab.11: Kesabaran Ada batasnya

    Dani dan Dita akhirnya tertidur, karena sudah terlalu lama menunggu ayahnya yang belum juga pulang. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Aku benar-benar mengkhawatirkan Mas Dito. Andai Mas Dito mempunyai ponsel, pasti ku sudah menghubunginya sejak tadi. Dulu sewaktu Mas Dito masih bekerja di percetakan, dia memiliki sebuah ponsel. Tetapi terpaksa harus dijual karena terdesak kebutuhan ekonomi. Sempat ada niatan untuk mendatangi pangkalan ojek tempat Mas Dito biasa menunggu penumpangnya. Akan tetapi tidak tega jika harus meninggalkan kedua anakku yang sedang tertidur. Tidak hentinya aku berdoa dalam hati, semoga tidak terjadi apa-apa dengan Mas Dito.Tidak berapa lama, terdengar suara langkah kaki mendekat ke arah rumah. Aku segera berlari menuju jendela rumah untuk memastikan siapa yang datang. Aku sangat berharap kalau Mas Dito yang datang.Hatiku begitu lega, begitu mengetahui yang datang adalah Mas Dito. Wajahnya murung dan terlihat begitu letih.Aku membukakan pintu yang

    Last Updated : 2023-08-07
  • Ratu Pinjol   Bab.12: Mengajukan Pinjol

    "Dinar? Ini nomor hape siapa? Pasti pinjam punya orang, kan?" tanya kak Disti, dia selalu meremehkanku."Iya Kak, aku pinjam sama teman. Kalau mau simpan saja nomornya Kak, siapa tahu suatu hari nanti membutuhkannya," ucapku berusaha tidak terpengaruh dengan ucapannya."Untuk apa menyimpan nomor orang yang enggak penting!" ucapan Kak Disti semakin pedas.Aku mengambil nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Berusaha tidak terpancing emosi, karena tujuan utamaku adalah meminta bantuannya."Kak, Aku mau minta tolong boleh?" tanyaku ragu-ragu."Tuh kan, sudah aku duga. Kamu menghubungiku karena ada maunya!" rupanya Kak Disti sudah menduga tujuanku menghubunginya."Kak, Aku mau pinjam uang untuk menebus motor Mas Dito yang turun mesin di bengkel. Kalau tidak di tebus, darimana Mas Dito mendapatkan uang untuk kebutuhan kami?!" ucapku dengan nada memelas.Untuk pertama kalinya mengingkari prinsip yang selama ini aku pegang teguh. Bahwa jangan pernah mengharapkan belas kasihan ora

    Last Updated : 2023-08-07

Latest chapter

  • Ratu Pinjol   Bab.71: Akhir Cerita (Tamat)

    "M-bak-Di-nar" lirihnya, nyaris tak terdengar.Aku mendekatkan wajah pada Bu Ustadzah yang menatap dengan sayu."Ibu Ustazah yang sabar dan kuat ya," ucapku seraya tersenyum kepadanya, berusaha memberikan motivasi agar beliau kuat melewati musibah yang di alaminya."Ma-af-kan-sa-ya." Bu Ustazah kembali berucap seraya menggerakkan jemarinya, seolah ingin menjabat tanganku.Aku meraih jemarinya dan mengusapnya dengan lembut."Tidak ada yang perlu dimaafkan Bu Ustazah, karena tidak ada yang salah. Sekarang yang terpenting Bu Ustazah sehat seperti sedia kala!" timpalku.Bu Ustazah menatapku lekat dan tiba-tiba keluar cairan bening dari kedua sudut matanya. Sementara itu, bibirnya seolah menyunggingkan senyum kearahku lalu kemudian kedua mata beliau terpejam. Aku mendekatkan wajah dan memanggil namanya, tetapi tidak ada respon sama sekali. Aku kembali memanggil di telinga kirinya, tetapi sama saja tidak ada sahutan dari bibirnya."Suster, Ibu Ustazah kenapa? Beliau diam saja, tidak menjaw

  • Ratu Pinjol   Bab.70: Permintaan Maaf

    "Maaf, mengabari apa, Pak?" tanyaku penasaran.Jantungku berdetak tidak karuan. Aku khawatir ada kabar buruk yang menimpa ibu mertua yang hingga kini belum pulang ke rumah."Kami dari Rumah Sakit Husada ingin mengabari bahwa Ibu Khodijah binti Al Fajri telah mengalami kecelakaan bersama rombongan lainnya!" lanjutnya lagi.'Khodijah Al Fajri, bukankah itu nama lengkap ibu Ustazah? Tetapi kenapa pihak rumah sakit malah mengabariku? Bukankah ada Mas Syaiful yang jelas-jelas keluarganya?' bermacam pertanyaan muncul dalam benakku."Maaf Bu, kenapa tidak menghubungi pihak keluarganya langsung? Saya bukan keluarganya!" sanggahku.Aku bukannya tidak mau mengakui Bu Ustazah dan menganggapnya sebagai saudara atas kebaikannya selama ini. Akan tetapi aku merasa ada pihak keluarganya yang lebih berhak mendapatkan kabar kurang baik ini."Sudah, tetapi nomornya tidak aktif. Maaf Bu, sebaiknya Anda segera datang ke rumah sakit karena kondisi pasien saat ini sedang kritis. Dokter sedang melakukan pena

  • Ratu Pinjol   Bab.69: Kabar dari Rumah Sakit

    Kami menegok ke arah Dani secara bersamaan."Dani, sini Nak. Ini ada Nenekmu dari keluarga Ayah Dito!" ucapku melambaikan tangan padanya.Dani menghampiriku, menatap ragu ke arah ibu mertua dan meraih punggung tangannya lalu menciumnya dengan takzim."I-ni cucuku?" tanya ibu mertua dengan sedikit gugup serta tatapan penuh haru."Iya, Bu. Ini Dani, cucu pertama Ibu!" jawabku."Ya Allah, kamu sudah sebesar ini sekarang. Maafkan Nenek yang tidak pernah mengunjungimu cucuku," ucap ibu mertua seraya mengelus wajah Dani, kemudian perlahan beliau mulai terisak."Nenek kenapa menangis?" tanya Dani heran."Wajahmu mirip sekali dengan Ayahmu. Andaikan saja Dito masih ada, dia pasti bahagia melihat kita bisa berkumpul seperti ini!" ucapnya lagi.Aku menghampiri ibu mertua dan mengusap lembut punggung tangannya."Mas Dito pasti bahagia melihat kebersamaan kita, Bu. Sebaiknya hari ini Ibu menginap saja di rumah kami. Dani juga sepertinya masih kangen sama Neneknya" ujarku seraya tersenyum pada i

  • Ratu Pinjol   Bab.68: Kedatangan Tamu tak Terduga

    "Mbak Dinar, aku boleh minta tanda tangan di novelmu nggak?" tanya Mbak Sherli di suatu siang kala sepulang sekolah menjemput Kevin. Semenjak kepindahan ke rumah lamaku, hubungan kami semakin dekat. Kini bahasa yang kami gunakan juga menjadi aku dan kamu. "Mbak Sherli ada-ada aja nih, pakai minta tanda tangan segala. Aku bukan artis lho," sanggahku seraya tersenyum."Lho, Mbak Dinar ini suka merendah. Jadi penulis terkenal itu sama saja kayak artis karena udah diundang ke stasiun televisi, bahkan karyanya sudah diangkat menjadi sebuah karya film." Mbak Sherli mengerlingkan matanya menggoda. Aku tersenyum melihatnya."Sini aku kasih tanda tangan, apa mau sekalian minta photo bareng?" ledekku."Lho, Mbak Dinar ini seperti dukun saja. Memang itu yang mau saya minta selain tanda tangan," Mbak Sherli terbahak. Kami akhirnya tertawa bersama-sama.Begitulah, setelah aku diundang menjadi nara sumber di salah satu stasiun televisi dan karyaku diangkat menjadi sebuah film ada saja yang ingi

  • Ratu Pinjol   Bab.67: Perubahan Nasib

    "Bu Ustadzah, apa kabar?" tanyaku sedikit kikuk, seraya mengulurkan tangan hendak mencium punggung tangannya.Akan tetapi sekilas tampak Bu Ustadzah menyembunyikan tangannya, seolah itu pertanda jika beliau tidak berkenan ada yang mencium tangannya. Akhirnya terpaksa mengurungkan niatku "Kabar saya baik," jawabnya singkat."Maaf Bu Ustazah, ini ada sedikit oleh-oleh semoga berkenan," ucapku tak kenal lelah berusaha mengambil hati Bu Ustazah seraya menyodorkan rantang yang dibawa."Maaf, saya sedang shaum. Kebetulan juga hari ini mau pergi untuk mengisi acara tausiyah di desa yang jaraknya cukup jauh dan kemungkinan pulangnya agak malam. Sebaiknya dibawa saja masakannya, khawatir tidak sempat dimakan malah jadi mubadzir," tolak Bu Ustadzah dengan suara pelan, tetapi terasa menusuk hatiku.Betapa tidak? Aku sudah berusaha memperbaiki hubungan dengan beliau yang kurang baik karena penolakan kepada Mas Syaiful. Akan tetapi sikap beliau masih saja dingin bahkan terang-terangan menolak pem

  • Ratu Pinjol   Bab.66: Masih Bersikap Dingin

    Aku terkejut membaca pesan di aplikasi hijau tersebut, terlebih saat tahu siapa pengirimnya. Mas Syaiful. Aku tidak tahu, apa maksudnya mengirim pesan menyakitkan itu. Niat hati ingin mengabaikan pesan itu, tetapi pasti dia akan terus mengirimkan pesan dengan penilaian buruknya sendiri kepadaku. Jari tangan mulai mengetikkan balasan pesan untuk laki-laki yang pernah meminangku."Maaf, apa maksud Mas Syaiful berkata demikian? Siapa yang tidak tahu berterima kasih, siapa yang sombong? Jangan pernah menilai seseorang dari satu sudut pandang saja. Jika Mas kecewa dengan penolakan tempo hari, tetapi bukan berarti seenaknya Mas bisa menghina saya!" satu pesan balasan kukirimkan melalui aplikasi hijau di ponsel. Tidak membutuhkan waktu lama, tanda pada pesan yang dikirimkan sudah berubah warna. Terlihat Mas Syaiful sedang mengetikkan balasannya. "Siapa bilang saya kecewa dengan penolakan seorang janda sepertimu? Aku hanya tidak terima kamu meninggalkan Bibik sendirian setelah apa yang sud

  • Ratu Pinjol   Bab.65: Memulai Hidup Mandiri

    "Maafkan saya Bu Ustadzah," ucapku lirih. Beliau terlihat memijit kening menggunakan jari jemarinya."Tidak perlu minta maaf. Syaiful hanya perlu waktu untuk menerima penolakan yang membuatnya kecewa," sahut Bu Ustadzah seraya beranjak dari tempat duduknya dan berlalu masuk ke kamarnya tanpa berpamitan terlebih dahulu.Aku masih terdiam di sofa ruang tengah. Sedikit merasa bersalah dengan keputusan yang diambil. Akan tetapi, mau bagaimana lagi? Aku tidak ingin menjadi orang munafik yang berpura-pura menerima Mas Syaiful, tetapi dalam hati menolak. Terlebih karena permintaan Dani yang tidak ingin memiliki ayah baru. Lebih baik jujur dan merasa kecewa di awal, daripada menyesal kemudian.Tidak terasa, satu minggu sudah telah berlalu dari malam penolakanku kepada Mas Syaiful. Sejak malam itu, sikap Bu Ustadzah berubah kepadaku dan Dani. Beliau terlihat acuh tak acuh, bahkan kami jarang bertegur sapa walaupun saling berhadapan. Sepertinya perubahan sikap Bu Ustadzah ada hubungannya denga

  • Ratu Pinjol   Bab.64: Jawaban Pinangan Syaiful

    "Innalillahi wainna ilaihi rojiun," Bu Ustadzah mengucap kalimat tarji.Beliau menghela nafas dan menghembuskannya perlahan lalu menatapku dengan penuh rasa iba."Mbak Dinar yang sabar, ya. Semua makhluk akan kembali kepada-Nya jika memang sudah datang waktunya. Insya Allah Kakak Mbak Dinar akan di tempatkan di tempat terbaiknya." Ucap Bu Ustadzah mencoba menghiburku."Amiin. Terimakasih Bu Ustadzah," jawabku."Pemakaman dilaksanakan di mana? di rumah sakit kah?" tanya Bu Ustadzah kemudian."Iya Bu, pemakaman di laksanakan di rumah sakit tempat Kakak Saya di rawat, karena almarhum sudah tidak mempunyai tempat tinggal lagi," jawabku lirih."Pemakaman sebaiknya dilaksanakan secepatnya jangan ditunda-tunda. Tidak masalah di makamkan dimana saja, asal sudah ada persetujuan dari pihak keluarga, Mbak," sambung Bu Ustadzah lagi.Aku kemudian berpamitan kepada Bu Ustadzah untuk beristirahat. Sementara Dani sejak tadi sudah masuk ke kamarnya. Setelah membersihkan diri, aku membaringkan tubuh d

  • Ratu Pinjol   Bab.63: Kak Disti Berpukang

    Petugas tersebut mengakhiri pembicaraan di telepon. Aku mengatur napas dan ritme jantung yang tidak beraturan setelah mendapatkan kabar yang kurang baik dari rumah sakit jiwa yang merawat kak Disti."Dani, ayo kita berangkat sekarang ke rumah sakit. Tadi Ibu mendapatkan kabar jika kondisi Tante Disti memburuk" ajakku kepada Dani dengan sedikit panik."I-iya Bu. Ayo kita berangkat sekarang!" jawab Dani.Setelah berpamitan kepada Bu Ustadzah, aku segera melajukan motor menuju rumah sakit jiwa tempat ak Disti di rawat. Di sepanjang perjalanan, aku berdoa semoga kak Disti baik-baik saja. Meskipun dia pernah berbuat tidak baik kepadaku, tetapi melihat kondisinya saat ini jadi merasa tidak tega.Kak Disti telah kehilangan semua yang di milikinya, jangan sampai dia juga kehilangan saudara satu-satunya. Aku berharap kak Disti kembali sehat seperti sedia kala dan bisa hidup rukun berdampingan denganku. Arus lalu lintas hari ini cukup padat, karena sekarang adalah wekend. Banyak kendaraan luar

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status