Sassy dan Icha cuma bisa melongo setelah mendengar semua cerita dari mulut Viola. Mereka prihatin dengan nasib Viola sekarang. Orang yang sangat ia cintai menghilang tanpa kabar bak ditelan bumi. "Gue yakin. Entah kapan itu Herga pasti bakalan hubungi gue lagi. Gue ngertiin dia kalau emang sekarang dia belum bisa ketemu sama gue atau bicara sama gue. Tapi suatu saat nanti, dia pasti bakal temui gue. Iya kan Sas, Cha...???" ucap Viola bernada sedih. Sassy dan Icha saling tatap dan sama-sama mengangguk demi menenangkan hati Viola. Meski sebenarnya mereka tak yakin itu akan terjadi. Menjadi Herga pasti sakit dengan kenyataan yang ada. Tapi kalau karena cinta, siapa yang tahu? Semoga saja harapan Viola bukan sekedar harapan. "Lo jangan ngerasa sendiri ya Vi, ada kita di sini," kata Icha mengelus pundak Viola. "Gue juga. Oh iya, kata Bi Asih lo sama sekali belum makan sejak dateng ke sini," sambung Sassy. Ia mengeluarkan sebungkus bagelen berukuran sedang dari dalam tasnya. "Lo makan i
Pagi itu Viola bangun dengan perasaan campur aduk. Waktu masih menunjukkan pukul 6 pagi tapi matanya sudah jernih dan nggak merasakan ngantuk lagi. Ia duduk di atas tempat tidur sambil menatap layar ponsel di tangannya. Di daftar riwayat pangilan ada empat panggilan tak terjawab yang berasal dari nomor Herga. Namun hatinya kembali dibuat pias saat menghubungi nomor tersebut dan ternyata tidak aktif. Jari Viola bergulir ke aplikasi pesan singkat WhatsApp dan di sana Herga mengirimkan pesan. Viola membuka pesan itu dan membaca dalam hati. "Viola, Terimakasih untuk semua yang pernah kamu beri ke aku dan keluargaku. Tapi tetap saja itu tidak akan pernah bisa mengembalikan Ayahku untuk bisa bersama kami kembali. Aku mungkin terlalu polos dan bodoh untuk melihat seseorang yang baru kukenal tiba-tiba berbuat banyak hal baik untukku dan keluargaku. Kini aku tahu alasannya. Sekarang, mari kita sama-sama melupakan apa yang pernah terjadi, khususnya di antara kita. Anggap saja kita tidak per
"Woeeey kabur kabur kabur!! Ada Polisiiii....!!!" teriakan salah seorang penonton balapan liar malam itu membuat semua orang yang ada di area balap liar menjadi kalang kabut. Suara sirine mobil patroli Polisi terdengar semakin jelas. Para anak muda belingsatan dan kalang kabut kabur mencari aman untuk dirinya masing-masing. Tak terkecuali Herga. Untung saja malam ini tidak ada acara taruhan besar-besaran. Hanya judi kecil, intinya siapa yang bisa mengalahkan Herga di balapan liar sepanjang 300 meter (di jalan lurus) sampai garis finish dia berhak mendapatkan uang 100.000 dan sebaliknya. Setelah menyelesaikan balapan ke 6 dan berhasil mengantongi uang sebesar 600.000 rupiah, Herga langsung kabur meninggalkan area balapan. "Hahahahaha..... Huuuuuhhhh!!!" teriak Herga lega saat dia tahu tak ada satu pun Polisi yang berhasil mengejarnya di belakang. Maka dia pun mulai mengemudikan motornya dengan santai. *** Meninggalkan area balapan liar yang sedang di razia Polisi, suas
Setibanya di rumah, Viola langsung disambut dengan cemas oleh kedua orang tuanya. Tentu saja, apalagi mereka melihat banyak sekali luka di tubuh Viola. Namun Viola sedang tidak ingin menjelaskan banyak hal karena dia sudah sangat lelah dan ngantuk. Ditambah lagi rasa perih dan nyeri akibat luka itu kian terasa. Viola terpaksa berbohong kepada orang tuanya, bahwa yang menyebabkan luka itu adalah karena seorang pengemudi ojek online yang sudah berumur tidak sengaja menabraknya di jalan, saat dia sedang sibuk mengoperasikan ponsel untuk memesan taksi online. Hal itu Viola lakukan karena dia tidak mau Ayahnya tahu kalau si penabrak sebenarnya adalah pemuda arogan yang mengemudikan motor tanpa aturan. Ayahnya pasti tidak akan tinggal diam dan sudah pasti akan membawa kasusnya ke jalur hukum. Ah, bakalan runyam kan? Sementara menurut Viola tidak ada hal yang sangat serius terjadi pada dirinya setelah kecelakaan kecil itu. Jadi tidak perlu diperpanjang. "Iya Pa, Ma. Pokoknya kasihan ban
>>9 tahun yang lalu
Setibanya di kelas, dua sahabat Viola, Sassy dan Icha langsung menyambut dengan antusias dan menggiring Viola ke bangkunya. Mereka lantas mengintrogasi Viola tentang peristiwa semalam. Icha, sudah pasti anak itu tahu dari Sassy. Semalam kan Viola hanya cerita ke Sassy. Mereka juga menertawakan penampilan Viola yang begitu tertutup. "Nggak usah ketawa deh," ucap Viola ketus. Dua sahabatnya itu langsung kicep. "Jadi gimana? Lo bilang dia nganterin lo sampe rumah. Dia masih cowok apa udah bapak-bapak?" tanya Icha rempong. Gila. Berarti apa yang diceritakan Viola ke Sassy, di forward semua ke anak itu. Viola menggeleng. Dia tidak mau mengatakan kalau si penabrak itu adalah mahasiswa kampus ini juga yang ternyata cukup punya nama di sini. Iya kan? Buktinya fotonya menjadi ikon poster Fakultas Teknik. Sempat terbersit sedikit rasa heran di benak Viola, kenapa dia sama sekali tidak kenal dengan si ikon itu. Padahal kelas mereka atas bawah. "Udah bapak-bapak kok. Bapak muda sih," boh
Hari yang dinanti Viola tiba. Kondisinya pun sudah fit untuk acara opening butiknya. Bahkan sejak pukul 5 sore tadi dia sudah ada di butik sementara acara baru akan dimulai pukul 7. Viola begitu antusias ditemani dua sahabatnya, Sassy dan Icha. Mereka bersolek di salah satu ruangan khusus di dalam butik untuk menyambut kedatangan para tamu undangan. Di momen inilah Viola melakukan persiapan ekstra. Dia ingin membuat Steffan terpesona dengan penampilannya. Dia tidak mau lagi Steffan menganggapnya anak kecil atau his sweet sister unyu-unyu seperti yang biasa dia katakan. "My sweet sister unyu-unyu," begitulah kalimat yang sering diucapkan Steffan untuk memuji dan menggoda Viola. Sebuah ungkapan pujian yang seharusnya membuat berbunga-bunga, tapi tidak. Viola tidak mau terus-terusan dianggap sebagai adik kecil. Viola mencintai Steffan lebih dari seorang adik kepada kakaknya. Viola menatap pantulan dirinya di cermin dan tersenyum. "Sas, Cha, gimana make up gue? Nggak terlalu men
Hampir 20 menit Herga dan Viola ada di tepi jalan itu. Setelah ngoceh panjang kali lebar dan meminta supaya Viola berhenti menangis namun tidak digubris, Herga akhirnya memilih menyingkir agak jauh. Dia berdiri menyandar di pagar pembatas jalan. "Tu cewek kalau nangis lama banget ya? Kenapa sih sebenernya? Haduuuh... udah dua kali ketemu dia malam-malam dapetnya apes mulu. Kemaren nabrak, sekarang nungguin dia nangis. Gini amat sih nasib gue?" gerutu Herga sambil menggaruk-garuk kepalanya frustasi. Untuk mengusir rasa suntuk, dia menyalakan rokok filternya yang tinggal satu-satunya dia miliki. Meski jengkel tapi ada rasa tidak tega juga kalau harus meninggalkannya di sini sendirian. Bagaimana kalau ada orang jahat yang lewat terus berbuat sesuatu yang buruk padanya? Apalagi tu cewek jelas cantik. Cantik fisiknya dan yang pasti juga..... cantik rekeningnya kan? Hahaha. Heh! Lo mikir apa sih Ga?! Sebuah suara dalam hatinya berseru. Ya kalau cuma dirampok. Uang pasti bukan per