Share

BAB 4

Penulis: Bintang
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-22 00:02:47

Padang sabana di 240 km sebelah tenggara Nairobi, ibukota Kenya.

Alam di salah satu wilayah di Afrika itu berupa gabungan antara daerah tropis dan subtropis yang menjadi pemicu terbentuknya sistem biotik yang dipenuhi oleh semak perdu dan diselingi beberapa jenis pohon yang tumbuh menyebar. Menyuguhkan pemandangan luar biasa indah.

Penampakan kawanan gajah, banteng, impala dan zebra dengan latar belakang gunung Kilimanjaro yang puncaknya tertutup salju, tak akan cukup memuaskan mata untuk menikmatinya meski berjam-jam lamanya.

Terdengar derap kuda memecah ketenangan dengan laju cepatnya yang membelah angin.

Di atas punggung kuda, seorang pria mengendalikannya dengan tangkas. Sementara tangan kiri pria itu tampak menggenggam gagang sebuah busur sederhana.

“Hiiaahh!” seru pria itu menghela kudanya. Tangan kanannya mengayun lalu beberapa batu terangkat ke udara begitu saja.

Masih di atas kuda hitam sejenis ras Boerperd itu, pria tersebut kemudian melepas tangannya pada tali kekang dan dengan cepat menarik panah dari belakang punggungnya lalu memasangkan anak panah itu pada busur secara tangkas.

Kepalanya ia miringkan dengan mata memicing dan terarah tajam pada satu sasaran.

WUUSSSHH!

Anak panah itu melesat kilat dan menembus batu yang terlempar di udara.

ZAPP!

WUUUSSHHH!

Kembali ia melesatkan anak panah berikutnya.

ZAPP!

Seperti sebelumnya, anak panah itu menembus tepat di tengah batu berdiameter tiga puluh sentimeter.

Beberapa kali ia lakukan itu dengan tetap menunggangi kuda yang secara cepat berlari melalui bebatuan yang terangkat di udara.

Setelah anak panah di punggungnya habis, pria itu kembali memegang tali kekang sang kuda hitam dan mengalungkan busur di lengan kirinya.

“Brother!!”

Sebuah seruan terdengar dari jauh, membuat pria di atas kuda itu menolehkan kepala ke asal suara.

Pria itu menarik tali kekang kuda hitamnya hingga kedua kaki depan kuda itu terangkat.

“Brother!” panggil suara itu lagi yang kemudian disambut senyuman ramah pria di atas kuda hitam.

Terlihat pria itu menepuk punggung sang kuda hitam, memberi isyarat bahwa ia akan segera turun dari punggungnya.

Ketika semuanya dalam ritme normal, siapapun dapat menyaksikan pria itu secara jelas.

Tubuh jangkung dan atletisnya begitu proporsional dan sempurna.

Lengan kemeja flanel yang ia gulung hingga sebatas siku, memperlihatkan garis urat yang begitu jantan pada kedua lengannya saat ia bertumpu untuk melompat turun dari kuda hitam setinggi lebih dari satu setengah meter itu.

Rambut hitamnya tertiup angin yang berembus cukup kencang, namun itu tidak mengganggu pria tersebut.

Helaian rambut depan yang cukup panjang setengah menutupi alisnya yang melekuk bak pedang disertai hidung mancung terpahat tegas dan artistik di atas bibir indahnya yang kini tersenyum lagi pada seorang pria berkulit gelap yang setengah berlari menghampiri dirinya.

“Matteo.”

Ia melangkah dengan tenang, namun menampilkan pemandangan yang menakjubkan. Pemandangan yang hampir serupa adegan lambat seorang model yang tengah memerankan produk komersial nan eksklusif di televisi.

Bedanya, pria ini nyata.

Aura maskulin yang terasa begitu memikat namun ditutup sempurna oleh ketenangan dan sosok menyendiri pria itu, bukanlah hasil editan layar yang dilakukan secara profesional.

Ia benar-benar menebarkan aura intimidatif dan maskulinitas di atas normal.   

“Kenapa tidak bilang kau ada di Kajiado?” protes pria berkulit gelap yang dipanggil Matteo itu. Ia meninju bahu sang pria penunggang kuda hitam.

Pria itu tertawa kecil lalu menyambut uluran tangan Matteo dan mereka saling berangkulan.

“Apa kabar, Bro?” tanya pria itu pada Matteo.

“Hidupku tidak mudah. Tapi ya, semua baik.”

“Apakah menjadi seorang manager membuatmu kesulitan?”

Matteo mendengkus. “Kau tahu? Sepertinya jauh lebih menyenangkan saat hanya mengandalkan otot-ototku saja. Aku tak perlu pusing memikirkan banyak hal.”

“Istrimu akan mengulitimu jika mendengar ini.” Pria kemeja flanel itu tersenyum lebar. “Apa kau ingin kembali ke posisimu semula?”

“Oh please jangan, Mr. Dubois,” sela Matteo cepat. “Kau benar. Istriku akan benar-benar membunuhku jika aku memberinya uang nafkah nominal yang dulu.”

“Kalau begitu, bertahanlah dengan statusmu saat ini.”

“Aku tahan dengan statusnya. Tapi tak tahan dengan kerjaan dan tanggung jawabnya.”

“Well. Semua seimbang. Dengan posisi lebih tinggi, lahir pula tanggung jawab yang lebih tinggi.”

Matteo menggeleng lemah. “I know, Mr. Dubois. Aku sangat tahu. Lupakan! Itu hanya keluh kesah sesaat!”

Pria berkemeja flanel itu menaikkan sebelah alisnya. “Kalau kau ingin kenaikan gaji, bilang saja.”

“Hey!! Kau pikir aku ini apa? Aku sungguh menikmati pekerjaan ini, you know?” ketus Matteo. “Istri dan anak-anakku sekarang tidak pernah merasakan kelaparan. Dan si sulung akan segera masuk ke Sekolah Menengah Atas. Jika aku ini adalah aku yang dulu, jangankan itu, mungkin anak-anakku tidak akan pernah merasakan bangku sekolah!”

“Dan semua ini karenamu, Bro!” imbuh Matteo lagi.

“Hm.”

“Aku serius, Dean.”

Pria berkemeja flanel yang dipanggil Dean itu hanya menoleh sekilas lalu memalingkan muka ke kiri. Tangannya terangkat ke bibirnya dan mengeluarkan siulan nyaring.

Tak lama terdengar auman keras dan garang dari kejauhan.

Seekor hewan berkaki empat tampak melompat muncul dari balik tanaman perdu tinggi dan berlari cepat ke arah kedua pria itu berdiri.

“Oh tidak!” seru Matteo bergidik ngeri. “Simba! (Singa!)”

“Tenang saja. Itu Sam.”

Matteo yang semula bersembunyi di balik punggung Dean, kemudian beringsut keluar dan memerhatikan seksama hewan buas yang kian mendekat itu.

Surai hitam panjangnya tampak berkibar diterpa angin kala keempat kakinya tetap berlari kencang menuju Dean.

Geraman panjang terdengar ketika singa bersurai hitam itu menerjang tubuh sang pria berkemeja flanel.

“Ahh!!” Matteo berseru kaget.

Meskipun kemudian ia melihat pria berkemeja flanel itu tertawa setelah terjerembab bersama singa besar yang terlihat menimpa tubuhnya, tetap saja Matteo merasakan jantungnya hampir copot melihat terjangan sang raja hutan itu.

Ia tahu, Dean bersahabat dengan singa jantan bersurai hitam itu sejak dulu, tapi tetap saja ia tidak bisa mengontrol rasa takut dan kaget setiap kali melihat hewan pemakan daging itu ada di depan matanya.

“Dean…” keluhnya dengan suara sedikit bergetar.

Dean terlihat bercanda dengan hewan itu dan membuat Matteo mengatupkan giginya saat Dean justru mengusap-usap wajah singa itu dengan santai. Jemarinya yang begitu dekat di area moncong sang raja hutan tampak santai mengelus ataupun mengusapnya.

“Apa kau habis makan, Sam? Kemarilah duduk sini,” ujar Dean menepuk tanah berumput di sisinya.

Bagaikan paham apa yang dikatakan Dean, singa itu merebahkan tubuhnya dan berbaring santai dengan kepala masih tegak lalu menatap Matteo.

“Hush! Jangan lihat aku! Aku ini kurus! Dagingku tidak enak! Mereka itu jauh lebih enak!” ujar Matteo setengah panik menunjuk ke kawanan impala yang berada sekitar tiga ratus meter dari mereka.

“Duduklah, Matt.” Dean berkata sembari mengusap surai lebat milik sang raja hutan.

Sedikit ragu, Matteo pun akhirnya duduk agak jauh dari Dean. Matanya tak lepas dari menatap waspada singa yang kini terlihat memejamkan mata menikmati usapan tangan Dean.

“Kau mencariku?” Dean membuka suara setelah mereka berdua terdiam untuk sekian detik.

“Ya. Aku mencarimu. Aku mendengar kau berada di Kajiado sejak dua hari lalu dari beberapa orang suku Maasai yang pergi ke Nairobi.”

Dean mengangguk. “Aku memang disini sejak dua hari lalu, Matt.”

“Aku pikir kau masih di Botswana atau di Marseille, Perancis. Mengapa kau di sini?” Matteo mengerutkan kening. “Apa kau tak kembali ke Indonesia?”

Kali ini Dean menggeleng. “Baiklah. Ada apa? Apakah masalah kerjaan?”

Matteo mengusap tengkuknya. “Soal dana transfer yang kau perintahkan untuk kau kirimkan.”

“Ada apa dengan itu?”

“Dana itu dikembalikan. Dan ketika aku ingin melakukan overbooking kembali, rekening tujuan sudah tidak aktif,” ujar Matteo. “Ponselmu telah lama tidak aktif, jadi aku tak bisa menghubungimu.”

Dean menoleh dengan raut heran. “Apa maksudmu rekening untuk dana khusus itu?”

“Ya. Rekening yang aku transfer selama setahun ini atas perintahmu. Rekening atas nama Einhard Sovann Gauthier.”

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Fifi123
pertanyaan sama,,,,,,,,
goodnovel comment avatar
Joy
??? dean ngirim uang buat elang??? kok bisa???
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Ratu Bumi : Kebangkitan Sang Raja   BAB 5

    Dean terlihat menghela napas.“Tidak apa. Tidak perlu dilakukan lagi,” ujarnya kemudian.“Apakah dana itu keperluan untuk sistem perlindungan Light-mu?” tanya Matteo. “Karena nominal per transfer-nya sama sekali tidak kecil. Aku hanya terpikirkan ke arah itu. Benar kan?”“Bukan apa-apa. Aku hanya membantu teman, tak perlu dipikirkan,” jawab Dean lalu mengalihkan fokusnya pada singa yang terlihat bermanja-manja padanya.“Bagaimana Botswana? Apa semuanya baik?” Matteo lalu mengalihkan topik saat mendapati Dean yang enggan melanjutkan pembahasan sebelumnya.Sebagai salah satu sahabat Dean sejak belasan tahun lalu, ia sangat memahami gestur Dean dan hampir jarang salah dalam mengartikan mood atau pikiran karibnya itu.Dengan sangat pengertian, ia memberi jalan pada mereka berdua untuk membahas hal lainnya.“Baik. Sangat baik,” jawab Dean tanpa mengalihkan fokus dari singa kesayangannya itu. “Kami bahkan menemukan sumber baru untuk segera digarap.”Matteo melebarkan matanya. “Wah, selamat

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-22
  • Ratu Bumi : Kebangkitan Sang Raja   BAB 6

    13.07, rumah Aliya. Aliya mengetuk-ketukkan empat jarinya di atas sebuah meja di ruang tamu. Entah sudah berapa kali ia menghela napas. Matanya melirik lagi ke jam tangan dengan logo huruf ‘G’ yang melingkar di pergelangan tangan kanannya. Jam tangan yang sporty dan berdiamater cukup besar itu tampak mencolok di tangan Aliya yang ramping dan putih. Aliya sedikit teringat, pernah di komplen oleh Agni karena memakai jam tangan yang di desain khusus cowok tersebut. Namun Aliya yang memang bersifat cukup tomboy di antara saudara-saudara kandungnya, sejak dulu menyukai jam tangan dari brand Jepang yang terkenal itu. Namun baru sekarang-sekarang ini Aliya memutuskan memilikinya, setelah merasa cukup bosan dengan jam-jam elegan koleksinya dari Elang. Ia bahkan menolak ketika Agni hendak membelikannya jam tangan dari brand internasional yang terkenal. Bicara soal Agni, Aliya jadi teringat ia ada janji dengan Agni dan kawan-kawan

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-14
  • Ratu Bumi : Kebangkitan Sang Raja   BAB 7

    “Eh iya, Fayza ga ikut nih, Moony?” Agni bertanya sambil melongokkan kepalanya ke arah ruang dalam. “Ngga. Tadi aku dah niat mau bawa Fayza. Tapi dia ga mau. Mau main sama Tara aja katanya,” jawab Aliya. “Lagian kang Awi juga nungguin Fayza di sini. Jadi Fayza tambah malas keluar.” Tara adalah keponakan dari pengurus rumah tangga yang bekerja di kediaman Aliya dan Elang ini. Usia Tara hanya terpaut 2 tahun lebih tua dari Fayza. Namun sudah bisa membuat Fayza nyaman bersamanya. Sementara ‘kang Awi’ yang dimaksud Aliya adalah Nawidi. Seorang elemen yang diutus dari Realm Air untuk ikut melindungi Aliya. Ia seorang pria berdarah dingin yang dipercaya Elang untuk melatih elemen-elemen di bawah mereka dan seorang pria yang tidak banyak bicara serta minim ekspresi. Namun demikian, Fayza terlihat tenang berada di dekat Nawidi. Saat ini, Nawidi bertanggung jawab menjaga Aliya dan Fayza karena Elang tengah melakukan perjalanan bisnis ke luar kota sekia

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-14
  • Ratu Bumi : Kebangkitan Sang Raja   BAB 8

    Guntur yang merasa iba pada Agni, merogoh saku celananya dan mengeluarkan satu buah masker yang biasa ia pakai saat mengendarai motor. “Agni, kalau kamu mau, kamu bisa pakai punya saya ini…” Guntur menyodorkan tangannya yang memegang masker itu ke arah Agni. Agni yang melihat masker di tangan Guntur, tanpa banyak berpikir, langsung menyambar dan memakainya cepat. “Duh kenapa ke mall…” akhirnya terdengar suara Agni mengeluh, setelah masker itu terpasang dan menutupi setengah wajahnya. “Biasanya kita makan di resto Sunda di atas itu pan….” sambung Agni lagi. “Lha, namanya juga hukuman, Ni. Kalau di tempat biasa, mungkin jadi ndak seru untuk mbak Aliya…” perkataan Guntur yang lempeng itu membuat Agni mendelik kesal pada Guntur. Mereka berempat lalu bergegas menyusul Aliya yang kembali membalikkan badannya dan menatap mereka dengan sorot mata tidak sabar. Begitu langkah mereka selesai menapaki tangga, mereka mendapati situasi yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-15
  • Ratu Bumi : Kebangkitan Sang Raja   BAB 9

    Aliya lalu memutuskan untuk mengakhiri keisengannya itu.Aliya memang memiliki jiwa iseng yang sering membuat Elang kewalahan sejak awal pertemuan mereka. Kejahilan Aliya juga kadang mampu membuat panik semua teman-teman elemennya.Namun demikian, itu sama sekali tidak membuat jengkel ataupun kesal semua teman-teman Aliya. Justru itu menjadi keunikan dan ciri khas Aliya yang sering dirindukan oleh teman-teman elemen Aliya. Gegas Aliya melangkah menuju kerumunan yang sedikitnya telah berhasil diurai oleh para satpam yang tampak begitu telah berusaha keras.Begitu Aliya mendekat, ia menarik tangan Agung yang berada lebih dekat darinya.“Gung, udah. Cover. Cover,” ujar Aliya dengan mimik sedikit serius dan prihatin. “Kasih tau yang lain.”Agung mengangguk. Lalu ia menutup dirinya sendiri terlebih dahulu, sebelum masuk kembali ke kerumunan dan memberi tahu ketiga temannya yang lain.Segera Iyad, Guntur dan A

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-15
  • Ratu Bumi : Kebangkitan Sang Raja   BAB 10

    Di satu apartemen di Marseille, Perancis. Terlihat pria berwajah keturunan kaukasia dan pribumi tengah duduk di tepian ranjang berukuran queen. Kepalanya sedikit menunduk dan tengah menatap lembaran berkas di tangannya. Laporan tertera di sana memuat angka-angka belasan digit, debit-kredit dari satu nomor rekening atas nama Matteo. Dean memang mempercayakan penuh pengelolaan satu rekening atas nama pribadi Matteo dengan jumlah luar biasa besar, untuk keperluan pribadi Dean. Dari rekening pribadi itulah, Dean mengatur transfer pada Elang selama setahun sebelumnya. Elang dalam kondisi terpuruk, karena kekayaan Gauthier saat itu dikuasai pihak lawan Diedrich yang mengambil alih hampir seluruhnya. Dan Elang sendiri menutup akses dengan keluarga Aziz --keluarga dari pihak ibunya-- untuk mengamankan Rosaline, ibu kandungnya. Alhasil, Dean turun tangan menyuntikkan dana untuk operasional perlindungan Aliya secara diam-diam. Dean pun hanya mengatakan pada Elang, bahwa ia memiliki seoran

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-16
  • Ratu Bumi : Kebangkitan Sang Raja   BAB 11

    Siang itu Aliya hendak ke sebuah pusat perbelanjaan untuk membeli sebuah rak gantung. Hari ini sebenarnya jadwal bagi Iyad dan Agung untuk mengawal Aliya.Namun Agni, yang beralasan ‘tengah menganggur’, ikut serta dalam pengawalan hari itu.Agung dan Iyad yang sudah sangat paham tingkah Agni ini, hanya mengulum senyum dan memajang muka pasrah.Mereka berdua sangat tahu, mereka tidak bisa melarang Agni dalam hal ini. Kecuali jika otoritas yang lebih tinggi dari mereka bertiga yang berbicara, maka Agni akan tidak punya pilihan, selain mematuhi.Jadwal patroli sudah jelas. Setiap dari mereka memiliki jadwal masing-masing.Namun Agni memang selalu tidak mau ketinggalan jika hari itu adalah pengawalan keluar rumah.Dengan alasan bosan, atau tidak ada kegiatan lain, Agni selalu ikut bergabung meskipun itu bukan jadwal dirinya.Seperti hari ini. Agni tiba-tiba telah berada di luar pagar rumah Aliya, saat Iyad dan Ag

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-16
  • Ratu Bumi : Kebangkitan Sang Raja   BAB 12

    Aliya menunduk, melihat ke dirinya sendiri, ke arah pandangan mata wanita itu tertuju.Ia memang terbilang santai dalam hal berpakaian. Seperti saat ini, ia hanya mengenakan kaos polos berlengan panjang dan celana jeans baggyserta sandal gunung.Di punggungnya, tas ransel berukuran kecil yang hanya cukup menampung ponsel, dompet serta beberapa benda kecil lainnya.“Jangan-jangan kamu copet yang berkedok pengunjung, ya?!”Mata Aliya kini membulat.Aliya memang tidak suka mempermasalahkan hal kecil. Namun, bukan Aliya namanya, jika sudah direndahkan, ia hanya diam saja.“Maaf, anda bilang apa tadi?” Aliya bertanya dengan nada tenang.Namun kedua matanya menatap tajam pada wanita di hadapannya.“Saya? Saya bilang apa? Kamu tuli?” Jari wanita muda itu lalu terangkat dan menunjuk wajah Aliya.“Orang-orang kaya kamu ini nih, yang bikin malu negara! Udah miskin, belagak j

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-17

Bab terbaru

  • Ratu Bumi : Kebangkitan Sang Raja   Catatan Penulis

    Teaser untuk S3 RATU BUMI: KELAHIRAN SANG PEWARIS(Entah kapan akan dibuat S3-nya. Tapi Author ingin berikan ini sebagai ekstra saja untuk kalian. Thanks to you all!!)Seorang wanita tengah berada di depan laptop. Sebuah kacamata berbentuk persegi dengan bingkai berwarna biru bertengger di pangkal hidungnya.Terdengar suara tuts pada keyboard yang ditekan cukup keras dan cepat.“Selesai!!” seru wanita itu dengan bibir tersungging senyum yang begitu lebar.Matanya sekali lagi menatap lekat pada layar laptop miliknya. Seolah puas dengan apa yang ia baca, ia mengangguk dan tersenyum lagi.“Mantap memang. Si gue menggambarkan tokohnya begitu nyata. Cakep banget ini. Epik,” ujarnya sambil terus mengangguk-angguk kan kepala. Tiada henti ia memuji dirinya sendiri.“Mungkin karena aku pake namaku sendiri buat tokoh cewek, ini bener-bener terasa seperti kejadian nyata. Tapi kan itu emang tujuanku..”“Sepertinya aku bener-bener jenius… Beberapa potong mimpi ku, bisa kujadikan rangkaian cerita se

  • Ratu Bumi : Kebangkitan Sang Raja   BAB 269

    Suatu hari di bulan September 2023.Aliya menggeliat lalu mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia merentangkan kedua tangannya dan menguap.Kepalanya menengok ke kiri. Sisi itu kosong.Ia lalu menengadah, melihat ke arah jam dinding dalam kamar itu. 7:15.Aliya kemudian turun dari ranjang-nya. Ia kenakan sandal rumah berbahan kain dengan bordiran inisial A pada bagian tutup kakinya.Dengan langkah malas ia keluar kamar. Kepalanya berputar mencari.Hari itu, setelah ia tadi shalat subuh, ia tertidur kembali, karena semalam ia begadang menyelesaikan pekerjaannya hingga jam 2 dini hari.Kaki Aliya terus melangkah. Kini hidungnya mencium harum masakan berasal dari dapur. Ia pun mengarahkan kakinya ke arah sumber aroma tersebut.Ia terhenti di ambang pintu dapur. Bibirnya tersenyum. Matanya menatap ke depan dengan sorot penuh kasih.Tubuh jangkung dengan masih menggunakan set piyama tidur bermotif salur itu, masih asyik melakukan sesuatu di depan kompor.“Sudah bangun, rupanya…” kata pemilik

  • Ratu Bumi : Kebangkitan Sang Raja   BAB 268

    Dean menyetir mobil Jeep Cherokee Trackhawk yang terbuka dengan santai, menikmati embusan angin yang hangat di wajahnya sementara Aliya di sampingnya tampak takjub memandangi pemandangan di sekeliling mereka.Sekitar lima belas menit lalu, Aliya dan Dean tiba di Amboseli Airtrip di dalam Taman Nasional Amboseli.Taman Nasional Amboseli ini terletak di selatan Kenya, tepatnya di Kabupaten Kajiado, dekat perbatasan Kenya dengan Tanzania.Taman ini berada sekitar 240 kilometer sebelah tenggara Nairobi, ibu kota Kenya, dan terletak di bawah bayang-bayang Gunung Kilimanjaro yang megah di Tanzania, yang memberikan latar belakang yang ikonik dan terkenal di taman ini.Amboseli terkenal dengan populasi gajah besarnya, serta pemandangan sabana yang menakjubkan.Dean sengaja membawa Aliya ke tempat favorit-nya ini, untuk memberikan pengalaman baru bagi Aliya.Dengan helikopter, mereka terbang sekitar 40 menit dari helipad di atas gedung kantor cabang Starlight Corp di Nairobi menuju Kajiado. Se

  • Ratu Bumi : Kebangkitan Sang Raja   BAB 267

    Aliya paham, yang dimaksud orang Elemen Air itu adalah Elang. Namun yang tidak ia paham, mengapa ia menangkap gestur kemarahan dari sosok Syauqi? Apakah Syauqi dan Elang pernah bertemu sebelumnya?Ini belum waktunya Aliya bertanya lebih jauh tentang itu. Jadi ia kemudian hanya mengalihkan pertanyaan pada hal lain.“Bukankah yang kudengar, bahwa Realm adalah keluarga yang memang bermukim di Tanah Air. Tapi--” Ucapan Aliya terhenti.Syauqi tertawa kecil. “Anda bingung karena saya berwajah campuran di luar Indonesia?”“Ya, jujur aku bingung.” Mau tak mau Aliya pun tertawa kecil.“Nenek saya sedikit memberontak, Madam.”“Eh?”Syauqi terkekeh. “Nenek saya kabur dari Indonesia dan menikah dengan orang Jepang. Lalu ibu saya lahir dan kemudian menikah dengan orang Amerika. Lalu lahirlah saya.”Pria berwajah elok itu menjeda diri sesaat. “Saat saya berumur lima tahun, ibu saya membawa saya kembali ke kakek buyut. Tetua Realm Api dan mengembalikan saya. Kata ibu saya, itu wasiat nenek saya sebel

  • Ratu Bumi : Kebangkitan Sang Raja   BAB 266

    Aliya bersandar di sofa lounge hotel yang nyaman, menatap tenang pada makanan di depannya.Ia mencoba hidangan khas Nairobi: Nyama Choma, potongan daging panggang yang gurih dan kaya rempah, ditemani dengan kachumbari—salad segar dari tomat, bawang, dan cabai.Rasa pedas dan segar dari kachumbari melengkapi cita rasa daging yang hangat, membuat Aliya semakin larut dalam suasana santai sambil menunggu Dean yang tengah dalam rapat mendadak di ballroom hotel.Saat kunyahan terakhir, Aliya teringat percakapannya tadi dengan Matteo, yang penuh dengan dukungan.Matteo, sahabat Dean itu, mengungkapkan ketulusan hati ketika mengetahui Aliya bersama Dean."Aku sangat bahagia, Nyonya.”“Please, panggil Aliya saja, Matteo.”Matteo tersenyum sumringah. “Baiklah.. Ya.. aku benar-benar merasa bahagia.”“Aku bisa lihat itu. Sejak pertama kita bertemu, wajahmu berseri-seri terus,” Aliya tersenyum lebar.“Ini bukan tentang diriku, Nyonya. Melihatmu akhirnya bersama Dean... itu sungguh yang selama ini

  • Ratu Bumi : Kebangkitan Sang Raja   BAB 265

    Tak berapa lama limousine yang ditumpangi Dean dan Aliya tiba di satu hotel yang tampak megah.Beberapa greeter dan bellboy tampak menyambut ramah dan penuh hormat saat Aliya dan Dean yang dipimpin Matteo, memasuki area hotel.Dean terlihat sedikit menaikkan alis—tampak berpikir sesuatu, namun tetap dengan santai mengikuti langkah Matteo yang terlihat bersemangat berbicara dengan Aliya.Aliya melangkah masuk ke dalam suite mewah di Helshington Nairobi, tak dapat menahan gumaman kagum yang meluncur pelan.Matanya menyusuri setiap sudut ruangan—sebuah suite yang luas dengan desain butik berkelas, bercampur sentuhan klasik yang elegan.Dindingnya dihiasi karya seni khas Afrika, menambah sentuhan eksotis pada ruangan yang megah namun tetap hangat.Lampu-lampu gantung dari kristal menghiasi langit-langit tinggi, sementara lantai kayu yang mengilap mencerminkan pantulan cahaya lembut dari lampu yang dipasang dengan artistik.Di satu sisi, ada balkon pribadi yang menghadap ke pemandangan perb

  • Ratu Bumi : Kebangkitan Sang Raja   BAB 264

    Gedung kantor cabang Starlight Corp di Nairobi terlihat lebih sibuk dari biasanya.Para karyawan berjalan cepat, membawa berkas-berkas dan peralatan, memastikan setiap detail tertata sempurna untuk menyambut kedatangan CEO mereka, yang nyaris tidak pernah terlihat.Lobi utama yang biasanya hanya dihiasi dengan dekorasi sederhana kini terlihat sedikit berbeda. Tanaman hijau segar diletakkan di beberapa sudut, meja resepsionis dibersihkan hingga berkilau, dan tim keamanan memeriksa ulang setiap titik untuk memastikan semuanya sesuai standar.Di tengah kesibukan tersebut, Direktur cabang melangkah mendekati Matteo, manajer yang selalu tenang di tengah hiruk-pikuk persiapan ini.Dengan ragu, Direktur bertanya, "Mr. Odhiambo, apa benar tidak masalah jika kita melakukan persiapan seperti ini?"Sang Direktur masih teringat akan sikap sang CEO yang cenderung rendah hati dan tidak suka dengan seremoni berlebihan.Pernah sekali waktu saat ia pertama kali menjabat sebagai direktur cabang, ketika

  • Ratu Bumi : Kebangkitan Sang Raja   BAB 263

    Aliya duduk sendirian di dalam kabin jet pribadi Gulf Stream yang melaju anggun di atas awan menuju Kenya.Interior jet ini tampak begitu mewah dan nyaman, didesain dengan kursi kulit lembut berwarna krem yang berpadu dengan elemen kayu mahoni gelap.Cahaya matahari senja yang masuk dari jendela memberikan kilau hangat ke dalam kabin, menciptakan suasana tenang yang menyelimuti perjalanan mereka.Aliya menatap keluar jendela, melihat hamparan langit oranye keemasan yang seakan tak berujung, membiarkan pikirannya melayang.Bayangan pertama kali ia melihat pesawat ini, dengan logo Starlight Corp di badan jet, memenuhi benaknya.Kata-kata Agung kembali terngiang di kepalanya, bagaimana Dean memilih nama Starlight, terinspirasi dari panggilan kesayangan yang ia berikan padanya setelah pertama kali melihat Aliya dalam mimpi.Ketika ia iseng berselancar di dunia maya, ia mendapati bahwa Starlight Corp adalah korporasi besar yang dikagumi dunia. Selain Starlight Corp dikenal dengan kebijakan

  • Ratu Bumi : Kebangkitan Sang Raja   BAB 262

    Dean tersedak lalu terbatuk.“Prrrfffffftttttt.” Agni sukses menyemburkan nasi yang baru saja ia suapkan ke dalam mulutnya.Bi Titin menahan tawa. Ia mengacungkan jempol pada Aliya, lalu melenggang santai kembali ke dapur.Hening.Aliya melotot ke arah Agni.“Jorok, ih!” Aliya menepukkan tangannya ke beberapa nasi semburan Agni yang mampir dan bertengger di bajunya.“So-sorry Moony!” Agni bergegas bangun dan meraih beberapa lembar tissue dan menghampiri Aliya. Tangannya mengelap tangan Aliya.Saat tangan Agni akan berpindah ke bagian baju di bawah dagu Aliya, tangan Dean telah memegang tangan Agni.“Biar saya saja,” kata Dean singkat.Agni memanyunkan mulutnya. “Lu sih, Om…” Lalu kembali ke tempat duduknya dan membersihkan sisa-sisa nasi yang berhamburan di meja sambil nyengir.Dengan menggaruk kepalanya yang tak gatal, Agni mengambil piring makannya dan memutuskan segera menyingkir dari ruang makan, untuk memberi keleluasaan bagi pasangan itu.“Gue pindah ah. Ini obrolannya udah dua

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status