Semua orang tampak tercengang. Padahal semua orang di departemen penjualan telah memercayai rumor Tobi memiliki latar belakang yang kuat, tetapi Kak Mia malah mengabaikannya dan mengejeknya di depan umum.Tobi tampak tenang dan berkata dengan nada datar, "Benar, akulah orang hebat itu. Kenapa? Apa kamu ingin menghormat kepadaku?""Memberi hormat kepadamu? Haha. Lucu sekali. Tobi, kamu pikir dirimu sehebat itu?" ejek Kak Mia lagi.Begitu mendengar kata-kata itu, semua orang tercengang. Apa yang terjadi?Tobi juga mengerutkan kening dan bertanya, "Apa maksudmu?""Kamu tahu maksudku. Percaya nggak, satu ucapan dariku bisa membuatmu diusir dari perusahaan," ujar Kak Mia dengan bangga dan mendominasi."Mia, sudah cukup. Kamu pikir kamu itu siapa? Memecat siapa pun yang kamu mau?" ucap Shinta dengan marah."Haha. Aku memang nggak bisa sembarangan memecat orang, tapi semua orang di perusahaan pasti akan mengusir orang dalam sepertinya," ucap Kak Mia dengan suara lantang."Omong kosong apa yan
Tobi mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Benar saja. Dari wajah semua orang, dia melihat sorot ketidakpercayaan. Bahkan Shinta juga tampak tidak berdaya.Meski Shinta tidak memercayai Tobi, dia tetap membelanya, "Mia, kalau kamu punya bukti, cepat keluarkan. Kalau nggak, jangan bicara omong kosong di sini.""Huh! Terserah kalau kamu nggak percaya. Pokoknya, besok kamu lihat sendiri hasilnya. Saat itu, kamu tetap harus keluar!"Mia tidak punya bukti selain alat penyadap yang diam-diam dia pasang di ruangan Bu Helen.Jika begitu, bukankah masalah mereka mengintai Bu Helen akan ketahuan? Mereka tidak mungkin membeberkan identitas mata-mata mereka hanya karena Tobi, si pecundang itu."Kalau begitu, jangan asal tuduh di sini!" seru Shinta dengan dingin."Oke! Lihat saja, besok kamu pasti akan menangis!"Selesai berbicara, Mia pun berlalu bersama Arvin.Shinta menatap Tobi dengan tajam dan bertanya, "Apa yang dia katakan itu benar?"Yang lain juga menatap Tobi lekat-lekat. Mereka in
"Kalau Bu Widia punya cara, dia pasti sudah membantunya dari awal. Jadi, ini tergantung kemampuan kalian sendiri," ujar Helen.Dari awal, seharusnya mereka tidak menyetujui taruhan itu.Hais! Ini semua gara-gara Tobi. Apalagi, mereka tidak bisa memarahinya.Shinta berjalan kembali dengan lemas. Anggota tim langsung menatapnya saat melihatnya kembali.Hanya melihat ekspresi kecewanya, mereka tahu mereka sudah tidak memiliki peluang sama sekali.Selanjutnya, semua orang memandang Tobi dengan marah.Namun, entah karena mereka telah belajar dari pengalaman sebelumnya atau bukan, kali ini semua orang tidak berani berkomentar dan hanya memandang Tobi dengan tatapan tidak puas."Tobi, kemarilah."Shinta memanggil Tobi ke samping."Tobi, apa kamu sedang mempermainkanku?" tanya Shinta langsung."Nggak. Kenapa kamu berpikiran seperti itu?""Lantas, kenapa kamu bilang uang miliaran itu bukan apa-apa? Padahal kamu sendiri nggak punya cara. Apa lagi namanya kalau kamu nggak mempermainkanku?" tanya
"Tunggu. Kamu bilang siapa?""Lintang, Grup Transera?""Bukankah itu pebisnis paling terkenal saat ini? Apa kamu pikir aku bodoh hingga bisa dipermainkan seperti ini?"Shinta tampak dipenuhi amarah.Jika Tobi ingin menipu orang, tidak bisakah dia menggunakan alasan yang lebih masuk akal? Tidak. Pria itu tidak bisa membodohi dirinya."Untuk apa aku membodohimu? Jangan lupa pergi ke Grup Transera. Setelah sampai di sana, temui Pak Lintang," kata Tobi tak berdaya."Tapi ....""Jangan tapi lagi. Aku sudah memberimu kesempatan. Kalau kamu masih nggak percaya, aku juga nggak berdaya lagi."Saat ini Shinta juga tidak menemukan cara lain lagi. Dia pun memutuskan untuk mengambil risiko itu, "Baiklah, aku akan ke sana, tapi kontrak seperti apa yang harus aku berikan?""Terserah kamu saja!""Maksudku, produk apa yang dijual dan berapa harganya? Kita bahkan belum bernegosiasi.""Nggak perlu bernegosiasi. Terserah kamu mau menjual produk apa. Kuserahkan semuanya kepadamu!""Selama Grup Transera mem
"Benar!"Shinta buru-buru mengangguk. Di kartu namanya tertulis jabatannya sebagai manajer."Kalau begitu, silakan lewat sini. Pak Lintang sedang menunggumu di atas," kata wanita cantik itu dengan sopan."Pak Lintang menungguku?"Shinta langsung tersanjung. Walaupun Pak Lintang sering dibicarakan akhir-akhir ini, tetapi kemampuannya sangat luar biasa. Tidak mudah bagi para pemimpin kota untuk bertemu dengannya.Wanita cantik itu kembali mengangguk.Detak jantung Shinta bertambah cepat. Dia makin merasa gugup.Mungkinkah ini pengaturan Tobi? Mana mungkin? Jika Tobi begitu hebat, kenapa dia bisa menjadi karyawan penjualan di perusahaan?Jangankan Tobi, bahkan Bu Widia pun tidak bisa memiliki kehebatan seperti ini.Mungkinkah Lintang salah mengenali orang?Ini alasan yang paling mungkin terjadi. Menghadapi ketidakpastian seperti ini, dia hanya bisa mengambil langkah demi langkah.Wanita cantik diam-diam juga merasa penasaran. Mengapa manajer kecil dari Grup Lianto seperti ini bisa membuat
"Apa?"Begitu kata-kata itu dilontarkan, Shinta dan Leo tampak tercengang.Pak Lintang memang lagi menunggu mereka berdua.Ini benar-benar di luar dugaan mereka. Bagaimana mungkin hal yang begitu hebat itu menimpa diri mereka?Saat melihat ekspresi kaget di wajah mereka berdua, Lintang hanya bisa menahan senyum pahit. Sepertinya Tuan terlalu merendah dan tidak ingin memberi tahu mereka tentang kekuatannya sendiri.Setelah beberapa saat, Shinta baru tersadar dan segera bertanya, "Pak Lintang, saya ingin bertanya, apa Anda kenal Tobi?""Kenal. Dia yang menyuruhku untuk menyambut kalian," jawab Lintang dengan tegas. Lagi pula, Tuan tidak memintanya untuk menyembunyikan masalah itu. Siapa tahu hal ini bisa meninggalkan kesan baik kepada wanita cantik itu dan mungkin saja Tuan akan memujinya nanti.'Lintang mengenalnya!''Apalagi Tobi-lah yang menyuruh Lintang untuk menyambut mereka berdua.'Mereka berdua seakan-akan sulit menerima kenyataan itu. Namun, tak lama kemudian, mereka tersadar ke
Tobi tertegun sejenak. Pria itu diam-diam menggelengkan kepalanya. Apa yang dilakukan Lintang? Mengapa dia menyebutnya Tuan di hadapan Shinta?Tobi tidak suka menghadapi sanjungan dari orang lain. Jadi, dia pun menjawab, "Kamu nggak perlu khawatir tentang masalah itu. Oh ya, jangan beri tahu orang lain mengenai masalah hari ini."Shinta tertegun sejenak, lalu bertanya, "Kalau aku nggak bilang, siapa yang tahu ini semua kontribusimu?""Aku nggak butuh," kata Tobi sambil menggelengkan kepalanya."Oh, baiklah."Usai menutup telepon, Shinta langsung teringat Tobi mengatakan bahwa dialah yang menagih pembayaran sebesar 60 miliar itu.Tobi bahkan tidak mau mengambil kontribusi kontrak 100 miliar seperti ini, jadi mana mungkin pria seperti itu mengambil jasa orang lain.Apalagi, Tobi bisa memerintah Pak Lintang sesuka hatinya. Baginya, menagih utang pasti bukanlah apa-apa. Dia tidak mungkin mengambil jasa orang lain begitu saja.Bisa dikatakan, Tobi-lah yang berhasil menagih tiga pembayaran i
"Tobi, aku tanya sekali lagi, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Widia dengan kesal.Tobi tampak tidak berdaya Padahal, pria itu sudah mengatakan yang sebenarnya, tetapi Widia tidak memercayainya. Tobi pun terpaksa berkata, "Dia hanya ingin membalas budi kepadaku."Mendengar kalimat itu, Widia langsung memercayainya. Ternyata, Lintang membalas budi. Widia pun buru-buru bertanya, "Kapan kamu membantunya?""Saat Keluarga Hutama menjadi sasaran, bukankah aku memiliki konflik dengan mereka? Lintang merasa ini sangat berguna baginya, jadi demi berterima kasih kepadaku, dia bersedia memberikan bantuan kepadaku," kata Tobi sembarangan mencari alasan."Jadi, kamu menggunakan kesempatan itu untuk bernegosiasi dengannya?" tanya Widia terdengar agak kesal. Bukankah ini termasuk menyia-nyiakan kesempatan?Belakangan ini, Lintang sering dibicarakan. Apalagi, pria itu sangat misterius. Kebanyakan orang tidak bisa memahaminya dan tidak bisa berteman dengannya.Awalnya, ini termasuk kesempatan emas.