Yuan terbangun dan melihat pemimpin pasukan kerajaan menatapnya, tatapan penuh dengan kecurigaan. Pria itu berjalan mendekati Yuan dan bertanya, “Kenapa? Kenapa Pangeran tidak melakukan pemurnian waktu itu?” Mata pemimpin pasukan kerajaan menatap tajam seakan tidak akan melepaskan Yuan begitu saja tanpa penjelasan. Sementara itu, Yuan hanya tersenyum mendengar pertanyaan itu. “Anda pasti tahu perbedaan di istana dengan Kota Pertanian Besar, itu pula alasan saya tidak bisa melakukan pemurnian.” Yuan menunjukkan tanah yang gersang dan menghitam di luar. Mereka mengamati tanah tersebut dari jendela kamar. “Di sini kontaminasi sangat tebal, sulit sekali bagiku untuk memurnikannya,” lanjut Yuan memberikan alasan atas pertanyaan pemimpin pasukan. Dia tidak akan bisa melakukan pemurnian di istana, kekuatannya belum cukup. “Begitu rupanya,” gumam pemimpin pasukan kerajaan. Dia mendekati Yuan lalu mengikat kedua tangan Yuan di belakang. “Maaf, Pangeran, tetapi saya harus membawa Pangeran kep
“Eirlys,” gumam Lixue mengulang nama yang sama berkali-kali. Tanpa sadar air mata mengalir jatuh di pipinya. Nama yang dia dengar terasa menyentuh relung jiwanya, begitu dekat dan terasa kerinduan mendalam, tetapi ingatannya tak kunjung menunjukkan siapa sebenarnya Eirlys.“Apa ini? Kenapa aku menangis? Siapa Eirlys?” Lixue bertanya dalam hatinya, mencari nama Eirlys dalam ingatan yang masih tertutup kabut tebal. Dia tidak ingat siapa Eirlys.“Bekukan dia, Lixue!” gema perintah dari Leiz terdengar. Suara Leiz merupakan perintah yang menekan ingatan tentang masa lalunya, penolakan menjalankan perintah berbuah rasa sakit. Kepala Lixue seperti mendapatkan tekanan kuat setiap kali dia menolak perintah Leiz.“Bekukan dia!” perintah Leiz terus saja berulang hingga Lixue kembali mengangkat tangannya lalu mengarahkannya ke arah Yuan, rasa sakit berkurang sedikit saat perintah mulai dilakukan.“Bekukan, bekukan, turuti perintah,” ucap Lixue yang berkata tidak seperti dirinya, dia seperti robo
Xavier berlari secepat yang dia bisa menuju ke Kota Pertanian Besar. Semua zombie sudah keluar dari kota itu hanya menyisakan kerusakan dan korban yang tidak sedikit. Xavier mencari keberadaan Yui di antara kericuhan suasana yang sedang terjadi.“Putri Yui!” teriaknya. Dia sudah mulai frustasi dan juga merasa takut jika kedua anak kembar tersebut berhasil ditangkap.“Di sini!” jawab Yui melambaikan tangan. Memperlihatkan senyuman yang membuat Xavier lega. Mata Xavier membulat sempurna melihat pria yang berdiri di sebelah Yui. Wajah yang sama yang selalu dia lihat di dalam tabung kaca laboratoriumnya kala itu.“Nacht Fansford, bagaimana bisa dia bangkit lagi,” pikir Xavier menatap pria di sebelah Yui. Jantungnya berdetak lebih kencang, seketika dia mendapatkan serangan kepanikan yang luar biasa, bayangan kehancuran seakan ada di depan mata. Ingatan tentang hari-harinya di laboratorium kembali terulang, juga kebodohannya memercayai Leiz yang menjanjikan dunia indah dengan raja baru. Waj
Yui mendekap erat Yuan dalam pelukannya. Dia merasa akan hanyut terbawa air setiap kali matanya melihat lautan. Kilauan air yang terlihat tenang justru membuat pikiran Yui melanglang buana, dia memikirkan binatang buas di laut dalam, gelombang besar yang akan menerjang tiba-tiba dan segala sesuatu yang bisa saja terjadi. Bulu kuduk Yui meremang, bergidik memikirkan segala kemungkinan yang bisa saja terjadi apalagi saat ini mereka tengah berada di lautan lepas.“Tidak perlu takut, Putri Yui.” Yoru yang sepertinya tahu ketakutan Yui yang kini berada di atas kereta luncur tampak memberikan senyuman untuk menenangkan. Dia ingin mengulurkan tangan atau sekadar memberikan belaian untuk menenangkan. Jika saja mereka hanya berdua, pria ini mungkin sudah memeluk sang putri. Namun, saat ini dia hanya bisa menjaga dari tempatnya menghela napas panjang karena sepasang mata menatapnya penuh kecurigaan. Xavier masih belum bisa memercayai dengan Yoru.“Apa esnya cukup aman? Tidak akan patah atau ret
Lixue mengetuk pintu sebuah rumah, lalu mereka menunggu pemilik rumah keluar. Rumah yang berada di antara kepungan hutan dan sebuah danau besar tak jauh dari tempat itu. Sebuah rumah sederhana yang terlihat tidak permanen dan satu-satunya hunian yang mereka temui selama berjalan di tengah gempuran hujan salju yang turun tak bersahabat.Mata Yui membulat dan muluttnya menganga saat pintu dibuka dan menampilkan sosok yang dia kenal. “Nenek Rachel!”Wanita dengan rambut hitam yang diikat sembarangan dan terlihat acak-acakan itu juga menatap Yui seakan tidak percaya dengan penglihatan matanya. Beberapa kali dia mengucek matanya memastikan yang dia lihat siungguh nyata.“Yui!” seru Rachel langsung menarik gadis itu untuk masuk. “Kalian juga, ayo masuk!” lanjut Rachel membuka lebar pintu rumahnya, mempersilakan tamunya untuk duduk di dekat perapian.“Pasti kalian melakukan perjalanan sulit, sudah satu minggu ini salju turun tanpa henti,” ucap Rachel terlihat sibuk ke arah dapur lalu kembali
“Xavier!” Rachel berlari ke arah pria yang terjatuh di lantai. Yoru membantu Rachel membawa pria itu dan meletakkannya di kursi panjang yang ada di ruang tamu. Sementara Lixue cepat-cepat menutup pintu yang terbuka. Angin dingin masuk ke dalam rumah dan mengakibatkan api di perapian mengecil. Lixue menambah kayu di perapian supaya udara lebih hangat.“Bisakah kau ambilkan baskom dan air?” pinta Rachel kepada Lixue setelah melihat anggukan dari Lixue, wanita itu berjalan dengan cepat lalu kembali dengan sebuah kotak di tangannya. Dia membuka kotak yang berisi peralatan dan juga beberapa botol kaca dan benda-benda kecil yang terlihat seperti obat.“Terima kasih Lixue,” ucap Rachel mengambil kain dan membersihkan luka-luka pria tersebut. Tangan dan kaki Xavier penuh luka, beberapa luka menganga mengeluarkan cairan merah kental yang sebagian sudah mengering.“Siapa yang mengejar kalian?” tanya Rachel tanpa menoleh sedikitpun ke arah Yoru maupun Lixue, dia fokus membersihkan luka-luka di t
Ergions, sebuah wilayah yang dihuni oleh Elf. Sebuah benua yang terpisah dari benua utama. Hanya ada dua bagian di wilayah ini, Ergions dan Woodclift. Tanah para elf berupa hutan lebat yang tidak terjamah oleh manusia termasuk orang-orang Woodclift meskipun berada di satu wilayah yang sama, satu benua yang sama.Seorang pangeran Elf tengah bernyanyi dan memainkan harpa. Sebuah harpa yang memiliki kekuatan ajaib yang mampu menumbuhkan berbagai macam tanaman dan memberikan kesuburan tanah, separah apa pun kondisinya.“Kenapa berhenti?” Moura Elwood, gadis yang menjadi jiwa dari pohon kehidupan menatap Lou Sherwood, sang Pangeran Elf.“Kau sudah cukup subur, satu hingga tiga abad pun pohon ini masih akan berdiri kokoh,” ucap Lou Sherwood. Dia terlihat bosan dan meletakkan harpanya serta berhenti bernyanyi.“Kita sudah membicarakan ini ribuan kali, Pangeran Lou,” ucap Moura.“Sekali saja, hanya sekali,” pinta sang pangeran menatap ke arah Elf terpilih.Moura Elwood, salah satu elf terpili
Rasa penasaran membuat Pangeran Lou terus mencari informasi tentang celah dimensi. Dia berkeliling kota Avari untuk mendapatkan informasi. Sesekali dia mengagumi arsitektor kota yang menyatu dengan alam, sangat indah. Pohon-pohon besar dengan rumah yang menempel di pohon tersebut, juga keindahan rumah pohon yang benar-benar rumah pohon dengan pohon yang masih hidup.“Aku benar-benar iri,” gumam Pangeran Lou melihat semua yang dia lihat di Kota Avari.“Apa yang membuatmu iri, Pangeran?” Seorang wanita dengan gaun sewarna daun mint berada di sebelahnya. Gaun indah dengan butiran kemilau intan membuat gaun itu terlihat mewah, begitu pula sebuah mahkota yang bertengger di atas kepalanya.“Ratu Esmeralda!” seru Pangeran Lou yang kemudian membungkuk memberi salam. “Maafkan atas kelancangan saya,” lanjut Pangeran Lou.“Ada yang ingin Pangeran tanyakan?” tanya Ratu Esmeralda, seakan bisa membaca pikiran sang ratu berjalan dengan anggun dan mempersilakan sang pangeran untuk duduk dalam jamuann
Aula menjadi hening saat Erina masuk. Kedua ayah dan anak hanya memandang sosok yang baru saja melewati pintu aula.“Berikan undangan itu padaku!”Suara wanita itu terdengar jelas dan penuh penekanan. “Permaisuri Erina, Rains bilang dia setuju dengan perjodohan ini,” ucap Raja Edward saat wanita itu masih berjalan ke arahnya. “Benar, Ibunda, saya tidak menolaknya jadi….” Belum sempat Rainsword menyelesaikan ucapannya, wanita itu menatap tajam ke arahnya sehingga nyalinya menciut. “Berikan undangannya!” Erina mengulurkan tangan meminta undangan yang ada di dalam surat tersebut. “Ibunda?” Rainsword merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan ekspresi ibunya. Dia tidak terlihat senang. “Rains, apa kau bisa membuat Putri Fiona menjadi permaisuri dan tinggal di Silverstone? Kau lupa dia putri satu-satunya Ratu Esmeralda? Dia calon ratu berikutnya.” Mata biru shapire itu menatap Rainsword begitu dalam. “Bukankah tidak masalah, Ibunda? Fiona bisa menjadi ratu meskipun sudah menikah
Kerajaan Silverstone. “Yang Mulia, ada surat untuk Anda.” Seorang pengawal masuk dan menyerahkan gulungan perkamen dengan segel di atasnya. “Terima kasih.” Raja Edward memperhatikan gulungan tersebut. Segel yang menutup surat tersebut terlihat tidak biasa. “Lambang Kota Avari!” Mata Raja Edward membelalak dan berseru keras hingga pengawal yang baru saja berbalik menoleh kembali. Sementara seorang pengawal lain baru saja datang memberi salam hormat dan melapor, “Lapor Yang Mulia, Pangeran Rainsword telah tiba di istana bersama dengan Penjaga Dunia Bawah Rafael Blackdragon dan Putri Yui.”Raja Edward kembali duduk dengan tenang. Dia berusaha terlihat biasa meskipun tangannya gemetar dengan surat dari Kota Avari. “Biarkan mereka masuk.” “Siap, Yang Mulia!” Pengawal itu memberi hormat dan berbalik kembali untuk menjemput Pangeran Rainsword dan yang lain. Aula kerajaan kembali sepi, Raja Edward membuka surat tersebut secara perlahan. Dia membaca isi surat tersebut dengan hati-hati. S
Ratu Esmeralda menopang dagu dengan satu tangan. Tangannya yang lain membolak-balik berkas yang tertumpuk rapi di depannya. Dia mendongak saat pintu ruang kerjanya diketuk. “Masuk dan tutup kembali pintunya!”Fiona berjalan perlahan setelah menutup pintu. Tamu mereka sudah pergi dua hari yang lalu. Mereka pergi setelah Pangeran Yuan siuman.“Salam, Ibunda Ratu,” ucap Fiona dengan penuh rasa hormat. “Duduklah Fiona,” perintah Ratu Esmeralda. Dia membalik berkas yang ada di depannya ke arah Fiona. “Pilih satu di antara mereka untuk menjadi calon pendampingmu.”Fiona terdiam di kursinya. Dia hanya menatap tumpukan berkas yang sudah terlihat dari sampul atasnya. Berkas biodata para pria bangsawan terbaik di Kota Avari. “Ibunda Ratu, bolehkah saya memilih pendamping sendiri.” Suara Fiona bergetar, dia sudah pernah bersitegang dengan ratu karena tidak mau berpaling dari Rafael.“Lupakan Rafael, aku tidak pernah mempermasalahkan siapa pilihanmu selama dia juga bersedia. Rafael tidak mengi
“Krisan, kumpulkan semua debu peri di sekitar sini!” perintah Yuan. Makhluk kecil dengan sayap berbentuk bulan sabit melayang dan berputar hingga membentuk pusaran angin. Angin yang berputar menghempaskan semua debu peri yang menempel pada dedaunan. Debu peri keemasan melayang-layang dan berkumpul dalam satu titik. Yuan mengambil sebuah kantong kecil dari cincin permata penyimpanan dimensinya. Krisan pun memasukkan debu peri ke dalam kantong tersebut. Yuan menutup kantong dan memasukkan kembali kantong yang berisi debu peri ke dalam cincin permata penyimpanan dimensi. Eirlys yang memperhatikan Yuan menghela napas dan terlihat murung. Dia begitu iri setiap kali melihat penyimpanan dimensi. Kota Naga memiliki semua benda yang dia inginkan, sayangnya dia sendiri tidak memiliki uang untuk membelinya. Status putri hanyalah status. Dia bahkan tidak memiliki benda berharga. Yuan melihat Eirlys yang murung mengambil inisiatif memperlihatkan kegunaan debu per untuk menghiburnya. “Eirlys,
Malam semakin larut, tidak ada tanda-tanda Yuan akan siuman. Eirlys merasa matanya sudah semakin berat. Dia mengeratkan jubah Lixue dan bersandar pada akar pohon peri yang menyembul ke permukaan tanah. Menarik tubuh Yuan supaya terlindung dari angin malam, setidaknya ceruk di antara akar pohon cukup nyaman untuk bermalam beratapkan bintang. “Selamat malam, Yuan.” Eirlys memejamkan matanya. Dunia peri terasa begitu damai. Semilir angin malam yang dingin pun terasa menentramkan hati. Perlahan-lahan debu peri bertebaran di sekitar mereka seakan memberikan perlindungan. Debu peri masuk ke dalam tubuh Yuan, memberinya energi hingga penuh. Tak hanya Yuan, debu peri juga masuk ke dalam tubuh Eirlys mengisi energinya yang habis. “Eirlys … Eirlys ….”Kedua mata Eirlys seperti diberi perekat, susah sekali terbuka meskipun ingin. “Eirlys bangunlah!” Suara lembut dan juga terasa sentuhan di bahu Eirlys, mengguncangnya perlahan. Eirlys menggunakan tangannya untuk mengusap kedua mata yang sulit
Eirlys dan Lixue sudah berada di sebelah Xavier. Pria jangkung itu menggendong Pangeran Yuan yang belum sadarkan diri. Sementara Ratu Esmeralda membubarkan semua peri yang ada di sana, hanya tersisa Fiona seorang. “Bagaimana kondisi Pangeran?” Sang ratu berjalan dengan anggun dan berhenti tepat di depan Xavier. Dia memeriksa pergelangan tangan Pangeran Yuan. “Yang Mulia, Pangeran hanya kelelahan. Energinya habis sehingga dia pingsan,” jawab Xavier dengan suara lembut penuh hormat. “Ibunda Ratu, bagaimana kalau Pangeran Yuan beristirahat di ranjang es, bukankah dia akan cepat sembuh?” Fiona teringat dengan Rafael saat itu, untuk mempertahankan hidupnya Rafael dibaringkan di ranjang es. Xavier menyela, “Putri Fiona, itu tidak perlu. Pangeran hanya butuh istirahat sejenak untuk memulihkan energinya.” “Kalau begitu biar ku mainkan harpa.” Eirlys mengeluarkan harpanya. Belum sempat tangannya menyentuh senar, tubuhnya limbung. “Eirlys!” Lixue dengan sigap menopang Eirlys yang hamp
Ratu Esmeralda berdiri dengan anggun di bawah pohon peri. Langit terlihat masih biru dengan semburat jingga dari sang surya yang mulai bersembunyi ke peraduan. Angin yang bertiup membawa suara alunan harpa, menyentuh kesadaran hingga menjernihkan pikiran.“Apa yang ingin Pangeran katakan?” Yuan membungkuk memberi hormat sebelum kembali berdiri tegak. Dia menatap awan di langit. “Yang Mulia pasti sudah merasakannya, kekuatan harpa tersebut bukan harpa biasa.”Yuan terdiam, menunggu reaksi dari sang ratu peri.Wanita itu menoleh ke arah Yuan, mengibaskan jubahnya dengan anggun lalu mulai duduk di atas rumput. “Ya, kekuatan harpa ajaib, aku pernah mendengar harpa itu dimainkan oleh seorang elf yang sempat mampir ke istanaku. Kejadian itu sudah sangat lama, tak kusangka kudengar kembali dentingan senar dari harpa itu. Sayangnya, ilusi yang dia berikan terlalu kuat.”“Namanya Roya Ashlyn, dia bukan manusia juga bukan bangsa kristal. Saya belum tahu pasti makhluk seperti apa wanita ini seb
Eirlys menatap Xavier juga kakaknya yang terlihat canggung dengan aksesoris barunya. Kedua telinga yang berhias dandelion terlihat begitu manis, tidak cocok dengan tampang keduanya. Gadis itu berusaha tidak melihat dan menahan tawa, akan sangat memalukan bagi mereka jika sampai ditertawakan. Sementara Fiona telah sampai di depan celah dimensi bersama Eirlys. Di hadapan mereka berdiri seorang wanita cantik dengan rambut kemerahan panjang hingga menyentuh tanah. Gaun dan jubahnya berwarna hijau dengan bordir dan salur warna merah muda. Sebuah mahkota besar menghiasi puncak kepalanya. “Fiona, siapa dia?” Suaranya terdengar mendominasi ada tekanan kuat dan menuntut jawaban saat itu juga. Tatapan wanita itu tajam, menatap dengan memicingkan mata. Tongkat di tangannya masih tegak berdiri dengan tekanan kekuatan yang tak biasa. Dia mengendalikan tanaman dan mengurung beberapa orang di depan celah dimensi. Wanita ini sedang mengendalikan orang-orang yang berusaha mendekati celah dimensi. “
Pohon besar itu seakan memicingkan matanya, menatap Yuan lekat-lekat. “Kau mirip dengan seseorang,” ucap peri pohon perlahan.“Kurasa yang kau temui itu Yui, saudara kembarku. Aroma kami sama,” jawab Yuan. Yuan menebak jika peri pohon lebih mengandalkan indra penciuman daripada penglihatannya.“Yui? Ya, aku ingat nama itu. Dia gadis kecil dengan aroma khas, seperti dirimu.” balas peri pohon dengan seutas senyum yang terlihat aneh di wajah pohonnya. Dia kemudian mengangkat Yuan ke atas pohon. “Berpeganglah erat, akan kuantar ke Avari.” “Tunggu!” seru Yuan dengan suara lantang. “Aku tidak sendiri, bisakah Anda juga mengantar teman-temanku?” Yuan menunjuk Eirlys dan yang lain. Peri pohon terdiam, tampak berpikir keras. “Aku akan bernyanyi untukmu jika Anda bersedia membawa mereka bersamaku,” tawar Yuan. Peri dikenal menyukai nyanyian.“Baiklah, bernyanyilah sampai batas terluar desa, kalau suaramu bagus baru akan kupertimbangankan membawa kalian ke Avari,” balas peri pohon tersebut.