Prang!Pecahan gelas yang dilempar oleh Raisa berserakan di lantai. Bahkan minuman beralkohol yang berwarna merah dalam gelas tersebut, berceceran di sekitar pecahan gelas tersebut. Awalnya, dia ingin sekali meminumnya, tapi dia ingat akan kondisi tubuhnya saat ini, sehingga dia mengurungkannya, dan melempar gelas tersebut untuk melampiaskan kemarahannya."Sialan kau, Sean! Berani-beraninya kamu mengabaikan teleponku!""Aku Raisa! Aku tidak pantas dibeginikan!""Lihat saja, aku akan membuatmu tidak bisa menolak kehadiranku!"Wanita itu berteriak histeris. Di dalam rumah yang sepi itu, dia selalu berbuat sesuka hatinya. Tidak ada yang melarang atau pun membenarkan semua kelakuannya. Tanpa berpikir panjang lagi, Raisa segera mengambil tas miliknya, dan menyambar kunci mobil yang tergeletak di atas meja. Dia mengendarai mobil tersebut dengan kecepatan tinggi, sehingga hanya dalam beberapa saat saja, mobil tersebut sudah tiba di tempat yang ditujunya.Mobil mewah berwarna merah itu, berh
Tiba-tiba saja terdengar suara wanita yang membuat perdebatan mereka terputus. Sontak saja sepasang kekasih yang berada di dalam mobil itu menoleh ke arah sumber suara."Sayang, kenapa kamu keluar?" tanya Sean dengan gugup, seolah sedang tertangkap basah melakukan sesuatu yang salah.Celine menyeringai mendengar pertanyaan dari suaminya. Dia menatap wanita selingkuhan suaminya, seolah sedang merendahkannya."Kenapa tidak kamu bawa masuk saja tamu agung mu ini?" tanya Celine disertai dengan seringainya.Seketika bibir Raisa melengkung ke atas. Tangannya kembali melingkar pada lengan Sean, dan berkata,"Ayo, Sayang. Kita masuk ke dalam rumah."'Dasar wanita jalang tidak tahu diri?' umpat Celine seraya menyeringai, menatap Raisa yang seolah tidak memiliki harga diri di matanya."Tidak. Lebih baik kamu pulang sekarang," tutur Sean seraya melepaskan tangan Raisa dari lengannya."Seharusnya kamu sebagai wanita tidak merendahkan harga dirimu sendiri. Percuma saja jika semua barang yang menem
"Sayang, jangan begini. Aku janji tidak akan bertemu atau berhubungan lagi dengannya. Jadi, aku mohon kita tetap berada dalam satu kamar seperti biasanya," pinta Sean seraya mengiba pada istrinya.'Sepertinya ini akan menjadi kesempatanku untuk mengendalikannya. Sebaiknya aku manfaatkan kesempatan ini,' batin Celine sembari memikirkan rencananya.Sean berdiri, dan mencium punggung tangan istrinya, seraya menatap lembut padanya. Dia pun memanggil sang istri dengan sangat lembut, seperti dirinya di awal pernikahan mereka."Sayang.""Baiklah, tapi untuk saat ini aku tidak ingin seranjang denganmu. Lebih baik kamu tidur di sofa," ucap Celine dengan tegas, seolah tidak ingin dibantah.Setelah itu dia menghempaskan tangan suaminya. Diambilnya bantal yang biasanya dipakai tidur olehnya, dan diletakkan di sofa."Itu bantalmu. Tidurlah di situ, jika kamu memang mau sekamar denganku," ujar Celine dengan ketus.Tidak ada yang bisa dilakukan oleh Sean saat ini. Semua harus dilakukannya tanpa bisa
Selama satu minggu ini Sean bekerja di rumah. Dia pun tidak berkomunikasi dengan Raisa. Semuanya dilakukan agar mendapatkan kembali kepercayaan dari sang istri.Namun, hal itu membuat Raisa bertambah marah. Selama satu minggu itu, dia tidak bisa menghubungi atau pun menemui Sean. Pria yang digadang-gadang akan menjadi suaminya itu, seolah hilang ditelan bumi. Bahkan terkesan menghindarinya."Sean! Keluar kamu!""Sean!""Cepat keluar dan temui aku!""Aku membawa berita baik untukmu!"Raisa tidak henti-hentinya berteriak di depan pagar rumah keluarga Mayer. Dia berteriak dengan sangat lantang, sehingga beberapa penjaga keamanan dari rumah tersebut berkumpul untuk mengusirnya."Kalian tidak bisa mengusirku, karena aku telah mengandung penerus keluarga Mayer!" seru Raisa dengan bangga dan percaya diri.Mereka semua tertawa dan menatap Raisa, seolah merendahkannya. Bahkan mereka berkomentar untuk menyindirnya."Jangan bermimpi terlalu tinggi, karena jika jatuh, pasti akan sangat sakit seka
"Celine!" Seru Anna ketika melihat sang menantu sudah tergeletak tidak jauh darinya. Dia berlari kecil untuk menghampiri menantunya. Begitu pula dengan para pelayan yang berada di sekitar taman. Mereka berlari menghampiri, setelah mendengar teriakan dari nyonya besar rumah tersebut.Raisa pun ikut mendekat. Dia menyeringai melihat Anna sedang mencoba menyadarkan menantunya yang masih dalam keadaan pingsan."Celine! Bangunlah!" seru Anna sembari menepuk-nepuk halus pipi menantunya.Melihat beberapa pelayan datang menghampiri, sang nyonya besar pun memerintahkan pada mereka untuk segera memindahkan istri Sean ke dalam rumah.'Sepertinya aku tidak perlu susah payah untuk menyingkirkannya,' batin Raisa sembari menyeringai dan mengusap air matanya dengan sangat bangganya."Sean! Cepat ke mari! Istrimu pingsan!" teriak Anna setelah tubuh sang menantu diletakkan di atas sofa oleh para pelayan yang memindahkannya."Sean! Cepat!" teriak kembali Anna dengan paniknya.Seketika Raisa kembali mem
Bibir Raisa melengkung ke atas setelah melihat sesuatu pada layar ponselnya. Dia pun berkata,"Kenapa baru terpikirkan olehku?"Jemari lentiknya sibuk memperbesar lokasi pada layar tersebut. Dia pun menyeringai, dan berkata,"Ternyata kalian berada di tempat ini. Untung saja aku bisa melacak mu, Sean."Segera dilajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dia tidak mau kehilangan lagi jejak dari pria yang kini telah kembali menjadi kekasihnya. Bukan hanya itu saja, dia ingin mengetahui keadaan istri Sean secara langsung, sehingga dia bisa mencari cara untuk melanjutkan rencananya.Raisa tergesa-gesa masuk ke dalam sebuah rumah sakit besar yang ternama di kota tersebut. Dia segera mencari sosok pria yang sedang dicarinya. Wanita yang memakai flat shoes tersebut berlari kecil ke menyusuri lorong rumah sakit. Tiba-tiba kakinya berhenti berlari, tatkala matanya menangkap sosok pria yang diakuinya sebagai ayah dari bayinya."Sayang, akhirnya kamu ketemu juga. Dari tadi aku mencari mu ke mana
Celine menatap heran pada sebuah pintu yang ada di hadapannya. Pada pintu tersebut terdapat tulisan nama dokter beserta spesialisasinya. "Kenapa kita berada di sini?" tanya Celine pada suaminya.Sean tersenyum manis pada wanita yang masih duduk di kursi roda itu, dan berkata,"Kita akan memeriksakan kehamilanmu, Sayang.""Ha-hamil?" tanya Celine seolah tidak percaya dengan apa yang didengarnya.Sean menganggukkan kepalanya, membenarkan apa yang ditanyakan oleh sang istri."Kata dokter yang memeriksa kamu tadi, saat ini kamu sedang hamil. Selamat ya, Sayang. Mama sangat bahagia sekali. Akhirnya setelah sekian lama, Mama akan memiliki cucu," ujar Anna dengan binar kebahagiaan di matanya."Aku hamil?" tanya Celine dengan gugup.Sean menundukkan badannya, dan mendekatkan wajahnya pada telinga sang istri. Kemudian dia berkata,"Selamat, Sayang. Kita akan mempunyai anak."Celine terdiam. Pikirannya berkecamuk antara tidak percaya dan bahagia. Akan tetapi, ada rasa tidak bahagia dan kekecew
Plak!"Keterlaluan kamu, Sean!" seru Raisa setelah menampar pria yang disebutnya sebagai ayah dari anak dalam kandungannya.Sontak saja semua mata kembali tertuju pada pasangan tersebut. Seketika Anna mendengus kesal. Dengan tatapan matanya yang masih tertuju pada Raisa, dia pun mengomel dari tempatnya berada saat ini."Dasar wanita tidak tahu diri! Berani-beraninya dia membuat malu kita di tempat umum!""Nyonya Celine!" seru seseorang dari bilik pengambilan obat."Ma, Celine ambil dulu obatnya," ucap wanita yang terlihat sedikit pucat.Anna beralih menatap menantunya. Dengan sigapnya dia memegang tangan sang menantu, dan berkata,"Duduklah di kursi roda. Mama yang akan mengambil obatnya."Ada dua pasang mata yang memperhatikan mereka dari jauh. Kedua pria yang memakai kacamata tersebut, sedari tadi mengawasi mereka ketika berada di rumah sakit.Setelah mengambil obat milik menantunya, Anna mendorong kursi roda Celine menghampiri Sean dan Raisa yang masih sibuk berbicara."Sean, ayo p
Suara detak jantung dari seorang pasien pria yang terbaring di atas tempat tidur pasien, terdengar menggema dalam ruang ICU setelah mendapatkan operasi selama beberapa jam. Deraian air mata dari beberapa orang yang berada di luar ruang tesebut, tidak dapat didengarnya, seolah dunia mereka kini berbeda. Wanita tua yang berpenampilan modis dan terlihat lebih muda dari usianya, sedang berdiri di depan jendela kaca ruang ICU. Pandangan matanya tidak lepas dari pasien yang ada di dalam ruangan tersebut. Mata sembabnya masih saja mengeluarkan air mata, seolah tidak bisa merelakan apa yang dilihatnya saat ini. "Kenapa nasib Sean bisa begini, Pa?!" tanyanya dengan suara serak pada sang suami yang ada di sebelahnya. "Sabar, Ma. Papa yakin, Sean akan baik-baik saja. Sean adalah seorang Mayer. Dia pasti kuat dan berusaha untuk bertahan, agar bisa kembali pulang bersama dengan kita," tutur Antonio yang berusaha menenangkan hati istrinya. Deraian air mata yang membasahi pipi Anna, membuat
"Mama?!" ujar Sera dengan suara yang bergetar.Perempuan muda itu berlari menghampiri seorang wanita paruh baya yang berpenampilan seksi, dan memakai makeup, lengkap dengan lipstik berwarna merah menyala. Dipeluknya wanita yang dipanggilnya dengan sebutan mama tersebut, dan berkata,"Sera takut, Ma."Air matanya menetes di pipi, dan mengenai baju wanita paruh baya yang dipeluknya. Hal yang paling dibenci oleh Raisa, kini dilakukan oleh putrinya. Raisa sangat marah jika bajunya terkena makeup orang lain pada saat berpelukan dengannya. Terlebih lagi jika air mata orang tersebut menempel di bajunya.Sang mama menjauhkan tubuh putrinya, dan memperhatikan penampilan perempuan muda tersebut yang masih sesenggukan mengeluarkan air mata. "Ada apa denganmu, Sera? Kenapa kamu seperti ini? Dan juga kenapa kamu berada di tempat ini?" tanya Raisa sembari menatap putrinya dengan heran.Sera menundukkan kepalanya, sembari mengusap kasar air mata yang menetes di kedua pipinya. Akan tetapi, dia tidak
"Semuanya sudah lengkap. Sepertinya masalah ini sudah bisa kita proses sekarang," ucap polisi yang sebelumnya telah bersitegang dengan Sean."Silahkan, Pak. Kami menyerahkan mereka pada pihak kepolisian," ujar seorang pria yang berasal dari arah belakangnya.Seketika putra kedua dari keluarga Mayer tersebut, menoleh ke arah sumber suara. Sontak saja matanya terbelalak melihat sosok yang sangat familiar sedang berdiri bersama dengan dua orang pria yang diapit oleh beberapa polisi dan beberapa pria berpakaian serba hitam. "Om Sean," lirih perempuan yang saat ini sedang membuat Sean tercengang dengan penampilannya.Betapa tidak tercengang ketika Sean melihat keadaan putri dari wanita yang menjadi partner ranjangnya. Rambutnya berantakan dan terkesan acak-acakan. Wajahnya terlihat begitu lelah, dengan makeup yang luntur karena peluhnya. Dan satu hal membuat Sean tidak bisa berkata-kata yaitu penampilan Sera saat ini yang persis seperti ibunya.Ingatan Sean tertuju pada saat dirinya menja
Seketika dua orang pria dan seorang wanita terhenyak kaget, tatkala pintu kamar yang mereka tempati dibuka dengan kerasnya dari luar. Beberapa pria berpakaian serba hitam masuk ke dalam kamar tersebut, dan menangkap basah mereka bertiga dalam keadaan polos sedang bersenang-senang bersama. Kedua pria tersebut merupakan karyawan hotel yang bekerja pada bagian parkir, sehingga mereka berdua terlihat ketakutan saat ini.Berbeda dengan kedua pria itu. Sera yang usianya jauh lebih muda dari mereka berdua, terlihat sangat menikmati permainannya. Dia berada di atas tubuh seorang pria, dan pria yang satunya lagi memanjakannya dari belakang tubuhnya. Bahkan dia tidak mau menghentikan gerakannya. "Cepat lakukan! Aku sudah tidak tahan lagi! Jangan berhenti! Aku mohon!" ujar Sera dengan suara yang tertahan, diiringi dengan lenguhannya dan lebih mempercepat gerakannya.Hal itu membuat pria yang berada di bawah tubuhnya merasa tersiksa. Dia ingin menghentikannya, tapi hasratnya mengatakan tidak mau
Dave mengepalkan kedua tangannya ketika mendengar cerita dari sang putra tentang apa yang dilakukan oleh Sean padanya. Kilatan amarah terlihat dari mata pria paruh baya yang selalu membuat sang adik iri padanya. "Tidak pernah ku sangka dia akan berbuat senekat itu padamu," ujar Dave dengan penuh amarah. Hatinya kini dikuasai oleh amarahnya pada sang adik. Bahkan Dave telah berjanji dalam hatinya, dia akan memberi Sean pelajaran yang setimpal, jika berani menyentuh istri dan putranya, meskipun nyawanya menjadi taruhan. "Apa mungkin dia ingin menghancurkan kita, Dad?" tanya sang putra dengan ragu-ragu. Dave menoleh ke arah putranya. Dia memaksakan senyumnya, berusaha agar putra kesayangannya tidak mengkhawatirkan hal itu. "Jangan pikirkan hal itu, Hero. Daddy akan mengatasi semuanya. Kamu hanya perlu fokus pada kehidupan dan masa depanmu. Tetaplah waspada dan hati-hati pada siapa pun, meski orang tersebut kenal dan sangat dekat denganmu," tutur Dave, sembari menepuk-nepuk lirih
Hero menyeringai melihat si pengintai telah mendapatkan pelajaran dari sang asisten. Bahkan saat ini, gadis itu telah dibawa oleh dua orang pria yang sama sekali tidak dikenalnya. Mereka berdua diperintahkan oleh asisten Hero untuk memuaskan hasrat sang gadis di dalam kamar salah satu hotel tersebut.Sera pun tidak menolaknya. Dia sangat membutuhkan sentuhan dari pria untuk memuaskan hasratnya. Apalagi saat ini dia dalam pengaruh obat, sehingga bertindak aktif dan agresif ketika bersenang-senang dengan dua pria dewasa yang sangat berpengalaman.Pikirannya kosong. Hanya hasrat yang memburu sedang menguasai hati serta pikirannya. Senyuman dan lenguhannya menandakan kepuasan Sera akan perlakuan dan sentuhan dari kedua pria yang bermain dengannya. "Siapa sebenarnya dia?" tanya Hero pada sang asisten ketika si pengintai sudah keluar dari ruangan tersebut bersama dengan kedua pria suruhan mereka. "Dia suruhan dari pria yang menemui anda di ruang pesta," jawab sang asisten seraya memberika
Tepuk tangan meriah mengiringi pemasangan cincin di kedua jari pasangan yang sedang bertunangan. Hero dan Serena merupakan pasangan yang berbahagia pada hari ini. Semua keluarga besar, kolega, dan rekan kerja telah datang untuk menjadi saksi peristiwa penting tersebut, dan tentu saja mereka berbondong-bondong memberikan ucapan selamat pada pasangan yang sedang berbahagia.Setelah semua rangkaian acara selesai dilakukan, dan mengantarkan sang kekasih hati pulang bersama keluarganya, Hero meminta ijin pada kedua orang tuanya untuk beristirahat sejenak, meninggalkan pesta tersebut yang masih dipenuhi oleh tamu undangan."Tolong bawakan saya obat sakit kepala," perintah Hero pada asistennya, sembari berjalan keluar dari area pesta.Tanpa menunggu lama, sang asisten pun bergegas mengambilkan obat untuk sang bos, dan membawakan sebotol air mineral untuk dibawa ke ruang peristirahatan yang hanya digunakan pada saat pesta berlangsung.Di dalam ruangan itu, seorang pemuda berpenampilan rapi de
Perkataan Sean terngiang-ngiang di telinga Hero, hingga menyita pikirannya. Pemuda tersebut memikirkan panggilan Sean padanya. 'Putra? Kenapa pria tadi memanggilku sebagai putranya? Apa aku mirip dengan putranya?' batin Hero sembari membayangkan percakapannya bersama dengan Sean.Dirinya mengatakan bahwa tidak akan terpengaruh dengan perkataan pria asing tersebut. Akan tetapi, hatinya menolak untuk melupakannya. Kata "putra" masih saja membekas pada ingatannya. "Ada apa, Hero? Apa kamu gugup?" tanya seorang pria baya sembari terkekeh duduk di sampingnya.Sontak saja pemuda tampan yang menjadi sorotan dalam acara tersebut, menoleh ke arah sumber suara. Seketika dia terkejut tatkala melihat sosok pria yang menjadi panutannya selama ini."Papa?! Sejak kapan Papa berada di sini?"Dave tersenyum, dan menepuk-nepuk lirih pundak putranya, seraya berkata,"Apa yang sedang kamu khawatirkan? Bukankah seorang Hero tidak pernah sekali pun merasa khawatir?" Hero menghela nafasnya. Dia tersenyum
"Sean?!" celetuk Celine yang terkejut melihat sang mantan suami berdiri di hadapannya sambil tersenyum."Kamu bertambah cantik. Aku senang bisa melihatmu lagi, Sayang," tutur Sean sembari tersenyum, dan tatapan matanya seolah sedang menginginkan sang wanita.Celine menguatkan dirinya, agar terlihat tidak terpengaruh oleh kehadiran sang mantan. Sayangnya, ekspresi tubuhnya tidak mengatakan demikian. Dadanya bergerak naik turun seiring dengan nafasnya yang memburu menahan ketakutannya. 'Mimpi itu menjadi kenyataan. Tidak. Aku tidak boleh terlihat lemah dan takut padanya. Aku harus bersikap berani dan tidak terpengaruh dengan kehadirannya,' batin sang wanita dengan mencengkeram erat dress yang dipakainya."Kenapa kamu berada di sini?" tanya Celine yang berusaha terlihat berani di hadapan mantan suaminya.Sean menyeringai. Dia menatap lapar pada wanita cantik yang ada di hadapannya. Memang benar jika Sean semakin tertarik ketika melihat mantan istrinya. Dia tidak menampiknya, dan rasa in