“Semangat~! Lancient~! Semangat~!”Aira bersorak-sorai di pinggir lapangan, dekat petak bagian yang digunakan oleh ketiga anak lelaki yang sudah mengingat masa lalu mereka itu, sebagai tempat pelatihan mereka bertiga supaya mengasah kemampuan bela diri mereka agar lebih tajam lagi.Masing-masing dari mereka berdiri di tiga tempat berbeda, saling berhadapan dengan satu dan lainnya, selagi membawa senjata yang terbuat dari sihir. “….”“….”“Semangat~! Lancient~! Kyaaa~!”Selain dari anak bersangkutan yang namanya terus-menerus dipanggilkan sebagai bentuk penyemangat, ada dua anak lain.Yakni, Ruffin dan Hisahilde.Keduanya kini malah saling memandang satu dengan yang lainnya dengan tatapan serupa, yaitu, tatapan mata penuh rasa ngeri dan geli.Tak berlangsung lama, mereka pun lekas mengalihkan tatapan tersebut kepada sang pangeran berambut pirang, Lancient.“Oh, serius. Dia sangat mengganggu!” tukas Ruffin mengeluhkan isi hatinya secara blak-blakan. Sedangkan itu, Hisahilde, ….“Apa A
“Aira!”Ah.Setelah semua kesulitan yang dilaluinya, berupa diabaikan dan dipermalukan oleh laki-laki yang ia coba goda, bukankah ini adalah sebuah kemenangan?“Lancient~! Huwaa!”Satu bulan tak terasa sudah berlalu, semenjak Aira menyadari bahwa Lancient ternyata tidak mengabaikan pikatannya seperti tiga anak laki-laki sebelumnya itu.Dengan saling berinteraksi satu sama lain secara dekat melalui bahasa informal disertai menyematkan nama depan, Aira yakin sekali … kalau Lancient, sekali lagi berada di pihaknya sama seperti di kehidupan mereka yang lalu.“Aira?! Apa kamu tidak apa-apa?”Benarkan? Lihat saja sekarang!Di sela-sela tangis yang sengaja ia keluarkan sejadi-jadinya tatkala menghadapi satu permasalahan ini, Aira menarik sudut bibirnya dan menyeringai puas.Bagaimana tidak?“Aku tidak baik-baik saja huwaa~! Mengapa Miss Eiren melakukan ini padaku? Mengapa ia mendorongku sampai jatuh, padahal yang aku lakukan hanya lewat di depannya saja?”Sama seperti dulu, Lancient datang s
“Lihat! Ini rajutan buatan Saya lo~! Bagus bukan?”“Sarung tangan rajut? Untuk apa kau memakai itu? Itu kan tidak nyaman.”“Mengapa Anda mengatakan itu ketika Anda sendiri saja senantiasa mengenakannya? Sarung tangannya terbuat dari bahan kulit pula.”“….”Hari ini, Lancient memutuskan untuk makan siang dengan Ruffin dan Hisahilde saja, ketimbang dengan Aira.Dia memilih hal demikian untuk menghindari pertikaian tidak penting yang sempat bersitegang sewaktu kemarin.“Itu …! I-itu berbeda! Aku melakukannya karena ada alasan yang khusus, kan?! Aku tidak ingin kerepotan jika tak sengaja bersentuhan langsung dengan kulit kalian!”“Yah, Saya juga berpikiran seperti itu selagi merajut sarung tangan!”Namun, lihatlah.Apa yang sebenarnya ia hadapi sekarang?“Mulai sekarang kan, Saya pasti akan selalu berada di sekitar Anda, mengingat pertunangan yang terjalin bersama Putri Violegrent.”Apakah mungkin, pertikaian tidak penting itu … sedang terjadi lagi?“Saya melakukannya untuk memperkecil ke
SHAAK~!“Apa ini …?”Rambut hitam sekelam ebony berayun dengan lembut, begitu sang empu pemilik netra hijau zamrud itu menolehkan kepalanya ke belakang.“Kenapa aku merasa merinding?” gumamnya heran, seraya mulai mengusap tengkuknya sambil memasang ekspresi wajah tidak nyaman.“Sepertinya ada yang sedang membicarakanku,” gumamnya sekali lagi, namun, kali ini ia membarenginya dengan memokuskan wajah rupawannya supaya kembali menghadap sang mentor di hadapan.Hari ini, kelas 3-2 yang sebentar lagi akan segera lulus dari akademi, tengah mengadakan kelas tambahan khusus berupa belajar berdansa.Hadirlah di sana, Grand Duke muda Eglantine, Fennel, yang sengaja mengambil tempat duduk di ujung dan paling pojok, karena ia tidak dekat dengan siapa pun di angkatannya ini.Dia memerhatikan penjelasan dari mentor dengan saksama demi pengetahuannya yang pasti akan ia pergunakan di kemudian hari, sambil mencatat materi tuk sesekali.“Baiklah anak-anak. Sekarang, kita akan berlatih memeragakan mater
“Mohon tunggu sebentar ya? Saya harus melayani beberapa pelanggan yang sudah datang lebih awal terlebih dahulu.”Sekali lagi, keadaan yang membuat suasana menjadi begitu canggung pun terjadi.Malahan, suasananya benar-benar menjadi jauh lebih kaku dari pada di luar tadi.“….”“….”Dikarenakan tempat duduk lain sudah dipadati oleh banyaknya pelanggan butik ini yang telah datang lebih awal, akhirnya … Fennel dan Alesya pun, berakhir duduk bersebelahan dalam satu sofa.Walau, yah … mereka agak menyisakan tempat kosong di tengah-tengah, sebagai sebuah jarak pemisah.GRTT~!Dalam waktu bersamaan, seperti saling berbagi pikiran, keduanya memalingkan muka masing-masing tuk melihat ke arah lain, … dengan kedua telapak tangan mengepal gugup di atas lutut.Meski begitu, sesekali … baik itu Alesya atau bahkan Fennel, keduanya sempat mencuri-curi pandang terhadap satu sama lain.Fennel terpana dengan betapa lucunya hidung Alesya yang kecil seperti hidung kucing. Sedangkan Alesya sendiri, dia terp
“….”Untuk beberapa waktu, Fennel mengerjapkan matanya beberapa kali selagi menahan nafasnya akibat merasa kaget.Sejujurnya, pemuda itu merasa bingung.Bukankah seharusnya Alesya merasa senang? Lantas, mengapa dia malah meresponsnya dengan meninggikan suara, serta menodongkan kepalan tangan kanan di depan mukanya sekarang???“Poppy?”“Ya? Saya mendengarkan.”Akhirnya, Fennel bisa bernafas lega kembali sewaktu Alesya menarik kepalan tangan dari depan muka, dan membalikkan badannya tuk menghadap lurus sang pelayan pribadi bernama Poppy.“Aku akan berada dalam pengawasan Tuan muda Eglantine, jadi … aku harap kau mengerti."Pelayan berambut merah ati dam bermata hijau apel muda itu menyunggingkan senyuman tipis.Dengan menundukkan kepala dan merundukkan sedikit badan, Poppy menekuk kakinya sedikit selagi mengangkat masing-masing sisi rok, tanda bahwa ia langsung menuruti titahan tanpa perlu mendengarkan penjelasan secara menyeluruh.“Selamat bersenang-senang, Milady.”Mendapati respons
“Akan terasa tidak nyaman jika rambut Anda menjuntai selagi asyik memakan camilan, bukan? Oleh sebab itu, akan lebih baik jika Anda mengikatnya untuk sementara waktu.” Alesya kira apa, ternyata ini toh yang dimaksudkan untuk dipakai olehnya tadi? “Apa Anda ingin memanggil pelayan pribadi tadi, dan membiarkannya membantu memakaikan ini?” SRAKK~! Fennel membuka dan mengeluarkan isi dari kantung kain itu. Terdapat banyak manik-manik kecil berbentuk bunga krisan, satu sisir kecil, dan juga pita berwarna kuning cerah supaya serasi dengan warna gaun yang saat ini tengah dikenakan oleh Alesya. “Poppy ya? Dia pergi ke suatu tempat dan akan kembali lumayan lama, jadi … Saya pikir ….” Alesya menggantung kalimatnya sejenak, tuk menundukkan wajahnya yang terasa mulai bersemu kembali. Dia juga menempatkan kedua telapak tangannya di bawah meja, untuk meremas rok gaun demi menyalurkan rasa gugup tak menentu. Dengan suara yang samar lagi terdengar seperti melirih, gadis itu pun lanjut berkat
“Your Grace, Saya mohon percayalah pada Saya! Saya tidak pernah berbuat kejahatan apapun terhadap Lady Aira. Jangankan berbuat jahat, baru merencanakan perbuatannya saja tidak!”Seorang wanita kuyu menangis tersedu-sedu sambil terus menjerit-jerit membela dirinya pada seorang pria berpakaian rapi khas bangsawan tingkat tinggi kerajaan.Dengan tubuh lunglai dan penuh dengan bekas luka siksaan, wanita itu diseret paksa oleh 2 ksatria bawahan dari pria tadi.“Kenapa Anda memperlakukan Saya sampai seperti ini hanya demi membela Lady Aira yang bisa saja menjebak Saya?! Padahal dia tak ada hubungannya dengan Anda, Your Grace. Sedangkan Saya … Saya … Saya ini adalah tunangan Anda!”Wanita itu, Darissa Na Eiren. Wanita yang dulunya sangat cantik bagaikan bunga anggrek biru yang langka, kini malah terlihat seperti bunga kering yang sudah mati. Rambut biru arktiknya yang secerah langit kini tampak kusam, kusut, dan kotor tak terawat. Padahal dia adalah putri dari seorang Marquess, di mana perawa
“Akan terasa tidak nyaman jika rambut Anda menjuntai selagi asyik memakan camilan, bukan? Oleh sebab itu, akan lebih baik jika Anda mengikatnya untuk sementara waktu.” Alesya kira apa, ternyata ini toh yang dimaksudkan untuk dipakai olehnya tadi? “Apa Anda ingin memanggil pelayan pribadi tadi, dan membiarkannya membantu memakaikan ini?” SRAKK~! Fennel membuka dan mengeluarkan isi dari kantung kain itu. Terdapat banyak manik-manik kecil berbentuk bunga krisan, satu sisir kecil, dan juga pita berwarna kuning cerah supaya serasi dengan warna gaun yang saat ini tengah dikenakan oleh Alesya. “Poppy ya? Dia pergi ke suatu tempat dan akan kembali lumayan lama, jadi … Saya pikir ….” Alesya menggantung kalimatnya sejenak, tuk menundukkan wajahnya yang terasa mulai bersemu kembali. Dia juga menempatkan kedua telapak tangannya di bawah meja, untuk meremas rok gaun demi menyalurkan rasa gugup tak menentu. Dengan suara yang samar lagi terdengar seperti melirih, gadis itu pun lanjut berkat
“….”Untuk beberapa waktu, Fennel mengerjapkan matanya beberapa kali selagi menahan nafasnya akibat merasa kaget.Sejujurnya, pemuda itu merasa bingung.Bukankah seharusnya Alesya merasa senang? Lantas, mengapa dia malah meresponsnya dengan meninggikan suara, serta menodongkan kepalan tangan kanan di depan mukanya sekarang???“Poppy?”“Ya? Saya mendengarkan.”Akhirnya, Fennel bisa bernafas lega kembali sewaktu Alesya menarik kepalan tangan dari depan muka, dan membalikkan badannya tuk menghadap lurus sang pelayan pribadi bernama Poppy.“Aku akan berada dalam pengawasan Tuan muda Eglantine, jadi … aku harap kau mengerti."Pelayan berambut merah ati dam bermata hijau apel muda itu menyunggingkan senyuman tipis.Dengan menundukkan kepala dan merundukkan sedikit badan, Poppy menekuk kakinya sedikit selagi mengangkat masing-masing sisi rok, tanda bahwa ia langsung menuruti titahan tanpa perlu mendengarkan penjelasan secara menyeluruh.“Selamat bersenang-senang, Milady.”Mendapati respons
“Mohon tunggu sebentar ya? Saya harus melayani beberapa pelanggan yang sudah datang lebih awal terlebih dahulu.”Sekali lagi, keadaan yang membuat suasana menjadi begitu canggung pun terjadi.Malahan, suasananya benar-benar menjadi jauh lebih kaku dari pada di luar tadi.“….”“….”Dikarenakan tempat duduk lain sudah dipadati oleh banyaknya pelanggan butik ini yang telah datang lebih awal, akhirnya … Fennel dan Alesya pun, berakhir duduk bersebelahan dalam satu sofa.Walau, yah … mereka agak menyisakan tempat kosong di tengah-tengah, sebagai sebuah jarak pemisah.GRTT~!Dalam waktu bersamaan, seperti saling berbagi pikiran, keduanya memalingkan muka masing-masing tuk melihat ke arah lain, … dengan kedua telapak tangan mengepal gugup di atas lutut.Meski begitu, sesekali … baik itu Alesya atau bahkan Fennel, keduanya sempat mencuri-curi pandang terhadap satu sama lain.Fennel terpana dengan betapa lucunya hidung Alesya yang kecil seperti hidung kucing. Sedangkan Alesya sendiri, dia terp
SHAAK~!“Apa ini …?”Rambut hitam sekelam ebony berayun dengan lembut, begitu sang empu pemilik netra hijau zamrud itu menolehkan kepalanya ke belakang.“Kenapa aku merasa merinding?” gumamnya heran, seraya mulai mengusap tengkuknya sambil memasang ekspresi wajah tidak nyaman.“Sepertinya ada yang sedang membicarakanku,” gumamnya sekali lagi, namun, kali ini ia membarenginya dengan memokuskan wajah rupawannya supaya kembali menghadap sang mentor di hadapan.Hari ini, kelas 3-2 yang sebentar lagi akan segera lulus dari akademi, tengah mengadakan kelas tambahan khusus berupa belajar berdansa.Hadirlah di sana, Grand Duke muda Eglantine, Fennel, yang sengaja mengambil tempat duduk di ujung dan paling pojok, karena ia tidak dekat dengan siapa pun di angkatannya ini.Dia memerhatikan penjelasan dari mentor dengan saksama demi pengetahuannya yang pasti akan ia pergunakan di kemudian hari, sambil mencatat materi tuk sesekali.“Baiklah anak-anak. Sekarang, kita akan berlatih memeragakan mater
“Lihat! Ini rajutan buatan Saya lo~! Bagus bukan?”“Sarung tangan rajut? Untuk apa kau memakai itu? Itu kan tidak nyaman.”“Mengapa Anda mengatakan itu ketika Anda sendiri saja senantiasa mengenakannya? Sarung tangannya terbuat dari bahan kulit pula.”“….”Hari ini, Lancient memutuskan untuk makan siang dengan Ruffin dan Hisahilde saja, ketimbang dengan Aira.Dia memilih hal demikian untuk menghindari pertikaian tidak penting yang sempat bersitegang sewaktu kemarin.“Itu …! I-itu berbeda! Aku melakukannya karena ada alasan yang khusus, kan?! Aku tidak ingin kerepotan jika tak sengaja bersentuhan langsung dengan kulit kalian!”“Yah, Saya juga berpikiran seperti itu selagi merajut sarung tangan!”Namun, lihatlah.Apa yang sebenarnya ia hadapi sekarang?“Mulai sekarang kan, Saya pasti akan selalu berada di sekitar Anda, mengingat pertunangan yang terjalin bersama Putri Violegrent.”Apakah mungkin, pertikaian tidak penting itu … sedang terjadi lagi?“Saya melakukannya untuk memperkecil ke
“Aira!”Ah.Setelah semua kesulitan yang dilaluinya, berupa diabaikan dan dipermalukan oleh laki-laki yang ia coba goda, bukankah ini adalah sebuah kemenangan?“Lancient~! Huwaa!”Satu bulan tak terasa sudah berlalu, semenjak Aira menyadari bahwa Lancient ternyata tidak mengabaikan pikatannya seperti tiga anak laki-laki sebelumnya itu.Dengan saling berinteraksi satu sama lain secara dekat melalui bahasa informal disertai menyematkan nama depan, Aira yakin sekali … kalau Lancient, sekali lagi berada di pihaknya sama seperti di kehidupan mereka yang lalu.“Aira?! Apa kamu tidak apa-apa?”Benarkan? Lihat saja sekarang!Di sela-sela tangis yang sengaja ia keluarkan sejadi-jadinya tatkala menghadapi satu permasalahan ini, Aira menarik sudut bibirnya dan menyeringai puas.Bagaimana tidak?“Aku tidak baik-baik saja huwaa~! Mengapa Miss Eiren melakukan ini padaku? Mengapa ia mendorongku sampai jatuh, padahal yang aku lakukan hanya lewat di depannya saja?”Sama seperti dulu, Lancient datang s
“Semangat~! Lancient~! Semangat~!”Aira bersorak-sorai di pinggir lapangan, dekat petak bagian yang digunakan oleh ketiga anak lelaki yang sudah mengingat masa lalu mereka itu, sebagai tempat pelatihan mereka bertiga supaya mengasah kemampuan bela diri mereka agar lebih tajam lagi.Masing-masing dari mereka berdiri di tiga tempat berbeda, saling berhadapan dengan satu dan lainnya, selagi membawa senjata yang terbuat dari sihir. “….”“….”“Semangat~! Lancient~! Kyaaa~!”Selain dari anak bersangkutan yang namanya terus-menerus dipanggilkan sebagai bentuk penyemangat, ada dua anak lain.Yakni, Ruffin dan Hisahilde.Keduanya kini malah saling memandang satu dengan yang lainnya dengan tatapan serupa, yaitu, tatapan mata penuh rasa ngeri dan geli.Tak berlangsung lama, mereka pun lekas mengalihkan tatapan tersebut kepada sang pangeran berambut pirang, Lancient.“Oh, serius. Dia sangat mengganggu!” tukas Ruffin mengeluhkan isi hatinya secara blak-blakan. Sedangkan itu, Hisahilde, ….“Apa A
“A—?! Apa-apaan Anda ini?!” tegur Alesya, seraya menolehkan kepalanya ke arah samping kiri, memandang Hisahilde dengan penuh kekesalan.“Saya belum mengizinkan Anda untuk duduk di samping Saya lo~!?”Dia menghardik sang sepupu yang tidaklah berhubungan dekat dengannya itu, menggunakan bahasa formal.Struktur kalimatnya dipenuhi oleh kesopanan, memang. Namun, tidak dengan nada suara yang ia keluarkan.Mendapati yang ditegurnya tidak mengindahkan teguran itu sama sekali, malahan dia bersikap cuek bebek saja dengan mulai menyantap makanannya sendiri, … kekesalan yang Alesya rasa, kini mulai semakin memuncak.“Anda benar-benar ya …!?”Dalam hatinya, ia berpikiran bahwa dirinya memiliki niatan kurang bagus, berupa ingin menyingkirkan sepupunya itu pergi dengan cara mendorongnya dari kursi.Namun, ….“Biarkan saja, kakak.”… Berkat Darissa yang berkata seperti itu, Alesya pun akhirnya menyerah juga.“Haa … dasar.”Dia menghela nafasnya pasrah, dan lekas menukar raut muka penuh rasa keki itu
TUK! TUK!“…?”Ketukan pada salah satu meja kantin yang tengah ditempati olehnya bersama Alvina, mengalihkan perhatian dari mata hitam gelap kepunyaan sang putri dari Kekaisaran agung Violegrent, Rosalina Earlene Gina, tuk tertuju kepada si pengetuk.“Boleh minta waktunya sebentar, ….”Manik mata yang seindah batu obsidian itu terbelalak lumayan lebar, merasa tidak memercayai akan hal macam apa yang pupil matanya pantulkan.“… Your Royal Highness?”Hadir di samping mejanya sana, seorang anak lelaki pemilik warna rambut biru tua dan juga mata merah menyala, yang berdiri dengan tegap sembari menyembunyikan lipatan tangan di belakang punggungnya ala-ala ksatria.“…!”Anak lelaki itu biasanya bermuka masam dan menampilkan ekspresi tidak suka terhadap kehadiran Rosalina. Namun, kali ini justru bersikap berbeda lewat segaris senyuman tulus yang disunggingkannya, … sampai-sampai sang putri kesayangannya Kaisar Violegrent itu terperangah dengan pipi merah merekah.“U-uhm, uh.”Rosalina tidak