Home / Lain / Ralp / Kejutan

Share

Kejutan

Author: ratna antar
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Aku datang!” Ralp muncul dengan sebuah bunga merah di tangan dan aku mulai melompat karena terkejut.

“Ya Tuhan!”

“Kau seksi sekali hari ini.” Ralp hendak menyorongkan bibirnya, tapi aku mengelak dan membawanya keluar. “Mau ke mana?”

“Temani aku mencari bahan.”

“Aku kira kita akan meneruskan apa yang kita lakukan di hp.”

Aku mendesis. Pinggulku linu dan meneruskan hal-hal asik itu tidak akan banyak membantu. “Tangki mobilmu penuh?”

“Penuh untuk seharian.” Ralp bergerak untuk membenahi sabuk pengamanku. “Mau ke mana?”

“Kau tahu kuburan Taman Indah? Antar aku ke sana.”

Ralp mengernyit dan urung memutar roda. “Ke mana?”

“Aku bilang kuburan.”

“Kau tak punya kerjaan? Ada tempat yang lebih indah dari kuburan.”

Kurasakan keningku berdenyut. Aku sedang terburu-buru, dan Ralp banyak sekali omongnya. “Kalau kau tak mau, biar aku yang menyetir.”

“Tidak, aku saja.” Lalu ban mobil itu berputar. Entah mengapa aku melupakan insiden kantung darah. Mungkin aku sendiri tak terlalu peduli mengingat masih tak ada hal buruk yang akan terjadi. “Bagaimana ceritamu?” tanya Ralp sembari melirikku sesekali.

“Sangat buruk. Aku dikejar deadline dan seorang pria memperkosaku sampai pinggangku sakit."

Ralp tertawa terbahak-bahak. “Tapi kau suka.”

Aku merasa sangat miris. “Sayangnya iya.”

“Apa tema cerita kali ini?” Pria ini nampaknya begitu peduli hingga bagian terkecil diriku.

“Tentang vampire. Ada tawaran dari editorku untuk buku selanjutnya dari novel vampire yang dulu.” Lalu kudengar suara tawa yang lambat dan membuatku merinding. “Ada yang lucu?”

“Kau ingat pertemuan pertama kita?” tanya Ralp dan kulihat senyum itu semakin tampan di wajahnya.

“Ya. Evendi mengenalkan kita, kan?”

Ralp lagi-lagi tersenyum. “Aku mengenalmu sebelum itu. Kau tak tahu ya kalau aku penggemar novel vampirmu?”

Mengejutkan. Ralp tak pernah bercerita. Yah. Selama ini aku yang banyak bercerita tentang hidupku, dan karena dia pendengar yang baik, aku jadi tak mempedulikannya. “Benarkah?”

Dia mengangguk. “Waktu aku tahu kalau Evendi mengenalmu dengan dekat, aku seperti kembang api yang pecah di angkasa. Dan aku bahkan bisa menidurimu.”

Sangat miris.

“Aku jadi merasa murahan.” Yah. Aku tidur dengan cepat di pertemuan kami, dan itu membuatku jadi terlihat gampang. Pesonanya itu, loh. Dia datang dengan kemeja putih yang dilipat setengah tangan, rambut yang disisir ke belakang, dan juga parfum dengan wangi seperti jeruk nipis dan kayu manis. Apapun yang ada padanya sangat kusuka, dan ketika mabuk di dekatnya, aku ingat kalau aku terus merayu dan meminta tubuhnya. Sial. Itu membuatku malu. “Buku mana yang kau suka?”

“Yang terbaru. Bagaimana kau bisa tahu dengan detil masalah pervampiran?”

Itu tentu saja karena aku jago dan ambisius. “G****e tahu semuanya.”

“Lucu.” Ralp mengacak-acak gemas rambutku.

“Setidaknya di permulaan aku butuh g****e. Selanjutnya ya terjun ke lapangan dan mendengarkan ceritanya secara langsung dari narasumber.”

Ralp mengangguk. “Kau percaya tentang vampire?” tanya Ralp. Sesaat aku terdiam karena teringat kantung darah di tas Ralp. “Bagaimana jika mereka ada dan menyerangmu?”

“Kan ada kamu?” Ada nada mengayun manja dan juga kerlingan di mataku. Ini semacam humor intim yang membuat Ralp semakin gemas. “Belok kiri!” Aku memberi kode yang segera dilaksanakan Ralp.

Mobil kami masuk dalam sebuah gang yang cukup besar dengan beberapa pintu dan dinding tinggi. Narasumberku berada di salah satu pintu dan dia tak mau hanya ditelpon dan bayarannya harus nyata di tangan.

“Tempat ini tak seperti kuburan.” Ralp menyentuh dinding, mengusapnya, dan mencium baunya. Entah apa yang ada di pikirannya tapi aku sedikit terusik.

“Ini rumah penjaga kuburannya. Dia biasa dibayar untuk membersihkan rerumputan dan lain-lain.”

Aku segera mengetuk pintu yang kutuju. Tak ada jawaban, tapi seorang pria segera muncul dan menyambut kami dengan wajah ceria.

“We siapin kursi dulu, o.” ujarnya dan aku membantu sedikit untuk melepaskan kursi plastik dari kelompoknya. “We baru aja dapat pengalaman buruk, o. We lihat vampire di salah satu kuburan. Dia gak loncat tapi terbang, o.”

Aku bersiap menyalakan perekam di gawaiku. Setidaknya ada alat yang membuatku bisa mengingat setiap detil cerita.

“Bagaimana sosok vampirnya? Apa sama seperti vampire yang dulu?” tanyaku setelah mendekatkan gawai.

“Beda, o. Ini vampire ganteng. Pakai jas kulit, o. Sebentar, ya. We bawa air dulu. Pada aus pasti.”

Aku menolak, namun pria itu sudah bergerak cepat ke dalam rumah. Berbeda denganku, Ralp justru terlihat kaku dan tak nyaman.

“Kenapa?” tanyaku, tapi Ralp menggeleng dan mengikuti sang pria ke dalam rumahnya. Aku ingin mengikutinya tapi Ralp berkata agar aku setidaknya berada jauh darinya.

Lalu terdengar suara ledakan. Tembok yang menyekat antara ruanganku dan pria cina itu jebol. Sosok pria itu kini rebah dengan kaki Ralp menginjak lehernya.

“Ralp! Kenapa ini?” tanyaku yang terkejut dan ngeri. Ada suara dari pria itu yang seperti terserang batuk parah, dan matanya merah serta mulutnya mulai mengeluarkan taring yang cukup panjang.

“Siapa tuanmu?” tanya Ralp dan pria itu menjeritkan suara yang membuatku merinding.

“Kamu bocah bau pesing, beraninya mengganggu we.” Pria itu mencengkeram kaki Ralp dan memutarnya. Aku tak menyangka bisa melihat sebuah pertarungan dua sosok secara langsung, dan lebih tak menyangka saat melihat pria itu terbang dan menjebol plafon.

Kupikir apa yang kulihat akan jadi lebih seru, tapi Ralp hanya mendesis dan menarik tanganku menuju mobil.

“Kita mau ke mana?”

“Pulang,” jawab Ralp dengan nada rendah yang membuatku semakin penasaran.

“Ralp?”

“Kita bicara di mobil.”

Aku menghentakkan tanganku agar lepas dari cengkeraman Ralp. “Siapa kau?”

Keheningan muncul. Aku tahu Ralp bukan orang biasa. Tak ada manusia biasa yang bisa memecah tembok tanpa bantuan benda berat. Tapi Ralp dan pria penjaga makam itu berkelahi seperti monster. Masih kurasakan hujaman pecahan dinding mengenai keningku, dan aku tahu kekuatan mereka tak biasa. “Jujur, Ralp, aku takut dengan dirimu. Aku mungkin terlihat biasa saja, tapi semakin aku mengenalmu, semakin aku merasakan bahaya mengancamku.”

Ralp berbalik dan menatapku. “Apa kalau kau tahu siapa aku, kau akan meninggalkanku? Apa kita akan berpisah.”

Aku tak punya jawaban pasti, hanya saja mengetahui bahwa pacarku adalah sosok yang terlalu misterius juga mengganggu.

Tanpa kami sadari, sekelompok orang muncul di sekeliling kami. Awalnya mereka berada cukup jauh hingga pergerakannya mendekat dan cukup bisa ditangkap mata.

“We bawa temen, o. Lu gak bisa lagi porak-porandain kita, o.” Sang penjaga makam muncul dan menyeringai. Aku tahu sesuatu yang buruk akan segera terjadi, dan Ralp mulai menjagaku dengan membawaku berada di dekatnya.

Related chapters

  • Ralp   Real Action

    Tangan Ralp bergerak berbeda dari kesan sensual yang biasa. Dia merengkuh diriku dan meloncat dengan sangat tinggi ketika puluhan vampir mulai menyergap kami. Sepanjang hidupku, mungkin baru kali ini adrenalinku mengalir lebih deras. Aku bahkan tak mampu menjerit dan merengkuh Ralp agar ia mendekapku lebih kuat.Mobil kami masih di tempatnya, ia dibuka dengan gerakan tangan yang terburu-buru dan tubuhku seperti dihentak saat memasukinya."Pergilah. Injak gas sekencang mungkin dan jangan cari pertolongan, itu percuma." Ralp menengok dengan gusar pada sekelompok vampir yang kian mendekat. "Aku akan menyusul mu. Jadi pergi saja dari sini." Aku megap-megap. Kenapa aku harus menurutinya, padahal rasa khawatir di dadaku lebih besar? "Pergi!" Jeritan Ralp membuatku menggerutu sebelum menginjak gas. Satu yang kutangkap dari spionku, gerombolan zombie itu beterbangan setelah kudengar suara dentuman keras.Tak bisa kutahan air mata yang jatuh dan gemetar di seluruh tubuh. Rasanya

  • Ralp   Dalam Rencana Kencan

    "Kau tak mau memakan itu?" Wendi menunjuk setumpuk kentang goreng di pangkuan Ralp. "Kau mendengarkan?"Ralp mengerjap sejenak sebelum akhirnya menarik nafas berat. "Sepertinya aku melakukan kesalahan.""Tunggu!" Wendi meneguk Sodanya sebelum melanjutkan kalimat. "Apa kau terjebak sebuah masalah seperti menghamili anak gadis preman pasar lama, atau kau terlibat pinjol?""Aku serius.""Terlibat pinjol juga hal yang serius."Ralp tertawa. Bisa-bisanya dia berbicara pada seorang wanita dengan sifat anak sepuluh tahun. "Sudahlah. Lupakan saja."Melihat Ralp yang gusar dan terus menerus murung membuat Wendi semakin penasaran. "Baik, coba mulai ceritakan lagi masalahmu. Kali ini aku akan mendengarkan lebih serius." Ralp mengerutkan keningnya seperti jika ia tak bisa percaya pada Wendi seratus persen. "Hei, kalau kubilang aku serius, maka aku serius. Ada apa dengan ekspresi itu?""Oke, oke." Ralp membelai rambutnya yang kaku karena wax. "Aku membocorkan rah

  • Ralp   Sasaran Vampir Wanita

    Saat seseorang tengah dalam tekanan maut, dia akan melakukan apapun untuk bertahan hidup walau tenaganya tak lebih besar dari selembar bulu.Aku sendiri tengah meronta dengan tubuh telanjang dan tangan seorang wanita di leherku. Dia punya kekuatan yang tidak seperti wanita dan aku mulai batuk batuk karena rasa sakit dan gatal di tenggorokanku.Saat wanita menyeramkan itu kembali bertanya, gagang shower di genggamanku jadi senjata ampuh yang kugunakan untuk kujejalkan ke mulut lawan. Dia cukup terkejut terlebih ketika aku berhasil mendorongnya jatuh dan menindihnya dengan kaki di leher."Apa salahku? Kenapa kau menyerangku seperti ini? Kau gila atau apa?"Aku merasa suaraku seperti peluit yang nyaring, dan keadaan unggulku sebelumnya berubah lagi saat si wanita aneh lawanku berguling dan menduduki tubuhku.Sumpah, aku tak pernah menemui manusia segila dirinya yang menyerangku tanpa kutahu apa alasannya. Dia mulai menamparku dan mengulang pertanyaan yang sama. "Apa

  • Ralp   Akhir atau Awal Baru?

    "Gunakan lidahmu." Mata Wendi menatap tajam tubuh pria yang duduk berlutut di depannya. Pria itu diberi penutup mata dan borgol dengan niatan jika apa yang dia dan penyewanya mainkan akan jadi sebuah hal yang seru. "Kau tidak mendengarkan? Kubilang jilat aku." Kaki Wendi memijak wajah sang pria dan membiarkan lidah si pria membersihkan setiap sela di jarinya.Wanita itu berharap sebotol minuman yang ia teguk dapat menyamarkan rasa kalutnya, bahkan kalau perlu, ia ingin permainan liar yang dia lakukan bisa jadi obat atas sakit hatinya pada Ralp.Ia masih tak mengerti mengapa rekan vampirnya itu tunduk separuh itu pada kekasihnya? Apa pesona wanita itu hingga Ralp membelanya mati-matian?Wendi sangat kesal, dan kakinya yang basah menendang objek prianya sampai terjatuh."Apakah semua pria itu bodoh? Apa mereka tak bisa melihat onggokan daging lain yang sangat berharga sepertiku?" Wendi maju dan duduk di tubuh pria yang pasrah saja dikerjai. Tangan wanita itu membuka pe

  • Ralp   Peringatan

    Hari ini Wendi memutuskan untuk memasak sebagai perayaan atas putusnya Ralp dari pacarnya. Gadis ini terlalu kekanakan dan bahagia luar biasa saat mendengar keputusan yang Wendi anggap besar."Kapan kau pulang? Apa kau suka ayam kecap?" Dia mengetik pesan chat untuk Ralp tanpa tahu kalau pria itu tak bisa lepas dari kekasihnya dengan mudah.Seharusnya Wendi paham jika pria itu tak akan dengan mudah jauh dari wanitanya, dan seharusnya Wendi curiga akan kepergian Ralp yang tak jua muncul seharian."Grusak!"Wendi terusik oleh suara berisik di dekatnya. Telinganya memberi pesan ke otak bahwa ada pergerakan tak wajar yang berselimut aura gelap di dekatnya.Wanita itu tak punya apa-apa untuk dijadikan alat mempertahankan diri, jadi dia melompat dengan sangat tinggi, dan menerjang sebuah bayangan yang berada paling dekat dengannya.Seorang pria berkelit dari serangan Wendi. Dilihat dari bagaimana dia bisa menepis serangan wanita itu, bisa dipastikan jika dia bukan ma

  • Ralp   Penculikan

    "Tepat seminggu." Wajah Editorku cerah setelah ia selesai membaca naskah yang kukirim. "Apa kau memakai semacam jasa ghost writer?"Aku tahu dia bercanda dan aku tahu hati kecilku sedikit tersinggung. "Maksudnya?""Aku tak punya maksud apa-apa, hanya saja tiga ratus halaman dalam seminggu bukanlah hal yang normal. Atau kau pakai semacam doping." Ya Tuhan, dia terus menggodaku."Ya. Aku banyak minum kopi Toraja. Paling tidak lima gelas sehari dan tanpa gula."Wanita cantik di seberang layar mengangguk. "Aku akan lapor ke atasanku, untung saja kau menepati janjimu, karena aku lelah beradu otot mempertahankan sesuatu yang aku sendiri tak tahu pasti hasilnya."Aku tak bisa menahan tawa melihat komentar editor sial itu. Aku tahu dia tak serius dan jika pun serius, hal tersebut cukup normal bagiku. Tiga ratus halaman dalam seminggu? Aku benar-benar seperti orang gila yang tidur sebentar pun masih bermimpi tentang plot. Sial."Eh, ada o

  • Ralp   Jebakan Nafsu

    Susah sekali konsentrasi saat ritme stabil di antara kedua pahaku jadi semakin intens. Pria itu buas dan baru saja bersamaku sejak seminggu, dan kali ini dia mau lebih dari satu ronde.“Seben …, tar.” Aku tersenggal dan berbalik hingga tubuhku berada di atasnya. Semua yang ada di antara kami harus semakin cepat dipompa karena kepalaku juga mulai linglung.“Yes, Jenny. Kau seksi sekali.” Dia memejamkan mata dan pinggulku ditekan keras hingga apa yang ada di antara kami jadi semakin ketat.“Siapa namamu?”Dia membuka mata dan tampak terkejut. Tak lama sampai dia tersenyum dan menaik turunkan pinggulnya. “Aku Ralp. Kau sepertinya tak bisa berpikir. Mau aku yang ada di atas?”“Seb,” Aku melenguh. Rasanya nikmat sekali dan aku sudah berada di puncak, dan setelah itu tubuhku jatuh dan berbalik dengan dia di atasku lagi. “Tunggu! Aku baru keluar,” ujarku dan pria bernama Ralp i

  • Ralp   Seduce

    Matahari sudah menembus kamarku saat Ralp meninggalkanku yang baru sadar. Kepala ini berdenyut dan pinggangku linu akibat apa yang terjadi beberapa jam lalu. Tapi yang lebih membuatku panik adalah keterlambatanku dalam temu kangen yang hanya bisa kulakukan paling tidak tiga kali setahun.Tubuhku tergopoh menyambut handuk dan ponselku bordering. Aku tahu teman-temanku tak sabar untuk melihatku di tempat di mana seharusnya aku berada.Jika aku tak mandi, bau dosaku akan sampai ke hidung kawan-kawanku, jadi telat masih jauh lebih baik dari tak wangi, dan egoku juga menuntun untuk mencukur bulu kaki dan memilah beberapa koktail dres yang cocok untuk minum teh di atas tebing.“Aku sangat, sangat minta maaf.” Aku terengah setelah berlari dan teman-temanku bersorak.“Kami pikir kami akan bosan menunggu, tapi pemecah kebekuan pesta akhirnya datang juga.”Aku tertawa dengan tangan di pinggang. “Yah, aku selalu diharapkan kedatangannya.&r

Latest chapter

  • Ralp   Penculikan

    "Tepat seminggu." Wajah Editorku cerah setelah ia selesai membaca naskah yang kukirim. "Apa kau memakai semacam jasa ghost writer?"Aku tahu dia bercanda dan aku tahu hati kecilku sedikit tersinggung. "Maksudnya?""Aku tak punya maksud apa-apa, hanya saja tiga ratus halaman dalam seminggu bukanlah hal yang normal. Atau kau pakai semacam doping." Ya Tuhan, dia terus menggodaku."Ya. Aku banyak minum kopi Toraja. Paling tidak lima gelas sehari dan tanpa gula."Wanita cantik di seberang layar mengangguk. "Aku akan lapor ke atasanku, untung saja kau menepati janjimu, karena aku lelah beradu otot mempertahankan sesuatu yang aku sendiri tak tahu pasti hasilnya."Aku tak bisa menahan tawa melihat komentar editor sial itu. Aku tahu dia tak serius dan jika pun serius, hal tersebut cukup normal bagiku. Tiga ratus halaman dalam seminggu? Aku benar-benar seperti orang gila yang tidur sebentar pun masih bermimpi tentang plot. Sial."Eh, ada o

  • Ralp   Peringatan

    Hari ini Wendi memutuskan untuk memasak sebagai perayaan atas putusnya Ralp dari pacarnya. Gadis ini terlalu kekanakan dan bahagia luar biasa saat mendengar keputusan yang Wendi anggap besar."Kapan kau pulang? Apa kau suka ayam kecap?" Dia mengetik pesan chat untuk Ralp tanpa tahu kalau pria itu tak bisa lepas dari kekasihnya dengan mudah.Seharusnya Wendi paham jika pria itu tak akan dengan mudah jauh dari wanitanya, dan seharusnya Wendi curiga akan kepergian Ralp yang tak jua muncul seharian."Grusak!"Wendi terusik oleh suara berisik di dekatnya. Telinganya memberi pesan ke otak bahwa ada pergerakan tak wajar yang berselimut aura gelap di dekatnya.Wanita itu tak punya apa-apa untuk dijadikan alat mempertahankan diri, jadi dia melompat dengan sangat tinggi, dan menerjang sebuah bayangan yang berada paling dekat dengannya.Seorang pria berkelit dari serangan Wendi. Dilihat dari bagaimana dia bisa menepis serangan wanita itu, bisa dipastikan jika dia bukan ma

  • Ralp   Akhir atau Awal Baru?

    "Gunakan lidahmu." Mata Wendi menatap tajam tubuh pria yang duduk berlutut di depannya. Pria itu diberi penutup mata dan borgol dengan niatan jika apa yang dia dan penyewanya mainkan akan jadi sebuah hal yang seru. "Kau tidak mendengarkan? Kubilang jilat aku." Kaki Wendi memijak wajah sang pria dan membiarkan lidah si pria membersihkan setiap sela di jarinya.Wanita itu berharap sebotol minuman yang ia teguk dapat menyamarkan rasa kalutnya, bahkan kalau perlu, ia ingin permainan liar yang dia lakukan bisa jadi obat atas sakit hatinya pada Ralp.Ia masih tak mengerti mengapa rekan vampirnya itu tunduk separuh itu pada kekasihnya? Apa pesona wanita itu hingga Ralp membelanya mati-matian?Wendi sangat kesal, dan kakinya yang basah menendang objek prianya sampai terjatuh."Apakah semua pria itu bodoh? Apa mereka tak bisa melihat onggokan daging lain yang sangat berharga sepertiku?" Wendi maju dan duduk di tubuh pria yang pasrah saja dikerjai. Tangan wanita itu membuka pe

  • Ralp   Sasaran Vampir Wanita

    Saat seseorang tengah dalam tekanan maut, dia akan melakukan apapun untuk bertahan hidup walau tenaganya tak lebih besar dari selembar bulu.Aku sendiri tengah meronta dengan tubuh telanjang dan tangan seorang wanita di leherku. Dia punya kekuatan yang tidak seperti wanita dan aku mulai batuk batuk karena rasa sakit dan gatal di tenggorokanku.Saat wanita menyeramkan itu kembali bertanya, gagang shower di genggamanku jadi senjata ampuh yang kugunakan untuk kujejalkan ke mulut lawan. Dia cukup terkejut terlebih ketika aku berhasil mendorongnya jatuh dan menindihnya dengan kaki di leher."Apa salahku? Kenapa kau menyerangku seperti ini? Kau gila atau apa?"Aku merasa suaraku seperti peluit yang nyaring, dan keadaan unggulku sebelumnya berubah lagi saat si wanita aneh lawanku berguling dan menduduki tubuhku.Sumpah, aku tak pernah menemui manusia segila dirinya yang menyerangku tanpa kutahu apa alasannya. Dia mulai menamparku dan mengulang pertanyaan yang sama. "Apa

  • Ralp   Dalam Rencana Kencan

    "Kau tak mau memakan itu?" Wendi menunjuk setumpuk kentang goreng di pangkuan Ralp. "Kau mendengarkan?"Ralp mengerjap sejenak sebelum akhirnya menarik nafas berat. "Sepertinya aku melakukan kesalahan.""Tunggu!" Wendi meneguk Sodanya sebelum melanjutkan kalimat. "Apa kau terjebak sebuah masalah seperti menghamili anak gadis preman pasar lama, atau kau terlibat pinjol?""Aku serius.""Terlibat pinjol juga hal yang serius."Ralp tertawa. Bisa-bisanya dia berbicara pada seorang wanita dengan sifat anak sepuluh tahun. "Sudahlah. Lupakan saja."Melihat Ralp yang gusar dan terus menerus murung membuat Wendi semakin penasaran. "Baik, coba mulai ceritakan lagi masalahmu. Kali ini aku akan mendengarkan lebih serius." Ralp mengerutkan keningnya seperti jika ia tak bisa percaya pada Wendi seratus persen. "Hei, kalau kubilang aku serius, maka aku serius. Ada apa dengan ekspresi itu?""Oke, oke." Ralp membelai rambutnya yang kaku karena wax. "Aku membocorkan rah

  • Ralp   Real Action

    Tangan Ralp bergerak berbeda dari kesan sensual yang biasa. Dia merengkuh diriku dan meloncat dengan sangat tinggi ketika puluhan vampir mulai menyergap kami. Sepanjang hidupku, mungkin baru kali ini adrenalinku mengalir lebih deras. Aku bahkan tak mampu menjerit dan merengkuh Ralp agar ia mendekapku lebih kuat.Mobil kami masih di tempatnya, ia dibuka dengan gerakan tangan yang terburu-buru dan tubuhku seperti dihentak saat memasukinya."Pergilah. Injak gas sekencang mungkin dan jangan cari pertolongan, itu percuma." Ralp menengok dengan gusar pada sekelompok vampir yang kian mendekat. "Aku akan menyusul mu. Jadi pergi saja dari sini." Aku megap-megap. Kenapa aku harus menurutinya, padahal rasa khawatir di dadaku lebih besar? "Pergi!" Jeritan Ralp membuatku menggerutu sebelum menginjak gas. Satu yang kutangkap dari spionku, gerombolan zombie itu beterbangan setelah kudengar suara dentuman keras.Tak bisa kutahan air mata yang jatuh dan gemetar di seluruh tubuh. Rasanya

  • Ralp   Kejutan

    “Aku datang!” Ralp muncul dengan sebuah bunga merah di tangan dan aku mulai melompat karena terkejut.“Ya Tuhan!”“Kau seksi sekali hari ini.” Ralp hendak menyorongkan bibirnya, tapi aku mengelak dan membawanya keluar. “Mau ke mana?”“Temani aku mencari bahan.”“Aku kira kita akan meneruskan apa yang kita lakukan di hp.”Aku mendesis. Pinggulku linu dan meneruskan hal-hal asik itu tidak akan banyak membantu. “Tangki mobilmu penuh?”“Penuh untuk seharian.” Ralp bergerak untuk membenahi sabuk pengamanku. “Mau ke mana?”“Kau tahu kuburan Taman Indah? Antar aku ke sana.”Ralp mengernyit dan urung memutar roda. “Ke mana?”“Aku bilang kuburan.”“Kau tak punya kerjaan? Ada tempat yang lebih indah dari kuburan.”Kurasakan keningku berdenyut. Aku sedang terburu-b

  • Ralp   Bahagia Setengah Mati

    “Hai, Kak, bisa undur deadline bulan ini?” Aku sibuk dengan laptop dan gawaiku. “Sehari saja. Mungkin aku baru selesai malam nanti.” Aku memutar mataku saat sosok di balik telepon terus mengoceh. “Oke, sore nanti akan selesai.” Lalu panggilan diputus.Aku tengah melakukan proyek menulis di salah satu penerbit. Editor kenalanku punya penawaran untuk proyek international. Ada penerbit luar negeri yang tertarik dengan karyaku dan memintaku membuat sekuel baru dari karya pertama yang kubuat.Sebagai penulis fantasi, aku suka mengeksplor ranah yang biasa yang kemudian kuolah secara tulisan untuk jadi lebih menarik. Konsep ceritaku kali ini adalah vampire namun dengan seting Indonesia.Jika kalian penyuka horror, pasti kalian paham dengan beberapa vampire termasuk yang berasal dari cina. Di Indonesia sendiri, vampire seperti vampire cina juga ada. Ini dimulai dari jaman penjajahan di mana banyak masyarakat cina yang dibawa ke Indone

  • Ralp   Kepala Babi

    “Percayalah, Kris, pria itu terlalu menggoda tapi juga aneh di waktu yang sama. Aku terus saja tak bisa tidur tenang setelah tahu dia mengantungi darah di tasnya.”“Tapi kau masih menidurinya.” Kristi tampak tertarik. Dan saking tertariknya, di depannya sudah berjajar beberapa keripik dan juga soda. “Kau ini penganut BDSM atau apa? Kau tak ngeri jika saja dia membunuhmu?”Aku menjerit. “Ngeri. Sangat ngeri. Tapi setiap dia menyentuhku, aku lupa betapa ngerinya aku pada saat itu.”“Kau sakit."Aku terdiam dan mengurut keningku. “menurutmu, apa aku perlu ke psikolog? Sepertinya aku butuh masukan yang serius.”“Kesehatan mental itu penting. Coba saja berobat.” Temanku itu tiba-tiba mengangkat alis dan mengecek gawainya. “Aku harus pergi. Ada kuliah sore hari ini, dan akan sangat tak sopan jika aku telat.”“Bagaimana dengan aku? Bagaimana jika pria it

DMCA.com Protection Status