“Menjinakkan Tunangan Posesif.”
Judul dari light novel online yang terkenal di kalangan anak muda-mudi penggemar setia aplikasi oranye.
Ceritanya sangat booming dan populer di mana-mana.
Dengan berisikan 163 bagian, novel itu dikarang oleh seorang penulis bernama pena “Rui Lean.”
Novelnya menembus pasar industri hiburan yang sangat luas dengan dijadikan buku cetak, diilustrasikan jadi komik dan visual novel, bahkan sampai diadaptasi jadi film layar lebar.
Penggemarnya sangat banyak, berasal dari berbagai macam tempat.
Termasuk, seorang gadis biasa berpenampilan sederhana yang tinggal di rumah kumuh ini, sebut saja namanya Mariana.
Dia selalu mengenakan kacamata tebal, wajahnya juga dipenuhi oleh jerawat.
Dia selalu tinggal di rumahnya terus karena dia adalah seorang pengangguran, di mana kerjanya hanya tiduran memainkan ponsel yang dia punya hasil dari menghutang.
Gadis tersebut sangat tergila-gila dengan salah satu karakter novel “Menjinakkan Tunangan Posesif," walaupun itu semua hanyalah cerita fiksi biasa.
Novel “Menjinakkan Tunangan Posesif", menceritakan tentang seorang tokoh utama wanita yang merupakan sesosok gadis ramah dengan sifat Mary Sue.
Dia berasal dari keluarga bangsawan yang berpangkat cukup rendah.
Dia dicintai semua orang karena pesona menawannya terbilang sangat indah, bagaikan seorang bidadari yang suci saja.
Ada 3 karakter pria yang tertarik padanya, membuat alur cerita novel itu semakin menarik untuk dibaca.
Karakter pertamanya adalah seorang pangeran.
Dengan paras rupawan dan sikap dermawan, dia menjadi orang terpenting nomor-1 di kerajaan, dan juga nomor-1 di hati si tokoh utama wanita.
Karakter yang kedua adalah seorang ksatria pengawal pribadi si pangeran.
Dia menyukai tokoh utama wanita itu dalam diam.
Saking sukanya dengan gadis itu, dia bahkan sampai nekat mengkhianati tuannya untuk menjadikan tokoh utama wanita sebagai satu-satunya wanita miliknya.
Pada akhirnya, dia pun mengalami nasib yang mengenaskan akibat mati di tangan tuannya sendiri.
Orang yang bertanggung jawab atas kematiannya yang tidak adil itu, tak lain dan tak bukan ialah si pangeran.
Dan yang terakhir, adalah karakter favorit Mariana dalam novel ini. Itu adalah si penjahat utama dalam cerita.
Pria yang jatuh cinta pada pandangan pertama terhadap si tokoh utama wanita.
Dia sangat ganas, kejam, dan terkenal akan tak memiliki belas kasih kepada sesama manusia.
Namun, sikapnya akan berubah drastis saat sedang bersama dengan gadis yang disukainya.
Dia kan selalu melembutkan setiap ucapan dalam perkataannya dengan untaian kata-kata yang terdengar manja, lalu menghujani tokoh utama wanitanya dengan kasih sayang yang seluas samudera.
Bukankah itu akan sangat terdengar keren?
Jikalau ada seorang gadis biasa yang baik hati, bisa menjinakkan monster ganas sepertinya dan menggetarkan hatinya hanya memakai sedikit percikan cinta?
“Lalalala, si authornya udah update chapter terakhir nih, moga-moga endingnya enggak membagongkan.”
Mariana membaca chapter terakhir novel itu dengan saksama.
Kata demi kata ia telaah seserius mungkin.
Kesenangan membingkai di wajahnya tatkala mengetahui apa yang telah terjadi kepada salah seorang karakter perempuan sampingan dalam novel itu, karakter yang sangat dibencinya.
Dia adalah karakter yang sering memamerkan kepintarannya, dan membuat si tokoh utama wanita terlihat tidak berguna dari sudut pandang para pembaca.
Dia benar-benar tipe perempuan yang sangat Mariana benci.
Namun, kini, tokoh perempuan itu ternyata sudah mati di tangan tokoh favoritnya akibat sering membuat si tokoh utama wanita menderita.
“Haha, mampus! Habisnya nyebelin banget. Pantes dia dibunuh sama husbu Gua. Wong dia ini sok cantik, sok pinter, sok iyeh deh. Nyebelin!”
Mariana kembali menggulirkan layar ponselnya dan terus membaca kelanjutan cerita itu.
Wajah senangnya sekarang telah menghilang dalam sekejap, ketika netra coklat yang terlihat serius miliknya membaca lanjutan bagian bacaan sampai berakhir di penghujung alur.
Dadanya naik turun, dan nafasnya yang kembang-kempis kian memberat.
Kilat kemarahan terpancar dari mata sipitnya, disalurkannya seluruh emosinya yang memuncak itu, lalu mendeskripsikan perasaannya melalui ketikan kasar lewat kolom komentar.
//“Bang*at! Dasar Author ba*ingan! Cerita sampah! Ampas! Ngapain sih, lu buat karakter favorit gua tertolak dan berakhir mati juga? Harusnya yang lu buat mati tuh si pangeran gak guna aja! Benar-benar deh, dasar cerita ampas!”//
Mariana tidak terima, dengan ending novel yang berakhir dengan menikahnya si tokoh utama wanita dengan sang pangeran.
Sementara itu, karakter favoritnya yang merupakan seorang tokoh penjahat, malah dihukum mati atas semua perbuatannya di hadapan khalayak ramai.
Padahal, dia adalah seorang pengirim pasangan garis keras antara si tokoh utama wanita tersebut, dengan tokoh penjahatnya dan berharap sekali untuk mereka berdua berakhir bersama.
Tapi sekali lagi, kehendak Author itu adalah mutlak karena dialah yang membuat novelnya.
Bukan hak Mariana untuk memutuskan siapa yang akan berakhir dengan siapa, di antara tokoh-tokoh novel karangan “Rui Lean”.
DING!
Ponsel Mariana bergetar akibat notifikasi dari rentetan balasan komentarnya yang pedas.
Mariana membaca balasan-balasan komentar itu dengan hatinya yang kembali memanas dan matanya yang semakin melotot.
//”Wow, puas banget aku tuh Thor, pas baca bagian si cowok baj*ngan itu dihukum mati. Sekali baj*ngan tetaplah baj*ngan. Seberapa gantengnya pun orang kek gitu, aku mah ogah membayanginya aja. Dari awal kemunculannya aja udah bikin gedek, hiih! Takut diserang ama fans gilanya!”//
//”Awokawokawok, nah loh si fans psikopat itu malah mencak-mencak gak terima gegara idola khayalannya modar.”//
//”Padahal aku nge-simp sama guru sihirnya si pangeran. Sayang part kemunculan do’i malah dikit.”//
//Hiks, apa cuman aku yang kasihan dengan nasib si ksatria sama cewek yang matanya emas itu? Udah nge-ship mereka berdua, eh malah mati dua-duanya. Mengsedih.”//
//”Aku setuju, Aku setuju! Mungkin menurut si Author ini, si ksatria itu terlalu baik untuk membuatnya bersanding dengan tokoh utama ceweknya. Makanya lebih baik dibikin mati aja. Mungkin ini cuman seleraku doang, tapi jujur aja deh! Aku kesel sama tokoh utama ceweknya. Dia menye-menye, banyak omong, kepolosannya sampai bikin gedek, juga cengeng dan selalu nyusahin setiap tokoh cowoknya. Bagusan si cewek rambut biru itu, terkesan elegan dan gak murahan.”//
Mariana yang sudah geram dengan komentar-komentar itu segera mengetikan kembali komentar pedasnya yang penuh dengan perkataan hujatan.
//”Kalian semua banyak bacot gak guna! Yang karakternya keren di novel ini tuh ya cuman si penjahat dan tokoh ceweknya! Selain mereka berdua, semua karakternya ampas! Apaan tuh, kalian lebih suka sama tokoh utama cowoknya yang lembek kek gitu? Dan apa bagusnya sih, si anak haram raja sama si cewek kecentilan itu?! Kerenan si penjahat yang ingin melindungi tokoh ceweknya itu dong, daripada dua cowok lainnya yang gagu.”//
DING!
Notifikasi balasan kembali menyala, berbunyi saling bersahutan membalas komentar Mariana sekali lagi.
//”Tulisan doang di permasalahin. Hadeh … dasar bochil.”//
//”Bodo amat sama opinimu, yang penting pesta dulu rayain matinya si psikopat.”//
//Gila, sampai segitunya belain karakter fiksi.”//
//”Eh btw, ada yang tahu identitas Author Rui Lean gak sih? Aku penasaran dia ini cowok apa cewek.”//
//”Kayaknya cowok deh, kalau dilihat dari nama penanya. Tapi kalau dari novel karangannya yang genrenya romansa kek gini, bukannya si penulisnya lebih terlihat seperti cewek? Namanya bikin puyeng kepala dah.”//
//”Author, apa akan ada cerita spin off tentang mereka, enggak? Misal, pas udah nikah atau udah punya anak gitu?”//
“Sialan!”
PRAKKK!
“Gak ada yang peduli sama pendapat gua! Cewek to*ol! Kalau gua jadi dia, lebih baik gua milih si tokoh penjahatnya daripada si cowok ampas gitu.”
Mariana mengumpat, membanting ponselnya kasar sehingga membuat komponen-komponen kecil dari dalam benda pipih itu pecah berserakan.
Ibunya yang sedang memasak di dapur, terkejut mendengar suara keras yang berasal dari kamar putri semata wayangnya.
Wanita yang sudah berumur itu pun tergopoh-gopoh, pergi menemui putrinya dengan penuh rasa khawatir.
Wajahnya yang keriput, semakin mengerut seiring bertambahnya usia.
“Ada apa Nduk, apa kamu baik-baik saja? Emak dengar tadi dari dapur kalau ada suara benda pecah di sini. Kamu gak terluka ‘kan?”
“Bawel banget sih! Kalau Emak emang ngekhawatirin aku, kasih aku duit 3 juta dong, buat beli hape baru.”
“Ya ampun, Nduk kesayangan Emak. Emak punya uang dari mana? Buat makan aja kita susah. Emak ‘kan juga lagi nyicil bayarin hutang hape kamu yang masih belum lunas.”
“Makanya cari duit dong! Kere amat jadi orang tua! Dah sana minggir!”
Mariana meninggikan suaranya, membuat sang Ibunda tersentak.
Dilewatinya sang ibu sembari sengaja mendepak bahunya yang sudah ringkih.
Mariana keluar meninggalkan rumah peotnya untuk menenangkan pikiran.
Andai saja dia terlahir sebagai anak kaya atau mungkin menikah dengan orang kaya, … pasti hidupnya tak akan sesengsara ini.
Mariana berjalan tanpa tujuan sambil terus mengkhayal akan kehidupan royal.
Namun, tak lama kemudian, lamunannya itu buyar saat mendengar suara teriakan orang-orang yang menyuruhnya untuk segera menyingkir dari jalan.
“Awas mbak! Pergi dari sana!”
“Mbak! Awas!”
Sebuah mobil ferrari mewah melaju dengan kencang ke arah trotoar yang sedang dilalui oleh Mariana.
Tidak ada waktu lagi untuk berguling menyelamatkan diri ke samping.
Mobil berwarna putih mengkilap itu telah menghantam tubuhnya keras sehingga menyebabkan terpental beberapa meter dari tempatnya berdiri, … sampai membuatnya berakhir mencium jalanan aspal.
“Mbak!”
“Panggil polisi woy! Pelakunya kabur tuh!”
“Hei-hei! Cepetan panggil ambulan!”
Apakah ini akhir dari hidupnya?
Mariana memandangi orang-orang yang berkeliaran di sekitarnya dengan mata berkunang-kunang.
Darah mengucur deras dari kepalanya dengan kondisi yang seperti mau pecah.
Tubuhnya tak bisa dia gerakan dengan mudah, seakan-akan semua tulang yang menyangga onggokan daging itu telah patah semua.
Atau bahkan … mungkin saja semua tulangnya sudah remuk.
“To … long … Sa … ya ….”
Aliran nafasnya semakin terasa menyempit, suaranya tertelan di kerongkongan.
Detakan jantungnya yang mengemban tugas untuk memompa sirkulasi peredaran darah, kini telah memperlambat lajunya.
Paru-parunya yang kembang-kempis itu pun, mulai terasa pengap.
Rasa sakit yang melebihi sakitnya ditusuk seribu pedang mulai mengulitinya hidup-hidup.
Dimulai dari ujung kakinya lalu merambat pada betis, paha, perut, dan terakhir adalah sumber kehidupan di dada.
Ah.
Mariana pun merenung, menatap bentangan langit yang cerah di atas sana, lalu membatin dengan menggumamkan sesuatu, “Seperti inikah rasanya sekarat itu?”
Itulah yang dia pikirkan di tengah kondisinya yang menyedihkan ini.
Mariana tidak tahu.
Dia tidak pernah merasakan ini sebelumnya.
Sebelum matanya yang kelelahan memaksanya untuk tertidur selamanya, Mariana melihat sosok seorang wanita yang tidak lagi muda tengah berlari ke arahnya dengan kaki telanjang.
Tak peduli dengan panasnya aspal dan tajamnya kerikil jalanan, meskipun sesekali dia tampak terjatuh menghantamkan lutut pada kerasnya permukaan bumi, … wanita itu kembali bangkit dan kemudian menghampirinya dengan banjiran air mata.
“Duh Nduk, anakku sayang. Ayo pergi ke rumah sakit yuk. Nduk jangan tidur dulu ya? Emak akan kasih kamu apapun yang kamu mau. Kamu tadi mau beli hape baru ‘kan? Ayo beli yuk, gak papa beli hapenya pakai uang hasil dari jual rumah, asalkan kamu jangan ninggalin Emak sendirian, Cu.”
Ibu Mariana meletakan kepala putrinya yang terasa empuk itu ke atas lahunan.
Dia mengabaikan bau amis juga luka di kakinya yang tak beralaskan itu, hanya untuk membuat anak perempuan berharganya merasa sedikit lebih nyaman.
Rintikan air mata mulai membasahi wajah Mariana yang berlumuran darah.
Diusapnya cairan merah yang menodai wajah cantik putrinya dengan menggunakan tangan keriput yang hanya tulang berbalutkan sehelai kulit, meski dia sudah tak kuasa untuk menahan rasa gemetar ketakutan.
“Nduk, jangan tidur dulu Cu. Kata orang-orang, mobil yang mau jemput lamu sedang dalam perjalanan. Kalau kamu tidur, bagaimana bisa pergi ke konternya untuk beli hape? Sebentar lagi ya sayang, Emak mohon.”
Mariana sudah lelah.
Dia melirik sekilas ibunya itu dengan mata sayu.
Dia sudah tak kuasa lagi untuk menahan rasa kantuk yang kian menggelayuti pelupuk matanya.
Bukankah hidup sengsaranya akan langsung berakhir hanya dalam sekejap mata, seperti yang dia harapkan selama ini?
Ah … mana bisa? Yang dia maksudkan itu bukan yang seperti ini.
Tapi, yah … ini ….
“Nduk! Nduk! Nduk, bangun Nduk! Jangan tinggalin Emak! Nduk, Emak mohon, sekali saja turuti omongan Emak. Bangun Nduk, bangun ….”
Ibu Mariana menjerit histeris ketika melihat gadis yang sekarang dia rangkul itu, menghembuskan nafas terakhir dan memejamkan mata untuk selama-lamanya.
Air matanya mengalir deras dan tak mau berhenti.
Dipeluknya erat tubuh yang sudah tak bernyawa itu, seakan-akan dirinya tak menginginkan sebuah perpisahan.
Seingatnya, kondisi saat ini membuat wanita renta itu merasa nostalgia.
Walaupun sudah berumur dan banyak yang ia lupakan akibat mulai sering mengalami kepikunan, akan tetapi, ada sebuah kenangan yang masih dia ingat betul.
Ada satu memori indah di masa mudanya yang tak akan pernah dia singkirkan dari ingatan, meskipun maut pun menjemputnya sekarang juga.
Saat itu, adalah saat di mana tangannya merangkul punggung seorang makhluk kecil yang mengagumkan.
Saat di mana mata bulat dan bibir mungil itu untuk pertama kalinya terbuka.
Saat di mana tangisan kerasnya terdengar menggema.
Saat di mana gadis kecilnya itu menggeliat-geliat di pangkuannya.
Lalu saat di mana jari jemari gemuknya menggenggam jari kelingkingnya, … itu semua adalah saat di mana dia menyambut putri berharganya, … yang merupakan hadiah terindah pemberian dari Tuhan yang tak akan ada duanya, karena telah terlahir ke dunia.
Dan sekarang, dengan cara yang sama seperti dia datang merayap ke kehidupan, putrinya itu juga hendak pergi meninggalkan ketika berada di pangkuannya?
Siapa yang tak merasa hancur?
Siapa yang tak merasa dirinya tak akan gila?
Namun, takdir sudah berkata lain.
Jika memang takdirnya berakhir seperti itu … maka menyerahlah saja.
Karena di dalam dunia yang dikendalikan oleh takdir, tidak pernah ada yang namanya pengecualian.
Ibu Mariana pasrah.
Dia pun ingin memberikan hadiah terakhir untuk putrinya, sama seperti hadiah pertama yang ia berikan dulu.
Di mana ada pertemuan, di situ pasti ada yang namanya perpisahan.
Disibakkannya poni Mariana yang lengket akibat terlumuri darah.
Seingatnya dulu, dahi bayi kecilnya itu tak lebih panjang dari ukuran telapak tangannya.
Dikecupnya kening itu dengan perasaan yang bercampur aduk.
Disela-sela isak tangisnya, Ibunya Mariana membisikkan kata-kata cinta yang tulus persis sama seperti yang ia lakukan 23 tahun yang lalu.
Itu adalah ucapan yang dia pernah katakan kepada sang putri untuk pertama kali, yang di mana kali ini … dia mengucapkannya untuk kali terakhir.
“Terima kasih telah lahir ke dunia, Emak."
Sekiranya … begitulah perkataannya.
"Emak sayang Kamu, Nduk.”
•••
“Lihat, pipi gemuknya yang seperti kue mochi! Dia mengingatkanku padamu kalau sedang marah, haha.”
“Berhenti mengerjaiku! Kau mempermalukanku di depan putri kita!”
“Ohoho, lihatlah Ibumu nak, dia orang yang pemalu sekali. Ehm, Yunia. Biarkan Aku menggendongnya juga, aku ini ‘kan ayahnya.”
“Sshhh, dia baru lahir. Biarkan dia tidur di pangkuanku saja dulu. Takutnya kamu bertindak gegabah dan membuat putri kita kenapa-kenapa.”
Mariana yang mendengarkan percakapan sepasang orang asing dalam waktu yang cukup lama itu, perlahan mengerjapkan matanya yang terasa rapat dan susah dibuka.
“Oh lihat, matanya sama seperti milikmu Hain! Sedangkan rambutnya sama seperti milikku. Bukankah putri kita ini sangat cantik?”
“Tentu saja dia cantik, karena dia mewarisi kecantikanmu.”
Mariana tidak tahu apa yang sedang terjadi.
Dirinya kebingungan saat mendapati dua orang asing itu, tersenyum hangat padanya.
“Hei sayang, ayo sambut putri kita secara bersamaan!”
“Ide yang bagus, itu terdengar manis.”
Pasangan suami-istri muda tersebut saling memandang sejenak, lalu segera kembali menatap Mariana.
"Selamat datang ke dunia, putri kami yang tersayang …."
Dengan senyuman lebar dan raut wajah bahagia, mereka berdua mengatakan sesuatu secara bersamaan.
“… Aira Qianzy.”
***
Matahari pagi membumbung cerah di angkasa, para gadis muda dari kalangan bangsawan di-3 negara yang saling bersebelahan itu, tengah mengadakan latihan pesta teh di halaman depan asrama putri. Di salah satu meja bundar yang ditempati tujuh orang itulah, berkumpul para gadis-gadis dari keluarga terpandang.“Miss Eiren, Anda menari dengan sangat luar biasa kemarin! Saya sampai terkagum-kagum dengan setiap derap langkah kaki Anda yang indah itu, keindahannya bagaikan seorang peri bunga yang menari-nari di udara.”Putri pertama dari kekaisaran Violegrent yang sangat berkuasa, memuji tarian Darissa yang ia lihat sewaktu kemarin. Dengan manik kelamnya yang sehitam batu obsidian, Putri itu menatap Darissa penuh dengan kilauan kekaguman di mata bulatnya.“Itu benar sekali, sepertinya Saya tidak akan bisa menandingi kehebatan tarian Anda. Hoho, Miss Eiren. Lain kali, bisakah Anda mengajari Saya cara
“Your Highness, Princess Camerine. Saya ingin meminta pertolongan dari Anda, bisakah Anda menghentikan pendarahan pada tangan Saya ini dengan menggunakan sihir penyembuh milik Anda?”Darissa memberi sinyal minta tolong kepada Putri Camerine yang duduk di sebelah kanannya Putri Violegrent, Darissa sangat mengandalkan bantuannya karena Putri Camerine itu terkenal akan sihir penyembuhannya yang sangat efektif menyembuhkan luka luar. Camerine yang wajahnya sama pucatnya dengan gadis-gadis lain, segera beranjak pergi menghampiri Darissa dengan rasa panik yang hebat melandanya.Dipeganginya tangan kiri Darissa yang terulur bercucuran darah merah segar itu ke arahnya, dengan menggunakan tangan yang menggigil seakan-akan gemetar akibat kedinginan. Mana sihir dengan aura seputih awan mengalir dari telapak tangannya dan beralih ke tangan Darissa, hanya membutuhkan waktu beberapa menit saja sampai akhirnya pendarahan di punggung tangan kiri Darissa berhe
“Tunggu sebentar, Anda bilang saudara laki-laki? Oh, oh! Apakah yang di maksud oleh Anda itu ialah saudara kembar Anda yang terkenal akan ketampanannya?! His Royal Highness The Prince of Violegrent?!” pekik Nona Seria dengan penuh kegirangan.“Meh, dia tidak setampan itu haha! Rumornya sangat keterlaluan sekali.”“Tapi, jika Anda saja sudah secantik ini, maka sudah pasti saudara kembar Anda juga memiliki wajah yang indah nan rupawan karena memiliki rupa yang sama, 'kan? Bukankah anak kembar itu sangat identik satu sama lain bagaikan pinang dibelah dua? Bahkan seakan-akan sedang bercermin sendiri saja, benarkan?” Nona Mizumi yang sedari tadi terdiam pun ikut penasaran.“Hm, sepertinya begitu. Yang membedakan Saya dengannya adalah jenis kelamin, warna rambut dan mata, juga tingkah laku yang sangat berbanding terbalik.”“Saya dengar kalau Prince of V
Letak asrama putri tidaklah terlalu jauh, tinggal melewati bukit kecil lalu Lancient akan segera sampai. Bukit gundul yang diterangi cahaya bulan itu mempermudah langkah Lancient untuk menembus gelapnya malam, suara jangkrik dan hewan nokturnal lain saling bersahutan menemani suara pijakan kakinya yang terdengar jelas di suasana yang sepi begini.Lancient berhenti sebentar di atas puncak bukit yang lapang memandangi indahnya taburan bintang di langit malam, pikirannya melayang jauh, memikirkan tentang bagaimana nasibnya beberapa bulan ke depan.Hari kelulusan tinggal menghitung bulan, seperti yang Lancient duga dari awal, bersekolah di akademi sihir selama beberapa tahun ini akan sia-sia karena dia memang tidak ditakdirkan memiliki Mana dan tidak akan bisa menggunakan sihir.Jika dia pulang seperti itu tanpa ada kemajuan sedikit pun, lalu apa yang akan dilakukan oleh Raja padanya? Memikirkannya saja membuat Lancient sampai-sampai mengabaikan suhu tubuhnya yang m
"Hor-hormat? Menghormatiku?!” pekik Lancient tak menyangka. “Iya, itu benar sekali.” timbal Darissa sembari menatap Lancient heran. Lancient menutupi wajahnya yang bersemu merah karena merasa senang, itu karena ada orang lain yang lagi-lagi selain Fennel yang bilang kalau dia menghormatinya. Segera saja Lancient teringat dengan tujuan awalnya keluar malam-malam, dilihatnya kotak pita itu dengan ragu-ragu, lalu menyorongkannya ke arah Darissa setelah meyakinkan dirinya dalam waktu yang cukup lama. “Ini.” “Hm?” Kotak yang berisikan pita itu berpindah tangan beralih dari tangan Lancient menuju ke tangan Darissa, mata emas Darissa terfokus pada kotak berukuran sedang di tangannya dengan raut wajah senang yang tak bisa ia gambarkan. “Kenapa Anda memberikan ini kepada Saya, Your Highness?” tanya Darissa yang masih tidak percaya dengan apa yang b
“Your Majesty, His Highness The Prince Of Aethelred, Lancient Re Aethelred. Beserta pengawal pribadinya, Sir Fennel Eglantine, meminta izin untuk menghadap Anda.” ucap penjaga gerbang pintu ruangan sang Raja, mengumumkan kedatangan Lancient dan Fennel.“Biarkan Mereka masuk.”Pintu dibuka, menampilkan sang Raja yang tengah duduk di atas meja kerja dengan menyilangkan kaki dan juga memutar segelas sampanye di tangannya.Dengan rahang tegas, mata hijau tajam, dan rambut pirang berkilau, sang Raja menatap sekilas mereka berdua lalu kemudian mengangkat wajahnya meneguk segelas sampanye itu sampai habis disedot kerongkongan.Pintu tertutup rapat, para pelayan yang ada di ruangan Raja segera keluar meski tanpa di suruh, demi privasi perbincangan mereka. Sang Raja yang memiliki paras awet muda di umurnya yang memasuki kepala 4 itu, menatap datar putranya yang telah tumbuh lebih tinggi dari yang diingatnya.
“Hei Darissa, ayo jalan-jalan mencari gaun yang cocok untuk pesta debutanmu nanti.”“Debutante yah, tak terasa tinggal 1 minggu lagi. Aku masih merasa bermimpi saat pulang kembali ke sini 2 bulan yang lalu, sekarang sudah mau debut saja.”Darissa dan Alesya tengah bermain ayunan bersama di taman bunga mawar putih kediaman Marquess yang luas, daripada membaca buku atau berlatih akan hal lain yang lebih berguna untuk hari kedewasaannya, Darissa lebih memilih bermalas-malasan dan menghabiskan waktu bersama Kakak tersayang.“Kau ingin memakai gaun bergaya apa? Gaun berkerah tinggi dengan banyak pita, atau bagaimana?”“Hm, sepertinya Aku lebih suka gaya sabrina berlengan pendek dan berdada rendah, lalu bersamaan dengan ruffle yang menumpuk. Pita juga akan terlihat bagus!”“Oh, oh! Kalau begitu ayo pergi memesannya, berjalan-jalan b
Debutante, adalah pesta dansa besar yang setiap tahunnya diadakan oleh kerajaan. Biasanya, pesta itu diadakan untuk merayakan upacara kedewasaan setiap muda-mudi yang sudah siap mempersunting maupun dipersunting ke jenjang pernikahan.Adakalanya, terkadang ada kejadian bagi orang-orang yang mengikuti debutante akan jatuh cinta pada pandangan pertama dengan orang yang ditemuinya di pesta sana. Terdengar sangat luar biasa, iya 'kan? Jika bisa menikah karena cinta, tanpa adanya campur tangan pernikahan politik.Hari ini, adalah hari yang akan sangat membahagiakan untuk Fennel. Hari yang telah lama ia nantikan akhirnya telah tiba, dia bahkan tidak bisa tidur semalaman suntuk hanya karena terlalu senang akan datangnya hari esok pagi.Apa yang harus ia lakukan? Apakah pakaiannya akan terlihat bagus? Bagaimana dengan cara menarinya? Lalu, seperti apa caranya berpenampilan dengan baik supaya disukai oleh Aira? Itulah sekelumit pertanyaan yang menghan
“Oh! Syukurlah! Akhirnya kau sadar, Rui!”Ruffin mengerjapkan matanya beberapa kali.Mendengar dan melihat, juga positif memastikan kalau hanya ada Lancient saja di samping, anak laki-laki berambut merah itu berpikir, ia bebas berekspresi.“Sialan!” umpatnya, sembari mendudukkan diri dan langsung memegangi kepala. “Kepalaku serasa ingin meledak.”“Tapi ini adalah rekor baru loh,” timpal Lancient antusias, memandang master sihirnya di masa lalu dengan berbinar-binar.“Kau hanya tidak sadarkan diri selama seharian penuh saja. Tidak seperti saat kau pingsan setelah mengembalikan ingatanku.”Hm, … benarkah?Ekhem!Mendapatkan ucapan kekaguman dari si pangeran berambut pirang tersebut, tak ayal, sudut bibir Ruffin terasa gatal.Dia yang tadinya mengerahkan sebelah tangan kanan untuk memegangi kepala dan sedikit meremas rambutnya akibat merasa pusing, kini mulai beralih.Mengalihkan pergerakan jari-jemarinya tersebut, tuk mengusap poninya supaya tersisir ke belakang.“Well yeah. Siapa dulu
“….”TRP!Putri pedang kepercayaan sang Kaisar Violegrent, Alvina Desideria Kennard, berdiri beberapa langkah dari seseorang yang tengah duduk meringkuk memeluk lutut, … sembari memasang ekspresi muka yang datar.Gadis berambut biru beri itu terfokus melihat bagaimana tubuh sang putri kekaisaran yang dikejarnya, yakni saudari kembarnya orang yang ia suka, Rosalina, bergetar karena sesenggukan.Dia sedang menangis, … rupanya.“Your Royal Highness.”Alvina memanggil dengan lembut padahal.Namun, panggilannya itu justru membuat sang putri tersentak hebat.“Bolehkah Saya mendekati Anda sekarang?” Tanyanya meminta izin secara hormat, dikarenakan hubungan pertemanan mereka sudah lumaya
“Hm~!”Ah, hari yang indah.Hisahilde tak bisa berhenti tersenyum, setelah ia menang untuk pertama kalinya melawan Fennel Eglantine, pada satu minggu yang lalu.Ini adalah sebuah kebanggaan yang patut dikenang lama.Sebuah kemenangan yang ia dapat, setelah berkali-kali melawan dan tak lelah berlari keras, untuk mendapatkan kehormatan tersebut.Walaupun hanya sekali, tetap saja ini patut diapresiasi.Tak apa jika tak diapresiasi oleh orang lain.Setidaknya, ia harus mengapresiasi kerja kerasnya sendiri.Dia mengambil waktu luang untuk memanjakan tubuh.Mulai dari mandi sampai ke mengenakan pakaian rapi, memakai wewangian, dan menyisir poni rambutnya ke belakang, … semuanya ia lakukan secara mandiri.&nbs
“Miss Eiren. Anda kemari lagi hari ini?”“Tentu saja~!”“….”Aira menatap kosong gadis berambut permen kapas, yang tengah mengobrol dengan sok akrab bersama resepsionis perpustakaan di lantai dasar sana, dari lantai kedua.“Saya permisi dulu ya~!”“Ya! Nikmati waktu luang Anda dengan membaca buku yang bermanfaat!”Manik putih ivory miliknya yang seindah mutiara, menggelincir. Keduanya bergerak mengikuti langkah si penyandang nama kehormatan Eiren itu, di mana dia mulai berjalan mendekati lantai tepat di bawah Aira.“Hm, ….”Gumamannya keluar, begitu sudut matanya menangkap gambaran benda ditangan, sebuah buku bervolume tebal nan cukup berat.Ide licik dan terbilang sangat jahat pun muncul.“Ups!”Aira melemparkan buku yang barusan masih ada dalam pertanggungjawabannya itu, supaya sengaja jatuh mengikut gaya gravitasi.SRAKK!Secara cepat, kertas-kertas yang terbuka juga disapu angin lalu sampai-sampai suara bolak-baliknya terdengar jelas, mengundang Alesya tuk melongok ke atas.Dan,
BUK! BUK! BUK!“Uwahhh!”“Hm~?”Seorang pelayan peneman murid perempuan berambut merah muda, yang tengah merasa gemas karena ia memukul-mukul bantal di atas ranjang milik sendiri, tersenyum mengamati.“Miss Alesya,” panggilnya lembut, berusaha menyudahi aksi dari majikan mudanya ini dengan sebuah pertanyaan.“Apa ada yang bisa Saya bantu?”Poppy, itu adalah namanya.Pelayan muda yang usianya kurang lebih sebaya dengan sang nona yang ia layani ini, memiliki rambut berwarna merah ati.Mata hijau anggurnya yang menyorot halus, memandang sang nona secara teliti.Tidak lupa, sebuah senyuman mulai merayap dan membentuk sebuah patri.“Uhh, aku hanya ….”Ah, sungguh.Mendapati putri sulung Marquess Eiren bahagia seperti itu, di mana gadis berambut permen kapas tersebut, mulai memeluk dan menyelusupkan sebagian wajah ayunya kepada bantal yang tadi ia pukuli dengan muka terlihat begitu merah merona, … ini mendorong Poppy secara alami ikutan bahagia.“Hanya …!”Alesya melirik Poppy menggunakan e
BRUAK!“Kyahkk!”“…!”Suara gadis yang berteriak setelah terdengarnya suara sesuatu yang beradu, telah sukses memecah fokus milik seseorang.Seseorang yang lekas menolehkan kepala bersurai merah muda yang indah, namun, secara bersamaan terlihat lucu karena warnanya hampir menyerupai permen kapas, … tuk memalingkan muka pada sumber suara.Seseorang yang ….GREP!“H-huhh??”… Membelalakkan manik mata kuning keemasan, yang memantulkan bayangan sesosok remaja laki-laki berambut hitam ebony, menangkap hati-hati seorang murid perempuan berambut hijau lumut.“Ah, … Anda baik-baik saja?” Tanya remaja laki-laki yang gadis berambut permen kapas ini kenali sebagai Grand Duke muda Eglantine, Fennel, sembari melepaskan pegangan tangannya dari yang ia tolong.Suaranya terdengar halus, sangat sopan ditelinga.Tatapannya yang lembut, terpancar dari manik mata hijaunya yang menenangkan.“S-saya baik-baik saja.”Seharusnya, dia, si gadis berambut permen kapas ini, putri sulung the Honourable Marquess o
GROOO~!.“…!”“…!”“…!”Suara perut yang terdengar keroncongan, mengagetkan ketiga muda-mudi yang ada di sana.Yakni, Aira yang sempat tidak terima di dalam hatinya, kalau ia hanya menjadi obat nyamuk saja.Ruffin yang masih memiliki sisa potongan besar kue muffle di tangannya.Juga, penghasil sumber suara keroncongan itu sendiri, Alvina, ….“M-maafkan Saya atas kelancangan ini!”… Yang menutupi muka merah padamnya dengan kedua telapak tangan.“Hoo, ini menarik,” batin Aira menyeringai, tiba-tiba merasa senang.Dia sangat mengharapkan, supaya nenek yang mengaku sudah menunggu si pangeran dari Violegrent ini selama kurang lebih 70 tahun, terlepas itu benar atau tidak, … akan mengalami hal yang serupa seperti dirinya tadi.Yaitu, ….“Kamu lapar?”… Dihardik dengan kasar oleh target tantangan mereka.“Ini memang tidak sopan, tetapi, … apa kamu mau memakan punyaku sebagai pengganjal perutmu tuk sementara waktu?”"S-sungguh?"Akan tetapi, … apa?“Bolehkah Saya menerima bantuan yang berharg
“Pangeran Edelhert~!”“….”“Pangeranku~!”“….”“Your Royal Highness~!”“….”“Ruff—!”“—Hei.”Tidak tahu malu, padahal sudah diperingatkan di seminggu yang lalu, … Alvina melabrak Aira sembari menampilkan sisi sikapnya yang lain.Sikapnya yang sebenarnya, yang kasar, serampangan, dan jauh dari kata seperti sesosok nona bangsawan.“Dasar j*lang rendahan.”Berkali-kali, Aira mencoba mencari perhatian dari Ruffin, yang jelas-jelas menghindarinya dan merasa tidak nyaman atas gangguan itu.Berkali-kali juga, Alvina mengawasi dia dari kejauhan dengan tangan yang mengepal.“Kau bebal sekali, ya? Sampai-sampai tidak mau mendengarku.”SRAKK!“…!”Alvina memojokkan Aira sampai di gadis berambut hijau lumut itu terpojok menyandarkan tubuhnya pada tembok ruangan, … yang lagi-lagi sangat sepi tuk dilewati murid-murid lain sehingga membuat mereka berdua bisa bersikap leluasa.“Apa yang harus aku lakukan untuk membuatmu berhenti?” Tanya Alvina dengan ekspresi wajah yang tampak bermain-main, dilihat d
“…!”Aira terenyak.Tak pernah ia bayangkan, seseorang sedingin, dan begitu pendiam seperti Putri Duke Kennard, yakni Alvina Desideria Kennard, … akan berlaku seperti itu.“Persetan kau!”Dia mengacungkan jari tengahnya tepat di depan muka.Bahkan, menambah dramatisasi supaya kesan menjengkelkan terasa begitu cetar, … anak perempuan berambut biru beri dan bermata biru es itu, menjulurkan lidahnya seperti mengejek.“A-apa yang?!”Kaget, tentu itu yang ia rasa.Bukankah selama ini, putri Duke itu sangat dikenal dengan kelakuannya yang elegan, seolah-olah memahami dan menjalankan peribahasa, “diam adalah emas”?Lalu mengapa …?“Ha, sepertinya kau terkejut ya, dengan perubahanku sekarang? Asal kau tahu, justru, sifat asliku adalah seperti ini.”“…!”“Malahan, perubahan sifatku yang drastis ini, disebabkan oleh seseorang.”SRKK!Alvina mendekatkan wajahnya ke samping Aira, dan segera memelankan suara akan kelanjutan ucapannya, memberi intonasi yang kalem namun, terasa menekan.“Seseorang y