Siangnya sepulang kuliah Viola langsung ke butik. Sassy dan Icha menyusul beberapa menit kemudian saat Viola sedang sibuk menggambar model gaun di iPadnya. Suasana yang tadinya hening, seketika jadi gaduh karena kedatangan mereka.
Namun tak lama, mereka pamit pergi lagi. Katanya mau nonton. Ada film baru yang baru rilis. Diantara mereka bertiga, Sassy dan Icha memang lebih sering menghabiskan waktu bersama di luar jam kuliah. Mereka memiliki kegemaran yang sama. Begitu juga dengan genere film. Maka tak heran jika Icha dan Sassy lebih sering nonton film hanya berdua saja meski sebenarnya persahabatan mereka terjalin oleh tiga orang. Namun Viola tidak pernah ambil pusing dengan hal-hal semacam itu. Yang terpenting baginya, mereka bisa mengerti satu sama lain.
"Yakin lo nggak mau ikut Vi?" tanya Icha sebelum meninggalkan butik.
"Hmm hmm," Viola mengangguk.
"Ya udah. Kalau gitu kita pergi dulu ya Vi," timpal S
Mobil Steffan berada sekitar tiga meter dari pintu gerbang rumah Viola saat mobil Viola keluar. "Viola? Mau kemana dia?" gumamnya. Lalu tanpa pikir panjang dia pun mengikuti mobil tersebut. Steffan mengambil jarak cukup jauh supaya Viola tidak tahu kalau dia mengikutinya. Sejak pertemuan malam itu dan terjadi obrolan yang cukup intens antara mereka berdua, Steffan merasa sedih dan hampa karena Viola semakin menjauh dan menghindar darinya. Steffan menelfon atau mengirimkan pesan saja tidak digubrisnya oleh gadis itu. Steffan tahu Viola tengah kecewa padanya. Tapi dia tidak mau ini terjadi berlarut-larut. Terlebih mamanya begitu dekat dengan Viola. Ya wajar sih, keluarga mereka memang sudah saling mengenal sejak lama. Kalau saja Bu Tamara tahu tentang perang dingin yang terjadi kali ini, dia pasti akan menyalahkan Steffan. Pasalnya, sebenarnya Bu Tamara punya harapan lebih atas hubungan keduanya. Biasalah... itu adalah obrolan yang sering
"Gue penasaran, kenapa tiba-tiba malam ini lo datang ke rumah gue. Mana bawa banyak makanan lagi," ucap Herga. Setelah makan malam selesai, Herga dan Viola duduk di teras. Bu Rasti menghidangkan sepiring kacang rebus untuk menemani obrolan mereka. Viola masih enggan untuk segera pulang karena merasa nyaman berada di sini. "Emang kenapa? Lo nggak suka?" sanggah Viola. "Hmm, kalau gue nggak suka nggak bakal gue habisin makanannya," tutur Herga. Viola mengulum senyum. Dia lalu menunduk cukup lama, menatap kakinya sendiri. "Simpel aja sih. Gue cuma menepati janji gue sama Ibuk aja," seloroh Viola. Herga mencebik tidak percaya. "Berarti setelah ini, lo nggak bakal dateng ke sini lagi?" Viola menoleh dan tersenyum mencibir ke arah Herga. "Kenapa memangnya?" "Karena lo udah tepatin janji lo sama Ibu gue
Setelah ngobrol cukup lama dengan Herga, Viola pamit pulang. Waktu menunjukkan pukul 9 malam saat dia tiba di rumah. Viola langsung membawa mobilnya ke garasi dan mendapati mobil orang tuanya sudah ada di rumah.Menyusuri ruangan di rumahnya yang sebagian gelap, Viola sesekali tersenyum mengingat obrolannya dengan Herga malam ini. Ternyata cowok itu adalah orang yang cukup ramah dan hangat untuk menjadi teman bicara. Terbersit sebuah pikiran asing yang selama ini tidak pernah singgah di otaknya. Mulai sekarang, dia tidak perlu lagi merasa galau jika saat makan malam tiba dan orang tuanya tidak ada di rumah. Ada keluarga lain yang dengan tangan terbuka akan selalu menyambut kehadirannya."Kalau nak Viola mau makan malam bareng keluarga ibuk, datang aja. Nggak perlu repot-repot bawa makanan sendiri segala dari rumah."Ucapan Bu Rasti yang terdengar tulus tadi terngiang-ngiang di telinganya."Dari mana
Steffan baru saja keluar dari kamar mandi dan nyaris berteriak saat melihat Nessa sudah duduk di atas tempat tidurnya. Gadis itu melemparkan senyum menggoda ke arahnya yang hanya berbalut handuk pada setengah tubuh."Nessa? Kok kamu bisa ada di sini sih?" Steffan celingukan di kamarnya sendiri. Merasa risih karena ada seorang perempuan di kamarnya."Ck, kamu kok nanyanya gitu sih? Memangnya nggak boleh aku ada di kamar pacarku sendiri?" Nessa merajuk manja sembari mendekat ke arah Steffan yang masih berdiri di depan pintu kamar mandi."Nessa, stop!" tahan Steffan sembari mengangkat kedua tangannya setinggi dada. "Kamu apa-apaan sih? Kalau mama atau papa aku lihat, nggak sopan tahu kamu kaya gini."Nessa berhenti dan terkikik lucu. Dia mengamati tubuh Steffan dari atas sampai bawah. Ufhh.... jantungnya terasa berdegup kencang melihat lekukan tubuh Steffan yang begitu maskulin dan macho."It
Seolah mengabaikan Nessa, malam itu Steffan kembali secara diam-diam mendatangi rumah Herga. Lebih tepatnya mengintai. Namun sebenarnya bukan maksud Steffan melakukan semua itu untuk membuat Nessa kecewa karena dianggap telah mengabaikan kemauannya. Hanya saja dari dasar hatinya, Steffan merasa masih memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan melindungi Viola sebagai adik. Meski dia sadar telah membuat hati Viola kecewa. Tapi hal tersebut tidak bisa menghentikannya untuk tidak mencari tahu seperti halnya yang diminta oleh Bu Delia padanya.Steffan bahkan terpaksa menitipkan mobilnya di rumah salah satu temannya dan pergi ke komplek perumahan tempat yang didatangi Viola malam itu menggunakan taksi.Mobil taksi yang membawa Steffan berhenti lumayan jauh dari rumah Herga. Rumah itu tampak sepi malam ini. Cahaya lampu di dalam ruangan cukup redup dan tak terdengar percakapan apapun dari dalam rumah itu. Mungkin karena posisi Steffan yang cukup
Dari hasil penelusuran singkatnya, Steffan berhasil menemukan sedikit informasi tentang Herga. Setelah semalam mengintai dan tak membuahkan hasil, siang ini Steffan kembali datang ke komplek itu. ngobrol-ngobrol ringan sambil menikmati kopi dan gorengan di warteg yang tak jauh dari gang masuk menuju rumah Herga ditemani seorang hansip yang bertugas menjaga keamanan komplek tersebut. "Memangnya Om ini baru kenal sama Herga ya?" tanya si hansip dengan lebel nama Karto di dadanya itu sambil mengunyah gorengan traktiran Steffan. Panggilan Om dari si hansip yang ditujukan padanya membuat Steffan reflek mengangkat alis. Astaga, gue dipanggil Om? batinnya. "Ada yang aneh?" Steffan balik tanya, menghindari rasa curiga yang ditampakkan oleh Pak Karto. "Hehe, nggak juga sih Om," Pak Karto terkekeh. "Tapi memang baru sekali ini saya lihat Om ada di sini." "Saya memang baru beberapa kali da
Setelah mengatakan semua itu, Steffan langsung berbalik dan berlari menuruni tangga. Perasaan dan pikirannya benar-benar sangat kacau. Tidak bisa dilukiskan bagaimana kacaunya. "Steffan! Tunggu!" Nessa mengejar dengan langkah terburu-buru di belakang. Dia bahkan hampir terjatuh karena kaitan tali baju tidurnya kurang terlilit sempurna. Beruntung tangannya masih bisa berpegangan dengan tepian tangga. Steffan tidak mempedulikan teriakan Nessa. Dia terus melangkah menyusuri ruangan demi ruangan untuk keluar dari rumah tersebut. Di ruang tamu dia berpapasan dengan Bi Diah yang cuma bisa menunduk melihat pertengkaran dua sejoli itu. Pembantu Nessa itu lantas buru-buru menyingkir saat melihat Nessa muncul dan terus mengejar Steffan. "Steffan stop!!" Nessa berhasil mendahului langkah Steffan dan menghadangnya. Kini mereka berdua sudah berada di teras. Beradu pandang dengan tatapan sama-sama tajam. "Apalagi Ne
Waktu telah menunjukkan pukul 11 malam, tapi Viola masih terjaga. Dia baru saja menyelesaikan tugas kuliahnya dua jam yang lalu sehabis makan malam bersama papa dan mama. Semenjak pulang dari urusan pekerjaan kemarin, kedua orang tua Viola masih berada di rumah. Tapi kabarnya, lusa mereka akan bertolak ke Inggris. Tadi Viola tak sengaja mencuri dengar obrolan kedua orang tuanya di ruang tengah tentang rencana itu saat dia hendak mengambil minum di dapur. Viola sih sudah nggak kaget dengan perjalanan yang tiba-tiba begitu.Viola duduk bersandar di tempat tidurnya, merenung. Obrolan bersama kedua sahabatnya siang tadi terus mengusik isi kepalanya. Terutama soal ucapan Icha yang mengatakan dia bakalan move on dari Steffan karena kehadiran Herga. Apa benar seperti itu? Rasa-rasanya sudah beberapa hari setelah ungkapan malam itu, dirinya tak lagi ingin tahu tentang Steffan. Apa itu berarti...."Steffan," ucap Viola lirih. Tangannya meraba dadan