Sekejap mata, tubuh Mu Lan sudah meninggalkan tanah kering, berpindah ke dalam pelukan Weqing.
“Dengan begini, Anda tidak perlu khawatir basah, Putri,” cengir Weqing penuh binar.
Tubuh Mu Lan membeku. Dengan tangan penuh lampion, Mu Lan hanya bisa diam manakala Weqing membawanya masuk lebih jauh ke badan sungai.
Pluk.
Mu Lan melempar dua lampion di tangannya, bahkan satu di antaranya terguling dan mati terendam air.
“Astaga! Kau melemparnya?!” pekik Weqing kaget.
“Apa kau baru saja membentakku?!” balas Mu Lan tak kalah kaget.
Lan Weqing mengerjap panik. “M-maafkan s-saya, Putri.”
Mu Lan mukul dada Weqing berulang-ulang. “Turunkan aku! Cepat!”
“T-tapi Anda akan kebasahan.”
Mu Lan terus berontak dalam pelukan Weqing, membuat pria itu kewalahan dan kakinya limbung.
Byurr!
Seluruh pasang mata yang ada di bantaran sungai tertuju pada
“Kenapa kalian masih berdiri di situ?” tanya Wang Yoo membuat dua orang penting di kantor pengadilan itu berjingkat kaget. “Eh, ya, ya. Kami datang, Pangeran.” Luotian menyeret Yan Bao mengikutinya tanpa mempedulikan detak jantungnya yang semakin kencang. “Bu, lihat, siapa yang datang berkunjung bersamaku!” seru Wang Yoo bersemangat begitu pengawal meninggalkan mereka. Suying yang sedang duduk termenung sambil memainkan cawan araknya, mengangkat wajah dengan malas. “Yoo’er, ada apa malam-malam begini mengganggu waktu istirahatku?” Masih penuh semangat, Wang Yoo duduk di sisi ibunya dan mengisi cawan arak yang kosong. “Aku bertemu mereka di depan kediamanmu dan mengajak mereka masuk bersama karena ingin mendengarkan laporan mereka tentang huru-hara yang aku dengar.” Dengan tenang, Wang Yoo menyeruput arak sambil matanya terpejam menikmati manis dan pahit yang mengalir ke dalam tenggorokannya. Suying mengerjapkan mata, be
Kediaman Putri, Paviliun MouerDua orang tabib istana baru saja meninggalkan Paviliun Mouer usai memeriksa Wang Mu Lan atas permintaan Lan Xiang. Dayang muda yang menghabiskan masa remajanya melayani satu-satunya putri kerajaan Yongjin itu berlutut di samping ranjang Mu Lan dengan raut cemas.“Putri, apa yang sebenarnya terjadi di tepi sungai tadi? Kenapa Anda belum bangun juga?” gumam Lan Xiang lirih.Dua tabib tadi hanya berpesan padanya untuk memberikan ramuan dan menjaga putri, tanpa memberitahu kapan putri akan siuman, membuat Lan Xiang gusar.“Apa aku perlu memberitahu Pangeran Wang Yoo? Atau aku tunggu saja sampai Putri Mu Lan siuman?”“Kenapa kau begitu cerewet, Lan Xiang?”Buru-buru Lan Xiang mengangkat wajahnya, dilihatnya Mu Lan sedang menatap lemah ke arahnya.“Oh, syukurlah. Anda sudah siuman, Yang Mulia. Anda pingsan lama sekali. Hamba sudah memanggil tabib dan meminumkan ramuan
“Pengawal! Tangkap semua pejabat yang kepalanya tertunduk!” titah Wang Yang sekali lagi, kali ini dengan senyum tersungging di akhir kalimat. Medengar titah raja berikutnya, tahulah para pejabat itu bahwa Wang Yang sedang memainkan jebakan. Mereka yang lengannya dicekal kuat pengawal di sampingnya, mengembuskan napas erat karena begitu mudah masuk dalam siasat penangkapan Wang Yang. “Selidiki mereka yang tertangkap hari ini. Aku yakin, mereka saling terkait,” bisik Wang Yang ke sisi kirinya. “Baik, Yang Mulia. Anda memang hebat. Saya tidak pernah terpikir untuk menggunakan siasat ini untuk menangkap penjahat di antara pejabat istana,” aku Deyun tulus. “Ucapkan terima kasih pada Zening.” Wang Yang bangkit dari singgasananya dan menepuk bahu Deyun sebelum berlalu sambil berkata, “Berdiskusilah dengan Biro Astronomi. Katakan pada mereka untuk mencari tanggal yang tepat menggelar pernikahanku.” “Tapi, Yang Mulia—.” “Aku tahu, ini b
“Dayang Song?” balas Ye Rong ragu.Sebuah bayangan menjelma menjadi wujud seorang wanita yang dikenali Ye Rong begitu bayangan itu mendekati lilin.“Lama tidak berjumpa, Nyonya Ye.”Mata Ye Rong berbinar. “Dayang Song, lama tidak berjumpa.”Song Bin tersenyum ramah. “Silakan duduk, Nyonya. Kita langsung saja pada intinya.”Ye Rong mengangguk setuju.“Beberapa waktu lalu, kalau saya tidak melihat sendiri, saya tidak akan percaya saat mendengar kabar bahwa Selir Su telah kembali ke istana bersama Pangeran Wang Hao.” Song Bin menyerahkan batang bambu kecil berisi surat.“Ini surat terakhir mendiang Jenderal Li dua hari sebelum dia meninggal. Sepertinya, dia sudah memperkirakan bahwa hari ini akan datang.”Ye Rong menerima dan membuka penutup bambu. Dikeluarkannya gulungan kertas kecil dan membukanya.“Ya, saya akan lakukan semampu saya untuk mewuj
“Sampai kapan kau akan menyembunyikan kehamilanmu dariku, Zhao Ming Lan?!” desis Gao Ping menahan diri. Matanya menguliti seluruh tubuh Ming Lan yang melekat padanya.“Dosa apa aku padamu hingga mendengar kabar ini dari sekumpulan pelayan yang sedang membicarakan kehamilanmu di belakangku,” keluh Gao Ping melunak.“H-hamil? Siapa yang sedang hamil?” bingung Ming Lan seraya menatap penuh tanya ke arah pelayannya.Xiao You menggeleng samar, khawatir Gao Ping melihat.Kasar, Gao Ping melepaskan dekapannya. “Kau! Segera periksa dia!” bentak Gao Ping pada tabib yang datang bersamanya.Tabib itu mengangguk dan melangkah mendekat. Bersamaan dengan itu, Ming Lan beringsut merapatkan punggungnya pada kepala ranjang.“Nyonya, saya permisi.”Ming Lan menyodorkan tangan kanannya yang segera disambut sopan oleh tabib.“Bagaimana?” tanya Gao Ping tak sabar.Tabib
“Tidurlah, Zhao Ming Lan. Tidurlah dengan nyenyak, lupakan semua hal yang membuatmu bimbang. Hanya kau satu-satunya alatku untuk membalaskan dendam nenek.” Xiao You mengusap puncak kepala Ming Lan sambil merapalkan mantra yang sudah lama dipelajarinya dan baru sekarang berkesempatan mempraktikannya. “Tidurlah, Anakku. Setelah bangun, kau akan punya tekad kuat untuk merawat bayi dalam perutmu dan menjadikannya satu-satunya penguasa yang tunduk pada perkataanku. Kau dengar itu, Nak?” bisik Xiao You tepat di telinga Ming Lan. Ming Lan yang sedang tertidur lelap, perlahan menganggukkan kepala dengan patuh. “Bagus. Aku akan membalas semua yang ayahmu lakukan pada keluargaku. Apa kau keberatan membantuku?” tanya Xiao You lagi. Aneh, kepala Ming Lan menggeleng menanggapi pertanyaan pelayannya. “Anak baik. Zhao Ming Lan yang patuh dan baik hati.” Xiao You terus mengusap kepala Ming Lan lembut. Bibirnya menyungging senyuman penuh arti m
“Bukan perkataan dari orang lain, tapi aku mendengarnya sendiri dari keponakanmu, Wang Yang.”Kedua mata Gao Ping menyipit, dahinya berkerut mencoba mengingat obrolan apa yang mungkin Ming Lan dengar.Beberapa saat lamanya mereka berdua hanya diam dan saling memandang, hingga Gao Ping yang menyerah lebih dulu.“Sudahlah, kita tidak perlu membahas hal ini lagi. Aku tahu kau hanya mencari-cari perkara denganku karena tersinggung dengan sikapku pada pelayanmu.” Gao Ping mengangkat kedua tangannya ke atas kepala, tanda mengalah. “Aku minta maaf. Kembalilah ke ranjang dan cobalah untuk tidur. Aku akan menyuruh pelayan dapur menyiapkan makanan untukmu.”Sebelum berbalik, Gao Ping mengelus pipi kiri Ming Lan dengan punggung tangannya. “Percayalah, hanya kau wanita yang aku cintai.”Tak tahan dengan gemuruh di dalam dadanya, Ming Lan menepis tangan suaminya, menolak kehangatan yang membungkus nyaman pipinya.
Gao Ping tersentak manakala istrinya bergerak meraih pisau buah dari atas meja. “Apa maksudnya ini?!” panik Gao Ping mewaspadai gerakan Ming Lan. “Aku mau kau berjanji dengan darahmu!” tegas Ming Lan sambil menyodorkan pisau buah yang di tangannya. “Lakukanlah,” imbuh Ming Lan tak sabar. Ragu, Gao Ping menerima pisau itu sambil terus menatap Ming Lan. “Apa yang kau mau aku lakukan?” Dibentangkannya saputangan sutra miliknya di atas ranjang. “Tuliskanlah janji yang barusan kau ucapkan menggunakan darahmu,” ujar Ming Lan penuh keteguhan. “Aku akan memberikan hidupku padamu.” Senyum getir menggantung di bibir Gao Ping. “Apa itu berarti kau tidak cukup percaya pada ucapanku?” “Mengertilah, ini tidak ada hubungannya dengan rasa percaya. Aku adalah orang yang sudah menghabiskan separuh hidupku sebagai alat pemuas ambisi orang lain. Kali ini, aku tidak keberatan melakukannya sekali lagi untukmu, hanya jika kau menuliskan janjimu di atas saput