Jumat, 16 Desember 2022
10.10 WIB, Suntenjaya.
Aliya melangkah perlahan menyusuri ruang tengah. Ruang ini terlihat sepi dan terlalu kosong. Selain karena Nawidi, Agni dan lainnya tengah keluar untuk sesi latihan pagi mereka, ruangan ini juga minim hiasan ataupun pajangan.
Hanya beberapa perabot sederhana yang fungsional ada di sana. Seharusnya beberapa foto terpajang di atas bufet panjang ini, pikir Aliya dalam hati.
Langkah Aliya berhenti ketika sampai di ruang makan, ia dapat melihat taman belakang yang dibatasi oleh pintu kaca lebar yang selalu terbuka.
Ia terhenti sejenak memandang pantulan dirinya pada kaca lebar itu. Ia melihat dirinya yang menggunakan kemeja flanel milik Dean. Tubuh Aliya tampak agak tenggelam dalam flanel yang kebesaran baginya itu.
Aliya sedikit tersipu, saat teringat tatapan Dean padanya semalam, saat mengantarnya ke kamar mandi. Dean memandang dirinya yang memakai kemeja ini.
Aliya tahu, Dean memikirkan hal
Dean menatap manik obsidian milik Aliya. Bibirnya menyungging senyuman tipis.“Bagaimana jika kau sekalian berlatih sesuatu?” Pria tampan bermanik hazel itu menawarkan.“Aku?” tunjuk Aliya pada wajahnya sendiri. “Berlatih apa?”“Ya. Misalnya, dasar-dasar pertahanan diri? Kau mau mencoba?” ujar Dean.Aliya terlihat ragu sejenak. Namun ia kemudian mengangguk.Mengingat pengalaman buruknya di Kazan tempo hari, ia memang harus mulai melakukan itu.“Baiklah,” kata Aliya sambil mengangguk.Dean memberi kode padanya untuk mengikutinya ke tengah ruangan, di atas matras lebar.Sampai di tengah, Aliya berdiri dengan gugup.Di depannya, Dean berdiri tegak, tatapan matanya lembut namun penuh fokus. “Kita mulai dengan teknik kuncian dasar,” ujar Dean, suaranya rendah dan tenang, membuat Aliya sedikit lebih rileks.Dean mendekat, tangannya perlahan menyentu
Sementara itu di ruang dapur, bi Titin terkejut ketika melihat Aliya masuk.“Lah, eneng ngapain di sini? Udahan nonton pemandangan indahnya?” tanyanya usil.Aliya tertawa kecil. “Iya, udahan. Makanya ke sini…” Aliya melongok yang sedang dilakukan bi Titin. “Bikin apa, bi?”“Ini mau bikin sambal goreng terong. Sama nanti mau bikin sop. Kalau tahu, tempe sama ayam mah tinggal goreng aja, da udah ibi bumbuin,” jelasnya.“Sini, sama saya aja potong-potong terongnya,” sahut Aliya lalu menggeser tubuh bi Titin.“Aduh eneng mah istirahat aja atuuh…”“Gapapa bi. Biar latihan gerak juga. Lagian bosen di kamar terus dari kemarin. Agni dan yang lainnya juga lagi pada di luar,” kata Aliya.“Okee kalo gitu, ibi jadi punya temen ngegosip deeh,” sahut bi Titin sambil mengacungkan jarinya membentuk kode ‘OK’.Aliya terkekeh
Tubuh Dean hanya dililit oleh handuk dari pinggang ke bawah, yang artinya kini Dean bertelanjang dada.Rambutnya basah dan meneteskan titik-titik sisa air. Beberapa bahkan tampak bergulir pelan di dahi Dean.Wajah tampan dan segar Dean, dengan beberapa helai poni basah yang menjuntai menutupi dahinya. Aroma yang menguar dari paduan wangi maskulin khas sabun pria dan aroma Dean sendiri.Lalu dada bidang dan lebar, dengan setiap ototnya berada di tempat yang tepat tanpa lemak sedikitpun yang terlihat.Setiap lekuk begitu sempurna, terutama pada enam petak otot perut yang seksi, dengan garis V di bawah otot yang sebagian tertutup handuk, serta posisi berdiri Dean yang tampak gagah dan mengundang.Ini… pemandangan menakjubkan!Aliya menelan ludah.Apa-apaan ini? Aku seharusnya yang menghibur dia, not the other way around! (bukan sebaliknya) Kok malah serasa aku yang dihibur dengan pemandangan ini?? Aliya memekik panik dalam hati.Tapi Aliya merasa sungguh mubazir jika ia mengalihkan matany
Dan barusan, dirinya dengan santai menyebut tentang Elang.Elang, yang Agni telah anggap sebagai abangnya sendiri, telah berubah. Di mata Agni, abangnya yang semula menjadi Penjaga terhebat untuk Moony-nya, menjadi Penjahat terkejam bagi Moony sekarang.“Hey… ayo jangan muram gitu mukanya. Aku gak suka,” Aliya menghibur Agni lagi. Tangannya menepuk-tepuk lutut Agni.“Iya, Moony…” jawab Agni lesu.Ia lalu beringsut ke lantai. Kedua tangannya terlipat di atas ranjang. Matanya menatap Aliya dengan penuh penyesalan.“Maafin gue….” pintanya memelas.Aliya tertawa kecil. “Agni, it’s not a big deal. Ok?”“Udah, bangun. Jangan di lantai,” kata Aliya lagi. “Dan sana mandi, siap-siap. Sebentar lagi kan mau sesi latihan kedua.”Agni perlahan berdiri. Ia mengangguk lemah. “Iya Moony. Gue siap-siap dulu kalo gitu ya..”“Good boy,” sahut Aliya sambil tersenyum. “Terima kasih udah angetin teh-nya, ya Agni…”Agni mengangguk. Lalu ia berjalan ke luar kamar itu, meninggalkan Aliya yang menghela napas la
Agni menyambung lagi kalimatnya. “Moony berhak tau, apa-apa yang sedang terjadi. Karena ini menyangkut dia. Dan dialah Ratu-nya…”Dean tetap diam.Ia tidak berkata apapun atas apa yang tengah dikatakan Agni sejak tadi.“Om.” Agni menoleh pada Dean. “Ngomong kek. Diem aja dari tadi.”Bibir Dean tersungging senyum tipis. “Saya hanya tidak tahu mau mengatakan apa.”“Semuanya sudah terjadi. Einhard melakukan itu, karena itulah cara dia mencintai Aliya. Seperti hal nya saya. Saya melakukan apa yang saya lakukan pada Aliya, karena itulah cara saya mencintainya,” ujarnya pelan.“Lu membiarkan diri kagak tau apa-apa terhadap yang terjadi pada Moony di Rusia?” Agni mengernyitkan kening.“Saya tidak membiarkan. Bagaimanapun saya akan tahu, Agni. Saya memang harus tahu,” sanggah Dean.“Hanya saja, saya memberikan keleluasaan dan kenyamanan itu pada Aliya untuk memberitahukan sendiri pada saya. Apapun cara dia,” lanjutnya.“Wah. Kalo gua, pasti dah cari tau sendiri. And you know, it is easy for us
Dean menarik napas panjang. Sungguh ia bersyukur bahwa dirinya sangat normal.Agni memiringkan kepala tanpa tahu apa yang tengah dilamunkan Dean sebelumnya.Ia pun bertanya. “Apa emang bener-bener harus nunggu tanda khusus dulu, lu baru bisa nikahin Moony secara raga? Selain nungguin bang Einhard lepasin Moony secara hukum.”Dean mengangguk lemah. “Ya, Agni.”“Pertama, saya harus menunggu bonding sempurna kami.”“Kedua, menunggu tanda berikutnya, saya baru bisa melakukan itu. Itulah pesan dari kakek Aliya.”“Bisa saja, saya mengabaikannya. Namun, itu akan kembali lagi pada Aliya sendiri. Akan ada dampak untuk kami, terutama untuk Aliya.”Agni mengatupkan bibirnya. “Sabar Om. Gua ngerti perasaan lu.”“Tapi kan lu masih bisa mesra-mesraan sama Moony di dunia sukma kalian,” Agni menghela napas.‘Ah, ya benar…’ Dean terdiam
Aliya menunduk dengan sebuah senyuman kecil samar terukir di bibirnya yang sedikit pucat.Meski tanpa penjelasan gamblang dari Dean, Aliya bisa merasakan perhatian yang dalam dari suami sukmanya itu.Kepalanya lalu terangkat dan menoleh ke arah Dean. Cukup lama ia pandangi dari samping, wajah Dean yang sedang mengemudi.Wajah tampan yang selalu tampak tenang dan memiliki kesabaran yang super itu, kini bisa dilihatnya dari jarak sedekat ini, sepuasnya.Bagaimana Aliya tidak menyebutnya ‘Super Sabar’?Tiga tahun sudah ternyata mereka terikat pernikahan, meski secara sukma, dan Aliya baru mengetahui bahwa ia menjadi isteri Dean beberapa minggu lalu.Selama ini Dean telah menunggunya membuka diri kembali, dengan sabar.Di saat Aliya menghilangkan semua memori tentang dunia elemen dan membenci Elang serta semua teman-teman elemennya, Dean mungkin terus mendoakan dirinya.Aliya seharusnya merasa sangat bersyukur, selama ini selalu dikelilingi oleh orang-orang yang tulus mendukung, melindungi
Sabtu, 17 Desember 202219.17 WIBAliya berdiri kaku di depan Dean.Saat itu hujan rintik di luar. Aliya mendatangi basecamp baru yang telah berpindah dari Suntenjaya ke Cikahuripan.Tanpa pengawalan.Bahkan Iyad yang saat itu bertugas mengawal Aliya pun, tak tampak batang hidungnya di belakang Aliya.Di ruang tamu itu, Aliya berdiri berhadapan dengan Dean yang terkejut dengan kedatangan tiba-tiba Aliya.Sepertinya tanpa sadar, Aliya berhasil membuat dirinya tidak terdeteksi.“Al….” Dean memanggil Aliya yang masih berdiri terpaku menatap dirinya dengan sorot mata yang aneh, tak terjabarkan.Terdengar suara derap kaki dari teras menuju ke dalam rumah. Itu Iyad. Dia terengah-engah.“Kang! Aliya hila--” Kalimatnya terputus begitu melihat Aliya yang tengah berdiri di ruang tamu rumah itu.“Loh… kenapa Aliya bisa di…sini?” Iyad menatap bingung pada Agung yang tengah di ruang itu juga.Agung menggelengkan kepala dan menggedikkan bahunya. Tapi saat Iyad hendak membuka mulutnya lagi, Agung me