Rafael melihat ke atas. Serangan ke arah Yuasa masih belum berkurang. Dia melihat barrier yang dibuat Rosaline sudah diambang kehancuran.“Barrier!” teriak Rafael membuat pelindung untuk naga emas tersebut tepat saat barrier Rosaline hancur.“Yuan, apa kau bisa terbang dan membantu Yuasa?”Yuan yang saat ini menyerang dengan pedang es miliknya mengangguk. Dia menjauh dari pertempuran. Orang-orang yang menjadi lawannya kini berhadapan dengan Rafael. Yuan bersiap dengan wujud barunya, sayap hitam di punggung terlihat mengembang dan dua tanduk di kepala. Dia meluncur terbang ke atas awan, menuju ke tempat sang naga emas.Anak panah yang menuju ke arah naga emas itu dihempaskan dengan angin kencang yang dibuat oleh makhluk kecil bersayap bulan sabit, Krisan. Makhluk itu mengikuti Yuan dan mulai menyerang musuhnya.“Kakak!”Yui mendekati mereka dengan mengendarai Seiryu. “Yuan, Kakak, ikuti aku!” teriak Yui.Rafael melindungi mereka yang berusaha untuk pergi dari pertarungan. Pertarungan m
“Putri Yui, apa boleh dengan paman sendiri?”Yui mulai menatap Rosaline, wajah wanita di depannya terlihat tidak percaya dengan apa yang dia katakan. Dia pun menghela napas panjang sebelum mulai kembali melanjutkan percakapan mereka.“Itulah masalahnya, Kak Rosaline, aku meyukai pamanku dan itu seharusnya tidak boleh,” balas Yui yang kini terlihat murung. “Apa Kak Rosaline pernah merasa cinta yang tidak mungkin dilanjutkan?”Rosaline tersenyum tipis, dia kembali membayangkan masa lalunya, “Dulu, dulu sekali saya juga merasa tidak mungkin. Saya yang seorang pengawal menyukai pangeran. Saya sudah memutuskan untuk tetap menjadi penjaganya apa pun yang terjadi, meskipun suatu hari nanti dia akan memilih wanita lain sebagai pasangannya. Saat itu, berada di dekat pangeran tetap menjadi pilihan meskipun saya tidak akan pernah dipilih,” balas Rosaline.Yui menatap Rosaline dengan sendu, “Sepertinya itu juga yang akan kupilih. Tetap di samping paman, bersamanya tanpa mengatakan perasaan ini. I
“Yui, tunggu sebemtar!” seru Yuan melihat ke arah hutan. Matanya memicing lalu membiarkan kekuatannya memindai apa yang baru saja dia rasakan. “Ada pintu dimensi di hutan, sudah sangat usang, tetapi aku yakin bisa digunakan,” lanjut Yuan menujuk ke arah hutan di bawah mereka.“Jalan tercepat, ayo!” Yui tidak perlu mendebat Yuan, dia tahu kembarannya memiliki pertimbangan yang baik. Kedua naga itu mendarat di sebuah hutan. Dari kejauhan terlihat kepulan asap membumbung tinggi.“Apa itu dari rumah pohon?” Yuasa yang cemas dengan keselamatan Rafael dicegah oleh Yui.“Kak, Paman akan baik-baik saja, kita pergi sekarang.” Yui menarik tangan Yuasa yang hampir meninggalkan tempatnya saat ini.Yuan membuka pintu gerbang dimensi, berbeda dengan gerbang dimensi yang besar, pintu itu tidak bisa dimasuki seekor naga. Yui mengirim Seiryu kembali ke alamnya, kini tinggal Aurum, naga yang ada di sana.“Bagaimana dengan Aurum?” Yuan memandang naga keemasan yang berdiri dengan gagah. Sisiknya berkilau
“Kakak, apa kau lupa siapa kami?”Yuan mengulurkan tangannya, sebuah lingkaran sihir tebentuk dan berputar dengan cepat dia memanggil salah satu makhluk dengan wujud gadis kecil bersayap bulan sabit melayang dan mengelilingi Yuasa.“Krisan, jaga Kakak,” perintah Yuan.Makhluk kecil seperti peri tersebut mengangguk dan duduk di bahu Yuasa.“Namaku Krisan, salam kenal Pangeran Yuasa,” ucap lembut Krisan selembut angin.“Byakko!” seru YuiYui memanggil makhluk yang kini meraung keras dan membuat ciut lawan mereka. Sosok yang menyerupai seekor harimau putih besar.“Genbu!” teriak Yui kembali. Air tiba-tiba keluar dari tanah dan menyapu beberapa pasukan yang berada di dekatnya. Sosok seekor penyu raksasa dengan ekor ular muncul. Tak lama kemudian penyu raksasa tersebut bersinar dan sosoknya berubah menjadi seorang bangsawan tampan.“Genji siap melayani, Tuan Putri.” Pria itu membungkuk ke arah Yui dengan penghormatan yang santun seakan dia adalah pelayan setia.Yui tersenyum meskipun sedik
Pusaran angin masih berputar dengan kencang, ada kilatan cahaya keemasan yang membelah pusaran angin tersebut. Seketika pusaran angin menghilang menampakkan sosok Yuasa dalam balutan baju jirah keemasan dan di depannya Raja Quattro terlihat kesulitan menjadi lawan sang pangeran.“Bukankah seharusnya kau tidak bisa bertarung,” ucap Raja Quattro. Pangeran Yuasa yang diketahui sang raja adalah pangeran lemah fisiknya.Sementara itu, Yui dari atas melihat dua orang yang tengah bertarung. Matanya teralih saat melihat seseorang yang dia kenal berada dalam area pertarungan. “Apa yang terjadi di sana?” Yui melihat Yuan terbaring di tanah di belakang Yuasa. Dia mengepakkan sayap dan meluncur dengan manuver indah ke arah Yuan. “Yuan!”“Yui, bawa Yuan pergi dari sini,” ucap Yuasa tanpa menoleh. Gadis itu membawa kembarannya menaiki Seiryu dan terbang menuju ke Istana Mawar. Dalam sekejap semua pasukan yang ada memberi mereka jalan. Mereka tidak melawan sedikit pun saat Yui terbang.“Aneh,” gumam
Lingkaran sihir terbentuk di bawah teratai es yang menjadi tempat tidur sang raja. Dia masih tertidur seperti putri tidur yang tidak terganggu apa pun. Yuan mulai menggunakan kekuatan pemurniannya, perlahan partikel-partikel hitam mulai terangkat dari tubuh sang raja.Saat proses itu terjadi, Yuan terbawa dalam arus ingatan kristal hitam, kuatnya kristal tersebut membuatnya terseret dan masuk dalam ingatan yang tidak diketahui pemiliknya. Sebuah gambaran muncul di depan matanya.“Yang Mulia, dia wanita istimewa yang kami temukan,” kata seseorang yang terlihat seperti seorang pengawal.Wanita yang dibawa pria itu terlihat anggun dengan rambut hitam panjang hingga mata kaki tanpa di sanggul. Gaun hitam dengan bordir putih membalut tubuhnya. Dia menunduk dan memberi salam kepada seorang pria yang duduk di kursi singasananya.“Siapa wanita itu?” Yuan memicingkan mata berusaha mengenali wajah wanita itu, sayangnya gambaran yang dia lihat hanya tampak punggung saja. Dia kembali terseret dal
“Yuan, kau harus kuat.” Yui terdiam setelah berkata dan melihat kembarannya masih menatap bayangan yang mulai memudar. Leiz dan juga gerbang dimensi yang dia kunci perlahan menghilang berganti dengan ruangan pengap dan lembab sebuah penjara bawah tanah.Lingkaran sihir Yuan mulai memudar sementara batu hitam pekat mulai berkumpul dan memadat menjadi sebuah kristal hitam berukuran sebesar telapak tangan. Yui mengambil kristal hitam tersebut dan memasukkannya ke dalam tas penyimpanan. Dia melihat Yuan tidak beranjak dari tempatnya. Yuan masih berdiri menatap ke arah ayahnya. Arah yang sama di mana Leiz menghilang dari pandangan.“Yuan?” Yui mendekati Yuan dan melambaikan tangan di depan kedua mata kembarannya. Iris mata pemuda berambut hitam itu bergeming, tidak mengikuti gerakan tangan Yui.“Yuan!”Tangan Yui dihentikan oleh Sawatari, dia menggelengkan kepala saat putri satu-satunya menoleh ke arahnya.“Biarkan sebentar,” pinta Sawatari menarik lembut lengan Yui dan membawanya menjauh
“Apa itu?!” Mereka berempat menyaksikan besarnya badai bergulung-gulung yang berada di Istana Mawar. Tak hanya pasukan dari para pendukung Pangeran Yuasa, pasukan kerajaan pun menjadi korban keganasan badai tersebut.Raja yang mereka ikuti ternyata sama sekali tidak memperhatikan keselamatan mereka. Justru pangeran yang disebut-sebut sebagai orang yang lemah dan tidak berguna memasang badan melindungi semua orang. Pandangan mereka beralih, penyesalan mulai terjadi. Namun, semua sudah terlambat saat ini. Badai sudah di depan mata dan mereka tidak bisa menghindar.“Cepat lari!” teriak Yuasa yang menahan badai dengan barrier yang sudah mulai retak. Mereka yang mendengar teriakan tersebut langsung berlari mencari perlindungan.Yui dan Yuan terpaku melihat besarnya badai dan hanya terdiam. Mereka belum bisa berpikir dengan jernih melihat kekacauan di depan matanya.“Sayangku, lebih baik kau ke tempat yang aman,” ucap Yuichi meminta Seiryu menurunkan mereka. Dia menurunkan wanita cantik dar
Yui dan Yuan berdiri di luar dinding istana, hembusan angin lembut membelai rambut mereka. Jemari mereka dengan hati-hati menaburkan benih-benih ajaib dari dunia atas ke tanah yang dahulu gersang. Di bawah sentuhan mereka, dunia bawah yang dulunya kelam kini dipenuhi berbagai warna—hijau rumput yang merayap, kuning keemasan bunga-bunga liar, segala macam tanaman mulai mengular dari dalam tanah. Yui menoleh, alisnya berkerut melihat saudaranya. "Yuan, kau tidak apa-apa?" tanyanya, memperhatikan kembarannya yang tengah memainkan harpa keemasan—benda legendaris yang diperebutkan banyak makhluk.Yuan menggeleng pelan, jemarinya masih menari di atas senar harpa. "Tidak apa-apa," jawabnya singkat, matanya tetap terfokus pada alat musik di tangannya.Kebangkitan Yuan beberapa waktu lalu sungguh menggemparkan seluruh kerajaan. Bukan hanya wujudnya yang telah berubah sempurna sebagai raja kegelapan, tetapi juga reaksi tidak biasa dari harpa ajaib tersebut. Harpa keemasan itu bersinar terang,
Cahaya keemasan menyusup di antara dedaunan saat Raja Arlen membimbing Yui menyusuri jalan setapak menuju area tidak jauh dari Pohon Kehidupan. Angin lembut menerbangkan helaian rambut Yui, sementara matanya menangkap sosok Rafael yang tengah berbincang serius dengan Moura di kejauhan, wajah keduanya tampak khidmat di bawah naungan cabang-cabang raksasa."Sebelah sini," ujar Raja Arlen sambil menunjuk dengan jemarinya yang panjang dan ramping. Jubah kerajaannya berdesir lembut menyapu rumput saat ia memimpin Yui menuju sebuah pondok mungil yang hampir tersembunyi di balik rimbunnya aneka bunga warna-warni. Aroma manis nektar merebak di udara, menggelitik indra penciuman.Pintu pondok terbuka dengan derit pelan. Seorang pria melangkah keluar, mengenakan tunik berwarna lumut khas kaum elf yang melekat sempurna di tubuhnya. Namun, tidak seperti para elf lainnya, telinga pria itu tidak meruncing dan wajahnya tidak memancarkan keanggunan abadi yang biasa dimiliki kaum elf."Yoru!" pekik Y
Yui mendarat dengan lincah setelah melompat dari punggung Fury, naga hitam milik Rafael. Rambut panjangnya melambai tertiup angin saat kakinya menyentuh tanah. Matanya berbinar melihat sosok yang telah menunggunya."Kakak!"Yui menghambur ke pelukan Yuasa, jemarinya mencengkeram erat jubah sang kakak sementara aroma khas dedaunan segar menguar dari tubuh Yuasa. Mata keduanya berkaca-kaca, pertemuan yang menggetarkan jiwa setelah sekian lama terpisah."Kau baik-baik saja, Yui? Bagaimana tubuhmu setelah bangkit kembali?" tanya Yuasa sambil meneliti setiap inci wajah adiknya. Jemarinya yang ramping menyentuh pipi Yui, memancarkan energi keemasan yang menelusuri setiap sel dalam tubuh sang adik. "Setelah semua ini selesai, biarkan kakak menyembuhkanmu."Dahi Yuasa berkerut dalam. Sensasi dingin menjalar dari tubuh Yui—sesuatu yang sangat janggal. Api Suzaku yang seharusnya berkobar hangat kini terasa beku seperti es abadi."Tentu, untuk saat ini kakak fokus saja dengan pernikahan. Urusan
Malam di Kota Naga. Bintang-bintang bertaburan seperti permata di langit malam Kota Naga. Rafael berdiri sendirian di balkon gedung tertinggi, kedua tangannya mencengkeram pagar besi yang dingin sementara matanya menelusuri konstelasi-konstelasi yang berkilauan. Hembusan angin malam meniup rambut gelapnya, mengirimkan sensasi dingin yang menusuk tulang, namun Rafael tak bergeming.Suara langkah kaki lembut terdengar di belakangnya. Rafael menoleh, alisnya terangkat saat mengenali sosok yang mendekat."Yuichi?"Sosok itu tersenyum. Wajahnya merupakan versi maskulin dari Yui, garis rahang yang sama, mata yang sama, tetapi dengan ketegasan yang hanya dimiliki seorang ayah."Sendirian?" tanya Yuichi, suaranya merdu membelah keheningan malam.Rafael mengangguk pelan, lalu menggerakkan tangannya ke arah kursi kosong di sampingnya. Yuichi melangkah maju dan duduk, jubah hitamnya melambai pelan tertiup angin."Malam ini indah meskipun tanpa bulan," ucap Rafael, matanya kembali menatap cakraw
Bunga putih mungil bertebaran di aula, mirip kepingan dandelion yang rapuh. Setiap tamu berjalan perlahan, meletakkan bunga kecil tanda penghormatan terakhir. Bunga-bunga itu mencerminkan ketangguhan luar biasa, seperti kehidupan yang bertahan di balik kerasnya dunia bawah, membisu namun tak terkalahkan. Mereka menyebutnya bunga bintang roh. Eirlys menatap Yuan yang terpejam, sosoknya tenang seakan tertidur lelap. Alunan harpa mengalir lembut memenuhi aula, melukiskan kesedihan yang mencekam setiap sudut ruang. Matanya menyipit saat menyadari bunga putih di dekat Yuan mulai membeku, embun es merangkak perlahan mengubah kelopak menjadi kristal dingin. Hawa sejuk mulai merambat, menusuk tulang."Mungkinkah?!"Dalam sekejap, Eirlys bangkit dari tempatnya. Langkahnya cepat mendekati peti kaca tempat Yuan dibaringkan. Jemarinya mendorong penutup tebal dengan tekad membara. Jantungnya berdebar dengan kencang, sebuah api harapan muncul. "Putri Eirlys, relakan Yang Mulia!" Xavier bergerak c
Senar harpa emas kaum elf bergetar lembut, berbeda dari instrumen biasa. Energi yang digunakan untuk menggerakkan senar ini sangat banyak. Eirlys membiarkan jemarinya terkulai di atas senar, tenaga terampas habis. Napasnya terengah-engah, seakan udara di sekitarnya menghisap oksigen dari paru-parunya."Eirlys!" Lixue melompat mendekati, gemetar mengambil harpa keemasan dari tangan sang adik. Dengan lembut, dia meletakkan instrumen berkilau itu di meja terdekat. "Istirahatlah sekarang." Lengannya melingkari pinggang Eirlys, memapah tubuh lemah itu menuju kursi panjang. Dengan hati-hati, dia mengangkat kaki adiknya dan membiarkan Eirlys setengah berbaring."Kak, bagaimana Yuan?" bisik Eirlys, kekhawatiran menembus kelelahan yang menyelimutinya.Lixue menggenggam tangan adiknya, mencoba menenangkan. "Dia akan baik-baik saja. Ingat, Tuan Xavier dan Tuan Ernest sedang menyiapkan ramuan untuknya." Dalam hati, dia berdoa agar takdir berkata lain. “Semoga Yuan bertahan, setidaknya biarkan Eir
Jalanan di depan Yuan terlihat asing. Jalan dengan bebatuan hitam, meskipun itu batu, tetapi tidak terasa seperti batu biasa. Dia mengamati orang-orang yang berjalan menuju ke satu arah yang sama, sebuah gerbang besar di ujung jalan, gerbang yang tidak terlihat jelas tulisan namanya. Yuan masih sangat jauh dari gerbang itu. “Akhirnya perjalanan terakhir,” gumam Yuan yang tahu di mana dia sekarang. Dunia orang mati. Kaki Yuan berhenti melangkah saat seorang wanita dengan jubah putih berdiri di hadapannya, muncul begitu saja hingga dia hampir jatuh tersungkur karena kaget. “Lenora!”“Pangeran Yuan, apa yang Anda lakukan di sini!” Suara Lenora terdengar penuh kekesalan dan amarah seakan dia sedang memarahi seorang anak nakal. “Hah?” Reaksi Yuan mendengar ucapan Lenora. Dia tidak tahu harus menjawab apa, tentu saja dia di sini karena nyawanya sudah terpisah dari tubuhnya. “Kuulangi, Pangeran, ah tidak, Yang Mulia Raja Yuan, kembalilah sekarang juga!” Lenora berkata dengan nada lebih
“Apa aliran air ini sudah dimantrai?” tanya pria yang menampilkan lengan hitamnya. Dia mengambil air dan menyiramkannya ke tangan hitamnya. “Mantra Genbu dari Putri Yui. Dengan adanya mantra ini tidak akan ada pencurian air untuk kepentingan pribadi yang ingin menjual air ini.” Penjaga itu kemudian terlihat menghela napas panjang sebelum kembali berbicara. “Sayangnya, kabar buruk terdengar di istana. Kabarnya Yang mulia saat ini dalam kondisi kritis.” Mendengar penuturan penjaga tersebut, pria yang sepanjang jalan selalu memberikan argumen tidak menyukai raja yang sekarang terlihat marah. “Apa katamu! Lalu kenapa mengundang kami jika dia sendiri dalam keadaan kritis, bukankah dia tidak akan bisa menyembuhkan kami!” suara pria itu terdengar begitu keras hingga mengundang perhatian orang-orang di sekitar. “Tuan tenang saja, di istana semua sudah dipersiapkan.” Penjaga gerbang berusaha menekan amarah pria itu, tetapi tidak berhasil. “Lebih baik kita pulang saja!” Pria dengan lengan
Dunia bawah lebih berwarna. Langit yang biru membawa semangat baru. Kepala desa dan para pemimpin wilayah lainnya menjalankan perintah yang diberikan Yuan, raja mereka untuk mendata dan membawa penduduk dengan tingkat kontaminasi 80 %. Mereka yang telah mengalami kontaminasi bertahun-tahun dipilah dan dibawa ke ibukota untuk bertemu langsung dengan sang raja. “Apa benar kontaminasi ini bisa hilang? Rasanya aku sudah pasrah dengan kondisi ini seumur hidupku.” Pria dengan tangan dan kaki yang sudah menghitam karena kontaminasi terlihat pesimis. Meskipun begitu, setelah menatap langit biru ada secercah harapan di hatinya. “Kalau sang raja bisa menghilangkan kontaminasi di dunia bawah, kurasa bisa juga menghilangkan kontaminasi di tubuhku.” Semua penduduk dengan tingkat kontaminasi parah sudah mulai berangkat menuju ibukota. Mereka menaruh harapan yang sangat besar kepada sang raja, harapan kesembuhan dari kontaminasi yang selama ini menyiksa diri mereka.“Kudengar sang raja masih belia