Beranda / Fiksi Remaja / Raja Milik Ratu / 05 - Sang Puan Terbangun

Share

05 - Sang Puan Terbangun

Penulis: FDY PUTRY
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Semesta memang pandai mencari cara. Menolak keinginan juga menakdirkan ketidakinginan."

~clovy

***

"Sampai jumpa, Hito!" ucap Asya saat lelaki berkacamata itu pamit pulang lebih dulu. 

Hito hanya tersenyum ramah, kepalanya tetap menunduk seperti sebelumnya, dia tak memandang Asya dengan saksama. Hanya sekelebat penglihatannya kembali terpaku pada buku tebal yang dibelinya. 

Seperti biasa, Hito membenarkan letak kacamatanya lagi. Dengan tangan gemetar dia membawa buku setebal kamus, entah mengapa pertemuannya dengan gadis ceria itu berdampak aneh pada dirinya. 

Hito memang tak biasa dekat dengan lawan jenis, dan baru kali ini pula dia merasa jantungnya nyaris keluar dari tempatnya. Degupannya lebih cepat daripada sebelumnya, ini memang aneh. Dia bergidik ngeri memikirkan hal-hal negatif tentang gadis itu. 

Dikarenakan kepalanya terasa pening karena memikirkan gadis itu, Hito memutuskan untuk bersantai lebih dulu menikmati kopi panas di salah satu kafe hits anak muda. 

"Apa iya, cewek itu punya kutukan dari nenek lampir?" tanyanya entah kepada siapa. Pikirannya seketika kembali mengingat gadis itu. 

Hito menggeleng. "Gue takut, kalau dia memang titisan dari nenek lampir." Lelaki itu memijat pelipisnya pelan, pikirannya melanglang buana ke mana saja, kisah cerita yang baru saja dibacanya beberapa minggu lalu nyaris persis seperti pertemuannya dengan sang gadis. 

"Kenapa lo?" tanya Reza membuat Hito terkejut dengan kehadirannya yang tiba-tiba. Meski tempat ini umum, 

"Apaan sih lo!"

"Ngelamun terus! Jangan ngelamun terus ntar lo kesambet mak Lampir lho!" ucap Reza asal bicara. 

"Emang iya, udah."

"Hah? Lo udah kesambet sama Mak Lampir?" tanyanya penasaran. 

Hito menoyor kepala sahabatnya, "kepo lo!"

"Gue serius. Lo kesambet, Mak Lampir?" Reza mempertanyakan kembali keadaan sahabatnya, kedua tangannya memegang wajah Hito dan meniliknya dengan saksama. 

Hito menjauh dari Reza karena merasa risih sendiri. 

"Ngapain sih lo ada di sini?" tanya Hito akhirnya. 

"Ya suka-suka gue lah. Namanya juga tempat umum, emang lo aja yang bisa ngopi di sini?" tanya Reza kesal. 

"Ya kan kata lo mau kasih makan kucing ponakan lo. Masa sekarang malah keluyuran ke sini?" tanya Hito. 

"Lo bisa diem enggak?" tanya Reza, jemarinya gemas mencubit pipit sahabatnya yang kini mengaduh kesakitan. 

"Sakit tau!" Hito mengelus pipinya yang memerah bekas cubitan maut dari Reza. 

"Makanya diem aja." Jari telunjuknya didekatkan di bibirnya. "Gue lagi jadi detektif."

"Hah? Lo lagi selidiki siapa?" tanyanya lagi. 

"Mia," jawabnya lirih. Kedua mata Hito mengikuti arah pandangan Reza, benar saja sang mantan kekasihnya tengah terduduk tak jauh dari tempatnya. Mia tengah bergurau dengan lelaki dewasa yang masih sama seperti yang Reza lihat saat kejadian hubungannya kandas. 

"Mending lo balik deh, Za. Ngapain juga sih lo masih ngarepin dia yang udah enggak ngarepin lo sedikit pun?" ucap Hito. 

Ucapan sang sahabat bagai lemparan batu kristal yang menghantamnya habis-habisan. Tapi, nasihat Hito membuatnya berpikir lebih terbuka lagi. 

Kini, Mia bukanlah siapa-siapa lagi. Dia tidak ada hak untuk mencampuri urusan gadis itu, ke mana pun dan dengan siapa pun dia pergi tak seharusnya Reza tahu dan menjaganya dari kejauhan. 

"Sebaiknya lo lupain dia. Cari lagi pengganti yang lebih baik daripada Mia." Hito menepuk pundak sahabatnya pelan, Reza menundukkan kepalanya dalam, tangannya memukuli kepalanya yang terasa pening dengan permasalahan percintaannya. 

"Lo bener, To." 

"Yaudah kita cari tempat lain aja yuk!" ajak Hito yang kemudian disetujui sahabatnya. 

***

"Lo harus ketemu sama abang gue," celetuk Putri. 

"Boleh."

"Kalau gue undang ke sini boleh enggak?" tanya Putri lagi. 

Ratu mengangguk lagi. "Boleh."

Pikiran Ratu seolah tak jernih. Ada banyak masalah yang dia pikirkan, bukan soal percintaan layaknya anak muda. Gadis itu memikul beban yang berat, sepanjang hidupnya dia akan merasa dihantui oleh rasa ketakutan juga kebencian. 

Namun, entah kenapa hari ini ia memikirkan Mamanya. Entah sudah berapa kali pihak Rumah Sakit Jiwa Pertiwi menghubunginya. Jika kembali dipikirkan, Ratu sosok anak yang durhaka karena sudah lama sekali dirinya tak lagi melihat kondisi Nindy. 

Bukannya tak mau, rasa takut Ratu selalu hadir jika saja melihat Nindy.

Bahkan gadis itu pikir kehadirannya tidak akan disambut dengan baik. 

Nindy sangat menginginkan Ratu berada di sampingnya, karena akan sangat mudah baginya untuk menghabisi nyawa putrinya. 

"Ra ... Akhirnya abang gue mau ke sini lho," ucapnya setelah mendapatkan persetujuan dari abangnya lewat telepon. 

Ratu hanya tersenyum menanggapinya. Tidak sepenuhnya mendengar ucapan Putri. Pikirannya masih tertuju pada Nindy. 

"Gue ke toilet dulu ya, Put."

Putri pun mengangguk menyetujuinya. 

***

Raja yang tengah bersantai, merebahkan tubuhnya di atas kasur berukuran king size harus terpaksa terbangun dikarenakan panggilan dari sang adik yang merengek minta dijemput sekaligus dikenalkan dengan sahabatnya yang dulu seringkali dia ceritakan. 

Tak mau gendang telinganya pecah oleh rengekan dan ocehan sang adiknya, akhirnya dia menjemput ke alamat yang Putri berikan. 

"Secantik apa sih dia? Si Putri sampe segitunya mau jodohin gue sama dia dari dulu." Raja menggelengkan kepalanya pelan seraya menyambar kunci motornya. 

Raja tidak menyempatkan untuk mengganti pakaiannya, dia hanya mengenakan kaos oblong yang kemudian dilapisi jaket, dan celana pendek selutut. 

Lelaki itu pun melesat pergi menuju alamat yang Putri berikan. Cafe berdominan tanaman gantung yang sengaja dihias, tujuannya memberikan kesan ketenangan teruntuk para pengunjung. 

Tak sengaja tubuhnya bertabrakan dengan gadis yang tengah membuka tas selempangnya. Barang bawaan sang gadis berjatuhan dan membuat Raja membantu untuk membereskannya. 

"Sorry ya." 

Gadis itu masih menunduk seraya mengangguk pelan. 

Setelah barang-barangnya kembali dimasukkan pada tas selempangnya, Raja sedikit terperanjat saat gadis itu menampakkan wajahnya. 

"Ratu?" tanya Raja, alisnya terangkat sebelah sembari menunjuk dengan jari telunjuknya. 

Sosok yang disapanya malah bingung karenanya, dahinya mengkerut seolah bingung dengan lelaki di depannya. 

"Kita pernah ketemu." Raja mengingatkan, karena dari raut wajahnya Ratu seperti tak mengingat dirinya. 

"Oh."

Raja tersenyum mendapati jawaban singkat dari gadis itu. "Aku Raja. Kita ketemu pas di toko skincare. Dan ... sebelumnya juga kita udah kenal."

Ratu menaikkan sudut bibir kirinya, tangannya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Gadis itu benar-benar tak mengingat dengan lelaki di depannya. 

"Aku yang tolongin kamu waktu itu." Raja terus mendesak gadis itu agar mengingatnya. 

Ratu terdiam. Mengingat kejadian yang akan menimpa dirinya tempo lalu tertimpuk oleh beberapa botol skincare di sana. Beruntungnya, ada lelaki yang menolongnya saat itu. 

Mungkin, lelaki itu memang dia. Ratu lupa. 

"Oh. Mungkin gue lupa, maaf."

"Gapapa. Yang penting sekarang kan lo inget kalau kita kenal." Raja tersenyum senang. 

"Yaudah gue pergi duluan ya?" ucap Ratu akhirnya. 

"Eh, tunggu!" Raja memegang tangan sang gadis. "Boleh minta nomer whatsapp kamu?" 

Ratu melepaskan tangan Raja. "Maaf, gue buru-buru." 

Gadis itu pergi begitu saja tanpa menunggu respon dari Raja. 

Raja tersenyum miris. "Oke. Lain kali. Gue percaya semesta pasti mendukung misi gue."

Dia pun segera mencari sang adik yang katanya sudah menunggu. Beruntungnya tak begitu sulit menemukan Putri, gadis itu tengah duduk di salah satu meja. 

"Yuk pulang!"

"Lo datangnya telat, Kak. Temen gue udah pergi." Putri menangkupkan kedua tangannya di dagu. Merasa malas dengan kehadiran kakaknya. 

"Kenapa dia pergi duluan?" tanya Raja. 

"Ada urusan katanya," jawab Putri mengingat alasan sahabatnya yang pamit duluan dan minta maaf karena meninggalkannya sendirian. 

"Yaudah sih lain kali aja, lagian ngapain sih lo dari dulu kepengin banget gue kenal sama dia?" tanya Raja. 

"Ya gue rasa lo sama dia tuh cocok. Jadinya kan seru sahabat sekaligus kakak ipar." 

"Apaan sih lo ngaco! Halu terus!" 

"Bukan halu, tapi gue ngarep! Yuk, balik." Putri langsung menggandeng tangan kakaknya. 

"Itu pesanan lo udah dibayar belum?" tanya Raja. 

"Udah."

"Bagus deh kalau gitu, jadinya kan uang gue utuh." Raja mengelus dadanya. 

"Gue pengin jajan buat dibawa ke rumah. Nanti di luar kafe belinya."

Raja menghembuskan napasnya, lagi dan lagi uangnya harus kembali menipis. 

***

Terpaksa, Ratu akhirnya datang ke Rumah Sakit Pertiwi setelah hatinya melunak menerima telepon pada saat di kafe. 

Saat di sana, dia diberi tahu keadaan Nindy yang tidak sadarkan diri karena kejadian yang dibuatnya sendiri melukai kornea mata kirinya. 

"Nanti juga dia pasti sadar lagi, Dok." Ratu mengucapkannya dengan santai meski hatinya sakit melihat sang ibu yang tengah berbaring dengan tubuh tak berdaya. 

"Bu Nindy sangat merindukan Anda. Saya harap kehadiran Anda bisa membuat dia sadar kembali." 

Ratu tersenyum miris mendengar penjelasan pria paruh baya itu. "Percuma terbangun juga, malah saya nanti yang tak sadarkan diri, Dok."

Sang dokter tak menimpali ucapan Ratu, pria itu memahami posisi gadis cantik itu yang selalu menjadi korban kemarahan ibunya. 

"Dokter masih ingat kan kejadian tahun lalu? Saya hampir mati." Ratu tersenyum mengingat kejadiannya. Nindy menusuk lehernya dengan gunting. 

"Ya, tapi Bu Nindy seringkali menanyakan Anda."

"Dia menanyakan saya karena itu motifnya untuk melenyapkan saya, Dok. Bukankah begitu?" tanya Ratu, hatinya memang sakit tapi rasa sakit itu sudah tak dirasakannya lagi, bahkan dia sudah tak punya air mata, rasanya sudah lupa bagaimana caranya menangis. 

"Saya harap Anda bisa mendekatinya dengan cara perlahan." Pria paruh baya itu tidak lelah untuk mencoba menasihati putri sang pasien. 

"Percuma. Jika saya mendekatinya, berarti sama saja mendekati ajal saya." Ratu berdiri dari duduknya. "Terimakasih karena sudah memberitahu keadaan dia. Beritahu saja jika dia sudah pergi, Dok." 

Ratu melenggang pergi keluar dari ruangan dokter bernama Tio. Sang dokter menggeleng pelan. 

Ratu masuk ke dalam ruangan Nindy. Tubuh kurusnya dipasang oleh banyak selang. Gadis itu membelai rambut lusuh sang ibu dengan lembut. 

"Sekarang, Mama sudah semakin tua. Tapi, Ratu masih percaya kok kalau Mama masih kuat kalau renggut nyawa Ratu, ya kan?" bisik Ratu tepat di telinga kanan ibunya. 

"Mama rindu? Tapi, Ratu rasa Mama hanya rindu dengan darah segar Ratu, kan?" bisik Ratu lagi miris. 

"Ratu janji, jika Mama sudah benar-benar sembuh. Silakan, berbuat sesuka Mama. Buat putrimu lenyap dari semesta." Sudut bibir Ratu naik ke atas membentuk senyuman. 

Kedua mata Nindy terbuka sempurna, meski satu matanya tertutupi oleh perban. Ratu tertawa menyadari jika ibunya mungkin benar-benar merindukan kehadirannya. 

"R-ratu," ucap Nindy geram. Kedua tangannya mencengkram kuat pada seprai. 

Ratu hendak membalik tubuhnya, tapi lengannya dicekal oleh Nindy dengan sekuat tenaganya. 

"Saya sudah benar-benar sembuh." Suaranya mengerang, dan sesekali dia menggertakkan giginya. "Kamu harus benar-benar lenyap."

Ratu menutup kedua matanya, pasrah jika kapan saja sang ibu melukainya. "Nyatanya Puan terbangun."

"Ratu itu putrimu, bukan musuhmu. Wisnu itu musuhmu, bukan cintamu. Ratu itu anakmu, bukan suamimu." Bibir tipis gadis berambut panjang itu terus mengucapkan hal seperti itu, barangkali Nindy akan melepaskan cekalannya. Tapi, nihil cekalannya malah semakin kuat. 

Meski penglihatannya hanya berfungsi sebelah, tapi dia masih jelas melihat posisi Ratu. Wanita paruh baya itu menarik rambut panjang putrinya membuatnya kesakitan meski ditahan. 

Dengan kuat pula dia mencekik leher putrinya sampai sang gadis kesulitan untuk bernapas. 

"Matiiiii!" pekik Nindy. 

Keringat dingin bercucuran di pelipisnya Ratu, tenggorokannya terasa tercekat. 

Beruntungnya, semesta masih menginginkan Ratu untuk menghirup udara segar. Salah satu perawat datang dengan membawa makan siang. Terkejut, perawat itu tak sengaja menjatuhkan semangkuk bubur dari kedua tangannya. Menjauhkan Ratu dari Nindy. 

Ratu keluar dari ruangan sang ibu dengan napas tersengal-sengal. 

Kedua tangannya menutupi dadanya, tubuhnya gemetar dan suhu tubuhnya mendadak dingin. 

"Ratu takut." 

***

Bab terkait

  • Raja Milik Ratu   06 - Ketemu Lagi

    "Pertemuan itu awal untuk cerita kita. Bertemu lagi berarti kisah cerita lanjutan cinta."***Kuliah semester tiga memang tidak seperti semester sekian yang disibukkan dengan segala macam tugas. Meski begitu, tetap saja tugas harian membuat makalah tidak akan terlepas. Seperti saat ini, ketiga lelaki tampan tengah serius menatap layar laptop.Ruangan sudah mulai sepi karena beberapa mahasiswa sudah pulang. Mereka bertiga ingin menyelesaikan saat itu juga agar sepulang dari kampus bisa memulai challenge yang Raja buat beberapa hari lalu."Beres!" Hito merenggangkan kedua tangannya setelah menyelesaikan tugasnya."Bantuin kek," celetuk Reza sudah mulai gelisah dengan tugasnya."Males ah. Kerjain aja sendiri.""Lo kok gitu sih sama sahabat sendiri?" tanya Reza kesal."Kalau soal kek gini sih enggak liat status sahabat atau

  • Raja Milik Ratu   07 - Takut

    "Jangan takut dengan apa pun dan sama siapa pun. Tapi, takutlah jatuh saat mengenal aku."~Raja Aleandra🍁🍁🍁Kejadian kemarin lalu menyisakan rasa takut yang tak dapat diartikan oleh Ratu. Pertemuannya dengan Raja tak seramah sebelumnya, dia yang begitu lancang mengatakan hal seperti itu. Kenapa juga dia menjauhi lelaki baik itu yang jelas-jelas telah menolongnya.Jemari lentiknya memijat pelipisnya yang terasa pening karena memikirkan banyak permasalahan yang terus bermunculan. Dan permasalahan itu dibuat olehnya sendiri.Rasa ketakutannya terhadap lelaki membuatnya tak bisa mengontrol. Akan sulit baginya berteman dengan lelaki mana pun, dan juga akan sangat sulit bagi Ratu membuka hatinya."Gue harus minta maaf sama dia. Lagipula dia baik." Ratu memainkan ponselnya, baru disadari jika niatnya tidak bisa ia laksanakan. Dia tidak punya kontak o

  • Raja Milik Ratu   08 - Karma

    "Karma atau semesta hanya sekadar mengingatkan?"***Nindy menjadi lebih banyak diam setelah tragedi rusaknya kornea mata kirinya. Sepanjang malam dia selalu terjaga sembari bergumam memanggil nama putrinya.Perawat yang bertugas terkadang merasa kasihan pada Nindy. Ibu beranak satu itu terlihat sangat menyayangi putrinya tapi mengapa saat Ratu menjenguknya dia tak sedikit pun meleburkan rasa rindunya.Memeluk saja tidak. Nindy hanya menginginkan Ratu mati di tangannya. Dia merasa jika putri semata wayangnya tidak pantas berada di dunia yang membuatnya menderita.Ratu terdiam di jendela kamarnya, memikirkan hidupnya yang penuh dengan misteri. Langit hitam berbintang menjadikan pemandangan yang dia sukai.Masa lalu kelam yang terus saja berputar dalam pikirannya bagai menghantuinya dan menjadikan dirinya menjadi sosok gadis yang sangat tertutup dan terkesan sangat menyer

  • Raja Milik Ratu   09 - Istana Ratu

    "Cinta itu datangnya dari hati, bukan dari simpati."🐣🐣🐣"Kenapa, Fa? Lo lakuin semua ini sama gue?" tanya Putri, dia marah besar pada lelaki yang kini tengah terduduk bersama seorang wanita di salah satu kafe kekinian hits anak muda."Gausah tanya kayak gitu. Harusnya gue yang tanya sama lo. Kenapa abang lo sakitin adek gue, hah?" Rafa membalikkan pertanyaan yang membuat gadis berkulit putih itu diam."Maksud lo apa?" tanya Putri. Dia bingung dengan pertanyaan Rafa. Setahunya, sosok Raja itu adalah sandaran teruntuknya bukan tipe yang selalu menyakiti hati perempuan. Dia menyayangi dirinya juga ibunya dan keduanya itu adalah perempuan. Jadi, mustahil baginya jika Raja seperti apa yang kekasihnya ucapkan."Raja udah nyakitin adek gue, Repi. Dan ... gue berhak nyakitin lo. Mungkin ini karma dari abang lo. Karma itu berlaku. Suruh tobat sana!" ucapnya seraya merangkul gadis di sam

  • Raja Milik Ratu   10 - Awal Dari Segalanya

    "Jangan pernah menyalahkan diri sendiri. Karena semua ini adalah keputusan bersama. Jadi segala kesalahan yang terjadi adalah kesalahan kita."🍁🍁🍁Putri menemui Ratu ke atas balkon rumahnya. Gadis berambut panjang itu menyambutnya dengan seulas senyuman."Lo kenapa?" tanya Ratu pelan.Nangis Putri kembali pecah, kedua tangannya terbuka langsung berlari mendekap tubuh sahabatnya.Dalam pelukan Ratu gadis itu tergugu menangis.Ratu berusaha menenangkan gadis itu, mempersilakannya duduk di atas kursi panjang."Gue kabur dari rumah." Putri menjelaskan sembari menahan tangisnya."Berarti Kakak lo gak tau?""Ya masa dia tau. Namanya juga kabur, Ra."Ratu mengangguk pelan seraya terkekeh menyadari pertanyaannya yang sangat polos."Pasti dia khawatir nyariin lo,

  • Raja Milik Ratu   11 - Belajar Mencinta

    "Jika seseorang yang kau cinta belum mampu mencintaimu. Maka, ajarkanlah semampumu."~Raja Aleandra***Raja semalaman tidak pulang, dia terjaga di atas balkon sembari menatap langit yang penuh bintang. Dia rela menunggu sang adik agar semua masalah keduanya cepat terselesaikan.Putri baru saja terbangun, beberapa kali dia mengucek kedua matanya sampai memerah. Saat melihat sosok Raja dia merasa bersalah. Karena semalaman gadis itu tak tidur, mendapati pesan dari Rafa yang mengakui jika kakaknya tidak pernah menyakiti adiknya, Repi.Semua permasalahan ini hanya salah paham. Repi mengatakan semua itu pada kakaknya, dia menangis bukan karena disakiti, tapi sadar diri. Dia memang tidak pantas tuk bersanding di samping lelaki populer seantero kampus itu.Bahkan Rafa pun sudah meminta maaf pada Repi. Dia tidak mau untuk menyakitinya lagi, tapi kini dia juga tidak berani untuk menj

  • Raja Milik Ratu   12 - First Date

    "Kemarin rela berjuang mati-matian untuk dapatin hatinya, Lalu setelah dapat? Apa kamu juga rela berjuang mempertahankannya?~Clovy****Wisnu menyeret dua kopernya yang sudah disiapkannya beberapa hari lalu. Entah sudah ke berapa kalinya istri mudanya menelpon minta untuk segera datang menemuinya di ruangan persalinan.Buah hatinya akan segera lahir, dia sangat senang saat mendengar kabar itu. Bahkan kesenangannya berujung pada janji jika dia akan segera meninggalkan keluarga terdahulunya setelah bayi mungil itu lahir.Mendengar Wisnu akan pergi, Nindy tidak terima. Mencegah suaminya angkat kaki dari rumahnya, dia berusaha untuk menahannya dengan alasan putri mereka yang masih butuh kasih sayang, cinta juga perhatian lebih.Wisnu tak dapat dihentikan dengan alasan apa pun. Dia sudah bertekad bulat untuk menjadi suami dari istri kedua

  • Raja Milik Ratu   13 - Belum Memiliki

    "Cinta itu tak hanya harus tentang memiliki. Tapi, cinta juga tentang memperjuangkan, bertahan dan pengorbanan."***Sudah beberapa hari ini setiap sore Asya selalu datang ke toko buku langganannya. Menunggu kedatangan sosok Hito yang menjanjikan bahwa dirinya akan datang. Padahal, lelaki berkacamata itu tidak memintanya untuk menunggu hanya saja itu keinginannya.Entah mengapa gadis itu merasa ingin selalu bertemu dengan lelaki yang dingin, cupu, juga kutu buku. Hatinya selalu berdebar setiap kali bertemu dengannya, padahal baru beberapa kali saja.Kedua matanya tak fokus membaca buku yang kini berada di depannya. Kata perkata seolah berlarian entah kemana, karena pandangannya tertuju pada ambang pintu yang dibiarkan terbuka.Akhirnya dia menyerah, Hito tidak datang. Benar apa katanya, seharusnya dia tidak menunggu karena hanya akan membuat hatinya kecewa. Asya hendak beranjak dar

Bab terbaru

  • Raja Milik Ratu   20 - Hak Milik

    "Jika memang takdir maka sejauh apa pun jaraknya. Tak akan ada yang bisa mengatakan tak mungkin."****Sepoi angin menerpa tiap helai rambut gadis yang tengah menatap ke arah bangunan tinggi. Pikirannya sudah tak bisa lagi kontrolnya membuat dia memutuskan sendiri untuk pergi ke tempat psikiater. Dia harus mengetahui apa yang terjadi pada dirinya, dan harus bisa mengobatinya. Gadis berambut panjang yang dibiarkan tergerai itu melangkah tertatih menuju bangunan tersebut. Beberapa orang berpakaian seragam sewarna biru terang berlalu lalang mengerjakan tugasnya masing-masing. Namun, langkahnya harus terhenti kala ada seseorang yang mencekal pergelangan tangannya. Dia menoleh ke belakangnya dan mendapati sosok pemilik manik mata hitam legam yang tengah menatapnya sendu. "Lo kok ada di sini?" tanya Ratu bingung. "Jiwa gue sakit," jawabnya dingin. "Lo ngapain ada di sini?""Obatnya hanya gue." Raja hanya menjawab ucapan Ratu yang pertama, mengabaikan pertanyaan gadis itu mengenai keber

  • Raja Milik Ratu   19 - Perpecahan

    "Lukai saja dirinya, asal jangan hatinya. Karena luka dalam hati tak ada obatnya"***Putri jadi tersadar, jika Ratu memang sangat membutuhkan semangat dari orang-orang terdekatnya. Dia sangat butuh teman, gadis itu korban dari perpecahan kedua orangtuanya. Yang dimulai dari ayahnya memainkan hati ibunya. Sebagai seorang sahabat seharusnya dia mendekati di kala susah, bukannya menjauh karena beban hidupnya yang begitu nelangsa. Memang, ibu Ratu tidak seperti orangtua lain yang selalu menyambut sahabat-sahabatnya dengan senyuman juga sapaan ramah. Semua itu bukan karena beliau tak suka, tapi memang sudah seharusnya memaklumi karena kondisi mentalnya yang tidak sehat. Raja memeluk Ratu dengan erat, membiarkan gadis itu melimpahkan segala bebannya yang selama beberapa tahun ini dia pendam. Kekasihnya mengelus lembut helaian rambut sang gadis, lalu mengecupnya lama. "Maaf ...," ucap Raja lirih. Kedua tangannya meraba wajah sang gadis. Keduanya saling menatap menenggelamkan kesedihanny

  • Raja Milik Ratu   18 - Bersemi

    "Jatuh cinta hanya teruntuk orang-orang yang mengerti apa itu memperjuangkan. Jika tidak paham, berarti itu baru terjatuh."****Bagaikan tertusuk belati tajam mengenai hatinya saat panggilan handphonenya ditolak. Bagaimana bisa lelaki itu berubah pikiran setelah melihat kenyataan jika ibunya mempunyai sakit mental. Padahal dari awal dia sendiri yang menginginkan kerukunan dalam keluarga kekasihnya. Raja sendiri yang mengantarkan Ratu ke sana. Tapi setelah insiden yang membuat Putri nyaris jantungan, lelaki itu bahkan tak membalas deretan pesan singkat dari Ratu. Beruntungnya obat penenang yang diberikan dokter sangat cepat meresap tubuh ibunya, sehingga kini dia bisa bersantai memainkan ponselnya mencoba tuk menghubungi Raja. "Apa Raja ngehindar dari gue ya?" tanya Ratu lirih entah pada siapa. Baru kali ini Ratu begitu cemas pada orang yang tidak mempunyai ikatan darah dengannya. Padahal, sebelum dia mengenal Raja sikapnya sangat cuek pada orang-orang sekitarnya. Dia takut jika

  • Raja Milik Ratu   17 - Tidak Direstui

    "Level terberat mempertahankan hubungan, yaitu tak direstui orangtua"***Ratu sudah bisa dinyatakan pulang, hari ini dia tengah mengemasi barang-barangnya. Dibantu oleh ketiga sahabatnya yang selalu setia menemaninya selama dirinya sakit. "Hai pacar!" sapa Raja mengagetkan Ratu yang tengah melipat bajunya. Dia tersenyum saat mendapati wajah sang lelaki yang tengah berseri menampilkan deretan gigi putihnya yang bersih. "Cie dah sembuh." Raja mengusap lembut pucuk kepala sang gadis yang hanya meresponnya dengan senyuman. "Aku ternyata melunak," ucap Ratu lirih. Ketiga sahabatnya tak mau menimpali ucapannya karena itu hanya akan memperkeruh suasana mereka. "Melunak apa pacar?" Raja menatapnya bingung, mengangkat sebelah alisnya sebelah. "Bisa jadi pacar orang.""Orangnya mana?" Raja menengok ke kiri dan kanan, barangkali dia menemukan seseorang yang diucapkan oleh sang kekasihnya. Ratu menangkupkan dagu sang lelaki tuk menghadapnya, bersamaan itu kedua manik mata mereka saling pa

  • Raja Milik Ratu   16 - Cinta Balon Udara

    "Setelah melewati tahap jatuh cinta. Ada satu tahap lagi yaitu; takut. Takut kehilangan."***Sekarang, Ratu merasa lebih membaik dari sebelumnya. Raja pula tidak lagi terlalu cemas saat meninggalkannya pergi ke kampus. Sebelum berangkat pun lelaki itu memberi pesan pada sang gadis untuk menunggunya beberapa jam. Lagipula jadwal di kampus setahunya tidak akan begitu padat. Ada salah satu dosen yang hanya memberikan tugas. Ratu menurut saja, lagipula saat tubuhnya lemas setelah sakit seperti ini akan mustahil baginya keluar dari kawasan rumah sakit. Gadis berambut panjang itu terduduk di kursi roda, menepikan kedua roda yang didorongnya sendiri tepat di ujung jendela. Menampakkan pemandangan pepohonan yang sengaja ditanam oleh pengurus rumah sakit. Banyak orang yang berlalu lalang dengan mengenakan seragam beratribut rumah sakit sepertinya. Sudah tak aneh lagi bagi Ratu berada di lingkungan seperti saat ini. Dia sudah terbiasa keluar masuk rumah sakit hanya karena masalah yang sama.

  • Raja Milik Ratu   15 - Pelik

    "Cinta bukan hanya dinyatakan oleh ucapan, tapi juga ditunjukkan dengan tindakan."~Clovy***Sedetik pun Raja tidak pernah meninggalkan Ratu di ruangannya seorang diri. Dia terus menemani, bahkan kedua matanya rela tetap berjaga semalaman. Respon sang gadis masih tetap sama, menggerakkan jemarinya, meneteskan air mata, tapi tak sekali pun membuka kedua matanya. Padahal sudah seharusnya Ratu terbangun dari mimpi panjangnya. Entah mimpi apa yang telah membuatnya tertidur seharian. "Ra ... gue harap hari ini lo bangun," ucap Raja seraya mengelus rambut sang gadis. Sinar matahari sudah berani menyelinap masuk lewat gorden jendela. Tapi, Raja tidak menyingkapkan gorden yang masih menutup bagian kaca. Dia membiarkannya agar ketenangan sang gadis tidak terganggu karena silau. Dia menatap wajah Ratu yang sangat bersih tanpa noda sekali pun. Mungkin itu semua hasil dari kontennya dalam channel youtube. Menjadi seorang beauty vlogger memang harus rela mengeluarkan beberapa rupiah uang unt

  • Raja Milik Ratu   14 - Simpati

    "Cinta itu datangnya dari hati, bukan dari simpati."***Angin sepoi menerpa rambut panjangnya yang selalu dibiarkan tergerai, dedaunan seolah ikut merasakan berpindah letak ke mana pun arah angin meniupnya pergi. Gadis berambut panjang yang selalu saja dibiarkan tergerai, tak pernah sekali pun dia mengikatnya tengah terduduk di ayunan belakang rumahnya. Dia memikirkan perihal sahabatnya, jika mengetahui segala tentang dirinya pasti mereka akan pergi satu persatu. Ratu bergumam dalam batinnya, Ibuku sakit kejiwaan karena ayahku, dan ayahku meninggal karena dosanya sendiri. Mereka ingin melenyapkanku, bahkan dia tak mencintaiku. Dia berbohong. Pikirannya terus saja seperti itu, sampai dirinya tak bisa mengendalikan segala ketakutannya. Gadis itu bersimpuh di atas rerumputan liar yang sembarang tumbuh di halaman rumahnya. Kedua tangannya menutup wajahnya yang tergugu menangis mengingat klise masa lalu yang begitu menyedihkan. "Bisakah aku terbebas dari kalian?!" sergah Ratu. Bisi

  • Raja Milik Ratu   13 - Belum Memiliki

    "Cinta itu tak hanya harus tentang memiliki. Tapi, cinta juga tentang memperjuangkan, bertahan dan pengorbanan."***Sudah beberapa hari ini setiap sore Asya selalu datang ke toko buku langganannya. Menunggu kedatangan sosok Hito yang menjanjikan bahwa dirinya akan datang. Padahal, lelaki berkacamata itu tidak memintanya untuk menunggu hanya saja itu keinginannya.Entah mengapa gadis itu merasa ingin selalu bertemu dengan lelaki yang dingin, cupu, juga kutu buku. Hatinya selalu berdebar setiap kali bertemu dengannya, padahal baru beberapa kali saja.Kedua matanya tak fokus membaca buku yang kini berada di depannya. Kata perkata seolah berlarian entah kemana, karena pandangannya tertuju pada ambang pintu yang dibiarkan terbuka.Akhirnya dia menyerah, Hito tidak datang. Benar apa katanya, seharusnya dia tidak menunggu karena hanya akan membuat hatinya kecewa. Asya hendak beranjak dar

  • Raja Milik Ratu   12 - First Date

    "Kemarin rela berjuang mati-matian untuk dapatin hatinya, Lalu setelah dapat? Apa kamu juga rela berjuang mempertahankannya?~Clovy****Wisnu menyeret dua kopernya yang sudah disiapkannya beberapa hari lalu. Entah sudah ke berapa kalinya istri mudanya menelpon minta untuk segera datang menemuinya di ruangan persalinan.Buah hatinya akan segera lahir, dia sangat senang saat mendengar kabar itu. Bahkan kesenangannya berujung pada janji jika dia akan segera meninggalkan keluarga terdahulunya setelah bayi mungil itu lahir.Mendengar Wisnu akan pergi, Nindy tidak terima. Mencegah suaminya angkat kaki dari rumahnya, dia berusaha untuk menahannya dengan alasan putri mereka yang masih butuh kasih sayang, cinta juga perhatian lebih.Wisnu tak dapat dihentikan dengan alasan apa pun. Dia sudah bertekad bulat untuk menjadi suami dari istri kedua

DMCA.com Protection Status