Senja menempelkan dahi dan pipinya secara bergantian di kening putrinya. Ia menatap wajah Salsa. Tampak wajah kecilnya yang memerah karena demam."Sayang, kau sakit. Ayo sarapan lalu kita pergi ke Dokter." Perlahan lahan gadis kecil itu membuka mata. Ia dengan enggan mengikuti ucapan sang Ibunda.Senja menyodorkan sesendok nasi dengan potongan daging sapi ke mulut Salsa. Bocah kecil itu membuka mulutnya dan berusaha mengunyah makanan yang masuk.Dengan susah payah, akhirnya ia bisa menelan makanan itu. Kemudian, Senja mulai menyuapinya lagi. Ia melakukan hal itu dengan baik. Makan sesuai keinginan sang Ibu.Namun ketika suapan ke lima, anak itu mulai menutup mulutnya rapat rapat."Ayo buka mulutmu lagi." "Nggak Ma. Aku nggak mau. Aku ingin muntah." Mendengar hal ini, tentu saja Senja segera mengembalikan sendok ke atas piring.Ia lantas mengeluarkan sepotong kain tebal dari tas nya dan mulai mengambil sedikit air panas dari alat pemanas air. Senja mengompres kening, anaknya."Sayan
"Permisi!" Johan mengetuk pintu sembari mengucap salam.Agak lama baginya untuk menunggu seseorang membukakan pintu."Lama amat. Apa semua orang di rumah ini masih tidur?" Johan menggerutu."Sudah siang Pak. Sudah jam sebelas siang. Sudah waktunya untuk manusia melakukan aktivitas seperti biasa!" sahut Deva."Permisi!" Deva ikut mengetuk pintu dan mengucapkan salam dengan suara agak kencang.Kali ini, seorang wanita berambut ikal dengan tatapan mata yang tajam datang menghampiri mereka berdua."Ada apa?" tanyanya dengan ketus."Kami detektif swasta. Saya Johan dan dia adalah Deva." Johan memperkenalkan dirinya."Lalu? Apa urusannya dengan saya? Kenapa kalian datang ke sini?""Kami ke sini untuk mencari Senja Malini!" sahut Johan dengan tegas.Wanita dengan banyak kerutan di wajah itu, tampak mengernyitkan keningnya."Untuk apa kalian mencari Senja? Senja tidak ada di sini. Dia sudah menikah!" Si wanita menjawab dengan ketus.Johan dan Deva terdiam mendengar ucapan si wanita tua."Ini
"Ya perebut suami orang!" celetuk istri dari si penjual kopi yang baru saja datang dari pasar.Semua orang melongo mendengar ucapan istri penjual kopi tersebut. "Ibu judes yang kalian temui, itu Ibu tirinya Senja. Saya tahu sendiri, bagaimana Senja diusir dari sana dengan alasan suruh menikah cepat cepat!" celetuknya lagi.Mendengar hal ini, Johan jadi lebih penasaran. "Lalu Senja sendiri, apakah memiliki rumah lain selain rumah ini?""Ada Pak! Di daerah Salangan. Di sana tempat Ibu kandungnya berasal.""Hmm. Ibu tahu dari siapa soal Kota itu?" "Ya Senja sering cerita sama saya. Dia di sini kan setelah Ibu kandungnya meninggal. Ikut Ayah dan Ibu tirinya. Tapi ya seperti itu lah namanya juga Ibu tiri."Berbekal informasi ini, Johan dan Deva lantas memutuskan untuk mencari Senja ke Kota Salangan."Berapa harga kopinya Pak?" tanya Deva sembari mengeluarkan dompet."Sepuluh ribu saja." Deva membayar dua gelas kopi yang air nya masih berisi setengah gelas. Keduanya keluar dari warung k
"Maaf Sus. Sepertinya dompet saya yang berisi id card tertinggal.""Silahkan diambil Ibu. Saya tunggu." Suster mengizinkan Senja untuk pergi mencari dompetnya.Senja yang kebingungan hanya bisa keluar dari rumah sakit dan berjalan di sekitar halaman rumah sakit. "Kemana dompetku? Dimana aku meninggalkan dompetku?" Senja berpikir keras.Setelah beberapa saat ia berpikir, ia baru ingat jika dompet miliknya mungkin tertinggal di dalam taksi yang mengantarkannya ke rumah sakit."Terakhir kali aku mengeluarkan dompet untuk membayar ongkos taksi. Lalu aku masukkan ke dalam tas lagi. Mungkinkah jika dompetku terjatuh di dalam taksi tadi? Oh Tuhan bagaimana ini?" Senja memejamkan kedua matanya sambil menatap langit. Hujan mulai turun dengan lebatnya. Seorang pria tua dengan kumis putih datang ke arah Senja.Ia berjalan menggunakan payung dan saat pria itu sudah ada di dekat Senja, pria itu memayungi Senja. Tentu saja, hal ini membuat Senja kaget. "Si siapa anda?" Senja bertanya dengan kali
Suara teriakan Dafa membuat Lily berlinang air mata. Batinnya tersakiti, ia terisak dalam kekecewaan."Aku benci kamu, Mas!" bentak Lily.Lily bangkit berdiri, ia keluar dari kamar sambil membanting pintu kamar. Tak ayal, suara gebrakan pintu ini membuat Ayu kaget. Ayu bahkan sampai turun ke bawah untuk memeriksa apa yang terjadi dengan anak dan menantunya tersebut."Lily, kamu mau pergi kemana?" Ayu bertanya kepada sang menantu yang terlihat kesal dan berjalan menuju ke teras rumah.Lily menoleh sebentar tanpa banyak bicara lalu melihat ke arah teras lagi. Hal ini, membuat Ayu jadi khawatir mengingat kondisi Lily yang saat ini sedang hamil."Lily, tunggu Mama." Ayu mengikuti menantunya ke teras rumah.Lily yang marah, duduk di teras rumah. Ia menatap langit dengan wajah sedih. Ayu menepuk bahunya. Berusaha untuk menenangkan kegelisahan sang menantu."Pergilah Ma! Jangan ganggu aku. Aku ingin sendirian!" seru Lily."Kamu kenapa sayang? Bertengkar lagi sama Dafa?" "Gara gara wanita i
Dafa memperhatikan kenop pintu yang terlihat bergerak. Sementara Ray yang sadar akan pandangan Dafa menuju ke arah kamarnya, segera berlari mendekati pintu kamar.Ray masuk ke dalam kamarnya dengan gugup."Ada apa?" tanya Lily dengan nada suara agak kencang."Ssst! Jangan berisik! Di luar ada suami kamu!" bisik Ray.Lily melongo kaget. Ia beringsut ke belakang lalu meraih pakaiannya dan pergi bersembunyi ke dalam kamar mandi."Jangan keluar sampai aku kembali ke dalam kamar!" Ray memperingatkan.Ray keluar dari kamar. Ia merapikan kerah bajunya. Ia mengambil nafas dalam dalam dan berjalan ke arah Dafa."Kau sedang berkencan?" tanya Dafa."Apa?" Ray kaget dengan pertanyaan Dafa."Ada seorang wanita di kamarmu kan? Apa kau sedang berkencan?""Itu itu tadi," ucap Ray terbata bata."Tidak apa apa. Aku yang salah karena mendadak datang ke sini. Aku minta maaf.""Ah tidak masalah. Pekerjaanku memang membantu orang lain. Soal Senja Malini ya? Aku sudah mencari ke seluruh penjuru kota, tapi a
Perempuan paruh baya dengan banyak kerutan di wajahnya membuka pintu pagar. Raut wajahnya nampak kesal dan menatap tajam ke arah Dafa."Mau cari Senja juga?" Pertanyaan ketus yang keluar dari bibir Ivanka membuat Dafa merasa tak enak hati."Maaf maksudnya lagi, apa ya? Saya kan baru kali ini datang ke rumah Tante lagi setelah sekian lama. Maksud saya, Mama." Dafa salah sebut."Nggak apa apa panggil Tante saja. Toh Senja memang bukan anak kandung saya. Dua hari lalu, ada orang juga yang datang ke sini mencari Senja." Ivanka menerangkan."Ada yang ke sini mencari Senja? Siapa Ma?""Ngakunya sih detektif. Senja nggak ada di sini. Dia masuk dan menggeledah rumah ini. Seakan mencurigai saya." Ivanka menjawab dengan ketus."Mari silahkan masuk." Meskipun begitu, Ivanka masih mengajak Dafa dan Ray untuk masuk ke dalam rumahnya.Ivanka berjalan di depan. Dafa dan Ray berjalan di belakang mengikuti."Duduk!" seru Ivanka dengan nada kurang ramah.Ketiganya duduk di atas kursi tamu. Mereka mulai
Keesokan paginya di Rumah Sakit Melwari Health, Bagas sudah sampai lebih dulu. Ia memilih untuk duduk di kantin rumah sakit dan menikmati segelas kopi panas di sana."KRing!" Nada dering ponselnya berbunyi. Sebuah panggilan dari Dafa masuk."Hallo!" Bagas menjawab datar."Kak kata Papa, Kakak sedang cuti?" Dafa memastikan."Ya itu benar. Kenapa?" "Cuti atas alasan apa? Kenapa Kakak cuti? Kakak tahu kan, aku yang lebih butuh waktu untuk libur." Dafa marah."Untuk apa kau libur?" "Pertanyaan konyol macam apa ini? Tentu saja untuk mencari istriku!" Dafa bicara dengan nada kencang."Kalau perbuatanmu tidak buruk, dia tidak akan lari dari rumah!" Bagas membentak Dafa balik lalu setelah itu ia menutup telepon.Johan dan Deva tampak berjalan dari arah kejauhan. Johan melambaikan tangan ke arah Bagas."Kalian lama sekali?" tanya Bagas begitu Johan berdiri tepat di hadapannya."Kami kena macet Pak." "Alasan klasik! Sekarang, kalian berdua temui Manager rumah sakit ini. Aku akan menunggu di
Bagas menyodorkan selembar tissue ke arah Senja. Senja pun lantas melihat ke arah Bagas."Jangan menangis. Aku ada di sini. Entah kau mau menerimanya atau tidak, tapi aku akan tetap ada di dekatmu." Bagas bicara sembari menatap Senja, lekat lekat.Senja melihat ke arah Ethan yang tertidur lelap dalam dekapan Bagas."Dia sudah tertidur, kau juga sebaiknya pergi tidur. Jaga kesehatanmu. Anak anak membutuhkan dirimu. Aku pun sama!" seru Bagas.Mendengar hal ini, perasaan Senja jadi tak karuan. Antara senang dan juga ragu, bercampur jadi satu dalam benaknya.Senja pergi keluar dari kamar anaknya. Ia tidur di kamarnya sendiri.*****Malam ini, Lily duduk terdiam menatap ke arah pintu keluar penjara. Ia sedang meratapi nasibnya.Suasana terasa begitu sepi. Tak ada suara yang terdengar. Polisi yang bertugas untuk menjaga penjara, semuanya sedang tertidur pulas. Narapidana lain juga tampak tertidur pulas."Bisa bisanya mereka tidur senyenyak itu!" Lily menatap benci ke arah para Polisi. Wani
Setelah hampir tiga jam mereka menunggu di depan ruangan operasi, akhirnya Dokter keluar."Bagaimana keadaan Dafa?" Ayu bertanya dengan wajah panik."Kami minta maaf. Kami telah melakukan yang terbaik untuk pasien. Tapi kondisi pasien, masih tak ada perubahan dan semakin memburuk."Senja melongo hingga terjatuh ke lantai. Ayu pun sama kagetnya dengan Senja. Dunianya seakan berhenti ketika mendengar penjelasan dari Dokter."Mama. Senja. Kalian harus kuat!" Bagas mencoba untuk menenangkan mereka berdua."Pak Bagas, harapan hidup pasien sangat tipis. Alat bantu bernafas, jika tidak begitu membantu. Jadi semua peralatan medis yang menunjang kehidupan pasien, akan kami lepas.""Tidak!" Ayu berteriak."Jangan! Berapapun biayanya akan aku bayar! Jangan lepas selang infus atau apapun dari tubuh Dafa. Aku yakin, Dafa akan sehat! Dia akan kembali pulih!" Ayu melanjutkan ucapannya."Baik Bu. Tenanglah. Anda harus kuat dan tabah. Semuanya hanya bisa kita pasrahkan kepada sang pemberi kehidupan."
Willy baru saja sampai di kantor polisi. Ia bahkan belum memarkirkan mobilnya, tapi seorang kawannya yang berprofesi sebagai seorang Polisi sudah mendatangi dirinya."Pak! Lily ditangkap!""Saya tahu itu! Makanya saya datang ke sini. Kenapa hal ini bisa terjadi? Apa kamu nggak bisa mengatur bawahan kamu?" Willy bicara sembari menyetir pelan dan memarkirkan mobil miliknya.Willy keluar dari mobil. "Saya bisa apa Pak? Mereka mengikuti Lily dan menangkap basah Lily melakukan tindakan pidana." Willy tak banyak bicara. Ia menyerahkan sejumlah uang kepada teman Polisinya tersebut."Ambil uang itu. Mintalah berapapun yang kamu inginkan. Tapi pastikan Lily lolos dari kasus hukum!" "Saya tidak berani berjanji. Tapi saya akan mengusahakannya.""Ingat! Awak media jangan sampai memberitakan mengenai masalah ini!""Sampai sekarang, kami tak mengizinkan awak media masuk ke sini.""Kalau kamu gagal membela anak saya, maka saya akan temui kolega saya yang jabatannya jauh di atas kamu! Dan saya aka
Bagas akhirnya melepaskan Lily. Ia berjalan menjauh. Sementara itu, Irwan sudah memanggil ambulans.Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk menunggu, mobil ambulans sudah terdengar. Dafa dan Senja masuk ke dalam mobil ambulans. Begitu juga dengan Bagas. Tangan Bagas terus mengeluarkan darah. Darah juga merembes dari dada Dafa."Maafkan aku. Gara gara aku, kalian berdua jadi terluka." "Tidak ini bukanlah salahmu!" sahut Dafa.Setelah mengatakan hal ini, Dafa pingsan tak sadarkan diri.****Mobil ambulans akhirnya sampai di rumah sakit. Dafa dibawa ke ruangan ICU. Bagas dibawa ke UGD. Semuanya sedang mendapatkan perawatan medis.Sementara itu, Irwan menghubungi rekan kerjanya yang lain untuk membantunya mengamankan lokasi serta membantunya membawa mobil milik para korban dan tersangka.Irwan tak lupa menghubungi Ayu dan mengabarkan kejadian buruk ini."Apa! Dimana? Kenapa bisa seperti itu!" Ayu berteriak karena kaget ketika Irwan menceritakan kronologi yang terjadi."Mereka sudah dibaw
Kelima lelaki yang berdiri di hadapan Senja, mulai melepas pakaian mereka lalu disusul dengan celana yang mereka kenakan. Kelimanya menyeringai dan tertawa tak jelas melihat Senja yang ketakutan.Sementara itu, Bagas masih ada di luar. Saat ia mengendap masuk ke dalam, seseorang berdiri di belakangnya."PRak!" Lelaki asing itu memukul Bagas menggunakan kayu.Bagas memegangi kepalanya. Ia meringis kesakitan sembari menoleh ke belakang dan menatap wajah si pria."Siapa kau!" si pria berteriak dengan marah."Hai ada penyusup di sini!" si pria memanggil teman temannya yang ada di dalam gudang.Lily yang ada di dalam gudang dan mendengar teriakan si pria, segera keluar dari gudang, untuk memeriksa apa yang terjadi.Namun Bagas tak kalah cekatan dengan si pria. Belum satu orang pun datang ke tempat itu, Bagas meraih balik kayu dari tangan si pria. Ia mengayunkan balik kayu ke kepala si pria."BRak! PRak!" Si pria mengaduh kesakitan. Bagas mengambil pisau kecil yang menyembul di dekat saku
Dari kejauhan, Bagas yang baru saja keluar dari rumah sakit sesuai menjenguk temannya, terperanjat melihat Lily dan beberapa laki laki yang berdiri menghadap ke arah sebuah mobil."Apa yang mereka lakukan? Kenapa Lily ada di sini? Pasti ada yang tidak beres!" Bagas bicara dalam hati. Ia bersembunyi di balik dinding dan mengamati pembicaraan mereka dengan seksama."Cepat bawa dia ke gudang tembakau kita yang ada di perbatasan kota!" Lily memerintahkan anak buahnya."Siapa yang akan dia bawa ke sana?" Bagas bicara dalam hati.Dua orang lelaki masuk ke dalam mobil. Mereka memindahkan tubuh Senja ke kursi belakang kemudi. "Kami berangkat sekarang!" Dua anak buahnya pamit."Aku akan menyusul!" Lily menjawab.Mobil hitam melaju tepat di hadapan Bagas. Bagas melongo kaget karena ia tersadar jika mobil yang baru saja lewat adalah milik Dafa."Apakah yang di dalam mobil adalah Senja?" Bagas pun berinisiatif untuk mengikuti mobil itu.Ia masuk ke dalam mobil dan dengan lihai mengikuti mobil
"Kualitas sperma pasien, sangat buruk. Hal ini akan menyebabkan, pasien mengalami kesulitan untuk memiliki momongan.""Apa?" Ayu melongo mendengar penjelasan Dokter."Nggak mungkin Dok. Saya pernah cek kesuburan, aman kok! Nggak ada masalah! Sekarang kenapa bisa bermasalah!" Dafa protes."Bisa anda katakan dimana anda melakukan tes itu?""Di Rumah Sakit Goldy Health. Waktu itu saya dan mantan istri saya melakukan tes bersama."Dokter hanya menggelengkan kepalanya sembari menyodorkan selembar kertas berisi catatan medis."Dafa, menurut Mama, Dokter Alin ini lebih bisa dipercaya. Sebab, dulu kamu tes. Katanya Lily yang susah punya anak. Divonis mandul segala macam. Nyatanya? Dia bisa hamil!" seru Ayu."Iya ya." "Sudahlah Mas. Nggak perlu bahas soal anak lagi. Kalau memang tiba waktunya, kita punya momongan, kita pasti akan punya!" seru Senja."Kemungkinannya sangat tipis sekali untuk bisa memiliki momongan." Dokter menyahut.Dafa tampak shock dengan ucapan Dokter. Ia menundukkan wajahn
Bangkai tikus itu telah dimasukkan oleh security rumah, ke dalam kantong plastik. Namun meskipun begitu, bau busuknya masih tercium oleh semua orang."Siapa yang berani membuang bangkai ke sini Pak? Perumahan ini dijaga ketat. Kenapa sampai ada orang yang berani keliaran di sini dengan tujuan yang tak baik." Dafa mulai emosi."Setahu saya semenjak Pak Mulyo sudah pensiun dari security perumahan, mereka membebaskan orang orang untuk keluar masuk wilayah ini.""Nggak beres ini! Lama lama perumahan kita akan jadi kumuh." Suara keributan yang terjadi, membuat Ayu ikut keluar dari rumah."Ada apa? Kenapa semuanya berkumpul di sini?""Ada yang melemparkan bangkai tikus ke sini, Ma." Dafa menjawab."Jorok! Itu paling kerjaan orang iseng. Pengangguran yang iri dengan kehidupan orang lain. Sudahlah abaikan saja!" seru Ayu.Ayu melenggang masuk lagi ke dalam rumah. Pak Man mengantarkan Bi Sari berbelanja.Dafa dan Senja juga masuk ke dalam rumah. "Ada apa Ma?" tanya Ethan yang ikut penasaran.
Sembari fokus menyetir, Senja meraih ponselnya dan menelepon Dafa."Mas!" Terdengar suara istrinya yang sedang gemetar karena panik."Ada apa sayang? Kenapa suaramu berubah menjadi seperti orang yang sedang panik?""Mas, aku takut! Ada orang yang sejak tadi mengikuti aku!""Mengikuti? Maksudnya?""Di belakang mobilku, ada orang yang menggunakan sepeda motor. Dia mengejar mobilku. Aku belok ke kanan, dia juga ikut belok ke kanan.""Tenang! Jangan takut dan jangan panik! Kamu fokus melihat ke arah depan saja. Jangan pikirkan orang itu. Dan jangan menyetir ke tempat sepi. Aku akan menyusulmu sekarang. Katakan dimana posisimu!" seru Dafa."Jembatan Helly!" sahut Senja."Baiklah! Di dekat Jembatan Helly ada sebuah pasar yang cukup besar. Menyetir lah ke arah pasar itu. Lalu minta bantuan pada orang orang yang ada di pasar. Penjahat seperti mereka akan berpikir ulang, jika kau sudah ada di dalam pasar.""Baiklah!" Senja menutup ponselnya.Dafa segera masuk ke dalam mobil dan menyusul istrin