Langit mengernyitkan dahinya, menatap Karina yang ekspresi wajahnya penuh harap padanya.
"Kita harus mencari kemana?" tanya Langit. "Jejaknya saja tidak ketahuan dimana," imbuh Langit. "Kita harus menyewa orang yang kompeten dibidang mencari orang hilang," balas Karina. "Tidak perlu membuang banyak uang untuk menemukan Nadia. Kamu harus memikirkan kondisi keuangan keluarga seperti apa," ucap Langit. Wajah Karina menjadi muram kembali padahal dia akan sangat senang kalau Langit mendukungnya untuk menemukan lebih dulu Nadia. Atau Langit rela mengeluarkan uang banyak untuk menyewa orang demi menemukan Nadia. "Langit, sepertinya kita harus menemukan Nadia lebih dulu daripada Arjuna, aku tidak mau dia mendapatkan posisi lebih tinggi dariku di perusahaan," bujuk Karina dengan manja. "Kalau kamu menikah denganku, kamu akan menjadi Nyonya pemilik perusahaan sama dengan Nadia. Memangnya kamu mau melakukan apa jika menemukan Nadia lebih dulu," balas LangiDisaat beberapa orang yang berkaitan dengan Nadia sedang mencarinya. Wanita cantik itu singgah sebenatar menemui Ibunya yang sedang tinggal di kampung.“Ibu, aku sudah lama menumpang di sini. Sudah saatnya aku pergi,” ucap Nadia.“Kenapa tidak tinggal lebih lama lagi?” tanya Ibu Sonia sembari mengelus rambut Nadia. Sebenarnya wanita separuh baya yang masih terlihat cantik itu masih merindukan buah hati yang sudah lama tidak dia temui.Nadia mengehela nafas penjang, dia memang ingin lebih lama tinggal bersama ibunya. Tapi keadaan yang memaksanya untuk segera pergi.“Firasatku mengatakan akan ada yang mencariku sampai rumah ibu,” jawab Nadia lirih.“Jika itu Ayahmu, Ibu akan menghadapinya, Nadia,” ucap Ibu Sonia.Nadia menggelengkan kepalanya, “Mungkin bukan hanya Ayah, tapi beberapa orang yang sedang mengincar keselamatanku,” ucap Nadia kemudian.“Apa yang kamu maksud adalah wanita jalang yang menghancurkan rumah tanggaku?” tanya Ibu Sonia dengan raut waja
Ibu Sonia sangat panik melihat sang putri tiba-tiba tak sadarkan diri. Apalagi beberapa hari ini saat menginap di rumahnya, Nadia terlihat sensitive terhadap bau-bau an makanan. "Ya Tuhan, semoga tidak terjadi apa-apa pada putriku," ucap Ibu Sonia yang sangat khawatir. "Ibu Sonia, apa putrimu sudah menikah?" tanya Dokter yang memeriksa Nadia. Ibu Sonia sedikit kaget, pertanyaan dari sang Dokter membuatnya berpikir banyak hal tentang kondisi Nadia. "Putriku belum menikah," jawab Ibu Sonia. "Dia sedang hamil empat Minggu," ucap Dokter. "Apa?" ucap Ibu Sonia terkejut. Dia mengepalkan tangannya penuh amarah. Putrinya yang berharga harus menanggung semua ini sendirian. Mengandung benih dari pria yang bukan suaminya demi menyelamatkan perusahan yang dikelola mantan suaminya. "Dokter tolong rahasiakan ini," pinta Ibu Sonia. "Ta-pi," balas Dokter itu terbata. "Ini, terimalah. Jangan sampai berita tentang putriku bocor kemana-mana," ucap
Ibu Sonia semakin kesal,.dia ingin menampar Langit saja rasanya. Apa yang sebenarnya dia cari dari Nadia."Kalau kamu beneran tunangannya seharusnya kamu tahu dimana biasa dia berada ketika sedang sedih!" tegas Ibu Sonia."Kali ini dia merajuk dengan cara lain. Aku tidak menemukan jejaknya," balas Langit lirih."Kalau terjadi apa-apa dengan putriku aku akan mencarimu lebih dulu, sekarang pulanglah!" tegas Ibu Sonia dengan tatapan penuh benci terhadap Langit.Pria berkulit sawo matang itu akhirnya pergi meninggalkan rumah Ibu Sonia dengan penuh kecewa. Dia berharap bahwa Nadia ada di rumah ibunya ternyata tidak ada.Langkah kaki langit terhenti melihat seorang pria berpenampilan necis, berparas tampan serta berang mewah yang melekat ditubuhnya."Untuk apa kamu berada di sini?" tanya Arjuna dengan suara berat khasnya."Bukan urusanmu," balas Langit."Jangan bilang kalau kamu juga mencari keberadaan Nadia," tekan Arjuna."Kalau iya memang kenapa?" ta
Ibu Sonia menatap Nadia dengan tatapan teduh, dia mencium kening putrinya dengan lembut. 'Axa apa, Ibu?" tanya Nadia. "Ada sesuatu yang harus ibu urus. Kamu baik-baik di sini, ya," jawab Ibu Sonia sembari mengelus rambut lurus Nadia. Nadia mengangguk dia memang ingin beristirahat lebih lama. Hiruk pikuk ibu kota juga masalah yang bertubi-tubi menimpanya selama bertahun-tahun ini membuatnya lelah. Rasanya waktu satu bulan di rumah Ibunya masih belum cukup untuk menenangkan diri. Makanya dia setuju bersembunyi di tempat yang disediakan ibunya ini. "Tempat ini memang jauh dari keramaian. Tapi aku nyaman berada di sini," gumam Nadia sembari menatap luar jendela kamarnya. Mulai hari ini dia akan hidup di sini. Mungkin sampai anak yang dikandungnya lahir. Nadia menghela nafasnya kasar, kenapa hal seperti ini harus dia alami. Padahal dia sudah banyak menderita. "Nak, ibu janji akan membesarkanmu dengan cinta kasih, jangan sampai hidupmu menderita
Arjuna menggelengkan kepalanya, dia tidak takut karena sudah menyiapkan sebuah rencana. "Ibu tidak akan pernah melakukan itu," jawab Arjuna. "Kenapa kamu yakin sekali?" tanya Ibu Sonia. "Karena jika tidak dengan Nadia aku tidak akan menikah dan rela melepaskan hak waris perusahan," jawab Arjuna. Ibu Sonia agak terkejut dengan ucapan Arjuna. Bisa-bisanya anak konglomerat seperti dia rela meninggalkan segalanya demi Nadia. "Apa kamu tidak menyesal? Menjadi orang miskin itu tidak enak loh," ucap Ibu Sonia. "Walau tidak menjadi pewaris perusahaan. Aku memiliki usahaku sendiri walau kecil," balas Arjuna. Ibu Sonia mengernyitkan dahinya, apa benar anak muda yang ada didepannya ini berkata tulus dari hati. Ucapan pria kadang tidak bisa dipercaya buktinya mantan suami Ibu Sonia yang berjanji untuk membahagiakan dirinya malah mengkhianatinya. "Arjuna dunia ini tidak selalu seperti apa yang kamu inginkan. Jadi lebih baik kamu menuruti nasehat ib
Yoga menghentikan mobilnya mendadak. Lalu Arjuna segera keluar dari mobil itu berlari menuju kerumunan orang yang ada di sebuah toko baju desa itu. "Nadia," panggil Arjuna lalu meraih tangan perempuan yang tampak dari belakang mirip Nadia. 'Siapa ya?" tanya perempuan itu saat menoleh. Raut wajah Arjuna menjadi kecewa karena ternyata yang menoleh bukan wajah Nadia. 'Maaf aku salah orang," ucap Arjuna lesu. "Tidak apa-apa," jawab Wanita itu lalu pergi. Arjuna mengusap wajahnya kasar, bisa-bisanya dia berhalusinasi bertemu Nadia. Lama-lama dia bisa gila kalau tak kunjung menemukan Nadia. "Nadia, aku masih berharap kita berjodoh," gumam Arjuna sembari berjalan menuju mobilnya. Arjuna menjadi lesu saat masuk ke mobil sembari menutup mobil dia berkata, "Jalan kembali, Yoga," "Tuan Arjuna, sepertinya Anda harus fokus ke pekerjaan dahulu," ucap Yoga. "Sejak kapan aku tidak fokus pada pekerjaanku, Yoga?" tanya Arjuna tegas.
"Disini sudah sangat aman, Nadia," jawab pelayan itu. Tempat ini sebagian besar milik Ibu Sonia, ibu kandung Nadia. Jadi menurut pelayan yang ditugaskan melayani Nadia saat ini merasa disinilah tempat paling aman untuk Nadia bersembunyi dari orang-orang yang membencinya. "Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi jika penjagaan di tempat iniengah 'kan?" tanya Nadia. "Desa ini sudah aman walau tanpa penjagaan," jawab pelayan itu. Mungkin saja desa ini memang aman tapi bagi Nadia yang sedang bersembunyi dan tadi melihat orang yang telah merengut kegadisannya itu ada di tempat ini membuatnya merasa tidak aman. "Aku akan berdiskusi dengan ibuku mengenai hal ini," ucap Nadia. "Lebih baik memang seperti itu. Kamu berdiskusi dulu dengan Nyonya, jangan bertindak gegabah sembarangan," balas pelayan itu. Nadia menjadi khawatir karena Arjuna akan melakukan segala cara untuk menemukan Nadia. Wanita cantik itu tampak menggigit ujung kukunya memikirkan ca
Nadia menitikkan air matanya, dia sesenggukan kepada sang ibu mengenai apa yang yang dia pikirkan."Jadi kamu bertemu dengan pria yang menanam benih di rahimmu?" tanya Ibu Sonia.Nadia mengangguk pelan seraya berkata, "Aku bersembunyi darinya. Aku takut Bu, dia akan menemukanku," dengan wajah khawatir dan ketakutan."Jangan dipikirkan. Di tempat ini dia tidak akan bisa bertindak seenaknya," ucap Ibu Sonia sambil membelai lembut pipi Nadia."Ta-pi, pria itu akan melakukan segala cara untuk sampai dimana tempatku berada. Nyatanya dia sudah Sampai desa ini," balas Nadia..Ibu Sonia tersenyum lembut lalu memeluk putri kesayangannya itu. Dia tahu apa yang dikhawatirkan Nadia saat ini. "Sekarang kamu pikirkan saja bayi yang ada di kandunganmu itu. Sisanya biar Ibu yang urus," ucap Ibu Sonia meyakinkan Nadia."Apa kita bisa menang melawan Arjuna?" tanya Nadia. "Soal pria itu, mungkin yang kamu tahu dia punya kuasa di ibu kota dengan kekayaannya. Tapi kamu
Pria yang agak lenjeh itu memperhatikan secara seksama Nadia. Wanita yang dia anggap sangat cantik itu seharusnya hanya sedikit dipoles sudah semakin bersinar. Apalagi dia memakai busana buatan Maharani. "Josua, kamu manjakan dia hari ini. Tubuhnya harus terasa rileks dan buat dia cantik paling bersinar malam ini di pesta reuni sekolahnya," jawab Arjuna. Dia meminta Josua memermak Nadia dengan sebaik-baiknya. "Itu gampang sekali, biarkan anak buahku yang bekerja memanjakan tubuhnya yang sepetinya banyak untuk bekerja, sisanya aku akan mengerjakan sendiri," balas Josua sambil menepuk tangan memberikan kode agar salah satu karyawannya ada yang datang "Silahkan sebelah sini," ucap Karyawan sambil menunjukkan jalan. "Baiklah," balas Nadia senang.Serangkaian perawatan kecantikan dilakukan oleh Nadia. Mulai dari bossy massage, wajah, dan juga rambut. Butuh waktu sekitar empat jam Nadia melakukan serangkaian proses itu. Akhirnya selesai juga, gaun yang dibawa juga sudah dipakai len
Nadia maupun Arjuna cukup tercengang dengan gaun yang dikeluarkan oleh Maharani. Gaun dengan warna biru muda dengan aksen pita sebagai senter of interesnya. Lalu belahan paha yang tinggi menambah sisi liar tapi elegan untuk ukuran gaun malam orang kaya.“Ya ampun ini sungguh seperti apa yang aku inginkan,” ucap Nadia.“Apa kamu menyukainya?” tanya Maharani yang senyumannya mengembang.“Aku sangat menyukainya,” jawab Nadia.“Kalau begitu, ambilah,” ucap Maharani.Arjuna mengeluarkan kartu hitam miliknya, tapi maharani menggelengkan kepala tidak mau menerimanya.“Aku bilang ambil saja, tidak usah bayar,” ucap Maharani.“Kamu serius. Ini sebuah bisnis mana bisa kamu memberikan aku secara Cuma-Cuma gaun ini,” balas Nadia.“Aku menyukaimu, Nadia. Bukan orangnya, tapi tekadmu yang kuat,” ucap Maharani.“Jadi ambil saja gaun ini sebagai hadiah karena kamu sudah mampu bertahan dengan gempuran fitnahan yang sudah menghantuimu selama ini, aku suka kamu adalah wanita yang kuat,” imbuh Maharani.
Nadia menunjukkan isi pesan itu pada Arjuna, pesan yang berisi ["Aku berharap datang sebagai pendampingmu,"]membaca pesan itu membuat Arjuna kesal bukan main. Jadi Langit betulan masih menyimpan rasa terhadap Nadia."Dasar tidak tahu diri. Menjalin hubungan dengan wanita lain tapi masih ingin berhubungan denganmu," ucap Arjuna kesal."Keparat memang!" umpat Arjuna sangat ingin meninju Langit jika ada orangnya saat ini.Jangan buang tenagamu secara percuma hanya karena manusia tidak tahu diri seperti itu," balas Nadia."Apa aku harus diam saja saat ada pria lain merayu wanitaku?" tanya Arjuna."Hmm jika itu aku pasti akan marah. Tapi daripada itu lebih baik kita juga menyusun rencana," jawab Nadia.Arjuna menyeringai tipis, seharusnya memang begitu. Menyusun rencana untuk membalas perlakuan buruk Langit dan Karina yang sudah duluan menyiapkan rencana busuk untuk membuat Nadia jatuh nama baiknya.“Nadia malam ini kamu harus menjadi yang terbaik, dandanlah yang paling cantik,” ucap Arju
Langit menggelengkan kepalanya, yang berarti belum ada respon sama sekali dari pihak Nadia."Bersabarlah, nanti aku kabari. Kalian bersiap saja," balas Langit.."Aku ikut," ucap Karina yang tahu Langit akan segera pergi. "Bergegaslah," balas Langit yang menghentikan langkah sebentar lalu melanjutkan pergi dari kantor."Kali ini harus berhasil, aku benci melihat anak itu bahagia," ucap Lentina. "Hidupnya harus selalu dibawah Karina," imbuh Lentina saat Karina dan Langit bergandengan tangan pergi meninggalkan mereka."Aku juga muak dia serakah tidak mau membantu Ayahnya yang kesusahan," ucap Pak Abraham.Mereka saling mengutuk bersahut-sahutan, bisa-bisanya Nadia menelantarkan keluarga yang selama ini membesarkannya Begitulah yang manusia parasit itu pikirkan."Bersabarlah, lebih baik kita membantu Langit dan Karina menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan rencana kita," ucap Lentina."Kita kemana dulu hari ini?" tanya Abraham."Ke tempat yang akan mereka gunakan untuk reuni.
Asisten Yoga lantas pergi meninggalkan orang itu. Hais bisa saja orang membawa rombongan untuk mengertak satu orang karena dia sendiri tak mampu."Kurang ajar, Nadia," ucap pak Abraham kesal."Ayah kita jebak Nadia dan siksa dia saja,' ucap Karina."Iya aku sudah muak dengannya," keluh Lentina uang tidak senang akhirnya Nadia lebih unggul dari putri kesayangannya.Nadia seharusnya berada dibawah Karina, apapun itu harus Karina lebih unggul."Sapa yang akan menjamin keselamatan kita dari Arjuna?'" tanya Pak Abraham."Aku akan menjamin keselamatan kalian," ucap Langit yang tiba-tiba datang."Kau ... Apa yang kamu bisa dari segi ekonomi saja, Arjuna lebih unggul," ucap Pak Abraham meremehkan.'Aku memang tidak sekaya Arjuna. Tapi aku punya sebuah rencana yang bisa membuat Nadia berada di pihak kita," ucap Langit."Apa rencanamu, katakan saja!" tegas Pak Abraham.Langit membisikkan sesuatu kepada Pak Abrahan lalu orang tua itu sepetinya sangat setuju dengan apa yang dikatakan oleh Langit.
Nadia menuju ruang HRd, dia disambut tidak acuh oleh manager HRD yang merupakan saudara dari Lentina. "Ada urusan apa ke sini. Aku sedang sibuk," ucap Manager itu. "Kamu pikir ini perusahaan milik gundik itu hah!" bentak Nadia "Jangan kurang ajar kamu, Nadia. Anak kecil tidak usah ikut campur urusan orang tua," balas manager itu. Brak! Nadia sudah cukup sabar selama ini menerima perlakuan buruk keluarga tak tahu malu itu. Kali ini adalah waktu yang tepat untuk menyingkirkan mereka semua. "Jadi kamu senang ya saudaramu ada yang jadi gundik dan mendapatkan posisi ini secara cuma-cuma?" ucap Nadia. "Saudariku bukan gundik. Ayahmu saja yang mencintai saudariku," balas Manager HRD itu masih congkak. Dasar keluarga gundik tidak tahu diri masih saja menghina anak dari istri sah. "Hari ini kamu dipecat. Aku pemilik perusahaan ini. Apa kamu lupa kalau perusahaan ini sudah pindah kepemilikan," ucap Nadia tegas. "Hah bocah pelacur. Kamu siapa emangnya mau memecatku," ledek manager
Sontak saja Nadia dan Arjuna menoleh ke sumber suara. Tidak hanya satu orang tapi ada beberapa orang yang masuk ke ruangan itu. "Bukankah kamu dihukum. Cepat sekali keluar penjara, pasti menggoda petugas penjara ya?" sindir Arjuna. "Kami tidak semudah itu menggoda penjaga tahanan rendahan sehingga kami bisa bebas," balas Bu Lentina. "Oh tidak murahan tapi menggoda suami orang dan menceraikan suaminya sendiri demi menikahi selingkuhan," sindir Nadia. Brak! Bu Lentina menggebrak meja dan menunjuk wajah Nadia dengan ganas. "Jaga mulutmu. Aku tidak menggoda Ayahmu tapi Tuhan mentakdirkan kita untuk bersama," balas Bu Lentina. "Nadia, selain kamu masih ada kami semua yang berhak atas perusahaan ini. Jadi jangan lantang ingin memutuskan semua sendiri," bentak Kirana "Hais emangnya hakmu apa di sini?" tanya Nadia. "Benar juga, Petinggi juga bukan. Pemilik apalagi. Jadi hakmu di perusahaan ini apa?" tambah Arjuna. Karina mengepalkan tangannya, dia baru sadar kalau perusahan
Pak Abraham menonjok Arjuna dengan tenaga kuat. Dia sangat kesal karena ada anak yang umurnya ada di bawanya tapi sudah berlagak jadi bos. Walau benar Arjuna adalah bos tapi setidaknya dia harus menghormati Pak Abraham. “Orang yang lebih muda sepertimu jika tidak lahir dari keluarga kaya memangnya bisa apa, hah!” seru Pak Abraham kesal dia menarik kerah kemeja Arjuna dan mendorongnya sampai tembok. "Kamu ini gila hormat sekali, ya," jawab Arjuna santai. "Bukan gila hormat, tapi kamu memang harus menghormatiku," balas Pak Abraham. Arjuna menyingkirkan tangan Pak Abraham dari kerah bajunya. Sambil tersenyum.dia berkata, *Aku akan menghormati orang yang lebih tua jika mencontohkan hal yang baik padaku," "Kurang ajar sekali," balas Pak Abraham ingin meninju Arjuna lagi. Tali ditepis oleh Arjuna. "Kamu sudah tua lebih baik menghemat tenaga saja. Aku takut kamu terkena serangan jantung," ucap Arjuna. Pak Abraham kesal bukan main. Jadi begini rasanya dihina orang lain. Dire
Nadia menyeringai tipis dia melihat para bawahan yang dibentak dan terlihat tak nyaman di depan Pak Abraham itu. "Ada apa sebenarnya. Apa ada yang bisa menjelaskan padaku?" tanya Nadia. "Aku hanya meminta mereka melakukan tugas mereka saja," jawab Pak Abraham. "Mereka tidak mau menurut, padahal aku masih atasan mereka," imbuh Pak Abraham. ""Benarkah?" tanya Arjuna yang setia menemani Nadia. "Sebenarnya," ucap karyawan. "Katakanlah jangan takut," ucap Nadia. Pak Abraham ingin memakai bahan kualitas rendah tapi akan menjual dengan harga tinggi. Mereka menolaknya jadi Pak Abraham marah besar mengenai hal ini. Mungkin dia ingin mengantongi banyak keuntungan dari pembelian bahan baku yang murah. Pak Abraham tentu saja berkelit dan tidak mengakui itu. Dia menyalahkan semua karyawan itu sebagai pengarang cerita handal.“Jangan percaya mereka,” ucap Pak Abraham.“Kami tidak mengada-ngada, silahkan cek sendiri mengenai penawaran harga dari beberapa pabrik juga orang yang akan datang ha