Nicole sedikit mendesah di kala merasa kelelahan. Heels yang dipakai wanita itu begitu tinggi membuat kakinya pegal. Nicole memiliki tubuh yang mungil. Tinggi wanita itu cukup berbeda jauh dengan tubuh Oliver. Itu kenapa Nicole memutuskan menggunakan heels tinggi agar bisa terlihat cocok dengan Oliver.Rangkaian acara pernikahan ini sangat panjang dan cukup melelahkan. Ribuan tamu undangan, keluarga besarnya dan keluarga besar Oliver, ditambah harus wawancara dengan para wartawan membuat Nicole memang cukup merasa lelah. Namun tentu, rasa bahagia menyelimutinya.“Apa kau lelah?” Oliver membelai pipi Nicole lembut.Nicole tersenyum. “Sedikit.”Oliver menarik tubuh Nicole masuk ke dalam pelukannya. “Acara sebentar lagi selesai. Sabarlah sebentar.” Nicole mengangguk dari dalam pelukan Oliver. “Iya, Sayang. Tenang saja. Tidak usah mencemaskanku.” “Ehm!” Shawn berdeham seraya melangkah menghampiri Nicole dan Oliver. Refleks, Nicole dan Oliver mengalihkan pandangan mereka menatap Shawn y
Aroma pengharum ruangan lavender bercampur vanilla menyeruak ke indra penciuman Nicole yang masuk ke dalam kamar pengantin—digendong oleh Oliver. Nicole kelelahan dan tak sanggup untuk berdiri.Ya, rangkaian acara pernikahan yang panjang membuat Nicole kelelahan. Untungnya, Oliver yang memahami, langsung segera berinisiatif menggendong Nicole sampai masuk ke dalam kamar pengantin mereka.Sebenarnya, Nicole sedikit malu karena tadi menjadi pusat perhatian di kala Oliver menggendongnya, tapi karena rasa lelah tak bisa tertolong membuat Nicole akhirnya menahan rasa malu dalam dirinya. Lagi pula sekarang dirinya dan Oliver sudah resmi menjadi sepasang suami istri.Oliver mendudukkan tubuh Nicole ke pinggir ranjang, dan membantu melepaskan heels Nicole. Pria itu memijat pelan telapak kaki Nicole, hingga membuat Nicole sedikit merintih kesakitan.“Oliver,” rintih Nicole pelan.Oliver mendongakkan kepalanya, menatap Nicole. “Kenapa kau memilih heels tinggi sekali seperti ini? Kau kan tahu ra
“Hmmmm.” Nicole menggeliat di kala sinar matahari tembus dari sela jendela, menyentuh wajahnya. Namun, tatapan Nicole kini teralih pada Oliver yang malah tengah mengisap puting payudaranya. Pantas saja tubuhnya merasakan gelenyar nikmat.“Morning.” Oliver melepaskan kulumannya, dan mensejajarkan wajahnya ke wajah cantik sang istri.Nicole melingkarkan tangannya di leher Oliver. “Kau ini sudah seperti bayi besar saja.”Oliver mengulum senyumannya dan mengecup bibir sang istri. “Aku tidak bisa berhenti menyentuhmu, Sayang.”Nicole menyapukan hidungnya ke hidung Oliver. “Jadi, hari ini kau akan membawaku ke mana? Kau belum memberitahuku kota mana, yang akan menjadi tempat kita berbulan madu, hm?”Oliver membelai pipi Nicole. “Ke sebuah kota yang indah. Kau pasti akan suka.”Nicole mengetuk-ngetuk dagunya dengan telunjuk. “Paris? Los Angeles? Las Vegas? Atau, Tokyo?”“Nope, tebakanmu salah semua.”“Lalu ke mana, Sayang?”“Rahasia. Nanti kau akan tahu.”Nicole mencebikkan bibirnya. “Menyeb
Nicole mengendarkan pandangannya menatap kamar yang ada di pesawat pribadi milik Oliver. Kamar maskulin dengan nuansa abu-abu tua kombinasi hitam ini sangatlah indah dan menyejukkan mata. Jika bosan, Nicole bisa melihat kumpulan awan putih dari jendela kecil yang ada di dalam kamar.Ya, kini Nicole berada di pesawat pribadi sang suami. Entah ke kota mana suaminya itu akan membawanya. Dia sudah berkali-kali bertanya, tapi tak kunjung dijawab oleh Oliver. Itu kenapa dia memilih untuk diam saja, sampai dirinya tahu sendiri ke mana suaminya itu mengajaknya berbulan madu.Nicole mengambil bantal besar dan memeluknya. Tadi Oliver keluar karena ingin minum vodka. Oliver keluar kamar bertepatan dengan Nicole yang tertidur pulas. Tentu, Nicole tahu bahwa Oliver tak ingin mengganggunya yang tidur pulas.Nicole mengambil orange juice yang ada di atas meja, dan meminumnya perlahan. Rasa segar juice menyegarkan tenggorokan Nicole yang sedikit kering. Hingga kemudian, tatapan Nicole teralih pada su
Balutan gaun berwarna cream dengan motif bunga-bunga kecil dengan model tali spaghetti, tampak begitu indah di tubuh Nicole. Rambut diikat messy bun ke atas menunjukan leher jenjang mulus milik wanita itu. Ya, kini Nicole tengah bersiap-siap untuk makan malam bersama dengan Oliver di pinggir pantai. Entah ke pantai mana suaminya itu akan membawanya, tapi yang pasti Nicole akan makan malam romantis dengan sang suami tercinta.“Nicole? Apa kau sudah siap?” Oliver menghampiri Nicole yang sudah tampil cantik.Nicole membalikkan badannya, menghadap sang suami, dan hendak memeluk suaminya itu, namun tiba-tiba Nicole mual di kala mencium aroma tubuh suaminya itu. “Sayang, kenapa kau mengganti parfume-mu?” serunya sambil menekan hidung, akibat tak sanggup menahan bau.Kening Oliver mengerut dalam seraya menciumi tubuhnya sendiri. “Aku tidak mengganti parfume-ku. Ini tetap parfume yang biasa aku pakai, Nicole.”Nicole berdecak kesal. “Kau bohong. Ini berbeda. Sekarang kau ganti kausmu. Pakai p
Nicole merasa mual luar biasa di kala pagi menyapa. Wanita itu sampai enggan memakan makanan yang terhidang akibat rasa mual yang tak tertahankan. Nicole tak muntah, dia hanya mual saja. Hal itu yang mengakibatkan sejak tadi Nicole terbaring lemah di ranjang.Sebelumnya, Oliver membujuk Nicole agar mau diperiksa dokter, tapi Nicole sedang tak mau bertemu dengan orang luar. Bahkan ada pelayan yang mengantarkan makanan saja, tak bisa masuk ke dalam kamar karena Nicole enggan bertemu dengan orang luar. Satu-satunya yang bisa menemui Nicole tentu hanya Oliver.Nicole sendiri tak mengerti kenapa dengan perubahan sifatnya. Mungkin karena kelelahan menjadikan mood Nicole sedang tidak baik. Beruntung, Oliver sangat mengerti akan Nicole. Oliver tak sama sekali marah, malah pria itu selalu menuruti apa pun yang istrinya inginkan.Suara dering ponsel terdengar. Nicole yang masih berbaring di ranjang, mengambil ponselnya yang ada di atas nakas, dan melihat ke layar tertera nama ‘Joice’ di sana.
Di tengah malam yang larut, tiba-tiba Nicole terbangun dari tidurnya. Wanita itu berada di dalam pelukkan Oliver, namun sayangnya Nicole tak tidur dengan tenang, hingga membuatnya terbangun di tengah malam.Nicole mengendarkan pandangannya sebentar ke sekeliling, melihat ke setiap sudut kamar yang gelap. Dia sudah tak terlalu takut lagi pada gelap, karena Oliver sudah membiasakannya. Pun Oliver telah mengajarinya untuk melawan rasa takut.Nicole menoleh menatap Oliver yang masih tertidur pulas. Suaminya itu sama sekali tak menyadari kalau dirinya terbangun di tengah malam. Nicole tersenyum hangat melihat wajah tampan dan gagah sang suami.Seketika sesuatu hal muncul di dalam pikiran Nicole. Sesuatu di mana, wanita itu mengingat ucapan ibu mertuanya. Jantungnya berdebar kencang. Rasa takut dan bingung menyelinap dalam diri Nicole, dan menimbulkan kecemasan yang tak menentu.Nicole menyibak selimut, turun dari ranjang seraya mengambil ponselnya yang ada di atas nakas, dan melangkah meni
Asap rokok mengepul di udara, perlahan hilang bersamaan dengan angin. Oliver berdiri di smooking area di hotel di mana dia dan Nicole tempati selama di Bali. Tampak raut wajah Oliver sedikit kesal. Pria itu sama sekali tak mengira akan bertemu dengan Carlos di moment dirinya dan Nicole tengah berbulan madu.Sejak Oliver lulus SMA, Oliver sama sekali tidak lagi berhubungan dengan teman-teman sekolahnya. Pria itu memilih untuk langsung ke Boston melanjutkan pendidikannya. Bagi Oliver, teman-temannya dulu tak layak dikatakan sebagai ‘Teman’. Hal itu yang membuat Oliver memutuskan untuk menjauh.Oliver melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya sekilas, lalu di kala dia merasa bahwa sudah terlalu lama berada di luar, dia segera menekan putung rokok ke asbak, mematikan rokok tersebut. Pria tampan itu hendak melangkah masuk ke dalam hotel, dia tak mau terlalu lama meninggalkan Nicole, tetapi di kala baru saja melangkah—dering ponsel Oliver berbunyi. Dia merogoh ponselnya dan me
Beberapa bulan berlalu … Wengen, Switzerland. Tiga pengasuh dibuat pusing luar biasa oleh Olivia yang begitu aktif. Balita kecil itu terus berlari-lari sambil bermain bola kecil yang sejak tadi dia lempar-lempar. Tiga pengawal sudah siap siaga melihat setiap gerak Olivia yang sangat cepat. Entah dulu Nicole mengidam apa sampai membuat Olivia selincah ini. Baik pengasuh dan pengawal tidak bisa santai dalam menjaga balita kecil itu. Sedikit saja terabaikan, pasti Olivia sudah berulah.Tindakan Olivia memang kerap membuat Nicole sakit kepala. Apalagi waktu ketika Nicole masih hamil besar. Dia dibuat pusing luar biasa dengan tindakan putri kecilnya yang sangat aktif. Olivia sering susah diberi tahu Nicole. Balita kecil itu paling tunduk pada ayahnya. Hal tersebut yang membuat Nicole terkadang jengkel.“Olivia, pelan-pelan, Nak. Jangan berlari seperti itu,” ucap Nicole berseru dengan nada sedikit keras, tapi sayangnya tak menghentikan balita kecil yang sangat aktif itu. Nicole sampai men
Oliver berlari menelusuri koridor rumah sakit. Raut wajah pria itu tampak sangat panik dan penuh khawatir. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, dia tak henti mengumpati kebodohannya. Harusnya hari ini dia tak pergi ke mana-mana. Jika sampai ada hal buruk yang menimpa istri dan anaknya, maka dia tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri. Saat Oliver sudah dekat dengan ruang persalinan, langkah kakinya terhenti melihat Joice mondar-mandir di depan ruangan persalinan. Raut wajah Oliver berubah, menatap lekat dan tegas sepupunya itu.“Joice?” tegur Oliver.Joice yang sejak tadi mondar-mandir tak jelas, terkejut melihat Oliver ada di hadapannya. “Oliver? Astaga, akhirnya kau muncul,” serunya bahagia melihat Oliver sudah datang. Sejak tadi dia sudah panik karena Oliver tak kunjung datang.“Di mana Nicole?” tanya Oliver cepat.Joice menyentuh lengan Oliver sambil berkata cemas, “Nicole ada di dalam. Segera kau masuk. Dari tadi dia terus menjerit kesakitan.” Oliver mengangguk, dan
*Nicole, aku pergi sebentar ingin bertemu ayahku. Ada kasus rumit yang sedang aku tangani dan aku membutuhkan pendapat ayahku. Aku tidak akan lama. Aku akan segera pulang. Kau jangan ke mana-mana. Your husband—Oliver.* Nicole mengembuskan napas panjang membaca note dari suaminya itu. Raut wajahnya nampak kesal. Pagi ini, Nicole bangun terlambat sedangkan Oliver bangun lebih awal. Dia yakin Oliver tak membangunkannya, karena tidak mau mengganggunya. Sungguh, itu sangat menyebalkan. Nicole mengikat rambut asal, dan meminum susu hangat yang baru saja diantarkan. Hari ini, Nicole terbebas dari menjaga Olivia, karena putri kecilnya itu sedang diculik keluarganya. Well, Olivia memang kerap menjadi rebutan. Wajar saja, karena Olivia adalah cucu pertama di keluarga Nicole dan juga cucu pertama di keluarga Oliver. Hal tersebut yang menjadikan Olivia kerap sekali diculik sana sini.“Lebih baik aku mandi,” gumam Nicole yang memutuskan ingin mandi. Meskipun kesal masih ada, tapi dia tidak mau k
“Nicole, pakailah gaun ini.” Oliver menunjuk sebuah kotak yang berisikan sebuah gaun indah yang ada di hadapannya. Pria itu sengaja menyiapkan gaun cantik untuk sang istri tercinta.Nicole mengalihkan pandangannya, menatap gaun yang ditunjuk Oliver. “Sayang, kau ingin mengajakku ke mana sampai aku harus memakai gaun seindah itu?” tanyanya lembut. Jika hanya pergi ke tempat-tempat terdekat saja, mana mungkin Oliver memintanya memakai gaun secantik yang ada di hadapannya itu.Oliver mendekat dan memberikan kecupan di kening sang istri. “Aku akan mengajakmu dan Olivia makan malam di luar. Gantilah segera pakaianmu.” “Kau akan mengajakku dan Olivia makan malam di luar?” ulang Nicole begitu antusias bahagia.“Ya, kita akan makan malam di luar. Bersiaplah.” Oliver membelai lembut pipi Nicole.Nicole tersenyum bahagia. Detik selanjutnya, Nicole menggenggam tangan Olivia—mengajak putrinya untuk mengganti pakaian. Gaun yang dibelikan Oliver sangatlah cantik. Bahkan gaun Nicole itu kembaran d
Oliver meminta Nicole untuk tak lagi mengingat tentang masalah Joice dan Marcel. Pria itu tak ingin istrinya sampai terlalu kepikiran dan berdampak pada tumbuh kembang anak mereka. Usia kandungan Nicole sudah besar. Sebentar lagi anak kedua mereka akan lahir ke dunia. Yang Oliver inginkan adalah Nicole hanya fokus pada anak-anak mereka saja. Pun berita tentang Marcel sudah Oliver bungkam. Media dilarang lagi untuk memberitakan tentang salah satu anggota keluarganya.Pagi menyapa Nicole sudah bersiap-siap. Hari ini dia dan Oliver akan periksa kandungan. Wanita itu tampil sangat cantik dengan balutan dress khusus ibu hamil berwarna navy. Rambut panjang Nicole tergerai sempurna. Riasan tipis membuatnya semakin cantik. Meski hanya memakai lip balm tapi bibir penuh Nicole tampak sangat seksi.Nicole dianugerahi paras yang luar biasa cantik. Dia tak perlu memakai riasan tebal, karena wanita itu sudah sangat cantik. Hamil membuatnya bahkan bertambah cantik meskipun bentuk tubuhnya sudah mela
Nicole merasakan kebebasan di kala Selena dan Samuel menculik Olivia. Well, Olivia menjadi cucu pertama di keluarga Maxton—membuat Olivia benar-benar seperti anak emas. Selena dan Samuel kerap sekali membawa Olivia ke rumah mereka untuk menginap. Mengingat tiga adik kandung Oliver yang lain berada di luar negeri—membuat kehadiran Olivia menjadi warna yang baru di keluarga Maxton.“Ah, perutku kenyang sekali.” Nicole mengusap-usap perut buncitnya di kala baru saja selesai menikmati tiramisu cake yang diantarkan oleh sang pelayan.Waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi. Tak banyak aktivitas Nicole selain bersantai. Pekerjaannya sudah ditangani oleh asistennya. Sejak di mana dia hamil lagi, Oliver meminta Nicole menyerahkan pekerjaannya pada sang asisten.Jarak kehamilan pertama dan kehamilan kedua tidak jauh. Bisa dikatakan kehamilan kedua ini memang tak Nicole sangka. Nicole pikir dia tidak akan langsung hamil, karena baru saja melahirkan. Jadi setiap berhubungan badan dengan sang suami—
Satu tahun berlalu … “Olivia, jangan naik-naik ke atas meja, Nak.”Nicole mendesah panjang dengan raut wajah yang begitu kelelahan. Olivia—putri pertamanya yang baru bisa berjalan itu amat sangat aktif. Baru saja Oliva berusia satu tahun—dan harapan Nicole adalah Olivia menjadi anak yang tenang dan lembut seperti anak-anak perempuan lain.Sayangnya harapan Nicole tinggal harapan. Semakin hari Olivia semakin aktif. Dua pengasuh saja harus menjaga Olivia dengan baik. Pasalnya, jika tak diawasi, Olivia selalu saja berusaha memanjat posisi tempat yang tinggi. Hal itu yang membuat Nicole khawatir luar biasa. Ucapan Nicole tak didengar oleh Olivia. Balita kecil itu terus memanjat meja. Dengan penuh waspada, dua pengasuh sudah siaga merentangkan tangan—berjaga jika sampai Olivia terjatuh, maka dua pengasuh itu berhasil menangkap tubuh Olivia.Nicole memijat keningnya di kala rasa pusing menyerangnya. Menjaga Olivia harus extra hati-hati. Beberapa minggu lalu saja, Olivia hampir tercebur ke
Oliver mondar-mandir panik di dalam ruang bersalin. Suara jeritan menggema membuat Oliver tidak bisa tenang. Dua jam lalu, dokter mengatakan masih belum waktunya, karena kepala bayi belum terlihat. Teriakan sakit Nicole disebabkan oleh kontraksi. Masih butuh beberapa waktu sampai waktunya siap untuk Nicole melahirkan.Oliver nyaris gila akibat kepanikan dan ketakutannya. Berkali-kali dia meminta dokter untuk memberikan obat agar istrinya tidak kesakitan, tapi sang dokter mengatakan bahwa kontraksi adalah hal normal dirasakan ibu hamil.Otak Oliver seakan blank tidak mampu berpikir jernih. Pria itu tidak tahu harus melakukan apa selain mondar-mandir tidak jelas. Setiap kali sang istri menjerit kesakitan, membuat seluruh tubuh Oliver seakan mati rasa.Dulu, di kala ibunya melahirkan adiknya, dia tidak ikut di dalam ruang bersalin. Hal itu menyebabkan Oliver tak tahu perjuangan seorang wanita hamil. Yang Oliver lihat sekarang—sang istri seperti berada di ambang kematian.“Ahg!” jerit Nic
“Iya, Mom. Aku sudah meminta pelayan menyiapkan makan malam untuk kita. Kau tidak usah membawa makanan apa pun. Makanan yang sudah disiapkan sangat banyak.”“Hm, tadinya Mommy ingin membuat cake.” “Tidak usah, Mom. Dessert juga sudah disiapkan. Kau tidak usah repot-repot. Kau dan Dad cukup datang saja. Semua menu makanan sudah disiapkan.”“Baiklah, Sayang. Sampai nanti malam.” “Iya, Mom. Sampai nanti malam.”Panggilan tertutup. Nicole meletakan ponselnya ke tempat semula. Tampak senyuman di wajah wanita itu terlukis begitu hangat. Hari ini adalah hari di mana Nicole akan makan malam bersama dengan keluarganya. Pun tentu ibu tiri dan saudara tirinya juga akan datang.Nicole sekarang sudah tidak lagi memanggil Esther dengan sebutan ‘Bibi’. Sekarang, dia sudah memanggil Esther dengan sebutan ‘Mommy’. Jika dulu, Nicole tidak pernah dekat dengan ibu tirinya, kali ini dia sangat dekat dengan ibu tirinya yang baru.Sosok Esther bukanlah sosok ibu tiri yang kejam. Malah yang ada Esther sela