"Apa yang kamu tertawakan?"Widia berkata dengan marah,"Aku peringatkan sekali lagi. Tobi, jangan pikir hanya lantaran Candra ditipu olehmu, kamu sudah punya kesempatan untuk mendapatkanku.""Nggak, kok. Lagian, aku nggak perlu bantuan Candra untuk mendapatkanmu.""Jangan mimpi!""Oh!"Tobi hanya menjawab dengan santai.Namun, itu semua terdengar seperti main-main. Widia tidak memercayai kata-katanya dan terlihat marah.Sudahlah, jangan hiraukan dia.Untungnya, Tania datang lebih cepat kali ini dan tidak membuat mereka menunggu terlalu lama."To ... Tobi, kamu juga ada di sini?"Saat Tania melihat Tobi, ekspresinya langsung berubah. Satu-satunya hal yang dia khawatirkan adalah Widia mengetahui bahwa foto itu palsu.Itu sebabnya dia sengaja mengatakan banyak hal kepada Widia dan sengaja membimbingnya untuk tidak melakukan penilaian.Kilatan tajam melintas di mata Tobi. Dia hanya tersenyum sambil berkata, "Ya. Kamu terkejut atau takut?""Takut?""Apa maksudnya?"Hati Tania bergetar, teta
Widia tampak terkejut. Apa yang terjadi?Wajah Tania berubah, tetapi dia berusaha menyembunyikannya dan berpura-pura tenang, "Apa kamu bercanda?"Tobi melirik ponselnya sejenak, lalu menjawab dengan ringan, "Nggak, kok. Tunggu sebentar lagi. Dia sudah hampir sampai."Ternyata, Latif baru saja mengirimkan sebuah foto asli kepadanya. Latif juga mengatakan orang yang membuat foto palsu itu sudah ditemukan.Demi menyelidiki masalahnya lebih awal, dia bahkan berpacu dengan waktu.Karena masalah ini melibatkan nama baik tuannya, jadi bagaimana mungkin dia tidak berusaha sebaik mungkin? Dia bahkan menyuruh Pandu untuk mengerahkan seluruh kekuatannya.Lantaran CCTV tidak mendeteksinya, mereka pun mencari pemilik restoran untuk mengetahui kejanggalan selama beberapa hari itu. Apa ada orang istimewa yang muncul semacamnya.Setelah diselidiki, mereka pun menemukan Rehan, orang di balik foto-foto itu. Dengan begitu, foto-foto sebelumnya juga ditemukan.Akhirnya, mereka juga menemukan Pasha, orang
Jadi, Tania tidak mungkin bisa terlepas dari masalah ini."Baiklah, sekarang tinggal satu pertanyaan terakhir. Pasha, tahukah kamu siapa yang menyuruhmu melakukan hal-hal ini?" tanya Tobi.Pasha mengangguk dan menjawab, "Awalnya aku masih nggak begitu yakin, apalagi wanita itu memakai masker dan kacamata hitam saat bernegosiasi kepadaku. Lantaran dia langsung memberikan setengah dari deposit, aku pun nggak menanyakan identitasnya.""Jadi, kamu sudah memastikannya sekarang?""Ya, aku sudah memastikannya!""Siapa?""Dia!"Pasha langsung menunjuk ke arah Tania sambil berkata, "Meski saat itu aku nggak bisa melihat penampilannya dengan jelas, figur tubuh, suara dan keseluruhan wajahnya telah membuktikan segalanya."Mendengar itu, ekspresi Widia seketika berubah.Apa pun yang terjadi, dia tidak percaya Tania akan menyakitinyaMustahil, tetapi sekarang kenyataan telah terpampang jelas.Tania makin panik dan berkata dengan marah, "Nggak masuk akal. Padahal kamu belum pernah melihat wajah wani
Tobi menggelengkan kepalanya dan menghela napas, "Tania, lihat bagaimana perlakuan Widia kepadamu? Apa kamu pantas mendapatkan kepercayaan Widia dengan melakukan hal itu di belakangnya?"Makin mendengar itu, Tania makin yakin Tobi tidak memiliki bukti.Barusan Tania sempat berpikir, seandainya Tobi memiliki bukti, dia pasti sudah mengeluarkannya dari tadi.Jika Tania mengaku, Tobi bahkan mengatakan akan melepaskan dirinya. Mana mungkin ada orang yang begitu baik hati di dunia ini?Sekarang dia hanya bisa menggunakan perasaan untuk mengelabui sahabatnya. Tania mulai memperlihatkan raut wajah sedih sambil berkata, "Tobi, aku tahu aku sudah melakukan banyak kesalahan sebelumnya dan menyinggung perasaanmu.""Tapi kamu juga nggak boleh menjebakku seperti ini."Meski Tania takut dengan kekuatan Tobi, dia sadar pria itu bukanlah orang yang kejam, apalagi setelah memantaunya selama beberapa saat ini.Ditambah lagi, ada Widia yang melindunginya. Tobi tidak akan berani bertindak kepadanya.Tinda
Tania berkata dengan lantang, "Sampai sekarang, apa kamu masih nggak tahu Tobi itu orang seperti apa? Kalau kamu bersamanya, apa kamu akan memiliki masa depan?""Aku nggak bilang aku harus bersamanya," balas Widia."Tapi kamu sudah mulai menyukainya. Aku nggak mungkin membiarkan sahabat yang paling kusayangi jatuh cinta pada pria udik dan nggak ada masa depan seperti itu sekalipun aku harus melakukan kesalahan besar," seru Tania dengan dingin."Widia, aku tahu mungkin perbuatanku ini nggak benar, tapi asalkan bisa memisahkan kalian, sekalipun aku diberi kesempatan lagi, aku juga akan tetap melakukannya.""Karena dia nggak pantas untukmu!""Kalian sama sekali nggak berasal dari dunia yang sama. Kebersamaan kalian hanya akan menambah penderitaanmu, membuat orang tuamu kecewa dan membuat Keluarga Lianto terpuruk."Makin Tania berbicara, suaranya makin keras dan juga bertambah emosi. Bahkan dia sendiri mulai menganggap dirinya melakukan ini semua demi Widia.Wajah Widia menjadi pucat. Tida
Tobi tampak tak berdaya. Dia bahkan sempat berpikir menangani seorang gadis kecil seperti Tania itu adalah hal yang mudah.Awalnya, memang sangat lancar dan kebenarannya juga ditemukan.Hanya saja, dia tidak menyangka Tania akan berhasil membalikkan situasi.Walaupun hubungannya dengan Widia rusak, tetapi dia masih berhasil lolos dengan mudah.Setelah Tania pergi, tubuh Widia langsung terkulai lemas di sofa. Entah apa yang sedang dipikirkan wanita itu.Sekarang masalahnya telah diklarifikasi, jadi Tobi pun menyuruh Latif dan yang lainnya pergi. Tobi juga tidak berniat melanjutkan permasalahan Pasha lagi.Setelah Latif keluar, dia mengikuti Tania dari belakang. Sampai wanita itu hendak memanggil taksi, Latif langsung menghentikannya dengan cepat.Melihat Latif mendekat, wajah Tania langsung berubah. Dia bertanya dengan gugup, "Apa, apa yang ingin kamu lakukan?"Latif tampak galak dan mencibir, "Apa yang mau aku lakukan? Tuan berjanji nggak akan menyentuhmu, tapi aku nggak.""Coba saja k
Widia berusaha menyakinkan pria itu."Ya!"Tobi mengangguk."Tobi, kali ini aku salah paham lagi. Kamu pasti merasa aku bodoh karena begitu mudah ditipu, 'kan?" tanya Widia."Nggak, kok!""Tentu saja nggak. Kamu khawatir berlebihan, jadinya kamu bingung. Ditambah lagi, kamu terlalu percaya sama Tania.""Kalau ini masalah orang lain, kamu pasti bisa segera menemukan kelemahannya."Tobi bahkan tidak yakin dengan perkataannya sendiri."Benarkah? Kamu benar-benar nggak merasa aku bodoh?""Terkadang aku sendiri juga merasa sangat bodoh!" kata Widia dengan murung."Nggak, kok. Kamu itu wanita paling pintar di dunia ini. Kalau nggak, bagaimana kamu bisa mengamankan posisi direktur perusahaan milik Keluarga Lianto?" Kata-kata gombal yang diucapkan Tobi itu bahkan membuat dirinya sendiri menggelengkan kepalanya."Mengamankan posisi direktur?""Alangkah baiknya kalau aku benar-benar bisa mengamankannya!"Widia tersenyum pahit dan berkata, "Kalau saja kami nggak bergabung dengan Serikat Dagang La
"Kamu?"Widia menggelengkan kepalanya, "Lupakan saja. Meski perusahaan kami bukan perusahaan ternama, kami tetap membutuhkan ijazah dan pengalaman kerja.""Bukankah sebelumnya kamu menyuruhku bekerja di perusahaan?""Dulu aku ingin kamu bekerja sebagai satpam di perusahaan. Posisi ini nggak memerlukan ijazah, tapi dengan posisi ini, kamu nggak bisa berurusan dengan siapa pun.""..."Tobi tersenyum kecut dan berkata, "Dalam hatimu, apa aku hanya bisa menjadi seorang satpam?""Nggak juga!""Selain itu?""Petugas kebersihan.""Lebih baik jadi satpam saja, deh," kata Tobi tak berdaya. Walaupun dia tidak pernah kuliah, pengalaman hidup yang dia terima tidaklah rendah."Kamu sungguh mau bekerja di perusahaanku?" tanya Widia."Ya!""Menjadi satpam?""Terserah. Kamu atur saja. Lagian, itu nggak penting. Tujuan utamaku adalah membantumu mengatasi kekacauan, bukan, membantumu mengendalikan perusahaan," ucap Tobi acuh tak acuh."Manis sekali mulutmu, tapi sayangnya hanya bualan belaka. Ya sudah,