"Dia omong kosong? Aku lihat kamulah yang omong kosong!"Widia tidak bisa lagi menahan emosinya lagi."Padahal sudah kubilang berulang kali, jangan membual lagi. Kenapa kamu masih melakukannya? Apalagi, Tuan Joni selalu sopan dan sering membantu keluargaku. Apa kamu pikir memfitnah orang lain itu keterlaluan sekali?"Herman segera memanfaatkan kesempatan itu dan berkata, "Benar. Tobi, kami nggak menyalahkanmu nggak punya kemampuan, tapi kamu malah memfitnah penolong keluarga kami. Kalau kamu terus seperti ini, keluarlah dari Keluarga Lianto.""Sudahlah. Sebenarnya aku mengerti perasaan Saudara Tobi. Dia hanya orang desa yang tinggal di pegunungan dan nggak mengerti apa-apa. Dia pasti akan merasa iri padaku," kata Joni sambil tersenyum."Kalau nggak punya kemampuan, seharusnya kamu rendah hati. Coba pikirkan kelakuanmu tadi, apa kamu mau membunuh kami?" timpal Yesa.Tobi mengerutkan kening. Dia tahu, meski dia membela diri, hal itu juga tidak ada gunanya. Sebaliknya, dia akan makin dise
Ketika Yesa mendengar itu, dia langsung memujinya, "Tuan Joni memang pantas jadi anak orang kaya. Sifat murah hati dan pemikirannya sama sekali nggak bisa dibandingkan dengan orang biasa, apalagi pria aneh dari pegunungan itu.""Benar. Seseorang yang harus belajar dari Tuan Joni. Jangan hanya tahu omong kosong saja dan menjelek-jelekkan orang."Karena Joni banyak membantu Keluarga Lianto, Kakek Muhar juga merasa pemuda itu baik. Kakek Muhar pun berkata, "Tuan Joni memang teladan bagi semua orang. Karena Tuan Joni sudah bilang begitu, Widia, bawalah Tobi pergi ke jamuan itu."Meskipun Widia enggan, dia tetap mengangguk.Keesokan paginya, Tobi menerima foto dari Damar melalui ponselnya. Pria itu langsung tercengang. Bukankah ini gadis kecil yang dia minta Damar cari?Tak lama kemudian, Damar meneleponnya, "Tuan Tobi, apa kamu sudah lihat fotonya?""Ya. Itu gadis yang aku suruh kamu cari, kamu sudah menemukannya?" Tobi terkejut sekaligus senang. Dia tidak menyangka Damar begitu cepat mene
Siang harinya, sekitar jam 11, Widia mengantar Tobi ke Restoran Harmoni dan mendapati Tania sedang menunggunya di sana.Ketika Tania melihat Tobi, dia langsung bertanya, "Tobi, Widia bilang kamu menginap di Vila Distrik Terra 1 tadi malam?"Tobo tertegun sejenak, lalu mengangguk dan berkata, "Ya!""Kamu kenal Pak Damar?" tanya Tania lagi.Widia tampak kebingungan. Mana mungkin Tobi kenal dengan Pak Damar? Jangan-jangan Tania percaya kalau Tobi tinggal di sana? Apa dia sudah gila?Kemudian, Tobi menjawab, "Kenal."Tania tertegun mendengarnya. "Benarkah?""Ya, dia adalah bawahanku," jawab Tobi sambil mengangguk.Mendengar ini, kedua wanita itu terdiam.Mereka sering mendengar orang membual, tetapi belum pernah bertemu dengan pembual parah seperti ini.Widia benar-benar ingin membungkam mulut Tobi.Tania berkata, "Ini salahku. Kenapa aku bisa percaya dia tinggal di Vila Distrik Terra 1?"Kini, wanita itu sangat yakin bahwa dia benar-benar salah lihat di malam itu.Tobi mengangkat bahu tak
"Latif, bukankah kamu masih punya utang 20 miliar kepada Keluarga Lianto? Aku masih belum perhitungan sama kamu soal kemarin itu, tapi kamu berani muncul di sini?" tanya Widia dengan marah."Aku punya 20 miliar, tapi kamu harus ambil ke rumahku!""Kalau bahas soal kemarin itu, aku kesal!"Latif Candiono mendengus dingin, "Kenapa kamu cari pria lain setelah aku memberimu obat?"Widia seketika merasa malu, lalu dia berkata dengan marah, "Omong kosong apa yang kamu bicarakan!""Omong kosong? Memangnya hari itu kamu nggak cari pria lain, lalu menyelesaikannya sendiri? Hebat sekali, tapi jangan khawatir, hari ini aku nggak akan membuatmu kesulitan.""Coba kalau kamu berani!"Widia kaget sekaligus marah."Lihat saja nanti!" kata Latif sambil tertawa keras.Latif paling paham dengan wanita hebat seperti Widia. Setelah selesai, dia akan mengambil video dan foto, jadi dia tidak berani mempublikasikannya.Kalau tidak, kenapa Widia tidak lapor polisi di saat itu?Saat melihat itu, Heri merasa dia
Semua orang di ruangan itu tertegun sejenak. Mereka tidak menyangka Tobi, si pengecut itu berani angkat bicara di saat seperti ini."Ups, ada yang nggak takut mati rupanya.""Si berengsek ini, suaminya Nona Widia? Apa dia nggak sadar diri?"Latif langsung mengejeknya."Sepertinya mulutmu bau, mari kutampar!" kata Tobi ringan."Haha. Memangnya kamu .... Argh ...."Saat Latif ingin tertawa lagi, tiba-tiba pipinya dilanda rasa sakit yang sangat menusuk. Tubuhnya tampak berputar beberapa kali, lalu menabrak dinding dan terjatuh ke lantai.Dalam sekejap, semua orang tercengang!Ini hampir sama dengan pukulan Latif sebelumnya, bahkan lebih cepat.Hanya saja, yang memukul tadi menjadi orang yang dipukul sekarang.Anak buah Latif tampak terpengarah sejenak, kemudian mereka segera maju untuk mengambil tindakan.Bam, bam ....Tanpa ketegangan apa pun, keempat orang itu langsung terlempar keluar dan tak kuasa bangkit selama beberapa saat.Widia dan Tania hampir tidak percaya dengan penglihatan me
"Baguslah kalau begitu!"Tania mengerutkan kening saat mendengarkan percakapan Tobi dan Widia. Setelah kejadian ini, hubungan mereka sepertinya makin membaik. Hal seperti ini tidak boleh terjadi.Pria yang paling cocok dengan Widia hanyalah Tuan Joni.Jadi, Tania segera berkata, "Tobi, seni bela diri itu memang bagus, tapi negara kita punya hukum, seni bela diri hanya bisa menakuti orang biasa.""Dibandingkan dengan kekuasaan, seni bela diri nggak ada gunanya!”Heri langsung bangkit kembali. Karena Widia menghentikan Latif tepat waktu, cederanya tidak serius. Dia mendukung pacarnya dan berkata, "Benar! Dalam menghadapi kekuasaan, nggak peduli apa keahlianmu, itu semua nggak berguna."Tobi terkekeh dan berkata, "Benarkah? Kalau begitu, kamu juga termasuk orang yang nggak berguna, dong. Kalau nggak, kenapa tadi kamu bisa dikalahkan oleh preman seperti itu?""Itu karena dia menyerang secara diam-diam. Kalau nggak, aku sudah ...."Heri kelihatan sangat marah hingga dia tidak bisa berbicara
Wajah Tania langsung berubah gelap. Jelas-jelas, gaun itu dilihat oleh mereka dulu dan mereka sama sekali tidak bertengkar dengan wanita itu. Keterlaluan sekali.Wajah Heri juga terlihat gelap. Setelah ragu-ragu sejenak, dia berbisik, "Tania, bagaimana kalau kamu minta maaf saja?""Apa kamu bilang? Kamu mau aku berlutut kepadanya?"Tania agak kecewa dengan Heri. Dia selalu menganggap Heri adalah pria yang baik, tetapi dia tidak menyangka nyali pacarnya akan menjadi ciut di saat kritis seperti ini."Mau bagaimana lagi? Kita nggak bisa melawannya."Tania terlihat malu. Saat ini, apa wanita itu masih berani bilang Tobi tak tahu malu?Dari tadi hingga sekarang, bukankah Tania lebih terlihat memalukan?Widia tidak sanggup melihat situasi itu lagi. Apalagi itu semua terjadi karena dia ingin membeli gaun itu, jadi Widia pun segera membujuk wanita itu, "Nona, tadi itu kami yang salah. Sebagai permintaan maaf, kami akan membayar gaun itu!"Namun, wanita itu mencibir dan berkata, "Tutup mulutmu!
Semua orang yang mendengar itu langsung terpaku.Mereka benar-benar tidak menyangka.Lagi-lagi, Widia tersentuh oleh kelakuan Tobi yang maju untuk membelanya itu, tetapi wanita itu juga kesal dengan kecerobohan dan keberaniannya itu.Bukankah itu sama dengan cari mati?Benar saja, emosi Yudi langsung meledak."Kamu cari mati!"Begitu dia selesai berbicara, Yudi langsung melangkah maju, mengangkat tangan kanannya dan hendak menampar Tobi dengan keras.Gerakannya terlihat sangat akurat dan cepat sekali.Widia ketakutan setengah mati. Tidak diragukan lagi, Tuan Yudi ini seorang ahli seni bela diri.Widia tahu kalau Tobi bisa seni bela diri, tetapi dia yakin Tobi bisa menghindarinya atau tidak.Tobi terlihat tenang dan bahkan tidak mengelak sama sekali. Begitu lawan mendekat, dia baru memberinya sebuah tamparan balik.Plak!Suara tajam langsung terdengar!Yudi mengerang kesakitan. Tubuhnya langsung terdorong ke belakang, dia merasakan seluruh pipinya terasa panas dan nyeri.Semua orang ter
"Shinta, kamu juga sama! Kamu kira kamu secantik bidadari langit? Aku sudah menghargaimu dan memberimu kesempatan, tapi kamu menolaknya. Kalau begitu, aku juga nggak segan-segan lagi."Steven berkata dengan dingin, "Brian, jangan salahkan aku kali ini. Salahkan kakakmu. Siapkan 40 miliar atau nggak, masuk penjara saja."Masalah sudah sampai tahap ini, dia juga tidak perlu berpura-pura lagi.Namun di saat Steven melampiaskan emosinya, dia sama sekali tidak memikirkan kekuatan seperti apa yang dimiliki Tobi. Mengapa pria itu bisa bersikap seperti itu?Begitu mendengar kata-kata itu, ekspresi ayahnya Shinta dan yang lainnya berubah muram.Khususnya, ayahnya Shinta. Dia buru-buru memohon. "Tuan Steven, kita bisa bicarakan baik-baik. Masalah ini nggak ada hubungannya dengan kami. Kami selalu mendukungmu."Steven menunjuk Tobi dan berkata dengan dingin, "Benarkah? Kalau begitu, suruh bocah itu keluar sekarang juga."Ayahnya Shinta juga memandang Tobi.Namun sebelum pria itu angkat bicara, Sh
Begitu kata-kata ini dilontarkan, semua orang akhirnya mengerti.Setelah bicara begitu banyak, terakhir anggur itu tetap saja diberikan kepada Galuh.Namun, anggur itu jelas bukan pemberian Steven. Jadi, bisa dikatakan Steven masih belum menebus kompensasi apa pun.Melihat pemandangan ini, raut Jensen berubah muram. Bocah ini berani mencelakai keponakannya. Sepertinya dia sudah bosan hidup.Hanya saja, ini bukanlah waktu yang tepat untuk memberi pelajaran kepada bocah ini. Tunggu sampai keponakannya berhasil lolos dari ancaman ini lebih dulu.Galuh tertegun sejenak. Dia baru memahami kebenarannya. Lalu, tertawa sambil berkata, "Adik kecil ini menarik. Siapa namamu?""Tobi," jawab Tobi dengan singkat."Oke, aku akan mengingatmu. Anggap aku berutang kepadamu kali ini," ucap Galuh sambil mengangguk. Bukannya dia tidak mampu membeli anggur ini, tetapi persediaan anggur ini terbatas.Berbeda dengan Lavite 1982 yang seakan tidak bisa habis dalam waktu lama."Pak Galuh, jangan sungkan," kata
"Nggak perlu. Aku nggak layak menerima permintaan maafnya," ucap Galuh dengan dingin.Steven langsung terperanjat. Dia tidak menyangka Galuh bukan hanya pemimpin asosiasi asli, tetapi juga punya latar belakang yang begitu kuat sehingga pamannya sendiri pun ketakutan.Dia masih tidak tahu kalau bukan karena berasal dari Cewadi, Jensen sama sekali tidak memenuhi syarat untuk berpartisipasi dalam jamuan malam ini.Karena Bos Zafran dari Cewadi akan datang untuk berinvestasi di sini malam ini, jadi Pak Kamran memintanya untuk menemaninya secara pribadi.Raut wajah Jensen berubah drastis dan langsung membentak Steven, "Kenapa masih diam saja? Cepat berlutut ke sini!"Steven tercengang. Begitu melihat ekspresi marah Jensen, dia tahu dia sudah mendapat masalah besar kali ini. Sebenarnya, dia lumayan takut dengan Paman Jensen.Hanya saja, mana mungkin dia bisa berlutut, apalagi masih ada Shinta di sini?Jensen kelihatannya tidak sabar lagi dan bersiap untuk mengambil tindakan secara langsung.
Begitu masuk, Galuh langsung bertanya, "Maaf, apa anggur ini milik kalian?"Dia tidak mengerti mengapa ada orang yang menganggap anggur bagus seperti ini sebagai anggur palsu dan membuangnya. Jika bukan karena dia kebetulan mencium aroma anggur yang tidak biasa, pasti anggur enak ini akan terbuang sia-sia.Saat mendengar itu, semua orang tertegun sejenak.Wajah ayahnya Shinta dipenuhi dengan ekspresi kegembiraan. Dia sangat menyesal karena terlambat mencegat. Tak disangka, anggur itu kini kembali lagi. Dia segera berkata, "Ya, ini milik kami!"Galuh tidak tahan lagi dan berkata dengan marah, "Anggur ini sungguh milik kalian? Ini anggur asli. Mengapa kalian bisa merasa anggur ini palsu dan membuangnya begitu saja? Mubazir sekali.""Ini ...."Ayahnya Shinta tidak tahu harus bagaimana menjawabnya. Bahkan, dia sendiri juga tidak yakin apa itu anggur asli atau bukan. Namun, didengar dari apa yang dikatakan lelaki tua itu, sepertinya anggur itu asli.Sebaliknya, Steven tidak tahan lagi. Dia
Tepat di saat ini, ayahnya Shinta kembali. Dia sama sekali tidak pergi ke kamar mandi. Begitu keluar dari ruang VIP, dia langsung menyusul pelayan tadi. Hanya saja, dia terlambat selangkah dan tidak menemukannya lagi.Dia tampak depresi dan menyesal bukan main.Kalau tahu akan jadi begini, dia barusan pasti tidak akan mengatakan anggur itu palsu.Saat melihat ada sebotol anggur lagi di atas meja, dia tertegun, lalu bertanya, "Apa ini?""Huh! Itu anggur yang dikeluarkan Tuan Tobi barusan. Sayangnya, hanya sebotol Moutai biasa saja," ucap Steven sambil mendengus dingin.Mendengar itu, Tobi pun memandang Steven dengan tatapan meremehkan, seakan-akan Steven itu orang bodoh. "Apa hanya dilihat dari luarnya saja, kamu sudah tahu itu Moutai biasa?""Tentu saja!""Apa kamu memahami produk Moutai sebelumnya?" tanya Tobi.Steven tercengang. Dia tidak tahu karena biasanya dia lebih suka minum anggur merah. Jadi, bagaimana dia bisa paham hal beginian?"Moutai bintang lima!"Ayahnya Shinta sepertin
Ayahnya Shinta mulanya berpikir untuk menyembunyikan harga asli dari anggur itu. Namun siapa sangka, Tobi mengetahui harga anggur itu. Dia pun hanya bisa berkata, "Benar. Di lelang Jatra dulu, anggur ini terjual lebih dari empat miliar per botol!"Apa? Empat miliar lebih?Tidak mungkin. Tidak mungkin sama sekali!Steven tidak percaya Tobi, pria miskin, ini bisa mendapatkan anggur sebagus itu. Dia segera berkata, "Nggak mungkin. Ini pasti anggur palsu!"Begitu kata-kata ini dilontarkan, ibunya Shinta dan Brian juga punya pemikiran yang sama. Mungkinkah ini anggur palsu?Tobi menggelengkan kepalanya dan berkata dengan nada datar, "Anggur ini palsu atau nggak, Paman akan tahu setelah merasakannya, 'kan?""Oke. Aku coba dulu!"Ayahnya Shinta tidak sabar lagi. Dia sangat menyukai anggur ini. Dia segera menuangkan segelas kecil dan mulai mencicipinya dengan hati-hati.Nikmat sekali.Meski dia belum pernah minum jenis anggur ini sebelumnya, hanya berdasarkan perasaan saja, anggur ini seharusn
"Tobi, bukankah kamu bawa anggur sendiri? Ayo keluarkan. Biarlah ayahnya Shinta mencicipinya."Ayahnya Shinta membuka mulut dan bersiap untuk berbicara. Namun, saat melihat tatapan tajam istrinya, dia langsung mengurungkan niatnya.Steven tampak bangga. Ayahnya Shinta berpihak kepadanya dan keluarganya Shinta pada dasarnya mendukungnya. Jika Tobi berani bersaing dengannya, dia hanya akan mempermalukan dirinya sendiri.Mari kita lihat saja jenis anggur seperti apa yang dibawanya.Tobi mengangguk dan langsung mengeluarkan sebotol anggur putih. Benar saja, bukan Moutai atau sejenisnya. Hanya saja, anggur itu sepertinya sudah termasuk anggur lama.Setelah melihat anggur itu, ayahnya Shinta juga terkejut.Dia menyukai anggur putih. Dia terkadang juga minum anggur putih biasa. Ditambah lagi, teman-teman juga pernah membual tentang hal itu, jadi dia tahu sedikit. Sepertinya ini adalah koleksi anggur putih yang sudah berusia 50 tahun.Anggur putih ini pernah muncul sewaktu lelang di Jatra sepu
Melihat Tobi tertegun, ibunya Shinta juga merasa kasihan. Demi putranya, tentu saja dia berharap putrinya bisa menikah dengan Steven. Namun, Tobi sama sekali tidak bersalah dalam hal ini.Dia buru-buru berkata, "Tuan Steven, kamu bercanda, 'kan? Ini hanya restoran biasa. Mana mungkin mereka punya persediaan anggur berkualitas tinggi?""Kalau begitu, kita ganti restoran lain saja. Lagian, nggak sesuai sama seleraku." Steven tampak bangga. Dia diam-diam berpikir dalam hati, 'Bocah, mau bersaing denganku? Huh! Kamu masih tertinggal jauh!'Jangankan empat miliar, menghabiskan ratusan juta untuk makan sekali saja mungkin sudah membuatnya terkejut.Namun, Tobi melirik Steven dan berkata dengan ringan, "Aku juga nggak ingin mengajakmu makan. Kalau nggak sesuai seleramu, nggak usah makan!"Selesai mengatakan itu, ekspresi wajahnya makin suram.Ayahnya Shinta buru-buru berkata, "Tobi, apa yang kamu bicarakan? Keberadaan macam apa Tuan Steven itu? Bisa mengundangnya makan juga termasuk kehormata
"Huh! Tentu saja!""Dia sekarang masih nggak tahu apa-apa, makanya dia nggak takut. Setelah mengetahui kemampuanku nanti, dia pasti akan berlutut di hadapanku!" kata Steven sambil tersenyum sinis."Benar, benar. Tuan Steven, ayo kita masuk dulu ke dalam."Sembari berbicara, ayahnya Shinta juga masih khawatir. Putrinya, Shinta, tiba-tiba punya pacar. Segalanya akan menjadi sulit sekarang.Dia takut akan membuat Tuan Steven mengamuk.Apalagi, Tobi masih tidak tahu diri dan tidak takut sedikit pun. Hal itu pasti akan lebih berbahaya lagi.Tobi hanya menggelengkan kepalanya. Dia juga tidak repot-repot menjawab dan langsung masuk ke dalam lebih dulu.Melihat pemandangan ini, orang tuanya Shinta juga tidak begitu senang.Shinta buru-buru mengikuti Tobi. Dia sungguh tidak tahu harus berkata apa. Dia hanya merasa kasihan pada Kak Tobi karena telah membuat pria itu menderita, apalagi tanpa alasan yang jelas.Steven juga hanya bisa mengikuti. Semua orang pun masuk ke dalam restoran. Dekorasi di