“Sudah Yuan!” Yui menghentikan Yuan mengejar Yoru.“Lepaskan, Yui, dia Nacht!” teriak Yuan.Kegaduhan tersebut membuat Xavier dan yang lain datang.“Ada apa?” Xavier terlihat masih mengatur napasnya. Udara dingin Benua Utara ditambah dengan efek dari pedang es abadi membuat uap napas Xavier mengebul.“Kak Xavier, kita kejar Nacht!” Yuan bersikeras mengejar pria yang sudah pergi beberapa menit yang lalu.“Yuan!” teriak Yui. Kaki dan tangan Yuan terikat oleh sulur tanaman yang muncul dari dalam tanah. Pemuda itu kesulitan bergerak.“Yui, lepaskan!” teriak Yuan dengan mata tajam penuh kekesalan. Dia memotong sulur dengan kekuatan angin dan kembali berlari, kali ini Yui tidak bisa menghentikan Yuan saat dua sayap hitam melebar di punggungnya. Yuan terbang tinggi dengan kecepatan yang tidak bisa dikejar Yui.“Yuan!” teriak Yui.“Biar saya yang mengejar Pangeran Yuan,” ucap Xavier. Pria itu melesat dengan kecepatan tinggi tanpa menunggu jawaban Yui diikiti oleh Lixue di belakangnya. Keduany
Yuan berjalan mendekati pemuda yang duduk di singgasana. Suasana temaram ruangan yang dipenuhi ornamen warna merah dan hitam. Puri lama yang terbengkalai dengan karpet merah tergelar, lantai mengkilap dengan ukiran tak biasa seperti sebuah lingkaran sihir yang berpusat pada singgasana. Seakan tidak lekang oleh waktu, tempat itu tidak berdebu dan bersih.“Kenapa kau ada di sini?” Yuan berhenti tepat di lingkaran terluar ukiran yang menyerupai lingkaran sihir.“Sudah kubilang, aku yang seharusnya bertanya.” Helaan napas berat terdengar dengan mata sayu menatap ke arah Yuan. Dia yang duduk di singgasana bukanlah orang lain melainkan dirinya sendiri yang lain, Yuan yang lain dengan dua sayap hitam di punggung dan tanduk di kepala.Mata Yuan menatap dirinya yang lain yang berada di singgasana. Sosok itu berdiri dan baru melangkah lingkaran yang ada di bawahnya bersinar dan membentuk sebuah perisai. Dia kembali duduk dan perisai itu menghilang kembali.“Kau lihat, aku tidak bisa keluar dari
Penjara Istana Es tidak memiliki penjaga. Jangankan penjaga, Istana Es sendiri hanya dihuni oleh tiga orang saja, sang ratu dan kedua anaknya, Pangeran Lixue dan Putri Eirlys. Yuan bersama dengan Xavier dan Yui menapaki lorong dan menuruni tangga menuju ke sel tahanan. Dinding kemilau es yang memadat tidak mudah diterobos para tahanan. Penjara memiliki lapisan khusus yang dilindungi kekuatan es sang ratu.“Yuan kau yakin mau memurnikan mereka sekarang?” Yui melirik Yuan. matanya melihat ke arah mata kembarannya.“Tidak ada waktu lagi,Yui, harus sekarang,” jawab Yuan. “Tidak ada waktu, dia akan terkurung lebih jauh lagi jika aku menunda pemurnian kedua belas jenderal hari ini,” batin Yuan. Dirinya yang satu lagi hanya memiliki sedikit waktu sebelum mereka berdua benar-benar terpisah. Lingkaran sihir yang mengurungnya akan semakin kuat setiap waktu.Yui menghela napas, embusan napasnya berubah menjadi uap putih karena suhu yang begitu dingin. “Aku akan membantumu.”“Terima kasih, aku me
Para jenderal berkumpul bersama di taman yang berada di luar istana. Mereka menikmati keindahan alam yang mempesona. “Benua Utara yang berselimut salju bisa seperti ini, kurasa harpa itu benar-benar ajaib,” ucap salah satu dari dua belas jenderal dengan nada penuh kekaguman.“Benar,” sahut jenderal lainnya, menunjuk ke kakinya yang telah sembuh. “Pangeran Yuan tidak hanya menghilangkan kontaminasi, tetapi juga memulihkan lukaku. Dia benar-benar sangat baik hati. Bukankah sangat jarang ada yang memiliki kekuatan sebesar itu, tetapi masih peduli dengan yang lain?”Mereka membicarakan kebaikan Pangeran Yuan, juga membandingkan dengan ucapan Jenderal Razen waktu itu. “Jenderal Razen benar,” kata salah satu jenderal dengan tegas. “Seharusnya dia yang menduduki takhta kerajaan. Dunia kegelapan akan bangkit kembali jika dia yang memimpin.”Anggukan demi anggukan terlihat, mereka mencapai kesepakatan untuk menepati janji. Janji mendukung Pangeran Yuan dan menjadikannya raja. “Tapi kenapa Pang
Di Istana Kegelapan, awan hitam dan petir yang menggelegar seolah menjadi ciri khasnya. Selama seabad, tak pernah ada hari cerah di sekitar istana. Awan hitam yang tebal bergulung-gulung menambah pekat aura mengerikan dari istana tersebut. Rumor tentang banyaknya korban yang berjatuhan dan tingginya kontaminasi di sekitar ibukota menambah daftar panjang kengerian istana itu.Raja Leiz duduk di singgasananya, wajahnya merah padam dan tangannya mengepal erat. Setiap kali mengingat ucapan Razen, dia menjadi murka.“Panggilkan Jenderal Darren!” perintah sang raja dengan suara yang menggema.Mata Leiz tertuju pada kristal besar di sebelah singgasananya. Bukan rahasia lagi jika kristal hitam itu telah bersih karena ‘kemampuan pemurnian’ Raja Leiz yang sebenarnya hanyalah tipuan. Perlahan, kilau dari kristal itu memudar, lapisan es yang menyelimutinya mulai meleleh dan warna hitam kristal kembali terlihat.“Gawat, jika ada yang masuk dan memintaku melakukan pemurnian tanpa adanya Lixue, repu
Sayup-sayup suara camar terdengar di pelabuhan. Suara teriakan awak kapal dan juga deburan ombak menambah riuh aktifitas di pelabuhan. Kapal besar tertambat, mereka yang berada di atas kapal mulai turun. Rachel turun dari kapal yang ditumpanginya. Dia berjalan santai, setapak demi setapak memperhatikan kayu yang licin terkena air laut.“Nyonya, apakah ada barang yang perlu diangkut?” tanya seorang awak kapal saat melihat Rachel berjalan seorang diri.“Tidak ada, terima kasih,” balas Rachel. Dia mengambil jubah bepergian dari tas ransel yang dia bawa lalu mengenakannya. Jubah berwarna abu-abu tua menutupi seluruh tubuhnya, dia membiarkan tudung jubah tidak dikenakan hingga wajahnya tetap terlihat. “Apa ada yang menyediakan kuda di sekitar sini?” tanya Rachel.“Oh, Anda ingin kuda, lurus saja lalu belok kanan, ada yang menyewakan kuda juga menjualnya di sana. Dia memiliki kuda-kuda yang tangguh, Anda tidak akan kecewa,” kata awak kapal tersebut.Rachel melakukan gerakan lembut menyentuh
Rachel bersandar pada batang pohon besar. Dia sangat lelah seharian terus berjalan tanpa menemui jalan keluar. Tangannya bergerak cepat memasang sebuah perlindungan, barrier tipis yang bisa dia gunakan. Dia juga melebarkan bayangan untuk mendeteksi siapapun yang mendekatinya.“Sebaiknya aku istirahat, tidur sebentar akan membuat kepalaku lebih baik. Besok pikirkan lagi cara keluar dari tempat ini,” batin Rachel. Matanya sudah terasa sangat berat, dia pun menutup kedua matanya dan terlelap.Gesekan dedaunan yang tertiup angin membuat telinga Rachel waspada. Tubuhnya perlu istirahat dan dia tetap berada di tempat untuk memulihkan tenaganya.“Hanya angin, Rachel, hanya angin,” pikir Rachel menenangkan diri.Melodi terdengar, suara harpa yang mengalun merdu, rasanya begitu syahdu hingga membuai Rachel ke alam mimpi. Rachel berjalan mengikuti suara yang membimbingnya. Alunannya seakan begitu memikat.“Eirlys, apakah dia Eirlys,” gumam Rachel. Dia berlari mengikuti suara hingga melihat sos
Razen terbangun di dalam selnya saat mendengar suara kaki-kaki melangkah mendekat. Dia melihat dua orang prajurit menyeret seseorang dan memasukkannya ke sel yang ada di sebelahnya.“Siapa dia? Semakin lama sel ini penuh dengan pemberontak,” gumam Razen. Matanya memindai pergerakan sel di sebelahnya. Dia berusaha melihat lebih dekat dan melihat sosok yang baru saja masuk ke dalam penjara bawah tanah seperti dirinya. Kedua prajurit itu pergi, membuat Razen lebih leluasa mendekati sel di sebelahnya.“Hei, siapa namamu?” tanya Razen. Dia berharap musuh dari musuhnya akan menjadi sekutu. Sayangnya sosok yang dimasukkan ke dalam sel tersebut tidak bergerak sedikit pun bahkan sekadar membalasnya.“Apa dia pingsan?” Razen kembali menyelidiki, sosok itu terlihat tidak asing. Namun, ada keraguan karena tidak terlihat wajahnya. Hal yang bisa dilakukan Razen hanya menunggu, menunggu sosok itu bangun.Razen menunggu, penjara bawah cukup gelap dan lembab, dia bahkan lupa berapa hari berada ditem
Tanah bergetar dengan kuat, bagaikan gempa yang kembali terjadi. Dari tempat mereka berpijak mulai terbentuk jalan yang membentang hingga ke depan gerbang istana. Jalan yang terbuat dari tanah, tetapi bukan tanah biasa. Tanah itu sudah lebih keras seakan terbuat dari batuan mengkilap seperti marmer. Jalan itu terus terbentuk hingga gerbang kota seakan mereka berdua sedang membuat jalan utama ibukota menuju ke istana.“Mereka memperbaiki ibukota?!” Antara percaya dan tidak, mereka yang ada di sana tercengang dengan apa yang dilakukan kedua anak kembar tersebut. Yui memiliki gerakan berbeda dan diikuti oleh Yuan. Mereka seperti menari di udara, para spirit masih mengikuti Yuan kemana pun dia melangkah. Memberikan energi yang besar kepada sang pangeran.Kali ini tunas-tunas muncul di pinggir jalan membentuk sebuah garis yang ditumbuhi rerumputan dan setiap dua meter terdapat pohon yang kini mulai menggeliat di atas tanah, menjulang dan mengembangkan daun-daunnya yang rimbun.Mereka berd
Mata itu masih menatap lurus ke arah gerbang dimensi, seakan tidak berkedip ke arah itu. Hingga dia dikegetkan dengan tepukan lembut di pundaknya.“Yuan, Ayahanda tidak akan datang,” bisik Yui memeluk Yuan dengan lembut. “Kenapa?” gumam Yuan yang samar-samar terdengar di telinga Yui.“Jubah yang kau berikan saat ini dipakai Kak Yuasa, kurasa itu alasannya. Kau harus membuat dunia ini bebas kontaminasi lalu ajak Ayahanda ke sini,” saran Yui. Dia menepuk lembut punggung Yuan sebelum melepaskannya.“Kau benar, Yui. Ayo kita selesaikan masalah dunia bawah.” Yuan kembali bersemangat, untuk terakhir kalinya dia menoleh ke arah gerbang dimensi.“Eirlys dan yang lain sudah menunggu,” lanjut Yui menarik tangan Yuan. Mereka berlari menuju ke arah kereta kuda yang sudah dilengkapi dengan semua persiapan. Yui melihat Rafael juga ada di sana. “Paman ikut?” tanya Yui dengan manja menarik tangan Rafael dan bergelayut manja di sana. Yuan yang melihat Yui seperti itu mulai berpikir apakah benar Raf
“Tunggu Lenora!” Yoru mulai ragu dengan penawaran Lenora, meskipun dia tidak mengganggu hubungan Rafael dan Yui masa depan yang dia lihat tetap tidak berakhir bahagia. “Ada apa? Bukankah kau sudah setuju.” Lenora menyeringai seakan dia sudah tahu gambaran masa depan yang baru saja dilihat Yoru. “Yui dan Rafael tidak berakhir bahagia, itu tidak sebanding dengan pengorbanan apapun yang akan kuberikan, jika dia tidak pasti bahagia, aku tidak akan tinggal diam.” Yoru menarik kembali persetujuannya, dia tidak akan menuruti apapun keinginan Lenora jika Yui tidak bahagia. “Jadi, apa maumu? Putri Yui memang bukan berasal dari dunia bawah, itu tidak bisa diubah. Kenyataan yang sama dengan identitas Pangeran Yuan.” Lenora memainkan tangannya, dia terlihat sedang berpikir. Wajah anggunnya terlihat berubah seperti seorang yang sedang mempermainkan takdir. “Kalau kau mau memberinya identitas lain, dia bisa menjadi pemilik kristal hitam.” Mendengar hal itu, mata Yoru menyipit menatap lurus ke
Yoru melihat dirinya sendiri, dirinya saat masih anak-anak, lebih tepatnya sosok Nacht saat masih anak-anak. Dia masih begitu polos dengan dunia ini. Ada keinginan kecil dalam hatinya untuk memeluk Nacht kecil saat ini. Belum sempat tangannya menggapai anak itu tubuhnya berpindah. Saat itu adalah pertemuan pertamanya dengan Yui, gadis yang begitu menarik perhatiannya. “Putri Yui,” gumam Yoru. Di saat yang sama, dari sudut pandangnya saat ini dia bisa melihat yang tidak pernah dia lihat selama ini. “Jadi selama ini Nacht juga melihat Yui,” batin Yoru. Selama ini hanya dia saja yang mengira tertarik dengan Yui. Yoru baru menyadari Nacht tertarik karena dia adalah pemilik kristal tanpa warna. “Kau sudah melihatnya?” Yoru terkejut dengan kemunculan Lenora yang tiba-tiba. “Apa maksudmu?” tanya Yoru dan wanita dengan gaun dan jubah bulu binatang itu hanya menyeringai. Yoru kembali berpindah tempat, tempat itu begitu sunyi. Hanya ada kegelapan tak berujung. Lalu suara-suara terdengar.
Suasana di bawah Pohon Kehidupan terasa mencekam. Dua makhluk yang tidak pernah berada di dunia atas muncul. Naga hitam yang terlihat bengis dengan sisik kemilau berwarna hitam pekat. Matanya merah seakan bisa menelan semua elf yang ada dihadapannya. Satu lagi seekor harimau hitam besar dengan loreng putih dan mata merah menyala. Keduanya berada di belakang pria itu, pria yang baru saja bangkit kembali setelah terbakar dan berubah menjadi abu.“Aku? Kau bertanya siapa aku?” ucap pria itu mengulangi pertanyaan Raja Arlen seakan memastikan dirinya tidak salah.“Ya, siapa Anda?” Raja Arlen mundur satu langkah setelah kemunculan dua makhluk yang begitu menakutkan itu, Sangat jelas jika keduanya merupakan makhluk milih anak pembawa petaka atau Raja kegelapan yang pernah mengamuk waktu itu.Pria itu mengamati kedua tangannya, alisnya berkerut, dia kemudian meletakkan tangan di wajahnya seakan memeriksa wajahnya. “Apa kalian memiliki cermin?” tanyanya.Raja Arlen memberikan cermin yang terbua
Di Ergions, Raja Arlen meletakkan Penjara Daun di Pohon Kehidupan. Udara berembus dingin, membawa aroma tanah dan getah pohon yang khas.“Moura, kau harus memastikan daun ini tidak pernah gugur,” pesan Raja Arlen, suaranya berat, diiringi desiran angin yang berbisik di antara dedaunan Pohon Kehidupan yang menjulang tinggi.Moura, dengan kekuatan jiwa pohon yang mengalir dalam dirinya, mengangkat daun itu hingga ke ranting tertinggi. Namun, saat daun itu menyentuh ranting, seolah-olah disentuh api neraka, daun tersebut terbakar dengan cepat. Api itu menari-nari seperti ular ganas, melahap daun tersebut dalam sekejap mata.Raja Arlen dan Moura tersentak kaget. Mereka berusaha memadamkan api, namun sia-sia. Hanya abu yang tersisa di tangan Moura, abu yang dingin dan terasa seperti debu waktu.“Yang Mulia, bagaimana ini?” tanya Moura, suaranya bergetar, seperti dedaunan yang diterpa angin ribut.“Aku tidak tahu, Moura,” balas Raja Arlen, matanya menyipit, gelap seperti langit sebelum bada
Rafael, Xavier, dan Razen meninggalkan kamar Yuan, langkah kaki mereka senyap di lorong. Mereka tak ingin mengganggu Yuasa yang sedang fokus memulihkan Yuan. Lixue dan Eirlys turut serta begitu pula dengan Yui yang memilih mengikuti Eirlys. Di dalam kamar, hanya Yuasa yang tersisa di sisi Yuan, sementara Rosaline menunggu dengan sabar di luar, sesekali melirik ke dalam.“Bukankah aneh jika Paman jatuh cinta pada Yui? Apa dia terkena mantra?” bisik Yuan, suaranya lemah, namun penuh kecurigaan.Yuasa menatap Yuan, alisnya terangkat sebelah. Tangannya yang lembut dan terampil masih bekerja, mengatur aliran energi untuk menstabilkan peredaran darah Yuan dan meredakan rasa sakitnya. Dia berdecak pelan mendengar ucapan Yuan. Adiknya yang satu ini memang sedikit kurang peka soal cinta. “Menurutmu, bagaimana dengan Eirlys?” tanya Yuasa, menguji Yuan.“Dia cantik, aku suka,” jawab Yuan polos, senyum merekah di wajahnya, tak mampu menyembunyikan perasaannya. Rona merah muda menghiasi pipinya, s
“Tenang, Paman, itu tidak melukai Yui,” ucap Yuasa. Dia tahu dari raut wajah Rafael yang terlihat cemas.Angin itu seakan menarik elemen air, bukan hanya angin, kini Yui berada di dalam pusaran angin dan air secara bersamaan dan dalam waktu singkat keduanya seakan menguap menjadi kabut tebal. Mereka tidak bisa melihat dengan jelas, seluruh ruangan dipenuhi kabut. Lalu cahaya mulai terlihat, api yang begitu besar menyala. Sepasang sayap api berada di punggung Yui, mata hitam Yui berubah menjadi jingga, kilatannya terlihat menyala bagai api. Di saat yang bersamaan tubuh Yuan terangkat oleh kekuatan yang begitu besar.Rafael tiba-tiba merasakan dorongan luar biasa hingga aliran kekuatan yang dihisap Yuan terputus dengan sendirinya. Mereka bertiga terdorong hingga jatuh ke lantai.Yuan membuka matanya perlahan, mata itu tidak terlihat memiliki kesadaran. Mata perak Yuan kini berkilat seperti Yui, dalam lingkaran api yang sangat kuat tubuh Yuan terbakar.“Yuan!” teriak mereka semua.Yuasa p
“Yui!” teriak Rafael, dia terlihat menarik tangannya, “Panggil Xavier atau Razen, siapa pun yang bisa menolong. Yuan menyerap kekuatanku!” Rafael berusaha menahan dirinya, menarik aliran kekuatan yang dia berikan. Namun, semakin dia menarik diri, dia seperti terus terhisap dalam lumpur yang semakin dalam.“Paman!” seru Yui, dia mencoba sekali lagi menggunakan kekuatannya. Nihil, tidak ada lingkaran sihir yang keluar. “Kenapa? Kenapa begini?”Eirlys yang juga panik berusaha mengendalikan diri, dia harus berpikir jernih dengan kondisi saat ini. “Biar aku yang memanggil bantuan,” usul Eirlys segera keluar dari kamar tersebut, berlari ke kamar kakaknya, Lixue.Rafael semakin melemah, dia tidak mengerti kenapa Yuan justru berbalik menyerap kekuatannya. Tubuhnya mulai kehilangan setengah dari energinya dan masih belum bisa memutuskan aliran energi tersebut.“Serangan balik, seharusnya aku dan Yuan yang melakukan mengorbanan, karena hanya aku sendiri, kekuatanku tidak kembali dan Yuan mengala