Tobi termenung sejenak, lalu bertanya, "Kakek Jamil, jangan-jangan kamu mau aku bersaing dengannya?""Nggak juga. Hanya saja, Martin selalu meremehkan Negara Harlanda. Aku nggak tahu apa yang akan dia katakan nantinya, tapi seandainya dia berani mempermalukan Negara Harlanda, aku harap kamu bisa memberinya pelajaran."Jamil Jutopo tidak tertarik dengan pangkat, tetapi dia tidak terima Negara Harlanda dipermalukan."Aku mengerti. Beri tahu aku waktu dan alamatnya. Aku akan pergi ke sana nanti malam," ucap Tobi seraya menyetujuinya."Oke!"Jamil segera memberikan informasi terkait dan mengatakan pihak penyelenggara akan menambahkan nama Tobi ke daftar undangan dan dia hanya perlu berangkat ke sana saja malam nanti.Setelah menutup telepon, Jamil menghela napas lega.Selama Martin tidak macam-macam kepada Tobi, maka semuanya akan berjalan dengan baik. Namun, jika sebaliknya, Martin pasti akan menderita. Untungnya, Jamil menyebut Tobi hari ini. Jika tidak, dia masih tidak tahu pria itu tel
Bagi masyarakat zaman sekarang, mengendarai mobil BMW, Mercedes-benz dan Audi yang bernilai ratusan juta sudah menjadi hal yang lumrah dan tidak akan terlalu mencolok. Selain itu, pengalaman berkendara akan lebih baik.Padahal, Tobi telah masuk dan berkeliling selama beberapa menit, tetapi tak ada satu pun karyawan yang menghiraukannya.Ada empat gadis cantik yang mengenakan kemeja dan rok pendek duduk di sana sambil mengobrol. Mereka jelas-jelas melihat Tobi, tetapi mereka tidak mau bangkit sama sekali.Tobi menggelengkan kepalanya, hendak berbalik dan pergi.Namun, di saat itu juga, seorang wanita cantik yang memiliki sepasang mata besar dan berperawakan agak kurus itu berjalan mendekatinya dengan cepat, lalu menyapanya dengan gugup, "Halo, Tuan. Apa Anda ingin membeli mobil?""Ya."Tobi mengangguk dan memandang wanita itu dengan cermat. Dia merasakan sebuah perasaan familier yang tidak bisa dilukiskan.Saat gadis-gadis itu melihatnya, mereka langsung mentertawakannya."Eits, Kristin
Puput dan yang lainnya seketika berdiri mematung di tempat. Apalagi, saat melihat Tobi mengeluarkan kartu dan ingin membayar langsung.Puput tersentak kembali, lalu segera menuangkan segelas air dan menghampiri Tobi dengan senyuman di wajahnya, "Halo Tuan Tobi, saya barusan dengar Anda ingin membeli mobil S680?""Benar!" kata Tobi dengan suara datar."Selera Anda benar-benar bagus. Selain sebagai simbol kekayaan, mobil ini bisa memperlihatkan status Anda ke manapun Anda pergi.""Kristin karyawan baru di sini dan baru bekerja di sini kurang dari setengah bulan. Dia masih nggak paham dengan mobil sepenuhnya. Untuk melayani pelanggan berkualitas tinggi seperti Anda, saya selaku manajer penjualan akan memperkenalkannya kepada Anda.""Nggak perlu. Aku mau dia yang kenalkan saja.""Tapi, dia nggak tahu apa-apa. Terus, yang paling penting saya bisa memberikan potongan tinggi dan saya bisa menjamin Anda akan puas dengan harga yang saya berikan!"Sembari berbicara, Puput menyodorkan gelas beris
"Apa kamu yakin? Begitu aku keluar dari pintu ini, aku nggak akan masuk lagi," kata Tobi dengan dingin."Silakan. Kamu pikir kamu itu siapa!""Kalau kamu masih nggak mau pergi, aku akan menyuruh satpam untuk mengusirmu," timpal Puput.Pak Gilang memandang Tobi sejenak dan kebetulan menangkap sekilas kartu di tangan pria itu. Raut wajahnya seketika berubah. Mengapa kartu itu terlihat seperti kartu hitam Lawana?"Tunggu!"Melihat Tobi hendak berjalan keluar, Pak Gilang segera memanggilnya dengan sopan, "Tuan, bisakah Anda memperlihatkan kartu di tangan Anda itu?"Semua orang tampak terkejut saat melihat Tobi melemparkan kartu itu keluar.Pak Gilang juga kaget dan buru-buru menangkap kartu itu. Setelah dilihat lebih dekat, kartu itu persis sama. Wajahnya menjadi pucat dan dia pun berkata, "Tuan, mohon tunggu sebentar!"Sembari berbicara, dia melangkah pergi dengan tergopoh-gopoh.Yang lainnya tampak tercengang. Beberapa di antara mereka kelihatan bingung dengan situasi yang terjadi.Tak l
Puput mendadak teringat adegan Pak Gilang meminta pengampunan sambil berlutut. Padahal, Pak Gilang adalah seorang pria dan memiliki jabatan tinggi, tetapi dia tidak ragu untuk berlutut dan minta maaf.Jadi, dia pun segera berlutut di hadapan Tobi dan berkata, "Tuan Tobi, aku minta maaf. Barusan sikapku terlalu kasar, aku memang bodoh, aku ....""Minggir!"Tobi langsung mendorongnya ke samping. Dia sudah tidak tahan dengan wanita munafik itu lagi.Ekspresi wanita lainnya juga berubah pucat dan langsung terdiam.Pak Gilang langsung membentaknya dengan marah, "Puput, hentikan itu. Cepat keluar dari sini!"Semua wanita buru-buru mengikuti perintah atasan itu, termasuk Puput."Tunggu, dia nggak salah," ucap Tobi seraya menunjuk ke arah Kristin.Mendengar itu, Pak Gilang buru-buru berkata, "Kristin, kamu tetap di sini.""Saat semua orang memandang rendah diriku, hanya Kristin yang sudi memperkenalkan mobil itu kepadaku. Menurutku, kinerjanya bagus."Pak Gilang langsung mengerti maksud ucapan
Pak Gilang pasti akan menangani semuanya dengan baik.Setelah prosedur selesai, Tobi pun meninggalkan dealer itu. Sekitar jam tujuh malam, dia mengendarai mobil barunya ke lokasi tujuan.Saat melihat begitu banyak mobil mewah terparkir rapi, dia diam-diam terkejut.Tampaknya yang datang kali ini bukanlah orang biasa, bagaikan anggota klub seni level atas.Ketika Tobi hendak masuk, dua satpam langsung menghentikannya di depan pintu."Halo, Tuan. Silakan tunjukkan tiket konser!"Tobi tercengang saat mendengar itu. Bukankah Kakek Jamil menyuruhnya langsung datang saja? Dia pun bertanya, "Apa aku perlu menunjukkan tiket konser untuk masuk ke sini?"Banyak pria dan wanita yang berpakaian mewah melewatinya dan kebetulan mendengar pembicaraan mereka, mata mereka langsung melirik Tobi dengan tatapan menghina."Anak muda, bukan semua tempat bisa kamu masuki secara sembarangan."Mereka langsung mengeluarkan tiket konser dan berjalan masuk ke dalam.Satpam masih terlihat sopan, dia pun tersenyum
"Kamu!""Aku salut kepadamu!"Widia terlihat tak berdaya saat mendengar pria itu tidak punya tiket konser.Lalu, kenapa dia datang ke sini? Apa dia mau membuat malu dirinya sendiri? Widia pun mengambil tiketnya dan berkata, "Pak Satpam, aku punya tiket konser. Bolehkah aku membawanya masuk?""Nggak bisa. Satu tiket hanya berlaku untuk satu orang saja," jawab satpam itu sambil menggelengkan kepalanya."Ini ...."Widia memperhatikan semua orang di sekitarnya mulai memandang Tobi dengan tatapan mengejek. Dia ragu-ragu sejenak, lalu berkata, "Tuan Joni, kamu masuk dulu. Aku akan menyusul sebentar lagi.""Tobi, ikut aku ke sini!"Dia harus membawa Tobi pergi dari kerumunan ini dulu."Mau ke mana?" tanya Tobi dengan heran."Menurutmu?"Widia tak berdaya menghadapi Tobi. Pria ini sangat keras kepala. Widia hanya ingin membawanya menghindar dari kerumunan itu. Apa dia tidak sadar dirinya sekarang sedang diolok-olok oleh semua orang?"Aku nggak tahu.""Jangan banyak omong lagi. Ikut aku saja!"
Dia pun bersandar di sisi kanan dengan enggan. Kemudian, dia berkata, "Tobi, ternyata kamu hebat juga dan bisa membaur ke sini. Aku penasaran seberapa banyak yang kamu ketahui tentang piano. Apa kamu paham sama musik piano?""Sedikit. Setidaknya, melebihimu." Tobi menyadari Joni sedang dilanda kebingungan saat ini dan mulai menyerangnya di hadapan Widia.Joni tampak tertekan. Sebenarnya, dia tidak tahu banyak tentang piano."Kamu? Jangan membual lagi.""Aku nggak membual. Aku benar-benar tahu sedikit," kata Tobi sambil tersenyum."Kalau begitu, biarkan aku mengujimu.""Lupakan saja. Aku nggak suka diuji oleh orang lain," ucap Tobi seraya menolaknya.Widia langsung memutar matanya ke arah Tobi. Pria ini mulai membual lagi.Apalagi, dia langsung terekspos begitu saja.Namun, entah kenapa, saat Widia bersama Tobi, wanita itu selalu merasa jauh lebih santai, nyaman dan berjalan secara alami.Berbeda dengan Joni, saat bersama pria itu, dia merasa tidak nyaman dan terlalu khawatir.Joni juga