"Bagaimana kabarmu, Airen?" tanya suara seorang pria dari seberang telepon.Airen tidak langsung menjawab. Ia merasa mengenali suara tersebut, meskipun tidak terlalu yakin."Kenapa kau terdiam? Apakah kau sedang takut?" tanyanya meledek.Airen sedikit geram dan merasa perlu menjawab tudingan itu. "Aku tidak pernah takut denganmu," balasnya ketus."Baguslah kalau kau tidak takut, karena rasa ketakutanmu itu akan tidak senada dengan baju hijau pastel yang kau kenakan. Kulihat kau juga sudah membaik sekarang. Aku sudah tidak melihat lagi bekas karyaku di tubuhmu.""Tutup mulutmu!""Ah, takut!" ledeknya lagi sembari tertawa. "Omong-omong, bagaimana dengan saudara yang duduk disampingmu itu? Apakah ia juga ingin merasakan pengalaman sepertimu?"Sial, sepertinya kami kalah langkah, gerutu Airen dalam hati. Apakah dia benar-benar sedang mengawasi kami sekarang?Airen langsung mengedar pandangan ke sekitar. Matanya mulai menyisir ke setiap meja pengunjung. Tidak ada yang mencurigakan. Lantas
Mata Airel ikut melotot saat melihat isi amplop yang telah dipegangnya. Secarik kertas kusam dengan tulisan tangan menggunakan pen tinta berwarna biru. *** Permainan akan dimulai kembali. Jagalah mereka yang ada di sekitarmu! Aku akan bermain lagi dengan salah satunya. ***Airel menggeram pelan. Ia tidak tahu apakah tulisan itu hanya sebuah gertakan atau akan benar-benar direalisasikan. Yang pasti mereka harus lebih waspada jika itu akan menjadi kenyataan. Namun permasalahan barunya adalah siapa yang akan ditargetkan? Bukankah sudah tidak ada catatan atau petunjuk lagi di buku merah. Apa ini rencana dadakan? "Apakah tulisan itu berarti akan ada korban lagi?" sela Aipda Hendri tiba-tiba. Sedari tadi ia memang sudah diam-diam membaca isinya saat Airel menerima kertas itu dari Airen. "Kemungkinan besar begitu," sahut Airen yang melihat Airel belum bisa menentukan jawaban. Jujur saja Airel sebenarnya merasa khawatir setelah tahu isi kertas itu. Selama ini isi yang ada di dalam buk
Sepulang dari kantor polisi, si Kembar langsung menuju rumah. Saat di perjalanan pulang, mereka sempat membelikan sekotak pizza untuk Alfie. Mereka tahu pamannya pasti akan senang jika dibawakan makanan favorit. Namun sekitar seratus meter lagi akan sampai ke rumah, Airen terpaksa memelankan laju mobilnya. Si Kembar melihat sebuah mobil berkelir hitam keluar dari halaman rumah mereka. "Siapa itu?" ucap Airen setengah berbisik. Airel langsung mengerti apa yang diherankan adiknya. Ia juga bertanya-tanya siapa yang telah menyambangi kediaman mereka. Setahunya Alfie tidak pernah membiarkan orang lain untuk datang berkunjung. Terakhir kali ialah saat pamannya itu mengizinkan Mira dan Dokter Doni untuk datang ke rumah. "Entahlah, sangat tidak biasa," timpal Airel sembari mengernyit bingung. "Namun jika dilihat dari pelat nomornya, itu bukan kendaraan dari daerah sini. Perasaanku jadi tidak enak. Semakin mencurigakan saja.""Kalau begitu, saatnya kita cari tahu," sahut Airen dan langsung
Lingkaran-lingkaran asap putih kembali mengepul di udara. Entah berapa batang rokok yang telah habis diisap Hardian. Tingkahnya seakan sudah tidak peduli lagi dengan paru-parunya. Yang penting ia merasa tenang dan nyaman di tengah lantunan musik klasik era delapan puluhan. Sesekali ia juga meneguk vodka dari gelas kecil bermotif belimbing yang terletak di meja. Kemudian mengisinya lagi dan meminum kembali sampai isi botol kaca itu habis.Semenjak Airen lolos dari cengkeraman dan dirinya menjadi buronan, Hardian hanya menghabiskan waktu di sebuah rumah yang terletak di pinggir kota. Ia juga melakukan aktifitas di luar rumah hanya pada saat malam hari saja. Selain itu, orang-orang yang tinggal di sekitar rumahnya terbilang cukup apatis dengan lingkungan. Mereka lebih sibuk dengan urusan pribadi dan pekerjaan. Oleh karena itu, sementara ini Hardian merasa cukup aman untuk bersembunyi di rumah itu."Kau terlihat buruk dan menyedihkan sekali," ujar seseorang berjalan menghampiri Hardian la
Waktu telah menunjukkan pukul satu dini hari. Sebagian orang menganggap ini adalah waktu beristirahat atau mempersiapkan energi untuk kegiatan di pagi harinya. Namun, sebagian lagi merasa ini adalah waktu yang paling pas untuk memulai aktifitas dan mencari hiburan yang memanjakan diri, termasuklah Hardian. Menggunakan kemeja putih dengan dua kancing atas yang dibiarkan terbuka, lalu dibalut lagi dengan jaket hitam membuat Hardian tampak lebih menarik. Belum lagi kumis tipis dan daerah dagu hingga ke pipi yang ditumbuhi oleh bulu halus, itu akan membuatnya semakin menggairahkan bagi kaum hawa. Tampilannya benar-benar necis bak duda tampan dengan harta melimpah. Ia pun memutuskan untuk mencari hiburan di sebuah kelab malam yang cukup ternama di kota itu. Saat kakinya sudah menapaki pintu masuk, suara dentuman musik langsung menerjang gendang telinganya. Puluhan wanita seksi menggeliat dengan pakaian ketat di lantai dansa. Tepat di bawah naungan kerlipan lampu warna-warni, lekuk tubuh
Pagi-pagi buta Inspektur Yoga telah menelepon Alfie untuk meminta si Kembar agar bisa datang ke kantornya. Katanya ada perkembangan terbaru mengenai kasus yang mereka hadapi. Sesampainya di ruangan kerja Inspektur bujangan itu, ada hal yang tidak sesuai dengan prediksi si Kembar. Mereka diminta menunggu sebentar karena tiba-tiba Inspektur Yoga harus memberikan pengarahan untuk beberapa kasus yang baru saja masuk ke kepolisian. "Setelah kupikir-pikir apa tidak sebaiknya kita ceritakan saja mengenai buku merah pada Inspektur Yoga?" ujar Airen memulai pembicaraan sembari menunggu Inspektur Yoga. "Karena?" timpal Airel yang penasaran dengan alasan Airen mengusulkan hal tersebut. Padahal sebelumnya mereka telah sepakat untuk tidak memberitahukan pada pihak kepolisian. "Jika asumsi kita kemarin benar, maka kasus yang dibuat si pengecut Hardian ini akan melebar dan semakin besar. Itu artinya kita bukan hanya melawan dia seorang, bisa jadi dua atau lebih.""Aku mengerti dengan kegelisahanm
Airel langsung menyandarkan tubuhnya di kursi kemudi mobil. Sejak keluar dari ruangan kerja Inspektur Yoga, ia belum lagi bersuara. Kepalanya sedang diisi rasa penasaran terhadap Juno dan Ethereal. Jika lelaki itu memang hebat dan mantan anggota organisasi tersebut, maka organisasi seperti apakah yang juga pernah diikuti oleh ibunya itu? Dalam ingatan masa kecil, ia tahu sang ibu hanyalah perempuan biasa yang mengurusi keluarga kecilnya. Lantas bagaimana seorang yang biasa saja bisa bergabung dengan Ethereal? Atau memang benar ibunya adalah perempuan hebat—seperti yang pernah Alfie katakan—dan menjadi pionir di Ethereal. Hal itu masih saja setia menggantung di pikirannya. Selain tentang Ethereal, Airel yakin Juno mengenali sang ibu karena lelaki itu sangat membenci Yofi. Alasannya sederhana, jika seseorang tidak menyukai orang lain maka biasanya ia juga akan tidak menyukai lingkup orang yang dibenci. Itu juga bisa menjadi alasan kenapa Juno ingin bermain-main dengan dirinya dan Airen
"Sepertinya ini memang Dokter Hardian," imbuh Airel. "Ia hanya mengubah gaya rambut serta menambahkan rambut-rambut halus pada area dagu dan pipi. Di sini tidak terlihat ia sedang menyamar karena bagi orang yang sudah pernah melihatnya pasti akan mudah mengenalinya.""Ya, kau benar. Saat pertama kali melihat foto ini, aku merasa pernah melihatnya, tetapi aku lupa di mana. Namun setelah kuingat-ingat lagi, barulah tadi pagi aku sadar itu adalah foto yang pernah kalian tunjukkan di hotel keluarga Mira. Aku pun langsung mengonfirmasikan hal ini pada Mira sembari berharap dugaanku salah. Ternyata Mira pun setuju bahwa orang yang ada di foto itu memanglah Dokter Hardian," terang Sukma. "Dari mana kau mendapatkan foto ini?""Aku meminta seseorang membuntuti adikku tadi malam.""Kau biasa melakukan itu?""Tidak juga. Tadi malam aku bertengkar dengan Anya dan dia meninggalkan rumah dalam keadaan marah. Mau bagaimanapun ia adalah adikku dan aku khawatir. Jadi aku meminta temanku untuk mengiku