Setelah karyawan toko itu tersadar kembali, dia segera mengambil kartu itu dan menggeseknya. Ternyata kartu itu asli.Setelah selesai mengurus pembayaran, dia segera mengembalikannya kepada Tobi dan berkata dengan hormat, "Tuan, belanjaan Anda dan kartu Anda."Tobi segera menyimpan kartunya dan memegang tas belanjaan itu di tangannya.Menyadari kartu hitam itu asli, Yudi makin ketakutan. Dia segera berdiri dan menjauh dari sana. Dia mengeluarkan ponselnya dan menelepon pamannya. Dia harus mengkonfirmasi masalah itu secepatnya.Jika dia telah menyinggung orang penting itu, maka dia harus segera menangani masalah ini. Jika tidak, dia akan mati mengenaskan dan bahkan mungkin akan menghancurkan Keluarga Saswito.Widia merasa seluruh tubuhnya mati rasa. Dia berkata dengan suara getir, "Tobi, kali ini kamu sudah membuat masalah besar."Namun, Tobi seolah-olah tidak terjadi apa-apa. "Nggak apa-apa, aku bisa mengatasinya!""Kamu bisa mengatasinya? Bagaimana pria dari pegunungan sepertimu bisa
Dia teringat tadi Tania memanggil pria yang memukulnya itu dengan nama itu.Ternyata benar, itu dia.Wawan juga mengatakan Tobi sangat rendah hati dan tidak ingin identitasnya terungkap. Yudi terpaksa menunjukkan rasa hormatnya dari kejauhan, lalu segera pergi bersama wanita itu.Dia akan mencari kesempatan untuk minta maaf secara langsung kepada Tobi.Wanita itu tidak menyangka Yudi akan pergi begitu saja. Dia langsung memperlihatkan ekspresi tidak puas. Melihat itu, Yudi langsung menamparnya beberapa kali dengan keras. Wanita itu langsung patuh kembali.Widia agak bingung dengan pemikiran Yudi. Ternyata pria itu tidak memanggil siapa pun dan sepertinya masalah ini telah selesai begitu saja.Tania juga tertegun dan bersorak gembira, "Tak kusangka, Tuan Joni begitu hebat. Bahkan, Yudi pun takut padanya."Widia mengangguk dan berkata, "Aku juga nggak menyangka. Tampaknya Tuan Joni jauh lebih hebat dari yang kita bayangkan. Ini semua berkat dia."Tania memandang Tobi dan menyindirnya, "B
Wanita itu memiliki alis yang indah, pipi dan bibir yang merona, layaknya peri dalam lukisan. Gaun hitam pun tidak bisa menyembunyikan sosok sempurnanya itu.Angin malam pun seakan-akan terpikat dengan kecantikannya.Dalam sekejap, penampilan Widia langsung mencuri perhatian banyak orang. Bahkan mereka sepenuhnya mengabaikan Tania, wanita cantik yang tak kalah menawan itu, yang mengikuti Widia dari belakang.Apalagi Tobi yang hanya mengenakan pakaian kasual."Putri siapa ini? Cantik sekali.""Kalian nggak kenal dia? Itu Widia, direktur Grup Lianto, direktur cantik di kota kita.""Ternyata begitu. Dia punya aura yang terkesan dingin."Di saat bersamaan, sebuah mobil mewah lainnya juga berhenti di depan pintu. Pria yang turun lebih dulu itu sangat tampan dan tegap, dia mengenakan pakaian Versace mahal, yang membuatnya tampak seperti bangsawan.Di belakangnya, tampak seorang pria dan seorang wanita. Ternyata itu adalah Willy Yoman dan Lisa Yoman, kakak beradik yang mereka temui di klub an
Mata Willy membelalak.Cantik!Cantik sekali!Ini bukan kecantikan biasa, tapi kecantikan murni!Wanita itu mengenakan gaun putih dan wajahnya sangat cantik. Sepasang mata hitamnya tampak bersinar-sinar dan kulitnya putih sekali. Dia tampak seperti peri yang ada di pegunungan.Willy buru-buru melangkah maju untuk menyapa, "Ha ... halo ...."Namun, wanita itu sama sekali tidak menghiraukannya. Dia berjalan ke arah Tobi, mengulurkan tangan kanannya dan berkata sambil tersenyum, "Halo, Tuan Tobi."Tobi mengangkat tangannya untuk menyambut uluran tangannya itu, lalu segera melepaskannya. "Halo!"Jessi kini terlihat sehat dan lebih bersemangat dari sebelumnya.Terutama aura yang keluar dari tubuhnya itu, memperlihatkan kepolosan hatinya.Kilatan keterkejutan melintas di mata Jessi. Ini pertama kalinya dia bertemu dengan pria yang begitu dingin padanya."Terima kasih atas bantuanmu kemarin. Kalau nggak, nyawaku sudah nggak tertolong lagi.""Sama-sama.""Ayo kita duduk di sana sambil mengobro
"Oh?"Jessi tampak bingung sesaat. Meskipun dia tidak tahu asal usul Tobi, ayahnya jelas-jelas mengatakan pria itu sangat hebat. Apalagi, Jessi sendiri telah melihat keterampilan medis Tobi.Joni berpikir wanita itu memercayainya, jadi dia lanjut berbicara, "Benar, kok. Bukan hanya itu saja, dia juga baru saja datang dari pedesaan. Sudah miskin, nggak punya bakat lagi.""Kalau bukan karena undangan yang aku punya, dia nggak akan bisa masuk ke sini.""Benarkah? Kalau begitu, aku harus berterima kasih kepadamu karena sudah memberiku kesempatan untuk dekat dengan Kak Tobi," kata Jessi sambil tersenyum."..."Joni benar-benar pusing dibuat wanita itu. Apa wanita ini lamban? Dia tidak ngerti ucapannya itu? Kemudian, Joni kembali berkata, "Cantik, pikirkanlah. Kamu begitu sempurna, dengan kondisi seperti itu, kamu bisa dapat pria kaya mana pun, jadi mengapa kamu memilih pria nggak berguna seperti ini?"Mendengar ini, Jessi langsung marah dan berkata dengan dingin, "Beraninya kamu bilang Kak
Namun, dia teringat dengan sebuah kabar baik. Setelah Joni membawanya menyapa senior-senior, Burhan Sulistiyo sangat murah hati dan bersedia memberikan kuota untuk Keluarga Lianto.Burhan adalah salah satu dari enam pejabat Serikat Dagang Lawana dan memiliki status yang sangat tinggi.Dengan bantuan dia, kali ini mereka pasti akan berhasil.Joni mengangguk, kemudian dia berjalan ke samping dan mengomeli Willy dan dua orang lainnya, "Ada apa dengan kalian? Aku bawa kalian kemari untuk mempermalukan Tobi, tapi kalian malah membuatnya begitu nyaman?"Willy tampak bersalah dan berkata pelan, "Tuan Joni, kami juga mau mempermalukannya, tapi Tobi mengabaikan kami dan menganggap kami bagai angin lalu.""Lagian, dia terlihat santai berada di tempat seperti ini. Berbeda dari kita bayangkan, dia sama sekali nggak merasa gugup.""Kenapa aku selalu merasa dia tidak sesederhana itu?""Apaan! Dia hanya tak tahu malu saja."Joni mendengus dingin, "Sudahlah, lagian kali ini Tobi sudah membuat Widia ma
"Tobi, buat apa kamu telepon? Kamu pikir kamu kerabatnya Pak Damar?" umpat Tania dengan marah. Di saat genting seperti ini, pria itu masih berani membual."Widia, jangan pedulikan dia. Sekarang masih ada waktu, cepat cari Tuan Joni. Mana tahu dia menyelamatkanmu."Mendengar itu, Widia menggelengkan kepalanya dan berkata, "Nggak ada gunanya. Lagian, Tuan Joni sudah kenalkan banyak pejabat senior Serikat Dagang kepadaku hari ini. Dia sudah sangat membantu."Widia merasa harapannya telah pupus. Apalagi, masalah kuota ini telah diputuskan oleh Pak Damar. Jangankan Joni, meski ada orang yang lebih hebat dari Joni, dia yakin keputusan ini tidak akan berubah lagi."Tapi kita nggak mungkin diam saja dan nggak melakukan apa-apa, 'kan? Aku tanya-tanya temanku dulu."Tania bangkit dari tempat duduknya dan pergi.Melihat Tania pergi, Widia menghela napas tak berdaya.Dalam hatinya, masalah ini tidak akan berubah lagi.Tobi berjalan ke samping, mengeluarkan ponselnya dan menghubungi nomor Damar. Se
Nada suara Yudi terdengar sangat dingin."Ya, ya ...."Wajah Willy seketika memucat. Hatinya dilanda ketakutan sekaligus tidak senang. Kepala Keluarga Saswito adalah anggota senior Serikat Dagang Lawana, jadi mereka tidak berani menyinggungnya.Dia terpaksa membawa adiknya meninggalkan perjamuan itu dengan pasrah.Karena ruang perjamuannya sangat luas, ditambah penyelesaiannya cepat, masalah ini pun tidak begitu menarik perhatian banyak orang.Semuanya berjalan sesuai keinginan Yudi. Dia ingat pamannya bilang Tuan Tobi sangat rendah hati dan tidak suka membeberkan identitasnya.Yudi buru-buru memberi hormat kepada Tobi, "Halo, Tuan Tobi."Tobi mengangguk dan bertanya, "Sebelumnya, bukankah kamu sangat hebat? Mengapa kamu tiba-tiba pergi begitu saja?"Yudi tersenyum pahit dan menjelaskan, "Saya lihat Anda memegang kartu hitam Lawana. Pak Damar bilang dia memberikannya kepada tokoh hebat bernama Tobi.""Ternyata begitu!"Tobi menganggukkan kepalanya sambil menambahkan, "Barusan itu, teri
"Shinta, kamu juga sama! Kamu kira kamu secantik bidadari langit? Aku sudah menghargaimu dan memberimu kesempatan, tapi kamu menolaknya. Kalau begitu, aku juga nggak segan-segan lagi."Steven berkata dengan dingin, "Brian, jangan salahkan aku kali ini. Salahkan kakakmu. Siapkan 40 miliar atau nggak, masuk penjara saja."Masalah sudah sampai tahap ini, dia juga tidak perlu berpura-pura lagi.Namun di saat Steven melampiaskan emosinya, dia sama sekali tidak memikirkan kekuatan seperti apa yang dimiliki Tobi. Mengapa pria itu bisa bersikap seperti itu?Begitu mendengar kata-kata itu, ekspresi ayahnya Shinta dan yang lainnya berubah muram.Khususnya, ayahnya Shinta. Dia buru-buru memohon. "Tuan Steven, kita bisa bicarakan baik-baik. Masalah ini nggak ada hubungannya dengan kami. Kami selalu mendukungmu."Steven menunjuk Tobi dan berkata dengan dingin, "Benarkah? Kalau begitu, suruh bocah itu keluar sekarang juga."Ayahnya Shinta juga memandang Tobi.Namun sebelum pria itu angkat bicara, Sh
Begitu kata-kata ini dilontarkan, semua orang akhirnya mengerti.Setelah bicara begitu banyak, terakhir anggur itu tetap saja diberikan kepada Galuh.Namun, anggur itu jelas bukan pemberian Steven. Jadi, bisa dikatakan Steven masih belum menebus kompensasi apa pun.Melihat pemandangan ini, raut Jensen berubah muram. Bocah ini berani mencelakai keponakannya. Sepertinya dia sudah bosan hidup.Hanya saja, ini bukanlah waktu yang tepat untuk memberi pelajaran kepada bocah ini. Tunggu sampai keponakannya berhasil lolos dari ancaman ini lebih dulu.Galuh tertegun sejenak. Dia baru memahami kebenarannya. Lalu, tertawa sambil berkata, "Adik kecil ini menarik. Siapa namamu?""Tobi," jawab Tobi dengan singkat."Oke, aku akan mengingatmu. Anggap aku berutang kepadamu kali ini," ucap Galuh sambil mengangguk. Bukannya dia tidak mampu membeli anggur ini, tetapi persediaan anggur ini terbatas.Berbeda dengan Lavite 1982 yang seakan tidak bisa habis dalam waktu lama."Pak Galuh, jangan sungkan," kata
"Nggak perlu. Aku nggak layak menerima permintaan maafnya," ucap Galuh dengan dingin.Steven langsung terperanjat. Dia tidak menyangka Galuh bukan hanya pemimpin asosiasi asli, tetapi juga punya latar belakang yang begitu kuat sehingga pamannya sendiri pun ketakutan.Dia masih tidak tahu kalau bukan karena berasal dari Cewadi, Jensen sama sekali tidak memenuhi syarat untuk berpartisipasi dalam jamuan malam ini.Karena Bos Zafran dari Cewadi akan datang untuk berinvestasi di sini malam ini, jadi Pak Kamran memintanya untuk menemaninya secara pribadi.Raut wajah Jensen berubah drastis dan langsung membentak Steven, "Kenapa masih diam saja? Cepat berlutut ke sini!"Steven tercengang. Begitu melihat ekspresi marah Jensen, dia tahu dia sudah mendapat masalah besar kali ini. Sebenarnya, dia lumayan takut dengan Paman Jensen.Hanya saja, mana mungkin dia bisa berlutut, apalagi masih ada Shinta di sini?Jensen kelihatannya tidak sabar lagi dan bersiap untuk mengambil tindakan secara langsung.
Begitu masuk, Galuh langsung bertanya, "Maaf, apa anggur ini milik kalian?"Dia tidak mengerti mengapa ada orang yang menganggap anggur bagus seperti ini sebagai anggur palsu dan membuangnya. Jika bukan karena dia kebetulan mencium aroma anggur yang tidak biasa, pasti anggur enak ini akan terbuang sia-sia.Saat mendengar itu, semua orang tertegun sejenak.Wajah ayahnya Shinta dipenuhi dengan ekspresi kegembiraan. Dia sangat menyesal karena terlambat mencegat. Tak disangka, anggur itu kini kembali lagi. Dia segera berkata, "Ya, ini milik kami!"Galuh tidak tahan lagi dan berkata dengan marah, "Anggur ini sungguh milik kalian? Ini anggur asli. Mengapa kalian bisa merasa anggur ini palsu dan membuangnya begitu saja? Mubazir sekali.""Ini ...."Ayahnya Shinta tidak tahu harus bagaimana menjawabnya. Bahkan, dia sendiri juga tidak yakin apa itu anggur asli atau bukan. Namun, didengar dari apa yang dikatakan lelaki tua itu, sepertinya anggur itu asli.Sebaliknya, Steven tidak tahan lagi. Dia
Tepat di saat ini, ayahnya Shinta kembali. Dia sama sekali tidak pergi ke kamar mandi. Begitu keluar dari ruang VIP, dia langsung menyusul pelayan tadi. Hanya saja, dia terlambat selangkah dan tidak menemukannya lagi.Dia tampak depresi dan menyesal bukan main.Kalau tahu akan jadi begini, dia barusan pasti tidak akan mengatakan anggur itu palsu.Saat melihat ada sebotol anggur lagi di atas meja, dia tertegun, lalu bertanya, "Apa ini?""Huh! Itu anggur yang dikeluarkan Tuan Tobi barusan. Sayangnya, hanya sebotol Moutai biasa saja," ucap Steven sambil mendengus dingin.Mendengar itu, Tobi pun memandang Steven dengan tatapan meremehkan, seakan-akan Steven itu orang bodoh. "Apa hanya dilihat dari luarnya saja, kamu sudah tahu itu Moutai biasa?""Tentu saja!""Apa kamu memahami produk Moutai sebelumnya?" tanya Tobi.Steven tercengang. Dia tidak tahu karena biasanya dia lebih suka minum anggur merah. Jadi, bagaimana dia bisa paham hal beginian?"Moutai bintang lima!"Ayahnya Shinta sepertin
Ayahnya Shinta mulanya berpikir untuk menyembunyikan harga asli dari anggur itu. Namun siapa sangka, Tobi mengetahui harga anggur itu. Dia pun hanya bisa berkata, "Benar. Di lelang Jatra dulu, anggur ini terjual lebih dari empat miliar per botol!"Apa? Empat miliar lebih?Tidak mungkin. Tidak mungkin sama sekali!Steven tidak percaya Tobi, pria miskin, ini bisa mendapatkan anggur sebagus itu. Dia segera berkata, "Nggak mungkin. Ini pasti anggur palsu!"Begitu kata-kata ini dilontarkan, ibunya Shinta dan Brian juga punya pemikiran yang sama. Mungkinkah ini anggur palsu?Tobi menggelengkan kepalanya dan berkata dengan nada datar, "Anggur ini palsu atau nggak, Paman akan tahu setelah merasakannya, 'kan?""Oke. Aku coba dulu!"Ayahnya Shinta tidak sabar lagi. Dia sangat menyukai anggur ini. Dia segera menuangkan segelas kecil dan mulai mencicipinya dengan hati-hati.Nikmat sekali.Meski dia belum pernah minum jenis anggur ini sebelumnya, hanya berdasarkan perasaan saja, anggur ini seharusn
"Tobi, bukankah kamu bawa anggur sendiri? Ayo keluarkan. Biarlah ayahnya Shinta mencicipinya."Ayahnya Shinta membuka mulut dan bersiap untuk berbicara. Namun, saat melihat tatapan tajam istrinya, dia langsung mengurungkan niatnya.Steven tampak bangga. Ayahnya Shinta berpihak kepadanya dan keluarganya Shinta pada dasarnya mendukungnya. Jika Tobi berani bersaing dengannya, dia hanya akan mempermalukan dirinya sendiri.Mari kita lihat saja jenis anggur seperti apa yang dibawanya.Tobi mengangguk dan langsung mengeluarkan sebotol anggur putih. Benar saja, bukan Moutai atau sejenisnya. Hanya saja, anggur itu sepertinya sudah termasuk anggur lama.Setelah melihat anggur itu, ayahnya Shinta juga terkejut.Dia menyukai anggur putih. Dia terkadang juga minum anggur putih biasa. Ditambah lagi, teman-teman juga pernah membual tentang hal itu, jadi dia tahu sedikit. Sepertinya ini adalah koleksi anggur putih yang sudah berusia 50 tahun.Anggur putih ini pernah muncul sewaktu lelang di Jatra sepu
Melihat Tobi tertegun, ibunya Shinta juga merasa kasihan. Demi putranya, tentu saja dia berharap putrinya bisa menikah dengan Steven. Namun, Tobi sama sekali tidak bersalah dalam hal ini.Dia buru-buru berkata, "Tuan Steven, kamu bercanda, 'kan? Ini hanya restoran biasa. Mana mungkin mereka punya persediaan anggur berkualitas tinggi?""Kalau begitu, kita ganti restoran lain saja. Lagian, nggak sesuai sama seleraku." Steven tampak bangga. Dia diam-diam berpikir dalam hati, 'Bocah, mau bersaing denganku? Huh! Kamu masih tertinggal jauh!'Jangankan empat miliar, menghabiskan ratusan juta untuk makan sekali saja mungkin sudah membuatnya terkejut.Namun, Tobi melirik Steven dan berkata dengan ringan, "Aku juga nggak ingin mengajakmu makan. Kalau nggak sesuai seleramu, nggak usah makan!"Selesai mengatakan itu, ekspresi wajahnya makin suram.Ayahnya Shinta buru-buru berkata, "Tobi, apa yang kamu bicarakan? Keberadaan macam apa Tuan Steven itu? Bisa mengundangnya makan juga termasuk kehormata
"Huh! Tentu saja!""Dia sekarang masih nggak tahu apa-apa, makanya dia nggak takut. Setelah mengetahui kemampuanku nanti, dia pasti akan berlutut di hadapanku!" kata Steven sambil tersenyum sinis."Benar, benar. Tuan Steven, ayo kita masuk dulu ke dalam."Sembari berbicara, ayahnya Shinta juga masih khawatir. Putrinya, Shinta, tiba-tiba punya pacar. Segalanya akan menjadi sulit sekarang.Dia takut akan membuat Tuan Steven mengamuk.Apalagi, Tobi masih tidak tahu diri dan tidak takut sedikit pun. Hal itu pasti akan lebih berbahaya lagi.Tobi hanya menggelengkan kepalanya. Dia juga tidak repot-repot menjawab dan langsung masuk ke dalam lebih dulu.Melihat pemandangan ini, orang tuanya Shinta juga tidak begitu senang.Shinta buru-buru mengikuti Tobi. Dia sungguh tidak tahu harus berkata apa. Dia hanya merasa kasihan pada Kak Tobi karena telah membuat pria itu menderita, apalagi tanpa alasan yang jelas.Steven juga hanya bisa mengikuti. Semua orang pun masuk ke dalam restoran. Dekorasi di