"Cinta itu datangnya dari hati, bukan dari simpati."
š£š£š£
"Kenapa, Fa? Lo lakuin semua ini sama gue?" tanya Putri, dia marah besar pada lelaki yang kini tengah terduduk bersama seorang wanita di salah satu kafe kekinian hits anak muda.
"Gausah tanya kayak gitu. Harusnya gue yang tanya sama lo. Kenapa abang lo sakitin adek gue, hah?" Rafa membalikkan pertanyaan yang membuat gadis berkulit putih itu diam.
"Maksud lo apa?" tanya Putri. Dia bingung dengan pertanyaan Rafa. Setahunya, sosok Raja itu adalah sandaran teruntuknya bukan tipe yang selalu menyakiti hati perempuan. Dia menyayangi dirinya juga ibunya dan keduanya itu adalah perempuan. Jadi, mustahil baginya jika Raja seperti apa yang kekasihnya ucapkan.
"Raja udah nyakitin adek gue, Repi. Dan ... gue berhak nyakitin lo. Mungkin ini karma dari abang lo. Karma itu berlaku. Suruh tobat sana!" ucapnya seraya merangkul gadis di sampingnya.
Putri tak sanggup lagi berkata apa pun, kedua kakinya memilih melangkah pergi meninggalkan lelaki pecundang itu.
Ada rasa kesal dalam hatinya pada Raja. Bisa-bisanya dia tak memikirkan nasib adiknya sebelum menyakiti hati perempuan.
Sepanjang jalan Putri terus saja memikirkan tentang Rafa. Padahal mereka sudah berhubungan sejak lama. Kepulangannya tak disambut dengan kisah panjang, tapi berujung kenang yang menyedihkan.
Gadis itu memilih pulang, lagipula tak ada guna berpergian ke tempat lain dalam situasi yang tidak mendukung.
Sesampainya di rumah, dia terduduk lemas di bawah lantai. Tepatnya, di ujung kamarnya gadis itu merenung.
Menangisi nasibnya yang tidak beruntung mencintai.
Terdengar suara derap langkah kaki yang membuatnya yakin dengan kehadiran sang kakak.
Kedua matanya kian memanas, tak terasa cairan bening pun mengalir deras begitu saja.
"Lo kenapa, dek?" Pertanyaan itu bersamaan dengan terbukanya pintu kamar Putri. Raja masuk begitu saja dengan wajah yang sangat khawatir melihat kondisi sang adik yang tidak baik-baik saja.
Putri melirik sumber suara, yakni kehadiran sang kakak. "Mau berapa gadis lagi yang bakalan lo sakitin?"
Pertanyaan itu mendadak membuat lidah Raja kelu.
"Maksud lo apa?" tanya Raja bingung.
"Kenapa lo sakitin semua cewek, kalau lo gak mau gue disakitin?" tanya Putri lagi. Kedua matanya tampak sembab, terlihat sekali jika dirinya menangis beberapa jam lalu.
"Siapa yang udah sakitin lo, Put?" tanya Raja.
"Jawaban lo. Lo yang udah bikin gue kayak gini. Gue disakitin Rafa karena lo! Karena lo gue benci punya abang yang nyatanya fuckboy! Gue kira lo cowok yang setia kayak papa. Nyatanya apa? Gue benci!"
"Lo sebenarnya kenapa sih, Put? Gue beneran gak ngerti!" Raja menggoyangkan tubuh sang adik dengan kedua tangannya.
"Repi. Cewek yang jadi korban dari seorang Raja Aleandra itu adiknya Rafa gue! Asal lo tau itu, gue suka sama Rafa."
"Terus?"
"Dia benci sama gue."
"Udahlah. Masih banyak cowok lain yang lebih cinta sama lo, Put!"
"Kayaknya ini semua karma dari lo. Inget! Lo punya adek cewek. Jangan lagi lo coba sakitin gadis mana pun. Kalau lo gak mau adek lo juga disakitin sama orang."
Raja diam. Untuk beberapa saat suasana menjadi hening. Lelaki berperawakan itu memilih untuk menjauh jarak dulu dari sang adik. Dia keluar dari kamar Putri dengan langkah tertatih.
Kedua tangannya mengepal, merasa sakit hati karena dia tahu ada lelaki yang tega membuat adiknya patah hati. Raja tidak bisa membiarkan hal ini, dia tidak akan terima jika gadis kecilnya disakiti oleh orang lain.
Lelaki itu tak peduli dengan nasihat sang adik. Dia tidak bercermin lebih dulu pada dirinya yang nyatanya seringkali mematahkan hati siapa pun.
Meski malas berpergian di malam hari, tapi karena sang adik lelaki itu cepat tancap gas motornya membelah jalanan.
Meluncur ke alamat rumah Repi. Beruntungnya dia tahu arah jalan rumah gadis itu, karena kakaknya satu fakultas dengannya. Dia memang mengenal sosok Rafa, tapi hanya sebatas tahu nama tidak seakrab dengan Hito juga Reza.
Motor merah yang dibawanya melaju dengan kecepatan tinggi membuat jarak yang ditempuhnya terasa tidak sangat dekat.
Cat berdominan warna putih yaitu rumah yang dituju. Rumahnya tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil, ada beberapa lampu yang membuat suasana menjadi lebih hidup.
Raja memarkirkan motornya di depan rumah itu.
Belum saja dia menekan tombol bel rumah, salah seorang pemilik rumah mengurungkan niatnya.
"Mau apa lo ke sini?" tanyanya ketus. "Repi udah tidur."
Raja tersenyum miris mendengarnya, lagipula kedatangannya itu hanya untuk bertemu dengan Rafa bukan Repi.
"Gue ke sini pengin ketemu lo kok, Fa."
"Ada apa?" tanya Rafa ketus.
Kedua tangan Raja mengepal, tak tahan ingin meninju bagian wajah lelaki di depannya.
Bugh ....
Pertahanan Raja runtuh begitu saja. Sudut bibir kiri Rafa tampak terluka karena pukulan keras dari temannya.
"Kenapa lo sakitin adek gue, hah?!"
Rafa menyunggingkan sudut bibirnya sebelah. "Adanya juga gue yang nanya sama lo, kenapa lo sakitin adek gue?"
"Gue enggak pernah sekali pun nyakitin dia. Bahkan belum pernah tuh gue jadiin Repi pacar," jawab Raja.
"Oh ya? Tapi, kenapa dia sampe nangis segitunya dari pagi sampai pagi lagi? Juga sering sebut nama lo?" tanya Rafa sinis.
Raja tersenyum simpul. "Karena dia suka sama gue."
"Gue enggak akan biarin dia jatuh cinta sama lo! Dan asal lo tahu, kalau lo berani nyakitin adek gue, Putri yang kena karmanya!"
Setelah puas mengatakan hal yang ingin sekali dia sampaikan, Rafa pun masuk ke rumahnya.
Dari kejauhan sedari tadi Repi melihat pertikaian mereka. Kedua matanya kembali bercucuran.
"Kak Raja enggak pernah nyakitin hati gue. Tapi, gue sadar diri dia enggak akan pernah bisa gue milikin." Repi kembali menutup gorden jendela kamarnya dan merebahkan dirinya dengan kedua mata yang berkaca-kaca.
Raja tidak berniat untuk pulang, rasanya akan sangat sakit melihat sang adik menangis seperti malam ini.
Dia pergi ke rumah Reza, barangkali lelaki itu menerima tumpangan untuk semalam.
***
Ratu meraba album foto yang telah usang. Tiga orang insan berada di dalam sana, yakni Papa, Mama juga dirinya beberapa tahun lalu.
Sebisa mungkin gadis itu menahan segala kerinduan kebersamaan dengan kedua orang tuanya. Dia bagai seorang batang kara di dunia ini, sosok figur ayah raganya telah mati tapi jiwanya masih hidup dalam hati, dan sosok figur ibu jiwanya telah mati, sedangkan raganya masih ada di lingkup hidupnya.
Kenangan tentang sang Ayah selalu menghantuinya setiap saat. Dalam tidurnya sosoknya selalu datang menjadi mimpi buruk sepanjang harinya.
Seringkali Ratu berusaha untuk mengakhiri hidupnya, tapi pikirannya kembali jernih saat menyadari jika hal itu percuma.
Dia hanya butuh kebahagiaan dalam hidupnya, terbebas dari bayang-bayang masa lalu yang kelam. Terjauhi dari sang ibu yang selalu berusaha untuk melenyapkannya.
Dan kebahagiaan itu belum dia dapatkan sepenuhnya, meski bahagia didapat oleh diri sendiri. Memang, dia bahagia mempunyai tiga sahabat yang begitu menyayanginya. Ratu tipe orang yang selalu menutup diri pada siapa pun, dia sulit untuk akrab dengan orang lain. Apalagi pada lelaki.
Kring ....
Suara sambungan telepon berbunyi. Nama Putri tertera di atas layar canggih. Tak mau membuat si penelpon menunggu, gadis berambut panjang itu cepat menerimanya.
"Gue ke rumah lo ya?" tanya Putri akhirnya.
Lama Ratu terdiam. Mempertimbangkan permintaan Putri lebih dulu. Sampai saat ini tak ada yang tahu di mana dirinya tinggal, kecuali Raja.
Ratu bisa dikatakan seorang putri yang terkutuk di dalam istana megah tapi menyeramkan. Letak istana tersebut terpencil, tidak menjangkau banyak orang yang tinggal di sekitar sana.
"Ra ... gimana? Boleh nggak?" tanya Putri menyadarkan lamunan Ratu.
"Eh? Iya. Tapi rumah gue jauh." Ratu berusaha untuk mencegah kedatangan sahabatnya.
"Enggak apa-apa. Sharelok ya!"
Sambungan telepon pun terputus secara sepihak. Ratu bimbang, dia tak mau jika letak rumahnya diketahui banyak orang. Bentakan serta ancaman selalau menghantuinya jika ada yang menemaninya di rumah.
Tapi, bagaimana pun Putri sahabatnya. Dia tak bisa menolak begitu saja.
Setelah hatinya bergelut dengan pikirannya, akhirnya Ratu pun memberikan lokasi kediamannya.
Setelah mendapatkan lokasi dari sang sahabat, Putri cepat meluncur ke tempat yang diberikan Ratu.
Sepanjang jalan Putri berpikir keras dengan letak lokasi rumah yang ditinggali Ratu. Gadis itu sedikit ragu untuk melanjutkan perjalanannya karena semakin dekat dengan arah yang ditujunya, letak perumahan semakin jauh.
"Ini beneran si Ratu rumahnya di pegunungan?" ucap Putri bingung.
Dia menghentikan motornya terlebih dahulu, kembali menelaah maps yang ada di ponsel canggihnya.
"Eh tapi, masa iya si Ratu kasih alamat palsu. Kagak mungkin lah."
Putri kembali melajukan motornya ke arah hutan. Gadis itu celingukan ke kanan dan kiri mencari arah perumahan di sekitar sana.
Kedua matanya menyipit kala melihat sinar dari arah yang tak terlalu jauh dari tempatnya. Banyak lampu sewarna orange yang menerangi sekitarnya.
Putri memajukan lagi motornya lebih mendekat ke arah sana. Dia tampak terkejut saat mendapati sebuah rumah bak istana di dalam hutan tersebut.
Rumah megah nan besar, halaman yang sangat luas, gerbang unik karena tanaman liar yang merambat keseluruhan.
Seorang gadis berambut panjang yang dibiarkan tergerai tengah mematung di atas balkon istana itu.
Putri kembali dikejutkan dengan penglihatannya. Pemilik rumah itu ternyata sahabatnya sendiri, dan hari ini dia akan segera menginjak kawasan rumahnya.
"Di sini tempat tinggal gue, Put." Ratu sedikit berteriak dari atas.
Putri meneguk salivanya, lalu mengangguk pelan.
"Sini." Ratu melambaikan tangan kanannya mengisyaratkan pada gadis tersebut untuk segera masuk ke dalam rumahnya.
Meski ragu, tapi Putri akhirnya memberanikan diri untuk masuk ke dalam rumah megah itu.
Kedua kakinya melangkah dengan gemetar. Ada rasa takut yang tiba-tiba muncul dalam dirinya begitu saja.
Bersamaan pintu rumah tersebut terbuka dengan sendirinya.
Jantung Putri berdegup lebih cepat tidak seperti biasanya. Ingin rasanya kembali lagi ke rumah, tapi dia merasa tidak enak pada Ratu yang sudah menunggunya di atas balkon.
Saat gadis itu memasuki rumah yang terbilang menyeramkan, kehadiran sosok Ratu membuatnya terkejut.
Putri menghela napas berat saat mendapati gadis berambut panjang dengan mengenakan gaun putih tepat berada di depannya.
"Lo ngagetin gue aja, Ra. Hampir aja jantung gue copot hari ini." Putri mengelus-elus dadanya.
"Kenapa lo?" tanya Ratu.
"Lo ngagetin gue aja. Udah kayak hantu tau gak?!" Putri memijat pelipisnya perlahan.
"Yaudah cepetan sini masuk!"
Putri mengedarkan pandangannya pada atap rumah Ratu yang terlihat tidak terurus. Banyak sarang hewan di sana, bahkan dinding kokoh rumahnya berlumut. Tapi, rumahnya tetap saja terlihat mewah meski terbilang menyeramkan.
***
"Ngapain lo ke sini?" tanya Reza saat mendapati tamu tak diundang.
"Gue nginep ya! Semalam ini aja." Raja membuka hoodie yang dikenakannya.
"Kenapa? Terus Putri gimana? Dia di rumah sendirian kasian?" tanya Reza dengan runtutan pertanyaan.
"Gue lagi ada masalah sama Putri," jawabnya singkat.
Tanpa dipersilakan masuk, Raja telah lebih dulu memasuki rumah sang sahabat. Tak ragu pula dia masuk ke kamar Reza.
Raja merebahkan tubuhnya ke atas kasur king size milik Reza.
"Lo ada masalah apa sama Putri?" tanya Reza penasaran.
"Lo tau kan si Rafa?" tanya Raja.
"Gue kan nanyain si Putri kok jadi ke si Rafa sih?" Dahi Reza mengernyit bingung.
"Karena masalahnya bersangkutan sama tuh anak. Lo tau juga kan kalau si Rafa itu kakaknya si Repi?" Raja akan bersemangat membahas masalah ini pada sahabatnya.
"Tau. Terus masalahnya apa?" tanya Reza.
"Dia ngira kalau gue udah nyakitin hati adeknya. Padahal lo tau sendiri kan, gue belum pernah jadian sama tuh orang."
"Cuman bilang sayang doang. Eh dia nya ngilang, sadar diri kali ya," timpal Reza.
"Nah, masalahnya tuh si Putri kena karmanya. Dia disakitin Rafa karena gue udah nyakitin si Repi. Adek gue marah besar saat tau kalau abang nya tuh ternyata buaya darat."
Reza ketawa begitu saja saat mendengar penjelasan dari sahabatnya.
"Lo kok ketawa sih? Bantuin gue kek."
"Itu bagus sih. Biar lo cepet insaf. Udah deh mulai sekarang lo jangan coba bikin gadis mana pun patah hati lagi karena ulah lo. Kasian." Reza menepuk pundak sahabatnya.
"Lo harusnya inget, lo tuh punya adek perempuan. Gimana coba kalau semisalkan dia disakitin sama pacarnya? Emang lo mau orang yang sangat lo sayangi nangis kejer karena patah hati?" tanya Reza menasihati.
Beberapa detik Raja terdiam. Suasananya seketika menjadi hening.
"Gue harus selesaikan masalah ini."
Ting ....
Satu notifikasi masuk dari akun instagramnya.
Dari pemilik akun dengan nama Rtunandlri mengirimkan satu pesan.
Rtunandlri : "Adek lo di rumah gue."
Seperti mimpi rasanya mendapati notifikasi dari gadis yang selama ini dikejarnya.
"Maksud dia apa? Dia enggak kenal gue kan?" ucap Raja lirih.
****
"Jangan pernah menyalahkan diri sendiri. Karena semua ini adalah keputusan bersama. Jadi segala kesalahan yang terjadi adalah kesalahan kita."šššPutri menemui Ratu ke atas balkon rumahnya. Gadis berambut panjang itu menyambutnya dengan seulas senyuman."Lo kenapa?" tanya Ratu pelan.Nangis Putri kembali pecah, kedua tangannya terbuka langsung berlari mendekap tubuh sahabatnya.Dalam pelukan Ratu gadis itu tergugu menangis.Ratu berusaha menenangkan gadis itu, mempersilakannya duduk di atas kursi panjang."Gue kabur dari rumah." Putri menjelaskan sembari menahan tangisnya."Berarti Kakak lo gak tau?""Ya masa dia tau. Namanya juga kabur, Ra."Ratu mengangguk pelan seraya terkekeh menyadari pertanyaannya yang sangat polos."Pasti dia khawatir nyariin lo,
"Jika seseorang yang kau cinta belum mampu mencintaimu. Maka, ajarkanlah semampumu."~Raja Aleandra***Raja semalaman tidak pulang, dia terjaga di atas balkon sembari menatap langit yang penuh bintang. Dia rela menunggu sang adik agar semua masalah keduanya cepat terselesaikan.Putri baru saja terbangun, beberapa kali dia mengucek kedua matanya sampai memerah. Saat melihat sosok Raja dia merasa bersalah. Karena semalaman gadis itu tak tidur, mendapati pesan dari Rafa yang mengakui jika kakaknya tidak pernah menyakiti adiknya, Repi.Semua permasalahan ini hanya salah paham. Repi mengatakan semua itu pada kakaknya, dia menangis bukan karena disakiti, tapi sadar diri. Dia memang tidak pantas tuk bersanding di samping lelaki populer seantero kampus itu.Bahkan Rafa pun sudah meminta maaf pada Repi. Dia tidak mau untuk menyakitinya lagi, tapi kini dia juga tidak berani untuk menj
"Kemarin rela berjuang mati-matian untuk dapatin hatinya, Lalu setelah dapat? Apa kamu juga rela berjuang mempertahankannya?~Clovy****Wisnu menyeret dua kopernya yang sudah disiapkannya beberapa hari lalu. Entah sudah ke berapa kalinya istri mudanya menelpon minta untuk segera datang menemuinya di ruangan persalinan.Buah hatinya akan segera lahir, dia sangat senang saat mendengar kabar itu. Bahkan kesenangannya berujung pada janji jika dia akan segera meninggalkan keluarga terdahulunya setelah bayi mungil itu lahir.Mendengar Wisnu akan pergi, Nindy tidak terima. Mencegah suaminya angkat kaki dari rumahnya, dia berusaha untuk menahannya dengan alasan putri mereka yang masih butuh kasih sayang, cinta juga perhatian lebih.Wisnu tak dapat dihentikan dengan alasan apa pun. Dia sudah bertekad bulat untuk menjadi suami dari istri kedua
"Cinta itu tak hanya harus tentang memiliki. Tapi, cinta juga tentang memperjuangkan, bertahan dan pengorbanan."***Sudah beberapa hari ini setiap sore Asya selalu datang ke toko buku langganannya. Menunggu kedatangan sosok Hito yang menjanjikan bahwa dirinya akan datang. Padahal, lelaki berkacamata itu tidak memintanya untuk menunggu hanya saja itu keinginannya.Entah mengapa gadis itu merasa ingin selalu bertemu dengan lelaki yang dingin, cupu, juga kutu buku. Hatinya selalu berdebar setiap kali bertemu dengannya, padahal baru beberapa kali saja.Kedua matanya tak fokus membaca buku yang kini berada di depannya. Kata perkata seolah berlarian entah kemana, karena pandangannya tertuju pada ambang pintu yang dibiarkan terbuka.Akhirnya dia menyerah, Hito tidak datang. Benar apa katanya, seharusnya dia tidak menunggu karena hanya akan membuat hatinya kecewa. Asya hendak beranjak dar
"Cinta itu datangnya dari hati, bukan dari simpati."***Angin sepoi menerpa rambut panjangnya yang selalu dibiarkan tergerai, dedaunan seolah ikut merasakan berpindah letak ke mana pun arah angin meniupnya pergi. Gadis berambut panjang yang selalu saja dibiarkan tergerai, tak pernah sekali pun dia mengikatnya tengah terduduk di ayunan belakang rumahnya. Dia memikirkan perihal sahabatnya, jika mengetahui segala tentang dirinya pasti mereka akan pergi satu persatu. Ratu bergumam dalam batinnya, Ibuku sakit kejiwaan karena ayahku, dan ayahku meninggal karena dosanya sendiri. Mereka ingin melenyapkanku, bahkan dia tak mencintaiku. Dia berbohong. Pikirannya terus saja seperti itu, sampai dirinya tak bisa mengendalikan segala ketakutannya. Gadis itu bersimpuh di atas rerumputan liar yang sembarang tumbuh di halaman rumahnya. Kedua tangannya menutup wajahnya yang tergugu menangis mengingat klise masa lalu yang begitu menyedihkan. "Bisakah aku terbebas dari kalian?!" sergah Ratu. Bisi
"Cinta bukan hanya dinyatakan oleh ucapan, tapi juga ditunjukkan dengan tindakan."~Clovy***Sedetik pun Raja tidak pernah meninggalkan Ratu di ruangannya seorang diri. Dia terus menemani, bahkan kedua matanya rela tetap berjaga semalaman. Respon sang gadis masih tetap sama, menggerakkan jemarinya, meneteskan air mata, tapi tak sekali pun membuka kedua matanya. Padahal sudah seharusnya Ratu terbangun dari mimpi panjangnya. Entah mimpi apa yang telah membuatnya tertidur seharian. "Ra ... gue harap hari ini lo bangun," ucap Raja seraya mengelus rambut sang gadis. Sinar matahari sudah berani menyelinap masuk lewat gorden jendela. Tapi, Raja tidak menyingkapkan gorden yang masih menutup bagian kaca. Dia membiarkannya agar ketenangan sang gadis tidak terganggu karena silau. Dia menatap wajah Ratu yang sangat bersih tanpa noda sekali pun. Mungkin itu semua hasil dari kontennya dalam channel youtube. Menjadi seorang beauty vlogger memang harus rela mengeluarkan beberapa rupiah uang unt
"Setelah melewati tahap jatuh cinta. Ada satu tahap lagi yaitu; takut. Takut kehilangan."***Sekarang, Ratu merasa lebih membaik dari sebelumnya. Raja pula tidak lagi terlalu cemas saat meninggalkannya pergi ke kampus. Sebelum berangkat pun lelaki itu memberi pesan pada sang gadis untuk menunggunya beberapa jam. Lagipula jadwal di kampus setahunya tidak akan begitu padat. Ada salah satu dosen yang hanya memberikan tugas. Ratu menurut saja, lagipula saat tubuhnya lemas setelah sakit seperti ini akan mustahil baginya keluar dari kawasan rumah sakit. Gadis berambut panjang itu terduduk di kursi roda, menepikan kedua roda yang didorongnya sendiri tepat di ujung jendela. Menampakkan pemandangan pepohonan yang sengaja ditanam oleh pengurus rumah sakit. Banyak orang yang berlalu lalang dengan mengenakan seragam beratribut rumah sakit sepertinya. Sudah tak aneh lagi bagi Ratu berada di lingkungan seperti saat ini. Dia sudah terbiasa keluar masuk rumah sakit hanya karena masalah yang sama.
"Level terberat mempertahankan hubungan, yaitu tak direstui orangtua"***Ratu sudah bisa dinyatakan pulang, hari ini dia tengah mengemasi barang-barangnya. Dibantu oleh ketiga sahabatnya yang selalu setia menemaninya selama dirinya sakit. "Hai pacar!" sapa Raja mengagetkan Ratu yang tengah melipat bajunya. Dia tersenyum saat mendapati wajah sang lelaki yang tengah berseri menampilkan deretan gigi putihnya yang bersih. "Cie dah sembuh." Raja mengusap lembut pucuk kepala sang gadis yang hanya meresponnya dengan senyuman. "Aku ternyata melunak," ucap Ratu lirih. Ketiga sahabatnya tak mau menimpali ucapannya karena itu hanya akan memperkeruh suasana mereka. "Melunak apa pacar?" Raja menatapnya bingung, mengangkat sebelah alisnya sebelah. "Bisa jadi pacar orang.""Orangnya mana?" Raja menengok ke kiri dan kanan, barangkali dia menemukan seseorang yang diucapkan oleh sang kekasihnya. Ratu menangkupkan dagu sang lelaki tuk menghadapnya, bersamaan itu kedua manik mata mereka saling pa