'Apa ini, modus pencurian!' batin Lingga kemudian menaikkan kembali saklar.
Brak!Bersamaan dengan lampu menyala, dua orang laki-laki dengan setelan Baju hitam, menggunakan penutup kepala menendang pintu dan pergi begitu saja ditelan gemuruh petir dan derasnya hujan.Tak menunggu lama, Lingga lari menuju ke dalam mencari anak dan istrinya, "Naya! Nendra!" pekiknya panik.Lingga terus berlari menuju lantai dua dan masuk ke dalam kamar.Keadaan berantakan, "Naya!" pekiknya, "Kamu dimana?"Panik bukan kepalang, saat tidak mendapati Naya di dalam kamar.Jelas tadi dia mendengar teriakan Naya.Lingga kemudian membuka pintu kamar mandi, dan benar saja di ujung sana Naya tengah memeluk Nendra dengan gemetaran."Nay!""Mas!"Lingga berlari meraih Naya dan Nendra yang tengah ketakutan ke dalam pelukannya, "Tenang! Kalian aman! Tenang!" lembutnya sambil mengusap punggung Naya yang bergetar"PERSETAN DENGAN CITRA! BIAR MEREKA SEMUA TAU, JIKA MEREKA AKAN HANCUR JIKA BERANI MENGUSIK, MILIKKU!" Lingga sangat emosional hingga berteriak pada Naya, sesaat setelah itu dia langsung keluar dari rumah. Lingga hanya mementingkan anak dan istrinya, namun istrinya justru mementingkan citra. Tidak masalah! Walaupun Lingga terkenal bengis dan jahat sekalipun setelah ini, tak peduli. Dalam dunia bisnis, mereka butuh uang dan kemampuan Lingga, bukan? Justru lebih baik jika dia dikenal seperti itu, tak akan ada yang berani menganggu keluarganya. Lingga duduk di balik kemudian sambil menetralkan emosinya. Sedangkan Naya yang ditinggalkan melanjutkan cuci piringnya dengan senyuman tipis.Entah kenapa dia senang mendengar perkataan Lingga, [Milikku] seolah membuat Naya kembali ke jaman dulu. Disaat Lingga dengan semua kearogannya mengklaim dirinya adalah milik Lingga! Perasaan dimiliki dan diatur sebenarnya Naya menyukai itu sebagai wanita didikan ibunya yang Jawa tulen. Sesekali
Lingga berhenti di Horison, setelahnya langsung pergi saat Naya sudah turun tanpa banyak kata. "Hiss! Dasar Tuan pemarah!" keluhnya masuk dan hari ini Naya akan serah terima tugasnya pada orang yang akan menggantikan seperti biasa, karena dia akan cuti senin dan selasa. "Naya, kamu jadi cuti sampai selasa?" tanya Pak Kelvin saat Naya akan pulang tengah hari. "Jadi, Pak! Kakak saya menikah di Malang!" "Kamu sudah memutuskan untuk pulang dengan suamimu?" tanya Pak Kelvin. "Iya, Pak!""Semoga terus langgeng! Oh iya, jangan lupa hari rabu kamu ikut saya ke Gresik, ada pertemuan dengan PT. SGD!" "Baik, Pak!""Okey, selamat berkumpul dengan keluargamu!"Setelahnya Naya pamit dan turun ke bawah, karena pasti Lingga sudah menjemputnya. Lingga benar-benar masih marah, terlihat dari dirinya yang tidak menghubungi Naya padahal sudah sampai di depan perusahaan.Naya masuk begitu saja tanpa bicara! Dan Lingga langsung tancap gass ke sekolah Nendra, masih dengan diam seribu bahasa dan tak m
Mereka kemudian berangkat menuju hotel tempat resepsi itu berlangsung, kebetulan mereka sudah melakukan ijab kabul pagi tadi. Dan siang sampai malam ini, adalah resepsi pernikahannya! Suasana tampak ramai. Terdengar pula suara pemandu acara dari luar Ballroom, Lingga sudah mempersiapkan dengan pembawa acaranya. "Dan, acara selanjutnya ada sebuah persembahan istimewa kepada pengantin kita!" seru pembawa acara dan dilanjut sorakan. "Langsung, saja! Silahkan!" pekiknya. Ting! Suara alunan musik mulai berdenting, sebuah lagu yang akan Naya dan Lingga berduet, untuk pasangan suami istri itu. `Tiba saatnya kita saling bicaraTentang perasaan yang kian menyiksaTentang rindu yang menggebuTentang cinta yang tak terungkap`Lingga memulai lagunya dengan sangat indah, bersamaan dengan pintu Ballroom terbuka. Deg! `Sudah terlalu lama kita berdiamTenggelam dalam gelisah yang tak teredamMemenuhi mimpi-mimpiMalam kita`Naya melanjutkan dengan suara merdunya, bersamaan dengan air mata s
Byakta seakan tertampar dengan ucapan adiknya itu kemudian mengangguk dan melirik Lingga, "Mas tidak akan melakukan hal pengecut seperti itu, Dek! Tenanglah!" jawab Byakta. Dan Lingga yang tersindir telak itu hanya bisa diam, nyatanya dia juga merasa pengecut dengan ulahnya itu. Naya tau maksud Byakta, namun tak ingin memanjangkan masalahnya, Naya kemudian turun dari pelaminan bersama Lingga. Sedang Nendra, masih duduk di pangkuan Bu Btari, karena neneknya masih mengurungnya, Nendra pun juga masih betah dengan neneknya. Ikatan batin itu dengan mudah terjalin, sama seperti saat pertama dekat dengan Lingga. Sedang Naya dan Lingga duduk di bawah pelaminan, di meja bundar yang sudah di sediakan, Lingga memberikan tisu baru pada Naya untuk mengusap sisa air matanya."Makasih, Mas!""Kamu, bahagia?" tanya Lingga dengan senyumannya. Naya mengangguk, "Akhirnya aku bisa bertemu dengan Ibu dan Masku! Aku tidak pernah membayangkan pertemuan yang seperti ini!""Padahal kamu bisa datang seja
Cklek! Naya terkejut saat mendengar suara pintu terbuka, sontak dia keluar dari kamar mandi dan berjalan mendekati sosok pria yang baru saja memasuki kamar."Mau mandi dulu, Mas?" ucapnya pada sosok pria yang bernama Lingga, yang kini sudah resmi menjadi suaminya.Dia dan Lingga baru saja selesai melangsungkan pernikahan setengah jam lalu. Mereka sudah menjalin hubungan selama kurang lebih satu tahun dan akhirnya memutuskan untuk menikah.Cinta yang teramat, membuat Naya yakin bisa hidup bahagia berdua selamanya dengan Lingga. "Aku siapkan baju untukmu, ya?"Namun setelah berlalu berapa detik, tak ada sautan apapun dari Lingga yang hanya berdiri di hadapan Naya dengan seringaian yang mulai terbit! Jujur, Naya terkejut dan tidak tau arti dari ekspresi seram suaminya itu, "Apa ada masalah, Mas? Mas marah dengan seseorang?" tanya Naya. Bukannya menjawab, Lingga mulai mengikis jarak membuat Naya terbelalak, karena tiba-tiba bibir Lingga sudah ada tepat satu senti di depan bibirnya. H
"Arkhhhhhh!" teriak Naya melonggarkan sesak dadanya. Berjalan menuju kaca besar disebelah kasur, menatap pantulan dirinya sendiri, "Murahan?" ucapnya sambil menyeka air mata yang terus luruh. "Ya, kau seperti jalan! Tampilanmu menjijikan, Naya!" pekiknya sendiri dengan frustasi sebab sesak dadanya tak mau hilang. Naya kemudian melampiaskan marahnya dengan menarik bedcover yang sudah dihiasi mawar berbentuk hati itu hingga terburai, "Ya, aku wanita murahan ... Aku menjijikkan!" teriaknya sambil terus mengacak-acak kasur itu hingga tak berbentuk. Sampai Naya lega dan berakhir terduduk di pinggir ranjang dengan kedua tangan mencengkeram badcover itu dengan erat, membuat kukunya tampak memutih. Naya sangat terpukul dengan perubahan suaminya, juga sakit hati saat membayangkan suaminya kini tengah menikmati tubuh wanita lain. Istri mana yang bisa terima? Tidak ada! "MAKA, SAMPAI KAPANPUN JANGAN PERNAH MENYENTUHKU, MAS!" teriaknya sambil mengambil hiasan keramik di nakas sebelahnya da
"Wanita yang semalam adalah kekasihku! sekali lagi kau sebut gundikku, aku gunduli rambutmu!" teriak Lingga marah kemudian mendorong rambut yang di tarik menjauh hingga Naya tersungkurKaki dan tangannya namun masih sempat menyangga tubuh sehingga tidak sampai ke lantai.Naya menggenggam tangannya kuat-kuat! Rasa nyeri di pangkal rambutnya masih berdenyut, namun bukan itu yang membuat Naya marah. Namun, kenyataan bahwa Lingga membela gundiknya itu nyatanya juga masih membuat dadanya sesak, namun Naya sudah bertekad akan berlatih untuk bertahan. Kemudian dia kembali menatap Lingga dengan rambut yang sedikit berantakan karena jambakan itu, 'Teruslah sakiti aku, Mas!' batin Naya. "Apa?" pekik Lingga, "Kau marah? Kau sakit hati? Dia wanita yang sangat aku cintai!" lanjutnya memamerkannya. Naya tersenyum sedikit, kemudian berlalu begitu saja dengan menegakkan kepalanya tanpa menoleh sedikitpun. Seolah dia benar-benar biasa saja dan keluar dari kamar sambil menetralkan hatinya sendiri.
Naya terbelalak dengan pekikan tertahan karena serangan dadakan yang diluncurkan oleh Lingga. Membungkam semua penolakan serta pukulan yang Naya berikan, posisi Naya yang duduk di lantai dan Lingga diatas kasur yang menyambar bergitu saja membuat Nata mendongak."Diamlah, atau Ibu dan Mas By akan melihat adegan pa-nas kita, mura-han!" ancam Lingga sambil melepaskan seranganya dan mencengkeram rahang Naya. Naya hanya menatap tajam, netranya telah berair tapi sekuat tenaga dia tahan, hampir saja roboh bendungan itu, namun tidak! Tidak akan Naya biarkan dirinya terlihat lemah! Tidak akan! Tak ada yang bisa Naya ucapkan, yang jelas kali ini suaminya itu benar-benar keterlaluan, 'Murahan! maka jadilah seperti yang kamu ucapkan, Mas!' batinnya. "Sayangnya, wanita murahan yang ini memasang tarif mahal, Tuan! Kau tidak akan mampu membayarnya!" jawab Naya sambil menggigit bibir bawahnya. Bukankah istri adalah cermin! Betul bukan? Naya akan memantulkan penghinaan ini juga pada suaminya.
Byakta seakan tertampar dengan ucapan adiknya itu kemudian mengangguk dan melirik Lingga, "Mas tidak akan melakukan hal pengecut seperti itu, Dek! Tenanglah!" jawab Byakta. Dan Lingga yang tersindir telak itu hanya bisa diam, nyatanya dia juga merasa pengecut dengan ulahnya itu. Naya tau maksud Byakta, namun tak ingin memanjangkan masalahnya, Naya kemudian turun dari pelaminan bersama Lingga. Sedang Nendra, masih duduk di pangkuan Bu Btari, karena neneknya masih mengurungnya, Nendra pun juga masih betah dengan neneknya. Ikatan batin itu dengan mudah terjalin, sama seperti saat pertama dekat dengan Lingga. Sedang Naya dan Lingga duduk di bawah pelaminan, di meja bundar yang sudah di sediakan, Lingga memberikan tisu baru pada Naya untuk mengusap sisa air matanya."Makasih, Mas!""Kamu, bahagia?" tanya Lingga dengan senyumannya. Naya mengangguk, "Akhirnya aku bisa bertemu dengan Ibu dan Masku! Aku tidak pernah membayangkan pertemuan yang seperti ini!""Padahal kamu bisa datang seja
Mereka kemudian berangkat menuju hotel tempat resepsi itu berlangsung, kebetulan mereka sudah melakukan ijab kabul pagi tadi. Dan siang sampai malam ini, adalah resepsi pernikahannya! Suasana tampak ramai. Terdengar pula suara pemandu acara dari luar Ballroom, Lingga sudah mempersiapkan dengan pembawa acaranya. "Dan, acara selanjutnya ada sebuah persembahan istimewa kepada pengantin kita!" seru pembawa acara dan dilanjut sorakan. "Langsung, saja! Silahkan!" pekiknya. Ting! Suara alunan musik mulai berdenting, sebuah lagu yang akan Naya dan Lingga berduet, untuk pasangan suami istri itu. `Tiba saatnya kita saling bicaraTentang perasaan yang kian menyiksaTentang rindu yang menggebuTentang cinta yang tak terungkap`Lingga memulai lagunya dengan sangat indah, bersamaan dengan pintu Ballroom terbuka. Deg! `Sudah terlalu lama kita berdiamTenggelam dalam gelisah yang tak teredamMemenuhi mimpi-mimpiMalam kita`Naya melanjutkan dengan suara merdunya, bersamaan dengan air mata s
Lingga berhenti di Horison, setelahnya langsung pergi saat Naya sudah turun tanpa banyak kata. "Hiss! Dasar Tuan pemarah!" keluhnya masuk dan hari ini Naya akan serah terima tugasnya pada orang yang akan menggantikan seperti biasa, karena dia akan cuti senin dan selasa. "Naya, kamu jadi cuti sampai selasa?" tanya Pak Kelvin saat Naya akan pulang tengah hari. "Jadi, Pak! Kakak saya menikah di Malang!" "Kamu sudah memutuskan untuk pulang dengan suamimu?" tanya Pak Kelvin. "Iya, Pak!""Semoga terus langgeng! Oh iya, jangan lupa hari rabu kamu ikut saya ke Gresik, ada pertemuan dengan PT. SGD!" "Baik, Pak!""Okey, selamat berkumpul dengan keluargamu!"Setelahnya Naya pamit dan turun ke bawah, karena pasti Lingga sudah menjemputnya. Lingga benar-benar masih marah, terlihat dari dirinya yang tidak menghubungi Naya padahal sudah sampai di depan perusahaan.Naya masuk begitu saja tanpa bicara! Dan Lingga langsung tancap gass ke sekolah Nendra, masih dengan diam seribu bahasa dan tak m
"PERSETAN DENGAN CITRA! BIAR MEREKA SEMUA TAU, JIKA MEREKA AKAN HANCUR JIKA BERANI MENGUSIK, MILIKKU!" Lingga sangat emosional hingga berteriak pada Naya, sesaat setelah itu dia langsung keluar dari rumah. Lingga hanya mementingkan anak dan istrinya, namun istrinya justru mementingkan citra. Tidak masalah! Walaupun Lingga terkenal bengis dan jahat sekalipun setelah ini, tak peduli. Dalam dunia bisnis, mereka butuh uang dan kemampuan Lingga, bukan? Justru lebih baik jika dia dikenal seperti itu, tak akan ada yang berani menganggu keluarganya. Lingga duduk di balik kemudian sambil menetralkan emosinya. Sedangkan Naya yang ditinggalkan melanjutkan cuci piringnya dengan senyuman tipis.Entah kenapa dia senang mendengar perkataan Lingga, [Milikku] seolah membuat Naya kembali ke jaman dulu. Disaat Lingga dengan semua kearogannya mengklaim dirinya adalah milik Lingga! Perasaan dimiliki dan diatur sebenarnya Naya menyukai itu sebagai wanita didikan ibunya yang Jawa tulen. Sesekali
'Apa ini, modus pencurian!' batin Lingga kemudian menaikkan kembali saklar. Brak! Bersamaan dengan lampu menyala, dua orang laki-laki dengan setelan Baju hitam, menggunakan penutup kepala menendang pintu dan pergi begitu saja ditelan gemuruh petir dan derasnya hujan. Tak menunggu lama, Lingga lari menuju ke dalam mencari anak dan istrinya, "Naya! Nendra!" pekiknya panik. Lingga terus berlari menuju lantai dua dan masuk ke dalam kamar. Keadaan berantakan, "Naya!" pekiknya, "Kamu dimana?" Panik bukan kepalang, saat tidak mendapati Naya di dalam kamar. Jelas tadi dia mendengar teriakan Naya. Lingga kemudian membuka pintu kamar mandi, dan benar saja di ujung sana Naya tengah memeluk Nendra dengan gemetaran. "Nay!" "Mas!" Lingga berlari meraih Naya dan Nendra yang tengah ketakutan ke dalam pelukannya, "Tenang! Kalian aman! Tenang!" lembutnya sambil mengusap punggung Naya yang bergetar
Naya masih merasa sedikit bersalah jika melihat Lingga meminum obat itu, karena secara tidak langsung, dirinyalah penyebabnya. Dan seperti biasa keduanya akan tertidur dengan pikiran mereka masing-masing. "Eghhh!" lenguh Lingga yang pertama kali bangun pagi ini, "Oh, Astaga! Pantas saya dia selalu marah setiap pagi!" keluh Lingga sambil menarik tangannya yang terparkir di salah satu aset Naya. Lingga memukuk tangannya sendiri! Setelahnya, Lingga akan mencium Naya dan Nendra seperti biasa kemudian berdiri. Meraih ponselnya, "Hallo, dok!" —"Oh iya, saya sempatkan nanti sore ke sana!" —"Saya sudah mulai bangun pagi enak dan sendiri, Dok!" —"Sudah berkurang, Dok!" —"Oke!"Naya mendengar panggilan itu karena pura-pura masih tidur itu, kemudian membuka matanya. "Mau kemana, Mas?" tanya Naya. L
Setelahnya Lingga melepas putranya dan menatapnya dalam, "Yuk, Mama udah nungguin!" Nendra mengangguk dan menurut.Mengeringkan tubuhnya, dan berpakaian yang sudah Naya siapkan di kasur itu untuk Lingga dan Nendra seperti biasaSatu hal yang selalu Lingga syukuri, istrinya itu benar-benar mengurusnya juga dengan baik. Seperti suami istri pada umumnya. "Mama!" pekik Nendra setelah berganti pakaian berlari menuju dapur, "Nendra sudah tampan! Sudah wangi!"Naya tersenyum dan merengkuh putranya, "Sini, Sayang! Hmmmm, harumnya!""Siap ke bromo hari ini!""Baiklah, kita sarapan dulu sebelum ke bromo!" ajak Naya sambil menggeser kursinyanya untuk makan. Sesat Lingga menyusul dan duduk du sebelah Naya, berhadapan dengan Nendra. "Waw, Terima kasih, Ma, untuk makanannya!" ucap Lingga sambil mengecup pelipis Naya. "Terima kasih, Ma, makanannya!" ucap Nendra mengikuti. "Iya!"
Tanpa Lingga sadari, Naya ada di ambang pintu dan mendengarkan ucapannya. Cukup terharu, karena selama ini Lingga benar-benar selalu mempertimbangkan hatinya. "Boleh, Nak!" Sahutnya kemudian mendekat, "Tapi tidak hari ini ya? Dua minggu lagi, kita datang di pernikahan Pak dhemu!" "Pak Dhe?" "Iya, Kakaknya Mama Dua minggu lagi menikah! Kamu mau kan, datang? sekalian Nendra kenalan sama Nenek!" "Mau! Mau! Mau!" sorak Nendra, "Nendra punya nenek setelah ini!" Naya tersenyum tipis, "Hari ini, kita ke bromo aja? Bagaimana?" tawar Naya. "Yey! Mau Mama! Nendra pengen banget ke bromo naik mobil jip!" "Ya udah mandi sana!"Mendengar itu, Nendra sangat bersemangat untuk jalan-jalan mereka minggu ini. Menyisakan Lingga yang masih menatap Naya dengan senyumannya, semakin hari rasanya semakin tidak iklhas melepaskan wanita luar biasa di depannya itu. Lingga sudah sangat nyaman di keluarga keci
Dan keterdiaman itu, tidak berakhir bahkan saat sarapan di sebuah resto dan pada saat sampai di rumah. Lingga tetap mendiamkan Naya. Entah kenapa, Naya juga merasa salah tingkah didiamkan begitu, Padahal biasanya dia akan masa bodoh! Justru dia yang sering mendiamkan Lingga. "Mama bawakan cemilan untuk Nendra dan Papa!" ucapnya membawakan semangkuk besar pie apel kesukaan Nendra saat Lingga dan Nendra tengah menonton kartun. "Wah, Mama buat Pie! Papa, Pie buatan Mama paling enak sedunia! Papa harus cobain, ayo!" ajak Nendra sambil mengambil sendoknya dan sendok Papanya. Naya pun mengambil sendoknya, hal itu membuat Lingga sedikit menghangat. Pie apel membasuh kekecewaan! Satu mangkuk bertiga membuat Lingga merasa hangat, seperti keluarga yang indah. "Aku mau ini, ini dan ini!" ucap Nendra menunjuk pada buah kiwi, strawberry dan terakhir menyendok satu besar ke