"Jangan takut dengan apa pun dan sama siapa pun. Tapi, takutlah jatuh saat mengenal aku."
~
Raja Aleandra
🍁🍁🍁
Kejadian kemarin lalu menyisakan rasa takut yang tak dapat diartikan oleh Ratu. Pertemuannya dengan Raja tak seramah sebelumnya, dia yang begitu lancang mengatakan hal seperti itu. Kenapa juga dia menjauhi lelaki baik itu yang jelas-jelas telah menolongnya.
Jemari lentiknya memijat pelipisnya yang terasa pening karena memikirkan banyak permasalahan yang terus bermunculan. Dan permasalahan itu dibuat olehnya sendiri.
Rasa ketakutannya terhadap lelaki membuatnya tak bisa mengontrol. Akan sulit baginya berteman dengan lelaki mana pun, dan juga akan sangat sulit bagi Ratu membuka hatinya.
"Gue harus minta maaf sama dia. Lagipula dia baik." Ratu memainkan ponselnya, baru disadari jika niatnya tidak bisa ia laksanakan. Dia tidak punya kontak orang itu.
Tringgg ....
Suara notifikasi muncul membuyarkan lamunannya. Pesan instagram dari netizennya yang lagi-lagi mencoba mengganggu ketenangannya.
@Rjaaleandra_ : " Kemarin bukan lo yang gue temui kan?"
Ratu mengernyitkan dahinya, dia kebingungan siapa sebenarnya netizen yang seringkali mencoba mendekatkan diri kepadanya.
Jika dilihat dari akun instagramnya, orang ini tidak mengekspos wajahnya. Hanya beberapa foto dirinya yang tengah berpose membelakangi.
@Rjaalendra_ : "Enggak mau tau gitu gue siapa?"
Siapa? Dia siapa? Pertanyaanya bergelantungan dalam pikirannya.
@Rtunandlri :"Sorry. Gue bukan tipe orang yang sok mau tau urusan orang. Stop julid, kalau emang lo gamau gue julid balik."
Cepat, pesan Ratu kembali dibalas oleh pemilik akun tersebut.
@Rjaaleandra_: "Justru gue seneng kalau lo ngebikin gue benci sama lo. Biar akhirnya jatuh cinta."
Ratu tak habis pikir dengan jawaban lelaki itu. Sampai gadis itu bertanya pada layar handphonenya sendiri.
"Mau lo apa sih?" tanyanya gemes.
@Rjaaleandra_: "Gue mau kita ketemu. Biar tau siapa gue."
@Rtunandlri :"Ngapain juga gue ketemu sama lo? Kayak enggak ada kerjaan aja!"
@Rjaalendra_ :" Ada kok. Kerjaanya kan mengurangi rasa penasaran lo."
Ratu melempar handphonenya kesal, data selulernya langsung dia matikan. Gadis itu merebahkan tubuhnya bagai serabutan kapas, rambut panjangnya berantakan.
Kedua matanya menatap langit-langit kamar yang bercat putih polos banyak sarang hewan kecil.
"Sampai kapan pun gue nggak bisa berteman dengan lawan jenis. Siapa pun, berasal dari mana pun, dan mau sebaik gimana pun." Matanya terlelap begitu saja setelah dia mengatakan hal itu.
***
Putri mematut penampilannya di depan cermin, seragam sekolah barunya kini telah melekat di tubuh mungilnya.
Dengan bahagia, dia memanggil Raja yang tengah menikmati roti bakar.
Teriakan sang adik tak membuatnya terganggu, lelaki itu tetap terdiam sembari memakan rotinya dengan lahap.
"Cepetan, anterin gue!"
"Iya. Bentar." Raja masih melahap rotinya, ditambah menyeruput segelas susu.
"Cepetan! Nanti gue bisa terlambat!"
"Bawel banget sih lo. Mendingan lo sarapan dulu," ucapnya, Raja menyodorkan sepiring roti dengan selai coklat. "Tinggal lo makan."
Akhirnya, Putri menerima sarapan itu dan memakannya dengan lahap.
Hanya memakan beberapa menit roti di tangannya telah habis.
Gadis itu menarik lengan kakaknya keluar rumah. Raja hanya geleng-geleng melihat adiknya yang sangat antusias berangkat ke sekolah barunya.
Raja pun menyalakan motor besarnya yang berwarna merah. Tak lupa mengenakan helm full face membuat wajah tampannya tersembunyi. Meski pakaiannya sederhana, hanya kaos oblong warna hitam juga celana pendek, tapi dia terlihat tampak keren.
Dengan kecepatan tinggi Raja melajukan jalannya. Hingga tak lama mereka sampai di sekolah SMAN Permata Indah. Keduanya menjadi pusat perhatian, bahkan ada beberapa orang yang iri melihat keduanya.
Tiga gadis yang berdiri mematung dekat mading ikut tercengang melihatnya. Apalagi Asya sangat terpesona melihat dua orang itu yang dianggapnya pasangan serasi.
"Cowok itu kayaknya tampan deh. Buka helmnya kek," ucap salah satu siswi yang melewati Ratu.
Saat Ratu menilik lagi wajah gadis di belakang lelaki misterius itu, dia tampak terkejut yang nyatanya itu adalah Putri, sahabatnya sendiri.
"Putri?" ucapnya lirih.
Vera menoleh saat mendengar ucapan Ratu yang samar. Benar saja, gadis itu sahabat keduanya saat di SMP dulu.
Vera juga Ratu saat senang melihat gadis itu akan sekolah di sini karena terlihat dari seragam baru yang ia kenakan. Saat itu pula, Putri melihat dua sahabatnya. Sontak saja dia cepat berlari dan memeluk kedua sahabatnya.
Raja di balik helm sangat terkejut melihat sosok Ratu yang nyatanya teman dekat adiknya.
"Aaaahh gue seneng lo masuk ke sekolah ini." Vera tampak begitu senang dengan kehadiran Putri begitu juga Ratu. Mereka bertiga tidak melepaskan pelukannya. Hingga datang Asya dengan wajah menekuk karena kehadirannya merasa asing.
"Eh iya. Kenalin, ini Asya. Sahabat kita." Ratu paham dari mimik wajah sahabat yang satunya terlihat tak menyukai dengan kehadiran Putri.
Putri tersenyum manis, melambaikan tangannya dan mengulurkan tangannya. "Hai, gue Putri."
Meski malas, Asya tetap membalas uluran tangan itu dan tetap tersenyum.
Raja tak mau jika Ratu mengetahui jika dia kakaknya Putri. Cepat, dia menyalakan motornya. Tapi, Putri menghentikannya hingga dia kembali mematikan mesin motornya.
"Bentar. Lo harus kenalan dulu sama sahabat-sahabat gue!" Putri mencekal lengan sang kakak agar tak bisa kemana-mana. "Buka dulu helm lo. Biar wajah tampan lo keliatan sama semua orang!"
Beberapa orang yang masih mematung di tempatnya begitu tak sabaran dengan wajah lelaki misterius itu.
Meski enggan, tapi akhirnya Raja terpaksa melakukannya karena ocehan dari sang adik yang membuat gendang telinganya hampir pecah. Perlahan, dia membuka helmnya dan terlihatlah wajah tampannya yang membuat geger kaum hawa.
"Ganteng banget parah!"
"Njiirr jodoh gue!"
"Duh akang ganteng pisan!"
"Cakep banget ciptaanmu, Ya Alloh."
Masih banyak lagi komentar dari netizen yang melihat wajah Raja.
Sedangkan Ratu terkejut saat melihat wajah lelaki itu. Bukan hanya dia, Vera juga Asya merasa wajah orang itu tidak asing.
"Apa kabar?" tanya Raja akhirnya.
Ratu tersenyum samar. Dia merasa punya salah karena sudah mengatakan hal yang tidak semestinya kepadanya.
"Ini lo kan?" tanyanya lagi memastikan.
Ratu mengangguk pelan. "Kenapa?"
"Ya kali aja lo enggak inget gue kayak kemarin."
"Kalian udah saling kenal?" tanya Putri bingung.
Belum saja keduanya menjawab pertanyaan Putri. Bel masuk berbunyi, untuk sejenak mereka melupakan segala pertanyaan juga jawaban yang bergelantungan dalam pikiran masing-masing.
"Sana masuk! Lo harus pinter, jangan nakal!" Raja mengelus puncak kepala adiknya dengan lembut.
Asya merasa iri juga melihatnya, karena sedari dulu dia ingin sekali mempunyai saudara laki-laki, tapi semesta tidak memberikan keinginannya itu. Dia memiliki adik tampan yang sangat nakal, tapi menggemaskan.
***
Sepulang mengantarkan adiknya, Raja tak langsung pulang ke rumahnya. Tapi, dia malah bertemu dengan gadis yang dikenalnya sewaktu SMP.
Namanya Anggita. Gadis cantik dengan postur tubuh yang modis tidak terlalu kurus apalagi gendut. Wajahnya sangat mulus karena terlalu sering mengurusinya dengan berbagai macam skincare. Jika dirincikan, Anggita itu gadis yang memiliki segalanya. Kesempurnaan nyaris ada padanya, tapi semestalah yang tetap memiliki semuanya.
"Udah lama gue enggak ketemu lo, Git." Raja melemparkan senyumnya pada gadis yang kini tengah menyeruput kopi latte yang barusan dipesannya.
"Sama. Gue juga udah lama gak ketemu lo. Putri gimana kabarnya?" tanyanya melanjutkan topik pembicaraan yang lain.
"Baik. Udah gede dia. Baru pulang dari luar negri juga. Tapi sekarang dia bakalan menetap di sini," ucap Raja menjelaskan.
"Wah. Bagus dong. Gue pengin ketemu adek lo juga."
"Besok aja. Soalnya sekarang dia sekolah. Baru aja barusan gue anterin tuh bocah," cerocos Raja.
"Gue suka sama lo!" Anggita memotong ucapan Raja begitu saja.
Ini bukan pertama kalinya dia mendengar pernyataan perasaan dari gadis. Anggita masuk ke sekian kalinya dari daftar gadis yang menyatakan langsung sebelum dirinya.
Raja terdiam. Biasanya dia akan langsung menerima gadis mana pun yang mencintainya tapi dia tak mencintainya. Mungkin setelah menerimanya, dia akan meninggalkan saat gadis itu sedang sayang-sayangnya.
"Oke. Kita pacaran." Benar saja, Raja langsung memutuskan untuk menjalin hubungan.
Anggita semringah karena senang, ternyata cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Tak terasa ia meneteskan air matanya karena bahagia.
"Ternyata, lo juga suka sama gue?" tanyanya. Kedua matanya berkaca-kaca, bibir merahnya melengkung ke atas tersenyum manis.
"Kita jalani aja dulu."
***
Putri mengajak sahabatnya datang ke rumahnya; Ratu, Vera juga Asya. Kini, Asya sudah dianggapnya sebagai sahabat meski baru saja mengenalnya beberapa jam lalu.
Berbagai macam makanan ringan Putri sediakan juga minuman yang menyegarkan kerongkongan.
Saat Raja pulang, dia terkejut mendapati banyak orang di rumahnya.
"Tuh abang gue dah pulang. Sini, Kak." Putri melambaikan tangan pada Raja yang berada di ambang pintu.
"Ada apaan sih ini? Lo lagi syukuran pindah sekolah?" tanya Raja, pandangannya melirik ke arah Ratu yang tampak tenang memainkan ponselnya.
"Jadi, mulai hari ini mereka akan selalu nemenin Putri di rumah," jawabnya seraya tersenyum.
"Hah?" Raja tercengang mendengar jawaban dari sang adik. "Mereka mau tinggal di sini?"
Putri menggeleng. "Nanti malam mereka pulang. Lo yang anter."
"Lo kira nih rumah panti asuhan?" tanya Raja.
"Gue gak ada temen di rumah. Lo nya sih ngilang mulu."
"Gue ngilang kan ke kampus."
"Put ... gue boleh gak numpang ke toilet?" tanya Ratu menghentikan perdebatan antara kedua kakak-beradik.
"Boleh," jawab Putri mengangguk, lalu kembali berdebat dengan kakaknya.
Ratu langsung pergi mencari letak toilet. Rumah Putri memang sangat luas membuatnya kesulitan mencarinya. Dia masuk begitu saja ke dalam ruangan yang berada di ujung dekat jendela.
Ruangan itu sangat luas, ada satu kasur king size dengan dibaluti sprei Manchester United. Ada satu meja di ujung sana, di atasnya ada beberapa figura kecil yang menampakkan gambar seorang lelaki kecil tengah bermain bola.
Ratu meyakini anak kecil dalam gambar tersebut adalah Raja, kakaknya Putri. Merasa tak enak memasuki kamar orang, dia hendak keluar dari ruangan itu. Namun, terhenti saat itu mendapati sosok lelaki berperawakan tinggi yang kini ada di depannya.
Ada hawa aneh yang tak dapat gadis itu jelaskan. Rasanya canggung jika dekat dengan lelaki mana pun, begitu juga yang kini tengah dialaminya.
"Sorry."
Raja mengelus rambut panjang Ratu membuat gadis itu merasa risih. Keringat dingin bercucuran begitu saja, rasa takutnya kian menjadi.
Kilasan masa lalu yang menurutnya buruk kembali berputar bagai sebuah video.
Ratu menepis tangan Raja tuk menjauh darinya. Tubuhnya bergemetar dengan hebat, rasa takutnya tak bisa dia kendalikan.
"Lo kenapa?" tanya Raja lembut.
"Jangan deketin gue!"
Raja tak paham dengan permintaan gadis itu. Bukannya menjauh, dia malah mendekat. Kedua tangannya mendekap tubuh mungil sang gadis yang kini tengah memberontak.
"Jangan takut dengan apa pun dan sama siapa pun. Tapi, takutlah jatuh saat mengenal aku." Raja membisikkan ucapan itu tepat di telinga kanan Ratu.
"Ada 07 apa ini?" tanya Putri yang begitu terkejut melihat Ratu terlihat tampak ketakutan.
***
"Karma atau semesta hanya sekadar mengingatkan?"***Nindy menjadi lebih banyak diam setelah tragedi rusaknya kornea mata kirinya. Sepanjang malam dia selalu terjaga sembari bergumam memanggil nama putrinya.Perawat yang bertugas terkadang merasa kasihan pada Nindy. Ibu beranak satu itu terlihat sangat menyayangi putrinya tapi mengapa saat Ratu menjenguknya dia tak sedikit pun meleburkan rasa rindunya.Memeluk saja tidak. Nindy hanya menginginkan Ratu mati di tangannya. Dia merasa jika putri semata wayangnya tidak pantas berada di dunia yang membuatnya menderita.Ratu terdiam di jendela kamarnya, memikirkan hidupnya yang penuh dengan misteri. Langit hitam berbintang menjadikan pemandangan yang dia sukai.Masa lalu kelam yang terus saja berputar dalam pikirannya bagai menghantuinya dan menjadikan dirinya menjadi sosok gadis yang sangat tertutup dan terkesan sangat menyer
"Cinta itu datangnya dari hati, bukan dari simpati."🐣🐣🐣"Kenapa, Fa? Lo lakuin semua ini sama gue?" tanya Putri, dia marah besar pada lelaki yang kini tengah terduduk bersama seorang wanita di salah satu kafe kekinian hits anak muda."Gausah tanya kayak gitu. Harusnya gue yang tanya sama lo. Kenapa abang lo sakitin adek gue, hah?" Rafa membalikkan pertanyaan yang membuat gadis berkulit putih itu diam."Maksud lo apa?" tanya Putri. Dia bingung dengan pertanyaan Rafa. Setahunya, sosok Raja itu adalah sandaran teruntuknya bukan tipe yang selalu menyakiti hati perempuan. Dia menyayangi dirinya juga ibunya dan keduanya itu adalah perempuan. Jadi, mustahil baginya jika Raja seperti apa yang kekasihnya ucapkan."Raja udah nyakitin adek gue, Repi. Dan ... gue berhak nyakitin lo. Mungkin ini karma dari abang lo. Karma itu berlaku. Suruh tobat sana!" ucapnya seraya merangkul gadis di sam
"Jangan pernah menyalahkan diri sendiri. Karena semua ini adalah keputusan bersama. Jadi segala kesalahan yang terjadi adalah kesalahan kita."🍁🍁🍁Putri menemui Ratu ke atas balkon rumahnya. Gadis berambut panjang itu menyambutnya dengan seulas senyuman."Lo kenapa?" tanya Ratu pelan.Nangis Putri kembali pecah, kedua tangannya terbuka langsung berlari mendekap tubuh sahabatnya.Dalam pelukan Ratu gadis itu tergugu menangis.Ratu berusaha menenangkan gadis itu, mempersilakannya duduk di atas kursi panjang."Gue kabur dari rumah." Putri menjelaskan sembari menahan tangisnya."Berarti Kakak lo gak tau?""Ya masa dia tau. Namanya juga kabur, Ra."Ratu mengangguk pelan seraya terkekeh menyadari pertanyaannya yang sangat polos."Pasti dia khawatir nyariin lo,
"Jika seseorang yang kau cinta belum mampu mencintaimu. Maka, ajarkanlah semampumu."~Raja Aleandra***Raja semalaman tidak pulang, dia terjaga di atas balkon sembari menatap langit yang penuh bintang. Dia rela menunggu sang adik agar semua masalah keduanya cepat terselesaikan.Putri baru saja terbangun, beberapa kali dia mengucek kedua matanya sampai memerah. Saat melihat sosok Raja dia merasa bersalah. Karena semalaman gadis itu tak tidur, mendapati pesan dari Rafa yang mengakui jika kakaknya tidak pernah menyakiti adiknya, Repi.Semua permasalahan ini hanya salah paham. Repi mengatakan semua itu pada kakaknya, dia menangis bukan karena disakiti, tapi sadar diri. Dia memang tidak pantas tuk bersanding di samping lelaki populer seantero kampus itu.Bahkan Rafa pun sudah meminta maaf pada Repi. Dia tidak mau untuk menyakitinya lagi, tapi kini dia juga tidak berani untuk menj
"Kemarin rela berjuang mati-matian untuk dapatin hatinya, Lalu setelah dapat? Apa kamu juga rela berjuang mempertahankannya?~Clovy****Wisnu menyeret dua kopernya yang sudah disiapkannya beberapa hari lalu. Entah sudah ke berapa kalinya istri mudanya menelpon minta untuk segera datang menemuinya di ruangan persalinan.Buah hatinya akan segera lahir, dia sangat senang saat mendengar kabar itu. Bahkan kesenangannya berujung pada janji jika dia akan segera meninggalkan keluarga terdahulunya setelah bayi mungil itu lahir.Mendengar Wisnu akan pergi, Nindy tidak terima. Mencegah suaminya angkat kaki dari rumahnya, dia berusaha untuk menahannya dengan alasan putri mereka yang masih butuh kasih sayang, cinta juga perhatian lebih.Wisnu tak dapat dihentikan dengan alasan apa pun. Dia sudah bertekad bulat untuk menjadi suami dari istri kedua
"Cinta itu tak hanya harus tentang memiliki. Tapi, cinta juga tentang memperjuangkan, bertahan dan pengorbanan."***Sudah beberapa hari ini setiap sore Asya selalu datang ke toko buku langganannya. Menunggu kedatangan sosok Hito yang menjanjikan bahwa dirinya akan datang. Padahal, lelaki berkacamata itu tidak memintanya untuk menunggu hanya saja itu keinginannya.Entah mengapa gadis itu merasa ingin selalu bertemu dengan lelaki yang dingin, cupu, juga kutu buku. Hatinya selalu berdebar setiap kali bertemu dengannya, padahal baru beberapa kali saja.Kedua matanya tak fokus membaca buku yang kini berada di depannya. Kata perkata seolah berlarian entah kemana, karena pandangannya tertuju pada ambang pintu yang dibiarkan terbuka.Akhirnya dia menyerah, Hito tidak datang. Benar apa katanya, seharusnya dia tidak menunggu karena hanya akan membuat hatinya kecewa. Asya hendak beranjak dar
"Cinta itu datangnya dari hati, bukan dari simpati."***Angin sepoi menerpa rambut panjangnya yang selalu dibiarkan tergerai, dedaunan seolah ikut merasakan berpindah letak ke mana pun arah angin meniupnya pergi. Gadis berambut panjang yang selalu saja dibiarkan tergerai, tak pernah sekali pun dia mengikatnya tengah terduduk di ayunan belakang rumahnya. Dia memikirkan perihal sahabatnya, jika mengetahui segala tentang dirinya pasti mereka akan pergi satu persatu. Ratu bergumam dalam batinnya, Ibuku sakit kejiwaan karena ayahku, dan ayahku meninggal karena dosanya sendiri. Mereka ingin melenyapkanku, bahkan dia tak mencintaiku. Dia berbohong. Pikirannya terus saja seperti itu, sampai dirinya tak bisa mengendalikan segala ketakutannya. Gadis itu bersimpuh di atas rerumputan liar yang sembarang tumbuh di halaman rumahnya. Kedua tangannya menutup wajahnya yang tergugu menangis mengingat klise masa lalu yang begitu menyedihkan. "Bisakah aku terbebas dari kalian?!" sergah Ratu. Bisi
"Cinta bukan hanya dinyatakan oleh ucapan, tapi juga ditunjukkan dengan tindakan."~Clovy***Sedetik pun Raja tidak pernah meninggalkan Ratu di ruangannya seorang diri. Dia terus menemani, bahkan kedua matanya rela tetap berjaga semalaman. Respon sang gadis masih tetap sama, menggerakkan jemarinya, meneteskan air mata, tapi tak sekali pun membuka kedua matanya. Padahal sudah seharusnya Ratu terbangun dari mimpi panjangnya. Entah mimpi apa yang telah membuatnya tertidur seharian. "Ra ... gue harap hari ini lo bangun," ucap Raja seraya mengelus rambut sang gadis. Sinar matahari sudah berani menyelinap masuk lewat gorden jendela. Tapi, Raja tidak menyingkapkan gorden yang masih menutup bagian kaca. Dia membiarkannya agar ketenangan sang gadis tidak terganggu karena silau. Dia menatap wajah Ratu yang sangat bersih tanpa noda sekali pun. Mungkin itu semua hasil dari kontennya dalam channel youtube. Menjadi seorang beauty vlogger memang harus rela mengeluarkan beberapa rupiah uang unt
"Jika memang takdir maka sejauh apa pun jaraknya. Tak akan ada yang bisa mengatakan tak mungkin."****Sepoi angin menerpa tiap helai rambut gadis yang tengah menatap ke arah bangunan tinggi. Pikirannya sudah tak bisa lagi kontrolnya membuat dia memutuskan sendiri untuk pergi ke tempat psikiater. Dia harus mengetahui apa yang terjadi pada dirinya, dan harus bisa mengobatinya. Gadis berambut panjang yang dibiarkan tergerai itu melangkah tertatih menuju bangunan tersebut. Beberapa orang berpakaian seragam sewarna biru terang berlalu lalang mengerjakan tugasnya masing-masing. Namun, langkahnya harus terhenti kala ada seseorang yang mencekal pergelangan tangannya. Dia menoleh ke belakangnya dan mendapati sosok pemilik manik mata hitam legam yang tengah menatapnya sendu. "Lo kok ada di sini?" tanya Ratu bingung. "Jiwa gue sakit," jawabnya dingin. "Lo ngapain ada di sini?""Obatnya hanya gue." Raja hanya menjawab ucapan Ratu yang pertama, mengabaikan pertanyaan gadis itu mengenai keber
"Lukai saja dirinya, asal jangan hatinya. Karena luka dalam hati tak ada obatnya"***Putri jadi tersadar, jika Ratu memang sangat membutuhkan semangat dari orang-orang terdekatnya. Dia sangat butuh teman, gadis itu korban dari perpecahan kedua orangtuanya. Yang dimulai dari ayahnya memainkan hati ibunya. Sebagai seorang sahabat seharusnya dia mendekati di kala susah, bukannya menjauh karena beban hidupnya yang begitu nelangsa. Memang, ibu Ratu tidak seperti orangtua lain yang selalu menyambut sahabat-sahabatnya dengan senyuman juga sapaan ramah. Semua itu bukan karena beliau tak suka, tapi memang sudah seharusnya memaklumi karena kondisi mentalnya yang tidak sehat. Raja memeluk Ratu dengan erat, membiarkan gadis itu melimpahkan segala bebannya yang selama beberapa tahun ini dia pendam. Kekasihnya mengelus lembut helaian rambut sang gadis, lalu mengecupnya lama. "Maaf ...," ucap Raja lirih. Kedua tangannya meraba wajah sang gadis. Keduanya saling menatap menenggelamkan kesedihanny
"Jatuh cinta hanya teruntuk orang-orang yang mengerti apa itu memperjuangkan. Jika tidak paham, berarti itu baru terjatuh."****Bagaikan tertusuk belati tajam mengenai hatinya saat panggilan handphonenya ditolak. Bagaimana bisa lelaki itu berubah pikiran setelah melihat kenyataan jika ibunya mempunyai sakit mental. Padahal dari awal dia sendiri yang menginginkan kerukunan dalam keluarga kekasihnya. Raja sendiri yang mengantarkan Ratu ke sana. Tapi setelah insiden yang membuat Putri nyaris jantungan, lelaki itu bahkan tak membalas deretan pesan singkat dari Ratu. Beruntungnya obat penenang yang diberikan dokter sangat cepat meresap tubuh ibunya, sehingga kini dia bisa bersantai memainkan ponselnya mencoba tuk menghubungi Raja. "Apa Raja ngehindar dari gue ya?" tanya Ratu lirih entah pada siapa. Baru kali ini Ratu begitu cemas pada orang yang tidak mempunyai ikatan darah dengannya. Padahal, sebelum dia mengenal Raja sikapnya sangat cuek pada orang-orang sekitarnya. Dia takut jika
"Level terberat mempertahankan hubungan, yaitu tak direstui orangtua"***Ratu sudah bisa dinyatakan pulang, hari ini dia tengah mengemasi barang-barangnya. Dibantu oleh ketiga sahabatnya yang selalu setia menemaninya selama dirinya sakit. "Hai pacar!" sapa Raja mengagetkan Ratu yang tengah melipat bajunya. Dia tersenyum saat mendapati wajah sang lelaki yang tengah berseri menampilkan deretan gigi putihnya yang bersih. "Cie dah sembuh." Raja mengusap lembut pucuk kepala sang gadis yang hanya meresponnya dengan senyuman. "Aku ternyata melunak," ucap Ratu lirih. Ketiga sahabatnya tak mau menimpali ucapannya karena itu hanya akan memperkeruh suasana mereka. "Melunak apa pacar?" Raja menatapnya bingung, mengangkat sebelah alisnya sebelah. "Bisa jadi pacar orang.""Orangnya mana?" Raja menengok ke kiri dan kanan, barangkali dia menemukan seseorang yang diucapkan oleh sang kekasihnya. Ratu menangkupkan dagu sang lelaki tuk menghadapnya, bersamaan itu kedua manik mata mereka saling pa
"Setelah melewati tahap jatuh cinta. Ada satu tahap lagi yaitu; takut. Takut kehilangan."***Sekarang, Ratu merasa lebih membaik dari sebelumnya. Raja pula tidak lagi terlalu cemas saat meninggalkannya pergi ke kampus. Sebelum berangkat pun lelaki itu memberi pesan pada sang gadis untuk menunggunya beberapa jam. Lagipula jadwal di kampus setahunya tidak akan begitu padat. Ada salah satu dosen yang hanya memberikan tugas. Ratu menurut saja, lagipula saat tubuhnya lemas setelah sakit seperti ini akan mustahil baginya keluar dari kawasan rumah sakit. Gadis berambut panjang itu terduduk di kursi roda, menepikan kedua roda yang didorongnya sendiri tepat di ujung jendela. Menampakkan pemandangan pepohonan yang sengaja ditanam oleh pengurus rumah sakit. Banyak orang yang berlalu lalang dengan mengenakan seragam beratribut rumah sakit sepertinya. Sudah tak aneh lagi bagi Ratu berada di lingkungan seperti saat ini. Dia sudah terbiasa keluar masuk rumah sakit hanya karena masalah yang sama.
"Cinta bukan hanya dinyatakan oleh ucapan, tapi juga ditunjukkan dengan tindakan."~Clovy***Sedetik pun Raja tidak pernah meninggalkan Ratu di ruangannya seorang diri. Dia terus menemani, bahkan kedua matanya rela tetap berjaga semalaman. Respon sang gadis masih tetap sama, menggerakkan jemarinya, meneteskan air mata, tapi tak sekali pun membuka kedua matanya. Padahal sudah seharusnya Ratu terbangun dari mimpi panjangnya. Entah mimpi apa yang telah membuatnya tertidur seharian. "Ra ... gue harap hari ini lo bangun," ucap Raja seraya mengelus rambut sang gadis. Sinar matahari sudah berani menyelinap masuk lewat gorden jendela. Tapi, Raja tidak menyingkapkan gorden yang masih menutup bagian kaca. Dia membiarkannya agar ketenangan sang gadis tidak terganggu karena silau. Dia menatap wajah Ratu yang sangat bersih tanpa noda sekali pun. Mungkin itu semua hasil dari kontennya dalam channel youtube. Menjadi seorang beauty vlogger memang harus rela mengeluarkan beberapa rupiah uang unt
"Cinta itu datangnya dari hati, bukan dari simpati."***Angin sepoi menerpa rambut panjangnya yang selalu dibiarkan tergerai, dedaunan seolah ikut merasakan berpindah letak ke mana pun arah angin meniupnya pergi. Gadis berambut panjang yang selalu saja dibiarkan tergerai, tak pernah sekali pun dia mengikatnya tengah terduduk di ayunan belakang rumahnya. Dia memikirkan perihal sahabatnya, jika mengetahui segala tentang dirinya pasti mereka akan pergi satu persatu. Ratu bergumam dalam batinnya, Ibuku sakit kejiwaan karena ayahku, dan ayahku meninggal karena dosanya sendiri. Mereka ingin melenyapkanku, bahkan dia tak mencintaiku. Dia berbohong. Pikirannya terus saja seperti itu, sampai dirinya tak bisa mengendalikan segala ketakutannya. Gadis itu bersimpuh di atas rerumputan liar yang sembarang tumbuh di halaman rumahnya. Kedua tangannya menutup wajahnya yang tergugu menangis mengingat klise masa lalu yang begitu menyedihkan. "Bisakah aku terbebas dari kalian?!" sergah Ratu. Bisi
"Cinta itu tak hanya harus tentang memiliki. Tapi, cinta juga tentang memperjuangkan, bertahan dan pengorbanan."***Sudah beberapa hari ini setiap sore Asya selalu datang ke toko buku langganannya. Menunggu kedatangan sosok Hito yang menjanjikan bahwa dirinya akan datang. Padahal, lelaki berkacamata itu tidak memintanya untuk menunggu hanya saja itu keinginannya.Entah mengapa gadis itu merasa ingin selalu bertemu dengan lelaki yang dingin, cupu, juga kutu buku. Hatinya selalu berdebar setiap kali bertemu dengannya, padahal baru beberapa kali saja.Kedua matanya tak fokus membaca buku yang kini berada di depannya. Kata perkata seolah berlarian entah kemana, karena pandangannya tertuju pada ambang pintu yang dibiarkan terbuka.Akhirnya dia menyerah, Hito tidak datang. Benar apa katanya, seharusnya dia tidak menunggu karena hanya akan membuat hatinya kecewa. Asya hendak beranjak dar
"Kemarin rela berjuang mati-matian untuk dapatin hatinya, Lalu setelah dapat? Apa kamu juga rela berjuang mempertahankannya?~Clovy****Wisnu menyeret dua kopernya yang sudah disiapkannya beberapa hari lalu. Entah sudah ke berapa kalinya istri mudanya menelpon minta untuk segera datang menemuinya di ruangan persalinan.Buah hatinya akan segera lahir, dia sangat senang saat mendengar kabar itu. Bahkan kesenangannya berujung pada janji jika dia akan segera meninggalkan keluarga terdahulunya setelah bayi mungil itu lahir.Mendengar Wisnu akan pergi, Nindy tidak terima. Mencegah suaminya angkat kaki dari rumahnya, dia berusaha untuk menahannya dengan alasan putri mereka yang masih butuh kasih sayang, cinta juga perhatian lebih.Wisnu tak dapat dihentikan dengan alasan apa pun. Dia sudah bertekad bulat untuk menjadi suami dari istri kedua