Nadia menuju ruang HRd, dia disambut tidak acuh oleh manager HRD yang merupakan saudara dari Lentina. "Ada urusan apa ke sini. Aku sedang sibuk," ucap Manager itu. "Kamu pikir ini perusahaan milik gundik itu hah!" bentak Nadia "Jangan kurang ajar kamu, Nadia. Anak kecil tidak usah ikut campur urusan orang tua," balas manager itu. Brak! Nadia sudah cukup sabar selama ini menerima perlakuan buruk keluarga tak tahu malu itu. Kali ini adalah waktu yang tepat untuk menyingkirkan mereka semua. "Jadi kamu senang ya saudaramu ada yang jadi gundik dan mendapatkan posisi ini secara cuma-cuma?" ucap Nadia. "Saudariku bukan gundik. Ayahmu saja yang mencintai saudariku," balas Manager HRD itu masih congkak. Dasar keluarga gundik tidak tahu diri masih saja menghina anak dari istri sah. "Hari ini kamu dipecat. Aku pemilik perusahaan ini. Apa kamu lupa kalau perusahaan ini sudah pindah kepemilikan," ucap Nadia tegas. "Hah bocah pelacur. Kamu siapa emangnya mau memecatku," ledek manager
Asisten Yoga lantas pergi meninggalkan orang itu. Hais bisa saja orang membawa rombongan untuk mengertak satu orang karena dia sendiri tak mampu."Kurang ajar, Nadia," ucap pak Abraham kesal."Ayah kita jebak Nadia dan siksa dia saja,' ucap Karina."Iya aku sudah muak dengannya," keluh Lentina uang tidak senang akhirnya Nadia lebih unggul dari putri kesayangannya.Nadia seharusnya berada dibawah Karina, apapun itu harus Karina lebih unggul."Sapa yang akan menjamin keselamatan kita dari Arjuna?'" tanya Pak Abraham."Aku akan menjamin keselamatan kalian," ucap Langit yang tiba-tiba datang."Kau ... Apa yang kamu bisa dari segi ekonomi saja, Arjuna lebih unggul," ucap Pak Abraham meremehkan.'Aku memang tidak sekaya Arjuna. Tapi aku punya sebuah rencana yang bisa membuat Nadia berada di pihak kita," ucap Langit."Apa rencanamu, katakan saja!" tegas Pak Abraham.Langit membisikkan sesuatu kepada Pak Abrahan lalu orang tua itu sepetinya sangat setuju dengan apa yang dikatakan oleh Langit.
Langit menggelengkan kepalanya, yang berarti belum ada respon sama sekali dari pihak Nadia."Bersabarlah, nanti aku kabari. Kalian bersiap saja," balas Langit.."Aku ikut," ucap Karina yang tahu Langit akan segera pergi. "Bergegaslah," balas Langit yang menghentikan langkah sebentar lalu melanjutkan pergi dari kantor."Kali ini harus berhasil, aku benci melihat anak itu bahagia," ucap Lentina. "Hidupnya harus selalu dibawah Karina," imbuh Lentina saat Karina dan Langit bergandengan tangan pergi meninggalkan mereka."Aku juga muak dia serakah tidak mau membantu Ayahnya yang kesusahan," ucap Pak Abraham.Mereka saling mengutuk bersahut-sahutan, bisa-bisanya Nadia menelantarkan keluarga yang selama ini membesarkannya Begitulah yang manusia parasit itu pikirkan."Bersabarlah, lebih baik kita membantu Langit dan Karina menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan rencana kita," ucap Lentina."Kita kemana dulu hari ini?" tanya Abraham."Ke tempat yang akan mereka gunakan untuk reuni.
Nadia menunjukkan isi pesan itu pada Arjuna, pesan yang berisi ["Aku berharap datang sebagai pendampingmu,"]membaca pesan itu membuat Arjuna kesal bukan main. Jadi Langit betulan masih menyimpan rasa terhadap Nadia."Dasar tidak tahu diri. Menjalin hubungan dengan wanita lain tapi masih ingin berhubungan denganmu," ucap Arjuna kesal."Keparat memang!" umpat Arjuna sangat ingin meninju Langit jika ada orangnya saat ini.Jangan buang tenagamu secara percuma hanya karena manusia tidak tahu diri seperti itu," balas Nadia."Apa aku harus diam saja saat ada pria lain merayu wanitaku?" tanya Arjuna."Hmm jika itu aku pasti akan marah. Tapi daripada itu lebih baik kita juga menyusun rencana," jawab Nadia.Arjuna menyeringai tipis, seharusnya memang begitu. Menyusun rencana untuk membalas perlakuan buruk Langit dan Karina yang sudah duluan menyiapkan rencana busuk untuk membuat Nadia jatuh nama baiknya.“Nadia malam ini kamu harus menjadi yang terbaik, dandanlah yang paling cantik,” ucap Arju
Nadia maupun Arjuna cukup tercengang dengan gaun yang dikeluarkan oleh Maharani. Gaun dengan warna biru muda dengan aksen pita sebagai senter of interesnya. Lalu belahan paha yang tinggi menambah sisi liar tapi elegan untuk ukuran gaun malam orang kaya.“Ya ampun ini sungguh seperti apa yang aku inginkan,” ucap Nadia.“Apa kamu menyukainya?” tanya Maharani yang senyumannya mengembang.“Aku sangat menyukainya,” jawab Nadia.“Kalau begitu, ambilah,” ucap Maharani.Arjuna mengeluarkan kartu hitam miliknya, tapi maharani menggelengkan kepala tidak mau menerimanya.“Aku bilang ambil saja, tidak usah bayar,” ucap Maharani.“Kamu serius. Ini sebuah bisnis mana bisa kamu memberikan aku secara Cuma-Cuma gaun ini,” balas Nadia.“Aku menyukaimu, Nadia. Bukan orangnya, tapi tekadmu yang kuat,” ucap Maharani.“Jadi ambil saja gaun ini sebagai hadiah karena kamu sudah mampu bertahan dengan gempuran fitnahan yang sudah menghantuimu selama ini, aku suka kamu adalah wanita yang kuat,” imbuh Maharani.
Pria yang agak lenjeh itu memperhatikan secara seksama Nadia. Wanita yang dia anggap sangat cantik itu seharusnya hanya sedikit dipoles sudah semakin bersinar. Apalagi dia memakai busana buatan Maharani. "Josua, kamu manjakan dia hari ini. Tubuhnya harus terasa rileks dan buat dia cantik paling bersinar malam ini di pesta reuni sekolahnya," jawab Arjuna. Dia meminta Josua memermak Nadia dengan sebaik-baiknya. "Itu gampang sekali, biarkan anak buahku yang bekerja memanjakan tubuhnya yang sepetinya banyak untuk bekerja, sisanya aku akan mengerjakan sendiri," balas Josua sambil menepuk tangan memberikan kode agar salah satu karyawannya ada yang datang "Silahkan sebelah sini," ucap Karyawan sambil menunjukkan jalan. "Baiklah," balas Nadia senang.Serangkaian perawatan kecantikan dilakukan oleh Nadia. Mulai dari bossy massage, wajah, dan juga rambut. Butuh waktu sekitar empat jam Nadia melakukan serangkaian proses itu. Akhirnya selesai juga, gaun yang dibawa juga sudah dipakai len
Wanita itu tertawa menertawakan Nadia yang gaunnya terkena tumpahan wine. Dia sangat menikmati Nadia yang terkejut terkena siraman wine. "Ya ampun bajumu jadi kotor," ucap Karina. "Orang iri dengki memang selalu bersikap sepertimu, apa kamu iri aku memakai baju rancangan Maharani, sementara kamu tidak sanggup membeli," ucap Nadia. Karina langsung kesal mendengar baju yang dipakai Nadia adalah rancangan Maharani. "Siapa yang percaya itu rancangan Maharani. Orang kaya saja tidak berkesempatan untuk memakainya," balas Karina kesal. "Ya, orang yang tidak mampu memang selalu berkata begitu. Tidak percaya bahwa gaun yang orang lain pakai sungguhan rancangan Maharani yang terkenal, mungkin kamu juga tidak percaya bahwa aku baru saja masuk salon Josua," ucap Nadia. Wanita yang tampil cantik malam ini sungguh memamerkan apa yang sedang dia pakai dari atas sampai bawah sampai dengan siapa dia mempercantik diri. "Mungkin semua itu hanya imitasi, lalu salon Josua sangat mahal tidak mungki
Karina yang mendengar itu langsung bereaksi dia menarik lengan tangan Langit kasar, "Langit apa yang kamu katakan, beraninya kau masih mendamba wanita jalang itu!" seru Karina.“Cukup Karina, jangan membuat masalah di sini,” bentak Langit.“Kamu betulan masih mencintai wanita itu, hah!” seru Karina.“Tentu saja aku masih mencintai Nadia, untuk apa aku terus melanjutkan hubungan dengan wanita tidak bisa mencari uang sepertimu,” ucap Langit.Terjadi adu debat antara pasangan itu, ditempat reuni menjadi heboh karena pertikaian antara Karina dan Langit. Banyak yang mencemooh mereka, ulah mereka berdua menjadi bahan gunjingan di ruangan reuni. Sedangkan Nadia tertawa melihat kelakuan mereka yang menjijikkan. Nadia melihat pertikaian itu sembari menyesap sampanye di tangannya.Prok ... prok … Nadia bertepuk tangan sembari mendekat ke mereka berdua.“Apa kamu senang aku dan Langit bertengkar, hah!&rd
Bibinya Nadia mengepalkan tangannya kesal, Nadia sangat berani mengacuhkannya padahal dahulu dia selalu menurut apa yang dia perintahkan."Kenapa wajah Bibi seperti itu. Apa tidak suka dengan kebenaran yang aku katakan?" bentak Nadia yang lebih emosi."Keponakan durhaka nikmati saja keserakahan mu itu. Kamu dan anak haram mu yang hidup bahagia menelantarkan saudara akan menjadi sengsara dan tidak akan ada saudara yang menolong," balas Bibinya Nadia."Sudahlah Nadia jangan ladeni dia. Kalau dia masih mengganggumu, aku akan menelpon bos restoran ini untuk memecatnya," celetuk Arjuna mulai kesal.Mendengar itu Bibinya Nadia ketakutan kalau dia sampai di pecat mau makan apa dia. Suaminya juga bukan orang kaya, selama ini dia hidup dari mengerti Pak Abraham. Seperti benalu yang menghisap inangnya."Kenapa gemetar seperti itu nenek tua jahat, apa kamu takut dengan ancaman Ayahku?" ledek Bima lalu melewekan lidahnya."Anak haram hina, hidup enak Karana melahirkan anak haram saja bangga!" ben
Langit masih menatap Nadia dengan tatapan penuh kesedihan. Dia sungguh sangat menyesal karena dulu telah mencampakan Nadia demi wanita penggoda yang tidak bisa apa-apa seperti Karina.“Aku akan pergi Nadia, tapi yang harus kamu tahu. Sampai kapanpun aku masih tetap akan mencintaimu,” ucap Langit.“Wuueek,” ledek Arjuna. “Sampai kapanpun mecintai tapi kamu selalu selingkuh, menjengkelkan sekali kata-katamu itu!” lanjut Arjuna.Langit menatap Arjuna dengan tatapan penuh kebencian. Setelahnya di kembali menatap Nadia dengan tatapan teduh.“Aku pamit pergi, Nadia,” ucap Langit lirih lalu berbalik dan pergi dari hadapan mereka semua.“Hati-hati dijalan Paman. Semoga kita tidak berjuma lagi,” ucap Bima lalu melambaikan tangan ke Langit.Ada rasa sakit hati ketika Bima mengatakan itu pada benak Langit. Tapi semua sudah menjadi bubur tidak bisa kembali seperti semua. Langit pergi dengan langkah penyesalan seumur hidup di benaknya.“Ayo kita masuk mobil, kamu pasti sudah lapar ‘kan sayangku,”
Langit menatap Nadia dengan tatapan penuh kegembiraan. Langit tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk mengatakan bahwa dia masih ingin bersama Nadia.“Tolong tinggalkan Arjuna dan hidup bersamaku!” tegas Langit dia ingin menggenggam tangan Nadia tapi Nadia reflek menjauhkan tangan dari jangkauan Langit.“Kamu itu sungguh tidak tahu diri. Apa kamu pikir setelah kamu campakan dan ibumu hina aku masih sudi menjalin hubungan denganmu!” seru Nadia yang sangat kesal dengan ucapan Langit itu.“Nadia, aku sangat menyesal. Tolong mengertilah Nadia, jika itu kamu yang berada di posisiku aku yakin kamu pasti melakukan hal yang sama,” ucap Langit lalu dia berlutut di depan Nadia.Nadia yang melihat Langit berlutut memohon seperti itu, hatinya sangat tidak tergugah dia justru jijik depan apa yang dilakukan Langit.“Kalau begitu coba kamu posisikan dirimu di posisiku waktu itu,” balas Nadia.“Aku tidak bisa membayangkannya karena aku merasa kamu kecewakan,” jawab Langit.“Justru aku yang kecewa
Arjuna langsung memarkir mobilnya sembarangan lalu segera berlari ke lobby biasa yang dipakai untuk antar jemput siswa. Dia sangat panic mendengar percakapan Nadia. Jika sampai Bima diculik dia akan menuntut pihak sekolah.“Ayaahhh,” teriak Bima.Suara anak itu membuat Arjuna berhenti berlari lalu menoleh ke sumber suara bocah yang memanggilnya.“Bima,” gumam Arjuna.Bima berlari ke arah Arjuna dan memeluknya erat, Arjuna yang tadinya panic menjadi lega karena Bima ada dipelukannya. Sedangkan Nadia yang ikut mengejarnya tengah ngos-ngosan ketika sudah berada di dekatnya.“Kenapa berlari sekencang itu?” ucap Nadia disela nafasnya yang berderu kencang.“Aku mendengarmu kalau Bima sudah ada yang menjemput, jadi aku panic dan khawatir kalau Bima diculik,” balas Arjuna.“Aku juga sama ikut panic tapi kita bisa ‘kan berpikir jernih dulu, sebelum bertindak,” ucap Nadia mencoba mengontorl emosinya.“Maafkan aku,” balas Arjuna lalu mereka bertiga berpelukan bersama.“Sudah sudah jangan berteng
Nadia segera melihat siapa yang menelpon di ponselnya. Ternyata itu adalah Langit yang entah ingin mengatkan apa, Nadia yang tidak napsu untuk mengangkat telpon itu langsung mematikan dan menyimpan ponsel ke dalam tasnya kembali.“Dari orang yang tak penting, aku tak mau mengangkatnya,” gumam Nadia.“Apa aku pukuli saja dia sampai bengek ya,” ucap Arjuna kesal.“Jangan nanti kamu berurusan dengan polisi,” balas Nadia.“Berurusan dengan polisi itu hal yang mudah diatasi, tapi kalau bajingan gila itu meminta uang ganti rugi aku tidak sudi memberikannya. Uang akan sangat menguntungkan baginya,” ucap Arjuna sedikit marah dia membanyangkan Langit akan mendapatkan keuntungan dari satu pukulan yang dia berikan padannya.“Aku juga tidak sudi bagian tubuhku menyentuh tubuh pria miskin itu!” seru Arjuna lagi.“Tenangkan pikiranmu kita ini sedang menyetir loh,” ucap Nadia.Lagipula Nadia sudah tidak ada urusan lagi dengan Langit, peristiwa reuni sekolah tempo hari sudah mengisyaratkan semuanya,
Arjuna mencumbu Nadia dengan semangat, dia ingin melampirkan kerinduan yang mendalam yang terbelenggu di benaknya.“Tolong hentikan, kita bisa telat menjemput Bima,” bujuk Nadia.“Aku tidak bisa menunda lagi,” balas Arjuna lalu mencecap bibir Nadia lembut.Kali ini Nadia tidak bisa berkutik dia pasrah saja dengan apa yang dilakukan oleh Arjuna. Mereka memadu kasih selama beberapa saat sebelum menjemput Bima.“Dasar pria mesum,” gerutu Nadia.“Biarkan saja, aku hanya bisa mesum padamu,” balas Arjuna sembari menyeringai tipis.“Apa di otakmu hanya ada hal bercumbu saja?” gerutu Nadia lagi sembari membetulkan kemeja yang dia pakai.“Sebenarnya sih tidak. Tapi saat bersamamu aku tidak bisa menahan hasrat bercumbu denganmu,” balas Arjuna kali ini disertai tertawa kencang.Nadia mendengus kesal mendengar ucapan Arjuna. Dia langsung memoles bedak di wajahnya sebelum akhirnya meminta cepatan untuk menjemput Bima.“Hei, tunggu!” seru Arjuna seraya mengikuti langkah kaki Nadia yang terlalu cep
Nadia menggelengkan kepalanya, dia tidak sakit tapi ssmalam hanya tidak bisa tidur."Aku sangat khawatir padamu, biar aku saja yang menyetir," ucap Arjuna."Boleh," jawab Nadia lalu menyerahkan kunci mobil kepada Arjuna. Nadia duduk di kursi belakang barang Bima, sambil mobil jalan Nadia mengganti baju Bima dengan seragam sekolah. Setelahnya Bima duduk di sebelah Arjuna di jok depan."Ibu," panggil Bima yang memerlukan sesuatu.Tapi saat dia menoleh Nadia sudah tidur di jok belakang dengan pulas "Biarkan saja ibumu tidur. Kamu butuh apa?' tanya Arjuna."Aku hanya ingin mengecek tas sekolahku, tapi ya sudahlah biarkan ibu tidur saja sebentar," balas Bima.Arjuna mengangguk pelan, dia mengusap rambut Bima lembut karena merasa Bima sangat khawatir terhadap Nadia."Ibumu hanya khawatir padamu jadi tidak tidur semalaman memikirkan kamu, itu feeling ayah saya," ucap Arjuna."Aku juga berpikir begitu, kasihan Ibu, kenapa aku tidak mengajak ibu saja menginap di rumah ayah," keluh Bima."Saba
Bima mengangguk pelan, tandanya dia mau memakan sandwich buatan Nyonya Rana.“Ambilah,” ucap Arjuna ketika melihat putranya mengangguk setuju untuk memakan Sandwich buatan Nyonya Rana.“Terima kasih, Ayah,” jawab BIma sembari mengambil sandwich yang disodorkan oleh Arjuna.Bima menggigit sandwich itu lalu menunjukkan jempol tangannya kepada sang Nenek.“Kamu menyukainya, Nak?” tanya Nyonya Rana.“Iya,” jawab Bima lalu menggigit lagi sarapan buatan Nyonya Rana.“Syukurlah,” ucap Nyonya Rana terenyum bahagia. Tak lupa Nyonya Rana menyeduh susu untuk Bima. Biasanya anak kecil suka diberikan susu oleh orang tuanya karena masa pertumbuhan. Seperti yang dia lakukan ketika Arjuna masih kecil.“Minumlah, Nak. Dulu Ayahmu sangat suka susu. Nenek selalu menyediakan susu sapi murni setiap pagi dan malam hari,” ucap Nyonya Rana bersemangat menceritakan sedikit masa lalu Arjuna.“Sama dong sama aku,” jawab Bima.“Maksudmu, kebiasaan Ayahmu itu sama denganmu?” tanya Nyonya Rana.“Iya,” balas Bima s
Nyonya Rana menatap lembut wajah Arjuna dan membelainya..Wanita paruh baya itu tersenyum menatap putranya. "Jadilah suami dan ayah yang melindungi keluarga," ucap Nyonya Rana."Aku akan berusaha untuk itu, Bu," balas Arjuna."Ibu Beroda supaya kamu bisa menjadi Ayah dan Suami panutan buat keluargamu," ucap Nyonya Rana."terima kasih doanya Bu, aku juga berharap bisa menjadi seorang suami sekaligus Ayah panutan," balas Arjuna.Nyonya Rana memeluk Arjuna, dia berdoa penuh harap ayah putranya menjadi lelaki yang bertanggung jawab atas pilihannya sendiri. Istri dan Anaknya harus bahagia."Sekarang istirahatlah besok ibu ingin bertemu dan bermain dengan cucu," ucap Nyonya Rana."Baiklah, ibu juga istirahat ya," balas Arjuna.Nyonya Rana mengangguk pelan, Arjuna keluar dari kamar sang Ibu lalu menemui sang Ayah di kamar Bima. Ternyata mereka berdua sudah tidur nyenyak di kamar berdua. Arjuna juga ikut tidur di kamar itu dia tidur di sofa dengan perasaan yang lega karena sudah mendapatkan r