Joane membuka matanya. Pandangannya masih remang-remang. Ia mencoba mengerjapkan matanya dan mengedarkan tatapan matanya ke sekeliling ruangan itu.
Joane bangun dan mencoba untuk duduk. Otaknya sedang mencoba untuk berpikir dengan hal yang sebelumnya terjadi saat Ia memasuki rumah besar ini dari pintu belakang.Tiba-tiba pintu terbuka, Joane ketakutan dan naik ke atas tempat tidur lagi dan merapatkan tubuhnya ke sudut sambil memeluk lutut. Seraut wajah wanita yang sudah cukup renta terlihat di pintu yang sudah terbuka.Wanita tua itu perlahan mendekati ranjang Joane. Ia kemudian terkekeh melihat wajah Gadis yang ada di depannya itu menjadi pias dan pucat."Kemarilah, mendekatlah padaku. Jangan takut begitu, Aku ini bukan setan." katanya sambil mengulurkan tangannya. Joane belum bergeming dari tempatnya, Ia masih ragu dengan perkataan wanita tua itu."Namaku Nek Ishaq, ayo kemarilah. Lihatlah makanan ini. Kau pasti lapar kan?" dengan masih diliputi perasaaan takut, Jaone beringsut perlahan mendekati Nenek itu."Aku Joane" dengan suara lirih dan agak bergetar, Ia menyebutkan namanya."Nama yang cantik. Secantik orangnya. Ayo makanlah dulu, habiskan semuanya ya."Nenek Ishaq kemudian pergi meninggalkan Joane sendirian di kamar itu.Setelah bayangan Nenek itu tak terlihat lagi, Ia pun mulai memakan hidangan yang ada di atas meja dekat ranjangnya. Semua makanannya habis tak tersisa. Karena memang dari pagi Joane belum mengisi perutnya.Ia membawa piring kotornya untuk di taruh di dapur. Di depan puntu kamar, Ia celingukan mencoba menerka ke mana arah dapurnya. Namun, tiba-tiba matanya menangkap sesosok bayangan hitam yang ada di lantai atas.Tapi Ia yakin, sosok itu bukan Nenek Ishaq. Perawakannya agak tinggi, seperti seorang Laki-laki."Hey, apa yang sedang Kau lakukan d sini?" suara Nek Ishaq mengagetkan Joane."Nenek,....Aku cuma mau ke dapur menaruh piring kotor ini Nek.""Itu, pergilah ke sana. Jangan lupa cuci saja sekalian biar bersih."Joane melangkah menuju arah yang tadi ditunjukkan oleh Nek Ishaq. Dalam hatinya merasa heran juga, karena di rumah sebesar dan semewah ini hanya ada Nek Ishaq dan seseorang yang Ia lihat tadi.Dan Gadis itu pun baru ingat, ketika Ia pertama kali mellihat sosok Nek Ishaq yang sangat menyeramkan seperti hantu dan Ia langsung pingsan tak sadarkan diri. 'Lalu, Siapa yang telah membawanya ke dalam kamar tadi?' batinnya sedang diliputi sejuta pertanyaan.Selesai mencuci piring dan gelas yang kotor tadi, Joane memutuskan untuk kembali ke kamar yang tadi. Namun, baru beberapa langkah, suara Nek Ishaq kembali mengagetkannya. Ia pun menoleh ke arah suara deheman Nek Ishaq.'Aneh sekali Nenek ini, datang dan pergi tiba-tiba. Seperti hantu saja.' gumamnya dalam hati."Iya Nek, ada apa?""Kemari, duduklah sebentar. Aku ingin bicara padamu." Joane pun duduk berhadapan dengan wanita tua itu."Dengarkan Aku baik-baik. Mulai besok tugasmu adalah membersihkan semua rumah ini dari lantai satu sampai lantai dua.""Hah, Aku Nek? tapi, Aku.......""Jangan membantah, atau Kau akan Aku usir biar jadi gelandangan di luar sana?""Iya Nek, baiklah." Joane tak berani membantah lagi. Daripada nanti diusir dan jadi gelandangan di jalanan kan?Ingat, bangun yang pagi dan langsung mulai bekerja. Menyapu, mengepel dan mengelap semua kaca biar bersih. Mengerti?""Iya Nek, mengerti." angguknya dengan perasaan takut."Bagus, sekarang Istirahatlah. Jangan lupa obatii kakimu itu. Aku tidak mau lukamu itu jadi busuk dan rumah ini jadi ikut bau." Nek Ishaq menunjuk sebuah kotak obat yang ada di tembok."Ingat baik-baik Joane, tugasmu hanya membersihkan rumah ini sampai lantai dua saja. Jangan sekali-kali Kamu naik ke lantai tiga.""Memangnya ada apa di lantai tiga Nek?" tanya Joane dengan perasaan was-was."Karena di lantai tiga ada monster yang sangat buas dan akan menerkam Siapa saja yang berani lancang memasuki sarangnya." jawab Nek Ishaq dengan penuh tekanan. Seketika bulu kuduk Joane meremang dan berdiri.Tanpa banyak bertanya lagi, Ia pun segera mengambil obat dan berlari masuk ke dalam kamarnya.'Sebenarnya rumah Siapa ini? dan benarkah apa yang dikatakan oleh Nek Ishaq tadi kalo di rumah ini ada monster?' Ya Tuhaann, ku mohon lindungi Aku'. doa Joane sebelum Ia memejamkan matanya.Monster yang berwajah mengerikan itu semakin mendekati Joane. Dengan taring tajamnya, Ia seakan siap mencabik tubuh gadis yang masih sangat segar itu. Suaranya menggeram, cairan hijau yang kental terus menetes dari mulutnya yang bertaring."Jangaan,.....pergilah,.....ampuuunn." Joane mundur ketakutan dengan tubuh gemetaran. Tubuhnya serasa tak bertulang, lari pun sudah tak punya tenaga lagi."Beraninya Kau mengusikku,....tubuhmu akan menjadi santapanku, ha ha ha ha......" Monster itu semakin mendekat, Joane menutup wajahnya dan berteriak sekencang-kencangnya."Toloooooong,.....Siapapun tolong Akuuuuu.""Hey bocah, bangun! pagi-pagi sudah mengigau tak karuan. Ayo cepat bangun, dasar pemalas!" Joane tersentak kaget manakala Ia mendengar suara cetar Nek Ishaq ada di dekat telinganya. Dengan tongkatnya, Ia menggoyang-goyangkan tubuh Joane agar bangun."Nenek? Aku di mana Nek?" Joane duduk dan menatap ke sekelilingnya. Monster itu sudah tak ada di sana. Ia menatap jendelanya yang sudah ter
"Hey, bangun,.....ayo cepat bangun. Dasar penakut." Joane membuka matanya dan tersentak kaget, hampir saja Ia berteriak kalo saja Nek Ishaq tak segera mencubit pipinya."Hey, apa yang yang sudah Kau lakukan gadis nakal? bukankah sudah ku bilang, jangan naik ke lantai tiga hah!""Adduuhh Nek, maaf, ampun Nek. Sungguh Aku tidak sengaja naik ke sana." "Tidak sengaja apanya, jelas-jelas Kau sudah mengunjakkan kakimu di sana. Dan Kau sudah mengusik Monster itu.""Iya Nek, Aku,.....melihatnya Nek. Aduh ,tolong Aku Nek.....Aku tidak mau dimakan olehnya."Joane memeluk tubuh Nek Ishaq dengan erat sampai perempuan tua itu sesak nafas. Dengan tongkatnya, Ia memukul punggung Joane.PLETAKK"Auww Nek, sakit. Kenapa memukul punggungku."Joane merajuk. Sedangkan Nek Ishaq langsung menepis tubuh gadis itu."Salahmu sendiri, kenapa memelukku sangat erat. Aku hampir kelhilangan nafasku!""Maaf Nek, Aku takut Nek. Aku takut Monster itu akan mengejarku ke sini." Joane ketakutan dan mengarahkan tatapann
sampai hari ini Joane tak habis pikir dengan Tuan Pieter, pemilik rumah besar yang sekarang Ia tinggali. Ia tak pernah keluar rumah, setiap pagi Ia akan berangkat ke Kantor, dan sorenya sekitar jam empat sudah kembali lagi ke rumah. Setelah itu, Ia tak pernah keluar lagi dari lantai atas. Masalah makanan pun cukup diantarkan saja ke lantai atas dan di taruh di meja yang ada di depan kamarnya."Nek Tuan Pieter itu sebenarnya Siapa sih?" tanya Joane suatu ketika pada Nek Ishaq yang telah lama tinggal di rumah itu."Nanti Kau juga akan tahu. Yang penting, jangan sampai Kau membuatnya murka dengan segala kecerobohanmu." hanya itu jawaban yang Ia dengar dari nenek tua itu."Dan di rumah sebesar ini hanya ada Kita bertiga saja ya Nek.""Iya, Karena Tuan Pieter memang tidak suka kalo terlalu banyak orang. Berisik katanya." Joane semakin tidak mengerti dengan sikap dari Tuan Pieter. Bahkan sekalipun Ia tak pernah melihatnya tersenyum. Mukanya sangat kaku dan sikapnya juga sangat dingin. Tak p
Dengan perasaan yang penuh dengan tanda tanya, akhirnya Joane menaiki tangga menuju lantai tiga, tempat yang paling Ia takuti. Karena di sana merupakan tempat kediaman si Tuan dingin, yang tak pernah mau tersenyum. Bahkan bicara saja sangat sedikit, hanya yang penting-penting saja.Ketika sampai di lantai atas, Joane celingukan, dan akhirnya Ia bisa menemukan sosok dingin yang sedang duduk memegang tablet ditangannya, di sudut ruangan. Jika tidak teliti, maka posisinya tidak akan bisa dilihat. Apalagi semua cat dan interior yang ada di sana berwarna gelap.'Manusia macam apa yang bisa hidup di tempat seperti ini,' gumam Joane dalam hatinya."Kemarilah, kenapa hanya berdiri di situ?" heran juga Joane dengan sikap Tuan Pieter itu. Padahal Ia belum menatap ke arahnya sama sekali, tapi sudah tahu tentang kedatangannya. Maka, Joane pun melangkah mendekati Tuan Pieter dan setelah jaraknya hanya sepuluh langkah lagi, Joane berhenti dan duduk bersimpuh layaknya pelayan di hadapan Sang Raja."
"Dua tahun yang lalu, Tuan kehilangan dua orang yang sangat berarti dalam hidupnya."Dengan penuh seksama, Joane mendengarkan penuturan dari Nenek tua itu. Ternyata kisah hidup Tuan Pieter sangatlah tragis. Istri dan Putri kecilnya meninggal karena ulah dari orang yang menaruh dendam padanya.Sejak peristiwa itu, Ia menjadi pria yang sangat dingin. Bahkan Ia memutuskan untuk pindah dari rumahnya yang dulu, dan menetap di rumah yang sekarang ditempatinya. Namun, Ia juga lebih memilih untuk tidak bergaul dengan dunia luar. Meskipun setiap hari Ia selalu tetap bekerja di Kantor, namun itu hanya untuk urusan pekerjaan saja. Selebihnya, Ia hanya mengurung diri di dalam kamar dan ruang kerjanya. Ia juga tidak mengijinkan orang lain untuk tinggal di rumah besar itu selain Nek Ishaq, orang yang benar-benar sudah dipercayainya."Siaoa yang sudah membunuh Mereka Nek?" "Saingan bisnis Tuan tentunya.""Dan sampai sekarang Tuan lebih suka tinggal sendiri dan kesepian ya Nek." lanjut Joane lagi d
Seorang lelaki muda yang berparas tampan sedang duduk terpekur di sisi ranjang. Du depannya nampak sedsng terbaring tubuh seorang wanita yang sudah berumur dengan selang infus ditangannya."Kau, sejak kapan ada di sini. Bukankah seharusnya Kau bekerja di Kantor?" Pemuda itu menggeser kursinya agar lebih mendekat, dengan seulaa senyum Ia menggenggam tangan Sang Mama."Hari ini tidak ada rapat maupun pertemuan dengan klien Ma, makanya Aku bisa menemani Mama di sini." sahutnya dengan lembut."Mana Adikmu Luis. Apa Kau sudah berhasil menemukannya?" dengan nafas berat pemuda itu menggeleng. Setiap hari yang ditanyakan adalah Adiknya, yang sampai hari ini belum bisa ditemukan."Bagaimana keadaannya sekarang. Mama sangat cemas setiap hari memikirkan Adikmu itu.Semua ini karena Papamu yang keras kepala itu Luis.""Sudahlah Ma, jangan menyalahkan Papa terus-terusan." Luis sepertinya merasa keberatan kalo Mamanya selalu menyalahkan Papanya yang telah membuat keputusan besar untuk Joane."Mama
"Nek, apa Aku salah kalo berpikir Tuanlah yang telah memakan Mie Instanku kemarin malam?"dengan setengah berbisik Joane bertanya tentang masalah yang sampai sekarang belum bisa Ia temukan Siapa sebenarnya yang telah menghabiskan Mie nya."Ish, jaga bicaramu itu Jo. Jangan menuduh sembarangan, itu namanya fitnah. Asal kamu tahu Jo, kalo Tuan itu tidak boleh makan Mie insfan. Ada masalah dengan lambungnya,""Tapi, di rumah ini kan cuma ada Kita bertiga Nek. Atau jangan-jangan Nenek yang memakannya."PLETAAKKKKCentong yang ada ditangan Nenek tua itu langsung mendarat di kepala Joane."'Auuwww Nek, sakit. Iya maaf, Aku kan cuma bercanda. Kenapa memukulku dengan centong?"Nek Ishaq terkekeh, melihat gadis itu merajuk."Makanya jangan asal tuduh. Di pukul baru tahu rasa Kamu Jo," "Habisnya, Aku sangat penasaran siapa yang telah memakannya dengan diam-diam tanpa ijin dariku.""Siapa tahu di makan tikus Jo.""Selama Aku tinggal di sini, rasanya belum pernah sekalipun Aku melihat seorang ti
Joane cuma bisa duduk termenung sendirian di sisi ranjang menemani Majikannya. Sudah hampir satu jam Ia Menunggui Tuan Pieter, karena Nek Ishaq sudah pulang duluan. Lagi pula memang tidak boleh ada dua orang yang menunggui pasien.'Siapa yang sedang sakit ya?' sedari tadi Joane sebenarnya merasa gelisah. Begitu Ia melihat Clara di rumah sakit itu juga, Ia jadi penasaran siapa sebenarnya yang sedang bersama Clara.Joane bangkit dan berdiri dibdepan kaca..Ia menyingkap tirai jendela dan mengintip ke luar.Ingin sekali Ia keluar dan bertanya, tapi bagaimana dengan Tuan Pieter nanti. Dia pasti akan marah jika tahu ditinggal sendiri. Akhirnya Ia duduk lagi di samping ranjang Tuannya. Meskipun pikirannya masih gelisah. Jadinya duduk pun tak merasa senang."Berisik sekali Kau. Duduk saja tidak bisa tenang!"Joane kaget mendengar suara sarkas itu. "Tuan,....maaf, Saya kira Anda belum sadarkan diri.""Ambilkan Aku minum." perintah Tuan Pieter pada gadis itu."Ini Tuan." Jaone mengulurkan sebo
Tuan Pieter melangkah masuk, kemudian menarik tangan Joane yang masih duduk di sisi Mamanya."Ikut Aku pulang!" "Iya Tuan, Saya akan ikut pulang. Tapi tolong beri Saya sedikit waktu lagi untuk menjelaskan pada Mama Saya.""Kenapa Anda bersikap begitu pada adik Saya Tuan..Siapa Anda, kenapa terlalu menekannya begitu..Jangan-jangan Anda ini seorang pen.....""Karena Dia adalah pembantuku, dan Dia sudah terikat perjanjian denganku." Jawab Tuan Pieter dengan wajah datar."Tuan, tolong,....biarkan Dia pulang bersamaku karena Joane adalah putriku." Nyonya Wilson menghiba pada Tuan Pieter agar tidak membawa putrinya. Kini Joane yang kebingungan sendiri, akankah ikut pulang ke rumah atau ikut pulang bersama Majikannya itu."Tuan, beri waktu Saya sebentar untuk bicara dengan Mereka." "Lima menit, waktumu hanya lima menit." ucap Tuan Pieter dan membalikkan badan melangkah ke pintu dan menunggu Joane di depan kamar."Ma, Kakak, maafkan Aku. Bukannya Aku tidak sayang sama Kalian. Tapi Tuan Piet
Joane cuma bisa duduk termenung sendirian di sisi ranjang menemani Majikannya. Sudah hampir satu jam Ia Menunggui Tuan Pieter, karena Nek Ishaq sudah pulang duluan. Lagi pula memang tidak boleh ada dua orang yang menunggui pasien.'Siapa yang sedang sakit ya?' sedari tadi Joane sebenarnya merasa gelisah. Begitu Ia melihat Clara di rumah sakit itu juga, Ia jadi penasaran siapa sebenarnya yang sedang bersama Clara.Joane bangkit dan berdiri dibdepan kaca..Ia menyingkap tirai jendela dan mengintip ke luar.Ingin sekali Ia keluar dan bertanya, tapi bagaimana dengan Tuan Pieter nanti. Dia pasti akan marah jika tahu ditinggal sendiri. Akhirnya Ia duduk lagi di samping ranjang Tuannya. Meskipun pikirannya masih gelisah. Jadinya duduk pun tak merasa senang."Berisik sekali Kau. Duduk saja tidak bisa tenang!"Joane kaget mendengar suara sarkas itu. "Tuan,....maaf, Saya kira Anda belum sadarkan diri.""Ambilkan Aku minum." perintah Tuan Pieter pada gadis itu."Ini Tuan." Jaone mengulurkan sebo
"Nek, apa Aku salah kalo berpikir Tuanlah yang telah memakan Mie Instanku kemarin malam?"dengan setengah berbisik Joane bertanya tentang masalah yang sampai sekarang belum bisa Ia temukan Siapa sebenarnya yang telah menghabiskan Mie nya."Ish, jaga bicaramu itu Jo. Jangan menuduh sembarangan, itu namanya fitnah. Asal kamu tahu Jo, kalo Tuan itu tidak boleh makan Mie insfan. Ada masalah dengan lambungnya,""Tapi, di rumah ini kan cuma ada Kita bertiga Nek. Atau jangan-jangan Nenek yang memakannya."PLETAAKKKKCentong yang ada ditangan Nenek tua itu langsung mendarat di kepala Joane."'Auuwww Nek, sakit. Iya maaf, Aku kan cuma bercanda. Kenapa memukulku dengan centong?"Nek Ishaq terkekeh, melihat gadis itu merajuk."Makanya jangan asal tuduh. Di pukul baru tahu rasa Kamu Jo," "Habisnya, Aku sangat penasaran siapa yang telah memakannya dengan diam-diam tanpa ijin dariku.""Siapa tahu di makan tikus Jo.""Selama Aku tinggal di sini, rasanya belum pernah sekalipun Aku melihat seorang ti
Seorang lelaki muda yang berparas tampan sedang duduk terpekur di sisi ranjang. Du depannya nampak sedsng terbaring tubuh seorang wanita yang sudah berumur dengan selang infus ditangannya."Kau, sejak kapan ada di sini. Bukankah seharusnya Kau bekerja di Kantor?" Pemuda itu menggeser kursinya agar lebih mendekat, dengan seulaa senyum Ia menggenggam tangan Sang Mama."Hari ini tidak ada rapat maupun pertemuan dengan klien Ma, makanya Aku bisa menemani Mama di sini." sahutnya dengan lembut."Mana Adikmu Luis. Apa Kau sudah berhasil menemukannya?" dengan nafas berat pemuda itu menggeleng. Setiap hari yang ditanyakan adalah Adiknya, yang sampai hari ini belum bisa ditemukan."Bagaimana keadaannya sekarang. Mama sangat cemas setiap hari memikirkan Adikmu itu.Semua ini karena Papamu yang keras kepala itu Luis.""Sudahlah Ma, jangan menyalahkan Papa terus-terusan." Luis sepertinya merasa keberatan kalo Mamanya selalu menyalahkan Papanya yang telah membuat keputusan besar untuk Joane."Mama
"Dua tahun yang lalu, Tuan kehilangan dua orang yang sangat berarti dalam hidupnya."Dengan penuh seksama, Joane mendengarkan penuturan dari Nenek tua itu. Ternyata kisah hidup Tuan Pieter sangatlah tragis. Istri dan Putri kecilnya meninggal karena ulah dari orang yang menaruh dendam padanya.Sejak peristiwa itu, Ia menjadi pria yang sangat dingin. Bahkan Ia memutuskan untuk pindah dari rumahnya yang dulu, dan menetap di rumah yang sekarang ditempatinya. Namun, Ia juga lebih memilih untuk tidak bergaul dengan dunia luar. Meskipun setiap hari Ia selalu tetap bekerja di Kantor, namun itu hanya untuk urusan pekerjaan saja. Selebihnya, Ia hanya mengurung diri di dalam kamar dan ruang kerjanya. Ia juga tidak mengijinkan orang lain untuk tinggal di rumah besar itu selain Nek Ishaq, orang yang benar-benar sudah dipercayainya."Siaoa yang sudah membunuh Mereka Nek?" "Saingan bisnis Tuan tentunya.""Dan sampai sekarang Tuan lebih suka tinggal sendiri dan kesepian ya Nek." lanjut Joane lagi d
Dengan perasaan yang penuh dengan tanda tanya, akhirnya Joane menaiki tangga menuju lantai tiga, tempat yang paling Ia takuti. Karena di sana merupakan tempat kediaman si Tuan dingin, yang tak pernah mau tersenyum. Bahkan bicara saja sangat sedikit, hanya yang penting-penting saja.Ketika sampai di lantai atas, Joane celingukan, dan akhirnya Ia bisa menemukan sosok dingin yang sedang duduk memegang tablet ditangannya, di sudut ruangan. Jika tidak teliti, maka posisinya tidak akan bisa dilihat. Apalagi semua cat dan interior yang ada di sana berwarna gelap.'Manusia macam apa yang bisa hidup di tempat seperti ini,' gumam Joane dalam hatinya."Kemarilah, kenapa hanya berdiri di situ?" heran juga Joane dengan sikap Tuan Pieter itu. Padahal Ia belum menatap ke arahnya sama sekali, tapi sudah tahu tentang kedatangannya. Maka, Joane pun melangkah mendekati Tuan Pieter dan setelah jaraknya hanya sepuluh langkah lagi, Joane berhenti dan duduk bersimpuh layaknya pelayan di hadapan Sang Raja."
sampai hari ini Joane tak habis pikir dengan Tuan Pieter, pemilik rumah besar yang sekarang Ia tinggali. Ia tak pernah keluar rumah, setiap pagi Ia akan berangkat ke Kantor, dan sorenya sekitar jam empat sudah kembali lagi ke rumah. Setelah itu, Ia tak pernah keluar lagi dari lantai atas. Masalah makanan pun cukup diantarkan saja ke lantai atas dan di taruh di meja yang ada di depan kamarnya."Nek Tuan Pieter itu sebenarnya Siapa sih?" tanya Joane suatu ketika pada Nek Ishaq yang telah lama tinggal di rumah itu."Nanti Kau juga akan tahu. Yang penting, jangan sampai Kau membuatnya murka dengan segala kecerobohanmu." hanya itu jawaban yang Ia dengar dari nenek tua itu."Dan di rumah sebesar ini hanya ada Kita bertiga saja ya Nek.""Iya, Karena Tuan Pieter memang tidak suka kalo terlalu banyak orang. Berisik katanya." Joane semakin tidak mengerti dengan sikap dari Tuan Pieter. Bahkan sekalipun Ia tak pernah melihatnya tersenyum. Mukanya sangat kaku dan sikapnya juga sangat dingin. Tak p
"Hey, bangun,.....ayo cepat bangun. Dasar penakut." Joane membuka matanya dan tersentak kaget, hampir saja Ia berteriak kalo saja Nek Ishaq tak segera mencubit pipinya."Hey, apa yang yang sudah Kau lakukan gadis nakal? bukankah sudah ku bilang, jangan naik ke lantai tiga hah!""Adduuhh Nek, maaf, ampun Nek. Sungguh Aku tidak sengaja naik ke sana." "Tidak sengaja apanya, jelas-jelas Kau sudah mengunjakkan kakimu di sana. Dan Kau sudah mengusik Monster itu.""Iya Nek, Aku,.....melihatnya Nek. Aduh ,tolong Aku Nek.....Aku tidak mau dimakan olehnya."Joane memeluk tubuh Nek Ishaq dengan erat sampai perempuan tua itu sesak nafas. Dengan tongkatnya, Ia memukul punggung Joane.PLETAKK"Auww Nek, sakit. Kenapa memukul punggungku."Joane merajuk. Sedangkan Nek Ishaq langsung menepis tubuh gadis itu."Salahmu sendiri, kenapa memelukku sangat erat. Aku hampir kelhilangan nafasku!""Maaf Nek, Aku takut Nek. Aku takut Monster itu akan mengejarku ke sini." Joane ketakutan dan mengarahkan tatapann
Monster yang berwajah mengerikan itu semakin mendekati Joane. Dengan taring tajamnya, Ia seakan siap mencabik tubuh gadis yang masih sangat segar itu. Suaranya menggeram, cairan hijau yang kental terus menetes dari mulutnya yang bertaring."Jangaan,.....pergilah,.....ampuuunn." Joane mundur ketakutan dengan tubuh gemetaran. Tubuhnya serasa tak bertulang, lari pun sudah tak punya tenaga lagi."Beraninya Kau mengusikku,....tubuhmu akan menjadi santapanku, ha ha ha ha......" Monster itu semakin mendekat, Joane menutup wajahnya dan berteriak sekencang-kencangnya."Toloooooong,.....Siapapun tolong Akuuuuu.""Hey bocah, bangun! pagi-pagi sudah mengigau tak karuan. Ayo cepat bangun, dasar pemalas!" Joane tersentak kaget manakala Ia mendengar suara cetar Nek Ishaq ada di dekat telinganya. Dengan tongkatnya, Ia menggoyang-goyangkan tubuh Joane agar bangun."Nenek? Aku di mana Nek?" Joane duduk dan menatap ke sekelilingnya. Monster itu sudah tak ada di sana. Ia menatap jendelanya yang sudah ter