Detik berikutnya, dengan kecepatan yang hampir tak tertangkap mata Aliya, Nawidi bergerak maju dan menangkap tubuh Dean yang terjatuh tepat setelah suara itu berakhir.
Tangan Aliya tidak terlepas dari Dean, justru Aliya dengan spontan menggenggam tangan suami sukmanya itu.
“Kang!” Aliya dengan cemas menoleh pada Nawidi yang menopang tubuh Dean dan meletakkan dengan hati-hati ke atas tanah.
Agni tidak berani bergerak, kedua kakinya bagai terpasak di tempat, terlalu terkejut melihat kejadian di depannya.
Apa yang ditangkap oleh kedua mata Agni adalah, Aliya mengeluarkan cahaya menyilaukan yang menyelimuti seluruh tubuhnya kemudian ikut menyelimuti tubuh bersila Dean, hingga Agni terpaksa memicingkan mata lalu berpaling.
Itu terlalu menyilaukan.
Pemuda Api itu bahkan tidak melihat momen tubuh Dean terlepas dari kebekuan, kemudian ambruk. Ia hanya betul-betul terpukau kemudian sangat terkejut ketika mendapati Dean kini berada dalam t
Kedua mata Aliya membola dengan binar penuh harapan.Sementara Agni di sisi lain, mencetus sangsi. “Semoga aja firasat lu jadi nyata, Bang. Penguncian energi itu hal yang bener-bener nakutin, apa iya--” Pemuda itu terhenti tatkala melihat tatapan tajam Aliya dari samping.“Maaf Moony! Bukan gitu maksud gue, tapi--”“Sebagai fakta lainnya, saya sudah memindai kondisi Dean dan ini jauh lebih baik dari yang saya perkirakan,” Nawidi memutus Agni dan memberikan pendapat lain yang lebih logis untuk semua yang ada di sana.“Itu bagus!” Aliya mengangguk puas. “Jadi, karena aku masuk ke sini dari dunia sukma, maka medan energi itu tidak muncul? Atau bagaimana?” sambung Aliya yang masih penasaran dengan bagaimana mereka kini saling berdekatan.Nawidi memutar kepala, sebagai petunjuk, bahwa semua ini karena kubah energi yang mengurung mereka.“Perkiraan saya Anda bisa masuk ke sini, ketika Anda berada di dunia sukma. Di sana medan energi Anda tidak ada. Atau kedua, saya berpikir kubah ini menetr
“Apa?” Sontak saja kedua alis Aliya menukik disertai kening yang berkerut dalam.Raut kesal segera membayang di seluruh permukaan wajahnya.“Apa lagi yang dia mau?!” Aliya mengomel jengkel, namun ia membuka status WA miliknya.Elang : [I wonder, you could see me again] (Aku berharap, kita bisa bertemu lagi)Elang : [Kemudian baru kita bisa bicarakan tentang uang itu. Aku akan menjelaskannya semua padamu]Elang : [Besok akan sempurna]Aliya berdecak kesal.“Ini bukan permintaan! Ini seperti perintah agar aku menemuimu, kan?” omel Aliya dengan kesal. “Ga usah lah bahas uang segala. Kalau memang ngga bisa aku kembalikan, akan aku ambil tunai dan aku bakar saja sekalian!”Tentu, pikiran Aliya itu pun terbaca oleh Elang di tempatnya, sehingga mantan suami Aliya itu membalas ucapan Aliya yang kemudian tercetak di status wanita muda itu.Elang : [Well, let’s burn it down. I’ll send some even more] (Baiklah, ayo bakar saja. Aku akan mengirimkan lebih banyak lagi.)Pesan dari Diani masuk. [Gue
Selasa, 6 Desember 202214.40 WIB.“Go get her!!” (Tangkap dia!!) Suara menggelegar terdengar ke seluruh ruangan.“Bawa dia padaku dengan segala cara!!” serunya lagi penuh amarah.Seorang laki-laki paruh baya menundukkan kepala lalu membungkuk dalam, sebelum akhirnya berbalik dan keluar dengan sangat tergesa.“Damn it!!” Suara yang sama kembali terdengar kencang, diikuti sapuan tangan penuh amarah pada barang-barang di atas sebuah meja kerja mewah.Prraaanng!!!Barang-barang berhamburan dan beberapa benda terbuat dari kristal, pecah tanpa ampun.“Sial Nawidi! Kau membodohiku?!!” Rahang pria berparas tampan itu terkatup rapat. Kedua tangannya mengepal kuat di atas meja kerja berlapis kaca tebal.Tangannya lalu meraih sebuah iphone Kings Button yang berada dekat perangkat PC di kirinya. Ia melakukan panggilan keluar.“Dia tidak boleh sampai ke tempat yang dia tuju! Apa kau paham? Kau paham??! Kirim lebih banyak orang lagi!!” Pria tampan itu memutuskan sambungan lalu membanting ponsel it
16.07 WIBAliya kini tengah berdiri di sebuah bangunan lawas namun masih terlihat sangat kokoh. Arsitektur Belanda tampak mendominasi dari gaya dan bentuk bangunan.Bangunan itu terbilang besar, dibangun di lahan hampir seribu meter. Halaman depan yang luas tempat ia berdiri saat ini, ditanami dua pohon mangga yang kentara tumbuh dengan subur, di ujung kanan halaman.Sementara di sisi teras depan, dipenuhi tanaman yang tertata apik meski tidak terlalu cantik dan artistik.Aliya sangat memaklumi hal itu. Karena bagaimanapun, penghuni bangunan ini, semuanya adalah pria. Para pria yang telah sekian tahun menjadi penjaga dirinya, seperti hal-nya Elang dahulu.Lalu diantara para pria itu….Kepala Aliya menggeleng.Ia lalu langkahkan kakinya dengan cepat menuju pintu depan. Tangannya mengetuk agak keras.Ketukan pertama, seperti yang telah ia duga, tidak akan segera membuat penghuninya membukakan pintu. Tangan Aliya terangkat
Tangan kanan Aliya menyentuh dada kirinya. Betapa ia nantikan momen ini. Momen di mana ia bisa berhadapan langsung dengannya.Karena medan pelindung yang selama empat tahun ia miliki, ia bahkan tak bisa bertemu ataupun ditemui pria ini.Namun hari ini, rupanya medan pelindung yang ia miliki kini tak berpengaruh pada pria ini. Pria yang belakangan ini telah mulai menyita hati dan pikirannya.“Ah….. Dean…… Aku akhirnya disini…..”Aliya menarik napas dalam-dalam, lalu tangannya terulur meraih handel pintu kamar. Ia memutarnya perlahan, lalu mendorong pintu itu dengan sangat hati-hati.Kini pintu terkuak lebar.Aliya berdiri dengan pandangan tertuju pada satu sudut ruang yang terdapat ranjang berukuran queen yang terlapisi seprai berwarna krem.Matanya menatap lekat pada sosok yang tengah terbaring di atas ranjang itu.‘Dean……’‘Ya benar. Itu Dean……’Medan energinya benar-benar sudah tidak berpengaruh bagi Dean!Aliya bagai tak mempercayai ini semua, saat Nawidi --melalui Oki mengatakan b
Aliya membuka pintu kamar Dean dan mendapati Dean ternyata telah terbangun.Saat pertama kali tadi Aliya masuk ke kamar Dean dan mendapati pria tampan bermanik hazel itu masih dalam keadaan tidur, Aliya keluar kamar untuk mengambil secangkir teh.Ia butuh meredakan kegugupan dan juga rasa cemas dan gelisah akibat pengejaran orang-orang suruhan Elang sebelumnya. Ia memang butuh minum.Kini, saat Aliya kembali ke kamar suami sukmanya, wanita muda itu mendapati Dean sudah dalam posisi setengah duduk sambil bersandar pada tumpukan bantal di belakang kepala dan punggungnya.Kepala Dean menoleh ke arah Aliya berdiri dan satu senyuman terukir di bibir dan wajah tampannya yang masih amat pucat.Dengan langkah sedikit canggung, Aliya mendekati ranjang tempat Dean berbaring.Meski ia sangat lega melihat Dean yang telah sadar, namun hatinya tetap terasa sakit. Melihat Dean terbaring setengah duduk sambil bersandar seperti ini, Aliya tidak bisa merasa baik-baik saja.Setelah duduk di kursi yang i
‘Mungkin ini waktunya…’ bisik hati Aliya.‘Mungkin sekarang adalah waktunya untuk jujur padanya…’Aliya lalu menarik napas. “I….. I love you Hubbie,” ujar Aliya lirih. “I love you…”Dean terperangah.Sekian detik ia termangu seperti hendak memastikan pendengarannya.“Kau… .” Pria itu tercekat dan terhenti sejenak.“Kau mencintaiku?” ulangnya hampir tak percaya.Aliya mengangguk.Menyadari bahwa itu bukan hanya khayalan dan salah mendengar, bibir Dean tersungging senyum.Manik hazelnya terus menatap lembut pada Aliya.Aliya bisa melihat dengan jelas, sorot mata suami sukmanya itu yang tampak masih tak memercayai ucapan Aliya.Aliya memberanikan diri terus mengikat pandangannya pada sang suami sukma. “I do. Fall for you,” ujarnya lirih namun amat jelas terdengar di telinga D
Rabu, 7 Desember 2022Itu masih jam delapan di pagi hari, Nawidi, Agni dan seluruh penjaga Aliya berkumpul di basecamp mereka dalam pembicaraan yang cukup serius.Tidak ada latihan pagi, karenanya.Dean masih dalam posisi beristirahat dan tidak terlibat dalam pembicaraan mereka.“For God’s sake!” Agni membelalakkan mata. “ Yang bener Bang?!”Nawidi mengangguk sekali.Setiap orang dalam ruangan itu baru mengetahui dari Nawidi, bahwa Elang mengeksekusi bawahannya yang gagal dalam mengejar Aliya kemarin.Elang seakan sengaja mengirim pesan itu pada pihak Nawidi, untuk menunjukkan bahwasanya pria itu sama sekali tidak memiliki belas kasihan terhadap setiap kegagalan.Guntur dan Iyad saling melempar pandang --juga dengan ekspresi terkejut. Agung terdiam dan terlihat pucat, sementara Terry mencibir sekali. Di wajahnya seakan tercetak tulisan ‘Aku tidak kaget dengan hal itu’.“Ya Tuhan!” Agni menunduk dengan tangan yang saling bertaut dan bertumpu di atas meja, menutup mulutnya. “Bagaimana m