"Nona, Tuan Tobi!"Seorang pelayan buru-buru mendekati mereka dan berkata, "Tuan Tobi, sebelum Tuan Besar Ezra pergi, dia meninggalkan kotak ini. Dia menyuruhku untuk menyerahkannya kepada Tuan Tobi."Tobi terkejut. Apa yang ingin dilakukan lelaki tua itu? Dia mengulurkan tangannya dan mengambil kotak itu. Setelah dibuka, ternyata di dalamnya berisi ginseng.Dilihat sekilas, ukuran ginseng ini tidak terlalu besar, tetapi sudah pasti berusia tua. Mungkin sudah ribuan tahun atau lebih."Ginseng ribuan tahun."Yesa berjalan mendekat dan kebetulan melihatnya. Dia tidak bisa menahan rasa iri dalam hatinya. Padahal, ginseng ini telah diberikan kepada mereka terakhir kalinya itu, tetapi mereka malah berani mengambilnya kembali.Sekarang mereka bukannya memberikan ginseng itu kepada Yesa, melainkan menyerahkannya langsung ke tangan Tobi. Tuan Besar Ezra keterlaluan sekali. Apa dia lupa tujuan kedatangannya hari ini? Bukankah dia datang untuk melayat?Kalau demikian, bukankah segalanya seharusn
Terlebih lagi, Tobi selanjutnya juga harus mempersiapkan aliansi Sekte Suci dan menemukan cara agar bisa duduk di posisi pemimpin Sekte Suci serta mengendalikan lima faksi besar.Tidak lama setelah Tobi pergi, sudah ada beberapa orang yang berkumpul di samping Yesa, termasuk Herman dan juga keluarganya Kakek Wirya.Melihat mereka tiba-tiba muncul di hadapannya, tanpa diberi tahu pun, Widia sudah bisa menebak apa yang ingin dikatakan mereka.Karena sebelum kakeknya dimakamkan, ibunya telah membicarakan masalah ini berkali-kali. Namun, saat itu, suasana hati Widia masih buruk dan banyak hal yang harus dia tangani, jadi dia tidak begitu menghiraukan ibunya.Siapa sangka, ibunya akan begitu tidak sabar? Apa ibunya sungguh menganggap Widia sebagai putri kandungnya?Apalagi, orang tua Widia masih berkomplot dengan orang luar. Meski Kakek Wirya sekeluarga bukanlah orang luar, dibandingkan dengan putrinya sendiri, bukankah mereka tetap orang luar?Yesa yang pertama angkat bicara. "Widia, akhir
Yesa sangat gembira. Dia segera berkata, "Kamu sendiri yang bilang, ya. Kami nggak memaksamu! Karena kamu sudah mengatakannya, kamu nggak boleh menariknya kembali!""Pak Owen, cepat kemari!"Tak lama kemudian, beberapa orang keluar dari belakang. Semuanya tampak berpakaian jas dan mengenakan sepatu kulit. Tangan mereka juga terlihat memegang dokumen. Yang berjalan di depan adalah Pak Owen, tim pengacara yang disewa oleh perusahaan."Kebetulan sekali. Kami sudah melengkapi semua dokumen pengalihan aset perusahaan. Hanya tinggal tunggu kamu tanda tangan saja," kata Yesa dengan cepat."...."Widia tercengang. Dia benar-benar tidak tahan dengan sikap mereka yang terus-menerus menyalahpahaminya dan menghinanya. Mereka anggap Widia sebagai apa? Tega sekali mereka mengatakan hal seperti itu?Tak disangka, ibunya sudah menyiapkan segalanya, bahkan pengacara dan kontrak perjanjian.Begitu melihat Widia tidak berbicara ataupun bergerak, Yesa langsung bertanya, "Widia, apa maksudmu? Apa kamu seka
"Aku sendiri yang nggak menginginkannya?""Ya, ya!""Siapa bilang aku nggak menginginkan saham Grup Lianto?" tanya Widia."Ini .... Pokoknya, maksudnya kira-kira seperti itu saja!" ucap Yesa tanpa malu sedikit pun. Lantaran dia merasa hal ini sangat penting.Jika tidak, semua yang mereka dapatkan sekarang mungkin harus dikembalikan pada detik berikutnya. Bahkan, mereka harus meminta Widia untuk menerimanya kembali."Sudahlah. Aku nggak mau berdebat lagi!""Tenang saja. Aku akan bicara sendiri sama Tobi. Aku juga nggak akan menyuruh dia mempersulit kalian," ucap Widia.Mendengar itu, ekspresi Yesa tampak tertegun. "Oke, kamu sendiri yang bilang. Kalau Tobi mencelakai kami secara diam-diam, kamu harus bertanggung jawab.""Jangan khawatir. Tobi bukan orang seperti itu," kata Widia dengan dingin."Benar, kami hanya khawatir saja. Karena semuanya sudah beres, ayo kita tanda tangani secepatnya," kata Yesa buru-buru.Widia tidak mengatakan apa-apa. Dia mengambil kontrak itu dan hanya melihatn
Begitu Tobi tiba di restoran, dia langsung disambut dengan suara manis. "Dokter Tobi!"Tobi pun menolehkan kepalanya ke sumber suara itu. Tampak seorang wanita cantik dalam balutan gaun hitam.Wajahnya begitu mulus dan indah. Hanya dengan riasan tipis saja telah membuat keseluruhan dirinya terlihat lebih cantik dan menawan. Sepasang bola matanya yang hitam dan jernih. Ditambah dengan tinggi badan yang menawan dan kaki jenjang putih. Wanita itu benar-benar sangat memikat.Tobi tidak begitu memperhatikannya saat berada di rumah sakit sebelumnya. Gadis kecil ini ternyata begitu memesona. Pasti ada banyak pria yang tergila-gila kepadanya.Moris buru-buru mendekati Tobi. Ditatap oleh Tobi seperti itu telah membuat wajah gadis itu memerah. Dia pun berkata dengan suara pelan, "Dokter Tobi, kamu lihat apa?""Aku melihatmu. Untuk sesaat, aku terpesona dengan kecantikanmu." Tobi juga tidak menyembunyikannya. Pria itu langsung berterus terang."Dokter Tobi, jangan mengolok-olokku."Detak jantung
Tobi tersenyum dan berkata, "Sebenarnya samar-samar masih ingat. Kalau nggak salah, Anda bahkan memberi manisan buah kepada saya saat itu."Tobi memang masih ingat, tetapi kesannya tidak terlalu dalam. Meski memiliki daya ingat yang tajam, dia hanya ingat dengan kejadian setelah dia berumur tiga tahun. Sebaliknya, ingatannya sebelum berumur tiga tahun sudah samar."Benar. Kamu punya ingatan yang bagus."Rangga sangat senang dan berkata, "Tapi aku mau berterima kasih atas bantuanmu kali ini. Kalau nggak, mungkin saat ini aku sudah berada di alam baka."Rangga sudah mengetahui masalah kematian Muhar. Padahal, kondisi Muhar tidak separah kondisinya. Dengar-dengar, pihak rumah sakit saat itu tidak berani mengoperasi Rangga dan hanya bisa menunggu ajal menjemput saja."Sama-sama, Kakek Rangga. Kami dulu bisa selamat juga berkat bantuanmu."Saat melihat kakeknya punya hubungan yang begitu baik dengan Tobi, Moris juga ikut senang. Dia buru-buru menuangkan anggur untuk mereka berdua. Kemudian,
Setelah itu, Haryo segera mengambil gelas anggur dan berkata dengan hormat, "Dokter Tobi, maafkan aku. Karena terlalu bodoh, aku membuatmu tersinggung sebelumnya. Aku minta maaf kepadamu di sini."Kavin juga mengikuti jejak ayahnya dan buru-buru meminta maaf.Meski Tobi bilang tidak keberatan, dia juga tidak terlalu menyukai mereka berdua. Dia menggelengkan kepalanya dan berkata, "Yang lalu biarlah berlalu saja. Aku harap kalian nggak menindas orang lain lagi kelak.""Nggak. Kami nggak akan melakukannya lagi!"Keduanya bergegas berjanji."Bagus. Kalau begitu, anggap saja masalah ini sudah berlalu." Setelah itu, Tobi berbalik, lalu mengambil gelas anggur dan bersulang kepada Rangga, "Kakek Rangga, aku bersulang untukmu. Terima kasih atas bantuanmu dulu."Mendengar itu, Rangga segera mengangkat gelasnya dan berkata, "Mengapa kamu membicarakan hal ini lagi? Kalau ingin berterima kasih, akulah yang seharusnya berterima kasih kepadamu.""Tapi berbicara tentang kejadian dulu, sebenarnya masi
Mungkin Tobi dan ibunya bisa bertahan hidup dan mencapai posisi seperti sekarang inilah yang dikatakan sebagai akhir yang baik."Padahal baru beberapa bulan aku nggak bertemu dengannya, tapi dia sudah tampak menua begitu cepat."Rangga menghela napas, "Tomi, aku nggak bermaksud mempersulitmu. Kalau kamu leluasa, bantulah kakekmu. Tapi kalau kamu keberatan, aku juga nggak berani memaksamu.""Lagi pula, memang Keluarga Yudistira-lah yang bersalah kepadamu lebih dulu."Rangga teringat dengan laporan yang dikatakan oleh Albus sebelumnya. Bisa dikatakan, Albus-lah pelaku utamanya.Jika bukan karena bantuan yang diberikan Revan kepadanya, bagaimana dia bisa menembus alam Guru Besar begitu cepat dan membuat kemajuan pesat, bahkan bisa menjadi salah satu dari empat dewa perang?Demi melindungi diri mereka sendiri, Keluarga Yudistira bahkan tega mengorbankan Revan, bahkan mengusir Tobi dan ibunya keluar.Semua kejadian ini tidak mungkin bisa dimaafkan begitu saja."Kakek Rangga, maaf. Sepertiny