[Liebling, seperti aku katakan kemarin, aku akan mengirimkan lagi untukmu. Jangan ditolak lagi.]
“Apa-apaan ini!” Aliya hanya mendesis kaget.
Ternyata memang benar ada transfer masuk. Dan ternyata memang benar, itu adalah Elang.
Dengan sedikit geram, Aliya mengetik kalimat untuk statusnya sendiri.
[Hentikan. Aku tidak perlu uangmu.]
Status tersebut terpasang.
Namun lima detik kemudian…
Ding!
Notifikasi yang sama seperti sebelumnya, terdengar masuk.
[KREDIT Rp. 800,000,000.00 rek TJ xxx109 pada 03/12/22 11:31:11.]
“Gila!” Aliya refleks memekik lagi.
Suasana tetiba hening di sekitar wanita muda itu, membuat Aliya segera tersadar.
Kepalanya terangkat, sambil menggigit bibir bagian bawah ia mengangguk malu pada Camat yang duduk di depan dan tengah memberikan arahan.
“Ma-maaf, Pak.”
Demi keamanan dan kenyamanan semua, Aliya
Di satu tempat, dalam satu ruangan besar --serupa ruang kerja, satu sosok bertubuh tinggi dan proporsional tengah duduk di balik meja kerja besar.Satu tangan terlipat bertumpu da atas meja untuk menopang dagu, sementara tangan lainnya berada di atas tuts keyboard laptop.Telunjuk kanannya mengetuk di sana dengan santai.Bibirnya bahkan tertarik ke atas, membentuk seringai geli. Ia tersenyum miring --seakan tengah mendengarkan percakapan kocak.Namun tidak ada apa-apa di sana.Layar laptop tengah menampilkan satu menu di website internet banking. Deretan informasi berupa huruf dan angka tertera di sana.Itu adalah mutasi rekening.‘Elang… apalagi mau mu? Mengapa bertingkah seperti ini?’‘Dia ini kenapa sih! Astaga bikin puyeng orang saja!’ Kata demi kata yang terdengar dalam pikiran Elang, membuat pria itu tersenyum miring lagi.Ia mendengar dengan jelas setiap kata maupun ucapan yang ada dalam pikiran Aliya --mantan istrinya.Tidak tampak ekspresi yang negatif di raut wajahnya, pun
Kiriman uang ke rekening Aliya, berlanjut di hari berikutnya, dengan nominal sama dengan yang dikirim Elang terakhir kali. Delapan ratus juta rupiah.Total saldo yang ada di rekening Aliya saat ini menjadi dua koma empat miliar.Wanita muda itu termangu memandangi layar ATM --tanpa berkedip, bukan takjub tapi nyaris tak percaya, bahwa Elang benar-benar terlihat begitu berniat membuat dirinya kesal.“Teh, sudah belum?” Seseorang menegurnya dari belakang.Pengunjung lain yang hendak menggunakan layanan mesin ATM itu telah mengantri di belakang Aliya dan menjadi tidak sabar begitu Aliya terlihat hanya memandangi layar monitor tanpa melakukan transaksi apa-apa.Aliya yang seolah baru dibangunkan, terkesiap dan buru-buru menekan tombol cancel. Tak lama setelah kartu ATM miliknya keluar dan diambil, Aliya bergegas bergeser.“Maaf Pak.” Aliya meminta maaf pada bapak-bapak yang mengantri di belakangnya.Setelah ia sedi
‘Einhard. Ini aku. Bisa kita bicara?’Dean terus melajukan motornya dengan pikiran yang terpusat dan terkirim untuk Elang.Di luar dugaan Dean, Elang ternyata langsung menjawab dirinya.‘Apa kau masih pantas berbicara? Denganku?’Terdengar nada sinis dari perkataan Elang yang menjawab Dean.Dean menarik napas sebelum ia berkata lagi. ‘Bagaimana aku harus bersikap padamu, Einhard? Tidak bisakah kita bicara baik-baik?’‘Hah! Baik-baik?’ Elang terdengar mendengkus. ‘Apakah mencuri Aliya, bisa kau sebut baik-baik?!’‘Einhard, Aliya bukan benda! Aku tidak mencuri dan Aliya bukan seseorang yang bisa diambil begitu saja karena ingin!’‘Munafik Dean Dubois. Kau seorang munafik! Sejak awal kau menginginkan istriku. Kau mendekati dengan cara halus agar istriku terpikat padamu. Kau mengambil kesempatan saat aku pergi dan mencuri perhatian Aliya!’Raha
DHUUUMM!!Getaran cukup kuat terjadi di radius sepuluh kilometer.Angin berhembus kencang. Debur ombak terdengar saling bersusulan dengan intensitas yang meningkat ketinggiannya.Laut seakan menangkap situasi menegangkan yang terjadi di wilayah itu.Tampak satu sosok berdiri di satu tebing di pesisir pantai Sancang. Tubuh Elang bergetar dengan tangan yang semula terulur kini turun.Kedua tangannya sedikit bergetar dan memerah.Ia baru saja beradu energi dengan milik Dean, yang mengakibatkan terjadi getaran di tanah yang ia pijak.Ternyata medan energi yang mengelilingi Elang, berbeda dengan yang dimiliki Aliya, yang tidak bisa tertembus oleh pukulan energi seorang elemen.Medan energi yang melingkupi Elang, ternyata tetap bisa membuat Elang terdorong mundur oleh pukulan energi Dean.Meski pukulan Dean mengenai medan energi itu, tapi ternyata mampu membuat Elang merasakan getaran dan ikut terdorong oleh pukulan tersebut. Elang melirik ke belakang lalu tersenyum miring.Ia bukannya ti
“Shit!!” Elang langsung menarik kembali energinya. Tangan dan tubuhnya bergetar ketika melakukan itu.Pria tampan mantan suami Aliya tersebut gugup, bukan saja karena Aliya yang tiba-tiba muncul dan membuat napasnya serasa tersangkut di tenggorokan.Ia tidak bernapas lega saat berhasil menarik energinya tepat waktu, ia mengkhawatirkan energi milik pria bermata hazel yang menjadi lawannya itu. Masih sangat segar dalam ingatan Elang, Dean memiliki kecepatan yang luar biasa dalam melontarkan energinya.Benar saja.Energi Dean melesat lebih cepat dari Elang, pria bermata hazel itu telah pias dengan jantung yang terhenti berdetak, saat mengetahui pukulan energinya yang besar meluncur ke arah Aliya yang muncul di tengah dirinya dan Elang.WHOOSSHH!!Secara refleks Dean menarik lalu menekan diri dan energinya, kemudian sesuatu di dalam tubuh menghantarkan darah mengalir berbalik dan sekujur tubuh terentak kuat lalu hawa dingin menyelimuti pria itu.“Heghh!!” Dean memuntahkan darah saat jatuh
“Kakek… kau kah itu?”Aliya hanya mampu melontarkan satu kalimat tersebut setelah beberapa saat sejak tadi ia tak mampu berkata-kata.Sosok di hadapannya tidak menjawab. Wajahnya tetap terlihat buram, masih seperti awal kemunculan sosok tersebut di balik kabut.Terdengar lagi suara yang berat dan dalam, penuh kewibawaan.“Benda milikmu, carilah dan gunakanlah.”Aliya hendak membuka mulutnya kembali, namun tiba-tiba ia kembali diserbu gelap dan Aliya pun terbangun.“Hah!” Wanita muda itu tergagap dan menghirup udara dengan cepat, seolah baru saja keluar dari benaman air.“Mimpi…” gumamnya lirih.Ia menengok ke sekeliling kemudian kepalanya mendongak dan terhenti pada jam dinding di atas sana.Ternyata dirinya jatuh tertidur selama satu jam.Aneh, mimpi itu terasa sangat singkat, namun ternyata menghabiskan sekitar satu jam sebelum ia akhirnya terbangun.“Siapa sosok itu? Apakah ia memang kakek?” gumamnya lagi. Aliya menyisir rambutnya ke belakang dan menatap kosong ke bawah.Alam pikirn
“Bang….” Agni terlihat pucat saat memanggil lirih Nawidi yang duduk bersila di sisi kanannya.Mereka telah berada di dalam satu kubah tak kasat mata yang tiba-tiba terbentuk dan mengelilingi Agni dan Nawidi yang berhasil menyusul ke titik keberadaan Dean, tepat sebelum kubah itu tercipta.Nawidi menatap tubuh kaku Dean. Pria tampan suami sukma Aliya tersebut masih duduk bersila dengan mata terpejam namun seluruh tubuhnya diselimuti hawa dingin luar biasa.Dean benar-benar membeku, bak dilapisi oleh es.Nawidi mendapat pesan dari Dean bahwa ia berada di kabupaten Garut dan berencana menggiring Elang ke wilayah Leuweung Sancang.Nawidi dan Agni segera mengarah ke Leuweung Sancang dan pada perjalanan setiba mereka di Garut, mereka bisa merasakan hawa energi yang besar melingkupi wilayah se-kabuputen itu.Tentu saja, Nawidi tidak boleh menyia-nyiakan waktu kemudian mengerahkan seluruh kemampuannya dan membawa Agni bersamanya,
“Tidak ada kabar apapun dari Dean atau Nawidi, Sis?” Hal pertama yang ditanyakan Aliya begitu ia menelepon Diani.‘Nope. Tidak ada berita apapun di wa.’“Status nomor Dean?”‘Tidak ada.’Aliya mengembus napas. Kini ia benar-benar gelisah.Sudah satu hari berlalu dan ini adalah hari kedua setelah ia mencoba menghubungi Nawidi melalui Oki.“Apa yang terjadi…” gumamnya resah. Tidak ditujukan untuk bertanya pada Diani, namun sahabat Aliya itu tentu saja mendengarnya. Mereka masih terhubung melalui telepon.‘Kalo gue ngga salah, kau bilang mimpi ketemu sosok yang diduga kakekmu? Bener kah?’ “Iya Sis.”‘Bilang apa? Coba ulangi lagi,’ pinta Diani. Memang sudah pernah Aliya ceritakan, namun karena sama-sama tidak memiliki petunjuk apapun dari mimpi tersebut, membuat Aliya tidak lagi membahasnya.“Benda milikmu, carilah dan gunakanlah. Itu kalimat yang dikatakan oleh sosok itu, Sis.”‘Ngga lihat wajahnya, Bu?’“Ngga,” jawab Aliya cepat. “Wajahnya ngga jelas seperti ada kabut menutupi.”Diani
Teaser untuk S3 RATU BUMI: KELAHIRAN SANG PEWARIS(Entah kapan akan dibuat S3-nya. Tapi Author ingin berikan ini sebagai ekstra saja untuk kalian. Thanks to you all!!)Seorang wanita tengah berada di depan laptop. Sebuah kacamata berbentuk persegi dengan bingkai berwarna biru bertengger di pangkal hidungnya.Terdengar suara tuts pada keyboard yang ditekan cukup keras dan cepat.“Selesai!!” seru wanita itu dengan bibir tersungging senyum yang begitu lebar.Matanya sekali lagi menatap lekat pada layar laptop miliknya. Seolah puas dengan apa yang ia baca, ia mengangguk dan tersenyum lagi.“Mantap memang. Si gue menggambarkan tokohnya begitu nyata. Cakep banget ini. Epik,” ujarnya sambil terus mengangguk-angguk kan kepala. Tiada henti ia memuji dirinya sendiri.“Mungkin karena aku pake namaku sendiri buat tokoh cewek, ini bener-bener terasa seperti kejadian nyata. Tapi kan itu emang tujuanku..”“Sepertinya aku bener-bener jenius… Beberapa potong mimpi ku, bisa kujadikan rangkaian cerita se
Suatu hari di bulan September 2023.Aliya menggeliat lalu mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia merentangkan kedua tangannya dan menguap.Kepalanya menengok ke kiri. Sisi itu kosong.Ia lalu menengadah, melihat ke arah jam dinding dalam kamar itu. 7:15.Aliya kemudian turun dari ranjang-nya. Ia kenakan sandal rumah berbahan kain dengan bordiran inisial A pada bagian tutup kakinya.Dengan langkah malas ia keluar kamar. Kepalanya berputar mencari.Hari itu, setelah ia tadi shalat subuh, ia tertidur kembali, karena semalam ia begadang menyelesaikan pekerjaannya hingga jam 2 dini hari.Kaki Aliya terus melangkah. Kini hidungnya mencium harum masakan berasal dari dapur. Ia pun mengarahkan kakinya ke arah sumber aroma tersebut.Ia terhenti di ambang pintu dapur. Bibirnya tersenyum. Matanya menatap ke depan dengan sorot penuh kasih.Tubuh jangkung dengan masih menggunakan set piyama tidur bermotif salur itu, masih asyik melakukan sesuatu di depan kompor.“Sudah bangun, rupanya…” kata pemilik
Dean menyetir mobil Jeep Cherokee Trackhawk yang terbuka dengan santai, menikmati embusan angin yang hangat di wajahnya sementara Aliya di sampingnya tampak takjub memandangi pemandangan di sekeliling mereka.Sekitar lima belas menit lalu, Aliya dan Dean tiba di Amboseli Airtrip di dalam Taman Nasional Amboseli.Taman Nasional Amboseli ini terletak di selatan Kenya, tepatnya di Kabupaten Kajiado, dekat perbatasan Kenya dengan Tanzania.Taman ini berada sekitar 240 kilometer sebelah tenggara Nairobi, ibu kota Kenya, dan terletak di bawah bayang-bayang Gunung Kilimanjaro yang megah di Tanzania, yang memberikan latar belakang yang ikonik dan terkenal di taman ini.Amboseli terkenal dengan populasi gajah besarnya, serta pemandangan sabana yang menakjubkan.Dean sengaja membawa Aliya ke tempat favorit-nya ini, untuk memberikan pengalaman baru bagi Aliya.Dengan helikopter, mereka terbang sekitar 40 menit dari helipad di atas gedung kantor cabang Starlight Corp di Nairobi menuju Kajiado. Se
Aliya paham, yang dimaksud orang Elemen Air itu adalah Elang. Namun yang tidak ia paham, mengapa ia menangkap gestur kemarahan dari sosok Syauqi? Apakah Syauqi dan Elang pernah bertemu sebelumnya?Ini belum waktunya Aliya bertanya lebih jauh tentang itu. Jadi ia kemudian hanya mengalihkan pertanyaan pada hal lain.“Bukankah yang kudengar, bahwa Realm adalah keluarga yang memang bermukim di Tanah Air. Tapi--” Ucapan Aliya terhenti.Syauqi tertawa kecil. “Anda bingung karena saya berwajah campuran di luar Indonesia?”“Ya, jujur aku bingung.” Mau tak mau Aliya pun tertawa kecil.“Nenek saya sedikit memberontak, Madam.”“Eh?”Syauqi terkekeh. “Nenek saya kabur dari Indonesia dan menikah dengan orang Jepang. Lalu ibu saya lahir dan kemudian menikah dengan orang Amerika. Lalu lahirlah saya.”Pria berwajah elok itu menjeda diri sesaat. “Saat saya berumur lima tahun, ibu saya membawa saya kembali ke kakek buyut. Tetua Realm Api dan mengembalikan saya. Kata ibu saya, itu wasiat nenek saya sebel
Aliya bersandar di sofa lounge hotel yang nyaman, menatap tenang pada makanan di depannya.Ia mencoba hidangan khas Nairobi: Nyama Choma, potongan daging panggang yang gurih dan kaya rempah, ditemani dengan kachumbari—salad segar dari tomat, bawang, dan cabai.Rasa pedas dan segar dari kachumbari melengkapi cita rasa daging yang hangat, membuat Aliya semakin larut dalam suasana santai sambil menunggu Dean yang tengah dalam rapat mendadak di ballroom hotel.Saat kunyahan terakhir, Aliya teringat percakapannya tadi dengan Matteo, yang penuh dengan dukungan.Matteo, sahabat Dean itu, mengungkapkan ketulusan hati ketika mengetahui Aliya bersama Dean."Aku sangat bahagia, Nyonya.”“Please, panggil Aliya saja, Matteo.”Matteo tersenyum sumringah. “Baiklah.. Ya.. aku benar-benar merasa bahagia.”“Aku bisa lihat itu. Sejak pertama kita bertemu, wajahmu berseri-seri terus,” Aliya tersenyum lebar.“Ini bukan tentang diriku, Nyonya. Melihatmu akhirnya bersama Dean... itu sungguh yang selama ini
Tak berapa lama limousine yang ditumpangi Dean dan Aliya tiba di satu hotel yang tampak megah.Beberapa greeter dan bellboy tampak menyambut ramah dan penuh hormat saat Aliya dan Dean yang dipimpin Matteo, memasuki area hotel.Dean terlihat sedikit menaikkan alis—tampak berpikir sesuatu, namun tetap dengan santai mengikuti langkah Matteo yang terlihat bersemangat berbicara dengan Aliya.Aliya melangkah masuk ke dalam suite mewah di Helshington Nairobi, tak dapat menahan gumaman kagum yang meluncur pelan.Matanya menyusuri setiap sudut ruangan—sebuah suite yang luas dengan desain butik berkelas, bercampur sentuhan klasik yang elegan.Dindingnya dihiasi karya seni khas Afrika, menambah sentuhan eksotis pada ruangan yang megah namun tetap hangat.Lampu-lampu gantung dari kristal menghiasi langit-langit tinggi, sementara lantai kayu yang mengilap mencerminkan pantulan cahaya lembut dari lampu yang dipasang dengan artistik.Di satu sisi, ada balkon pribadi yang menghadap ke pemandangan perb
Gedung kantor cabang Starlight Corp di Nairobi terlihat lebih sibuk dari biasanya.Para karyawan berjalan cepat, membawa berkas-berkas dan peralatan, memastikan setiap detail tertata sempurna untuk menyambut kedatangan CEO mereka, yang nyaris tidak pernah terlihat.Lobi utama yang biasanya hanya dihiasi dengan dekorasi sederhana kini terlihat sedikit berbeda. Tanaman hijau segar diletakkan di beberapa sudut, meja resepsionis dibersihkan hingga berkilau, dan tim keamanan memeriksa ulang setiap titik untuk memastikan semuanya sesuai standar.Di tengah kesibukan tersebut, Direktur cabang melangkah mendekati Matteo, manajer yang selalu tenang di tengah hiruk-pikuk persiapan ini.Dengan ragu, Direktur bertanya, "Mr. Odhiambo, apa benar tidak masalah jika kita melakukan persiapan seperti ini?"Sang Direktur masih teringat akan sikap sang CEO yang cenderung rendah hati dan tidak suka dengan seremoni berlebihan.Pernah sekali waktu saat ia pertama kali menjabat sebagai direktur cabang, ketika
Aliya duduk sendirian di dalam kabin jet pribadi Gulf Stream yang melaju anggun di atas awan menuju Kenya.Interior jet ini tampak begitu mewah dan nyaman, didesain dengan kursi kulit lembut berwarna krem yang berpadu dengan elemen kayu mahoni gelap.Cahaya matahari senja yang masuk dari jendela memberikan kilau hangat ke dalam kabin, menciptakan suasana tenang yang menyelimuti perjalanan mereka.Aliya menatap keluar jendela, melihat hamparan langit oranye keemasan yang seakan tak berujung, membiarkan pikirannya melayang.Bayangan pertama kali ia melihat pesawat ini, dengan logo Starlight Corp di badan jet, memenuhi benaknya.Kata-kata Agung kembali terngiang di kepalanya, bagaimana Dean memilih nama Starlight, terinspirasi dari panggilan kesayangan yang ia berikan padanya setelah pertama kali melihat Aliya dalam mimpi.Ketika ia iseng berselancar di dunia maya, ia mendapati bahwa Starlight Corp adalah korporasi besar yang dikagumi dunia. Selain Starlight Corp dikenal dengan kebijakan
Dean tersedak lalu terbatuk.“Prrrfffffftttttt.” Agni sukses menyemburkan nasi yang baru saja ia suapkan ke dalam mulutnya.Bi Titin menahan tawa. Ia mengacungkan jempol pada Aliya, lalu melenggang santai kembali ke dapur.Hening.Aliya melotot ke arah Agni.“Jorok, ih!” Aliya menepukkan tangannya ke beberapa nasi semburan Agni yang mampir dan bertengger di bajunya.“So-sorry Moony!” Agni bergegas bangun dan meraih beberapa lembar tissue dan menghampiri Aliya. Tangannya mengelap tangan Aliya.Saat tangan Agni akan berpindah ke bagian baju di bawah dagu Aliya, tangan Dean telah memegang tangan Agni.“Biar saya saja,” kata Dean singkat.Agni memanyunkan mulutnya. “Lu sih, Om…” Lalu kembali ke tempat duduknya dan membersihkan sisa-sisa nasi yang berhamburan di meja sambil nyengir.Dengan menggaruk kepalanya yang tak gatal, Agni mengambil piring makannya dan memutuskan segera menyingkir dari ruang makan, untuk memberi keleluasaan bagi pasangan itu.“Gue pindah ah. Ini obrolannya udah dua