“Maaf mengganggu kemesraan kalian,” ucap sinis Nacht memasuki aula kerajaan tanpa permisi. Dia melumpuhkan semua penjaga yang menghalanginya.Yuasa dan Rosaline tersentak kaget mendengar suara tiba-tiba yang berasal dari pintu masuk aula kerajaan.“Siapa kamu?” Yuasa mundur di belakang Rosaline, dia menyadari dirinya saat ini tidak memiliki kemampuan bertarung. “Rosaline, aku mengandalkanmu,” bisik Yuasa, ada sedikit rasa nyeri di hatinya karena bergantung kepada Rosaline.Rosaline mencabut dua belati di pinggangnya, tubuhnya berada pada posisi siap menyerang. “Langkahi dulu mayatku jika ingin menyentuhnya,” ucap Rosaline penuh keteguhan, dia merasakan aura aneh dari pria tua di hadapannya.“Wanita perkasa, seharusnya kau memilih pria perkasa juga. bukan pria lemah seperti dia,” ejek Nacht. Sayangnya, wanita itu bergeming dengan ejekannya. hatinya kokoh bagai batu karang, tidak terpengaruh sedikit pun.“Sial, tidak mempan. Hatinya terlalu tulus, aku tidak akan menang melawannya apalag
Jendela-jendela yang tadinya terbuka lebar kini tertutup rapat oleh tanaman rambat berduri, sulur-sulurnya yang hitam melilit kuat. Tanaman itu begitu lebat hingga cahaya matahari pun tak mampu menembus masuk, aula kerajaan menjadi remang-remang. Suasana mencekam menyelimuti ruangan itu, bagai sebuah jebakan maut yang telah disiapkan.Leiz berjalan dengan kesombongan dan keangkuhannya, langkahnya angkuh dan penuh percaya diri. Ia menyeringai puas, melihat dua sejoli yang ketakutan seperti tikus di hadapan seekor kucing. “Mau lari ke mana?” ucapnya meremehkan, merendahkan musuhnya yang kini tak berdaya. Harimau hitam besar di belakangnya, Byakko, menambahkan aura ancaman yang mengerikan, matanya yang merah menyala bagai bara api neraka, bulu kuduk siapapun yang melihatnya pasti merinding.“Yang Mulia, aku akan mengalihkan perhatiannya, cepatlah kabur lewat pintu utama,” bisik Rosaline sangat pelan, hanya Yuasa yang bisa mendengarnya.“Aku tidak akan meninggalkanmu,” balas Yuasa, enggan
Leiz tertawa puas, tawa yang menggema bagai lonceng kematian, saat serangan Yuichi berhasil dipatahkan. Serpihan tanaman rambat, yang sebelumnya begitu ganas, kini hanya menjadi onggokan sampah tak berguna, kekuatan regenerasinya telah padam.“Apa yang bisa kau lakukan, Raja Yuichi, ah tidak, kau sudah bukan lagi seorang raja,” ucap Leiz sinis, suaranya bagai pisau yang menusuk jantung.“Kau tahu kalau aku jauh lebih kuat darimu. Bukankah begitu, Nacht?” ucap Yuichi tanpa sedikit pun rasa takut, suaranya tenang dan penuh keyakinan. Ia memanggil pedangnya, sebuah pedang ramping berwarna hijau zamrud muncul di tangannya, memancarkan cahaya yang menenangkan. Lantai marmer aula kerajaan seakan telah menghilang, berganti dengan hamparan rumput hijau setinggi mata kaki, menyebar hingga tak terlihat lagi jejak marmer. Suasana berubah drastis, dari kegelapan menjadi kesegaran alam.“Bagaimana kau tahu aku bukan Leiz?” tanya Nacht, penasaran. Ia tak menyangka identitasnya terbongkar.“Auramu.
Langit mendung bergulung-gulung, gelap dan mengancam, bagai raksasa yang marah. Petir menyambar-nyambar, menerangi medan perang dengan kilatan cahaya yang menyilaukan, semakin membuat pertarungan hari ini mencekam, bagai sebuah simfoni kematian yang mengalun pelan. Yuan, dengan tekad yang membara, memulai pemurnian tanpa menunggu Yuasa kembali. Ia tak bisa menunggu lebih lama lagi, ribuan nyawa tergantung pada tindakannya.Yui, dengan kekuatannya yang luar biasa, mengumpulkan para zombi dalam satu tempat yang sama, bagai gembala yang mengumpulkan kawanan domba yang liar. Ia menggunakan kekuatan Byakko untuk menerbangkan mereka, lalu menjeratnya dengan kekuatan Seiryu, membentuk sebuah lingkaran sihir yang mengikat mereka dengan kuat. Lima ratus zombi, dalam lingkaran sihir itu, telah siap untuk dimurnikan.“Terima kasih, Yui,” ucap Yuan lembut, suaranya bagai bisikan angin yang menenangkan. Ia mulai melakukan pemurnian pada lima ratus zombi dalam sekali waktu, sebuah proses yang membu
Yui menyalurkan tenaga murninya kepada Yuan. Saat itulah, gelombang suara seruling Darren terdengar jelas, melengking di antara heningnya malam. Suara itu seperti aliran air yang mengalir lembut, namun di baliknya tersimpan ancaman yang mengintai. Mata Yui masih tertutup, berusaha mencari keberadaan pria itu; dialah kunci utama untuk mengendalikan para zombi. Selama dia belum dilumpuhkan, para zombi akan terus menjadi ancaman yang mengintai, seperti bayangan gelap yang tak pernah pergi.“Yuan,” bisik Yui, suaranya lembut namun penuh ketegangan. Mereka berdua seolah memiliki ikatan yang sangat kuat, saling memahami tanpa perlu kata-kata. Dalam keheningan, mereka merasakan detak jantung satu sama lain, seolah bergetar dalam harmoni yang sama.Yuan mengangguk, “Aku mengerti,” balasnya singkat, namun penuh keyakinan. Dalam hatinya, dia tahu bahwa waktu tidak berpihak pada mereka. Setiap detik yang berlalu adalah kesempatan bagi para zombi untuk menyerang.“Krisan!” teriak Yuan. Sosok mung
“Yui, di mana Yui?” gumam Yuan, berusaha mencari kembarannya di atas langit. Tubuh Yuan yang sudah kelelahan membuat sayapnya timbul tenggelam, hingga dia sempat tergelincir dan jatuh, lalu terbang kembali. Dalam kepanikan mencari Yui, dia justru melihat sosok lain yang keluar dari gerbang dimensi.“Ayahanda?!” Yuan mengucek matanya, berusaha melihat lebih jelas sosok tersebut. Tubuh tinggi ramping dengan sebuah pedang hijau zamrud mengkilat di tangannya. Mata hijau yang indah dan rambut kehijauan panjangnya terlihat seperti tumbuhan hijau di tengah kegelapan tanah tandus yang gersang.Yuan kembali terbang, mempercepat terbangnya. Senyumnya merekah saat dia tahu sosok itu memang Yuichi, ayahnya. Rindu yang terpendam dalam hatinya seolah meledak, mengalir seperti sungai yang tak terhentikan.“Ayahanda!” teriak Yuan, memanggil sosok tersebut. Sayangnya, sosok itu seakan tidak mendengar panggilannya dan terus berjalan ke depan, menuju ke istana kegelapan. Di tengah-tengah kekacauan terse
Langkah kaki Yuichi terhenti, merasakan tekanan yang sangat berat, seolah dunia di sekelilingnya menekan tubuhnya ke tanah. Dia juga tidak sanggup mengayunkan lagi pedangnya ke arah Yuan. Matanya menatap ke bawah kakinya, di mana sebuah lingkaran segel telah terbentuk, berkilau dengan aura misterius.“Sejak kapan!” seru Yuichi dalam benaknya, kebingungan melanda. Dia menoleh ke belakang dan melihat putri cantiknya sedang mengendalikan segel. “Yui? Sejak kapan dia bisa membuat segel?”Di saat yang bersamaan, Yuasa yang menoleh ke belakang melihat Yuan terjatuh di tangan ayahnya sendiri. Kebingungan pun melanda dirinya, antara panik dan tidak mengerti mengapa ayahnya melukai adiknya. Dengan segenap tenaga, Yuasa berlari menuju tubuh Yuan yang tergeletak. Menggunakan kekuatannya, sehingga cahaya kemilau keemasan menyelubungi Yuan, seolah alam semesta berusaha menyelamatkannya.“Bertahanlah, Yuan!” teriak Yuasa, suaranya penuh kecemasan. Dia bisa merasakan jantung adiknya terluka oleh ped
Yui masih menahan Yuichi di tempatnya, memastikan agar ayahnya tidak mendekati Yuan. Rafael memperkuat segel yang dibuat Yui, sehingga Yuichi tidak bisa berpindah tempat. Keduanya seperti patung, berdiri di tempatnya masing-masing, terjebak dalam ketegangan yang mencekam, seolah waktu berhenti di antara mereka.Nacht yang menatap Yui kini beralih ke arah Rafael. Senyuman liciknya mulai terkembang, seolah merencanakan sesuatu yang jahat. “Putri Yui, bagaimana kalau aku membuat penawaran?” ucapnya, berusaha membujuk dengan nada menggoda, suaranya mengalir seperti racun yang merayap.“Tidak ada tawar-menawar,” balas Yui singkat dan cepat, suaranya tegas, penuh keberanian. Dia masih menggunakan kekuatan segelnya untuk menahan Nacht. Di saat yang sama, matanya menatap ke arah Yuan. Dia melihat kembarannya sudah mulai pulih secara perlahan, setidaknya dia harus bertahan hingga Yuan sadar.“Yui, lepaskan segelmu, biar kutahan!” teriak Rafael, yang tahu kelemahan Yui. Gadis itu tidak akan ber
“Paman, bawa Ayah ke tempat aman,” pinta Yuan. Lingkaran sihir perak di tangan Yuan telah menghilang. Tubuhnya terlihat sudah begitu lelah hingga dia memuntahkan seteguh darah dari mulutnya.“Yuan!” seru Rafael melihat kondisi Yuan yang tidak baik-baik saja. “Kubawa ke tempat Yuasa, biar dia mengobati lukamu,” ajak Rafael lembut berusaha membujuk Yuan.“Lalu bagaimana dengan ayah? Bawa ayah dulu ke tempat yang aman. Aku masih bisa menunggu,” balas Yuan dengan senyum yang dipaksakan untuk meyakinkan Rafael jika dia baik-baik saja.“Baik, tunggulah!” Rafael mengangkat Yuichi dan membawanya ke tempat aman. Langkah kakinya semakin cepat karena memikirkan Yuan. Rasanya jarak antara dirinya dan tempat Yuasa berada begitu jauh. Kakinya tidak bergerak secepat yang diharapkan.“Kalian pikir bisa pergi!” seru Nacht melihat Rafael berusaha membawa Yuichi. Sebuah barrier tak kasat mata menutup jalan Rafael sehingga dia berjalan di tempat, tidak pergi ke mana pun.Alunan suara harpa terdengar sama
“Kau mau memusnahkanku? Ingat, tubuh ini milik ayahmu!” ancam Nacht, menggunakan tubuh Yuichi yang saat ini menjadi raganya, suaranya menggema seperti guntur di langit.Tanpa kata, Yui menggerakkan tangan kirinya hingga lingkaran sihir di tangan kanannya kini berada di tengah-tengah antara tangan kanan dan kiri. Lingkaran itu semakin membesar, hingga sebesar tubuh Yuichi yang ada di depan Yui, seolah-olah dia sedang menciptakan sebuah bintang baru di langit malam.Yui mendorong lingkaran sihir keperakan tersebut ke arah Yuichi. Sebuah kekuatan besar seakan menariknya dengan kuat, namun Nacht sama sekali tidak terpental atau berseser hingga lingkaran sihir perak tersebut menghilang, seolah dia adalah bayangan yang tak terpengaruh oleh cahaya.“Lihat! Tidak ada gunanya!” seru Nacht, tertawa puas karena kekuatan lingkaran sihir tersebut tidak mempengaruhinya, seolah dia adalah raja kegelapan yang tak tertandingi.“Lihat baik-baik, Nacht!” balas Yui, menunjuk ke arah Yuan yang berada di l
Seakan terobsesi untuk segera menghancurkan Yuan, serangan Yuichi semakin gencar. Pedang es abadi yang sebelumnya bersinar di tangan Yuan terlepas, melayang sejenak di udara sebelum jatuh ke tanah dengan suara bergetar, seolah mengisyaratkan akhir dari sebuah harapan.“Tamat riwayatmu!” Seringai licik penuh kepuasan tergambar jelas di wajah Yuichi. Sepasang mata zamrudnya terlihat lebih gelap dari biasanya, seolah menyimpan badai kemarahan yang siap meledak.Nacht, entitas gelap yang menguasai diri Yuichi, tidak menghentikan serangannya meskipun Yuan sudah tidak bisa melawan lagi. Pedang kehijauan di tangan Yuichi perlahan berubah menjadi pedang hitam, pedang Raja Kegelapan yang dipenuhi dengan aura kegelapan pekat. Pedang itu berayun dengan kecepatan yang mengerikan, tepat menuju ke arah Yuan yang sudah tak memiliki senjata lagi, seolah-olah waktu berhenti sejenak untuk menyaksikan momen menegangkan ini.“Trang!” Suara dentingan logam yang tajam menggema di udara ketika pedang hitam
Tempat itu sunyi, hanya ada mereka bertiga. Langit semakin bergemuruh dengan petir dan guntur yang menggelegar, seolah-olah alam pun merasakan ketegangan yang melanda. Mereka yang menyaksikan dari kejauhan, bersembunyi di balik reruntuhan, menghindari serangan dari kedua belah pihak yang sedang bertarung.“Semoga saja Pangeran Yuan bisa mengalahkannya,” gumam seseorang yang berada di istana, suaranya penuh harapan. Para prajurit dari kedua sisi kini mendukung sang pangeran, berdoa dalam hati agar keajaiban terjadi.Langkah kaki kecil Yui mulai menari, gerakannya terlihat lincah dan gesit. Dia sedang menggambar di atas tanah, menciptakan sebuah lingkaran sihir yang mengurung musuhnya tepat di tengah-tengah. Setiap goresan yang ditorehkan di tanah seolah mengeluarkan cahaya, menandakan kekuatan yang akan segera terbangun.“Kau pikir bisa mengurungku!” seru Yuichi, marah, segera menghapus kembali coretan yang ditorehkan Yui dengan angin kencang yang berputar, seolah-olah mengabaikan usah
“Katakan,” jawab Yuasa singkat, tidak ingin mengalihkan perhatian dari Rafael.“Maaf, saya hanya penasaran saja. Kenapa Anda melepaskan kekuatan naga lalu memilih kekuatan penyembuh?” Xavier menghela napas panjang sebelum kembali melanjutkan. Dia masih terlihat canggung, tetapi rasa penasarannya mengalahkan perasaannya itu. “Semua orang lebih menghargai orang yang kuat; mereka menganggap remeh penyembuh meskipun tugas mereka mulia.”Yuasa tersenyum lembut, dia mengerti maksud Xavier. “Kenapa waktu itu kau menginginkan darahku?” tanyanya, menatap Xavier dengan serius.Mata Xavier berkilat, dan dia langsung menyilangkan tangannya, menggerakkan seakan menepis apapun yang ada di benaknya. “Tidak, saya tidak akan melakukan itu lagi!” jawabnya cepat, wajahnya memerah.“Aku terlahir dengan kristal emas, kristal istimewa dengan kekuatan penyembuh terkuat. Mereka bahkan mengatakan tidak ada yang tidak bisa kusembuhkan,” Yuasa mulai mengatakan apa yang sudah lama ingin dia katakan. “Sayangnya,
Yuasa melihat pergerakan di balik bayangan reruntuhan. Darah segar mengalir dari tangan pria itu, membentuk genangan kecil di tanah yang kering. Lukanya cukup parah, dia menggunakan tubuhnya untuk melindungi Rafael. Di balik jubah hitamnya, Rafael terkulai tak sadarkan diri. Yuasa menatap pria itu, kedua mata mereka terkunci dalam keheningan yang penuh harapan.“Tolonglah Rafael,” ucap pria itu tanpa suara, tetapi Yuasa bisa membaca gerak bibir pria itu dengan jelas.Yuasa berlari ke arah mereka. “Kau terluka,” balas Yuasa, mengangkat tangannya di atas luka Xavier, berusaha menyembuhkannya. Tangan dan kaki Xavier patah, tulang-tulangnya harus disambung kembali. Meskipun dia bisa melakukannya, dia tidak memiliki obat untuk mengurangi rasa sakit dalam proses penyambungan tulang. Mereka jauh dari tenaga medis.“Abaikan lukaku, tolonglah Rafael terlebih dahulu,” pinta Xavier, suaranya bergetar. Terlihat jelas rasa canggung dan tidak nyaman yang diperlihatkan Xavier. Dia tidak bisa bergera
“Aku dan Yui akan memisahkan Ayah dari Nacht. Saat itu, jubah ini harus bisa melindungi tubuh Ayahanda,” bisik Yuan, suaranya lembut seperti desiran angin, samar-samar dan hanya Yuasa yang mendengarnya.Yuasa tidak punya pilihan lain. Dia mengerti kenapa Yuan melakukan ini. Yuichi akan langsung terkontaminasi di dunia bawah. Tubuhnya sangat rentan, berbeda dengan Yuan yang telah bertransformasi menjadi raja kegelapan. Jubah Yuan didesain sedemikian rupa untuk bisa bertahan di dunia bawah. Setelah perubahan Yuan, dia tidak akan terpengaruh dengan kontaminasi dunia bawah, tetapi Yuichi berbeda, terpisah dengan Nacht dia akan kembali seperti semula.“Kau harus bertahan, rasanya akan sangat menyakitkan,” bisik Yuasa, menahan air mata yang mengancam di sudut matanya, merasakan betapa beratnya keputusan ini.Yuan mengangguk, berdiri di depan Yuasa untuk melepaskan jubahnya. Saat Yuasa menarik jubah tersebut, Yuan menahan rasa sakit luar biasa. Dia menggigit bibir bawahnya, menahan rasa saki
Dua bayangan Yuan meluncur keluar dari dalam gerbang dimensi, seolah-olah terlahir dari kegelapan itu sendiri. Di saat yang sama, Yuan mengangkat kedua tangannya, menciptakan dua lingkaran sihir hitam perak yang berputar di langit dunia bawah. Semua mata terangkat, menatap kedua lingkaran sihir yang bergetar dengan tekanan yang sangat kuat, seakan-akan langit pun menahan napas, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.Perlahan, semua orang merasakan sesuatu yang tak terelakkan ditarik paksa dari dalam hati mereka. Bagian paling kelam yang tersembunyi di dalam jiwa, kebencian, dendam, dan semua penyakit hati yang telah mengikat mereka dalam kegelapan, kini mulai terangkat. Seolah-olah ada tangan tak terlihat yang merobek luka lama, mengeluarkan semua racun yang telah mengendap di dalam jiwa mereka.Yuasa, yang berdiri di antara Yui dan Yuan, merasakan hal yang sama. Satu-satunya ganjalan dalam hatinya kini ditarik paksa, seolah-olah ada kekuatan yang menggerakkan jiwanya. Tangan Yua
Yuasa kebingungan saat melihat tanduk di kepala Yuan memudar dan tiba-tiba menghilang, seolah diserap oleh kegelapan. Dia segera memeriksa pergelangan tangan Yuan, mencari denyut nadinya. Helaan napas lega terlihat jelas saat dia merasakan kondisi Yuan tidak memburuk meskipun tanduknya menghilang. Perlahan, kedua mata Yuan mulai terbuka, seperti fajar yang menyingsing di ufuk timur.“Yuan!” panggil Yuasa kepada adiknya, berharap mendapatkan respons.“Kak Yuasa?” Yuan akhirnya terbangun setelah usaha keras Yuasa menyembuhkannya. Dia melihat Eirlys menatap dirinya dengan kedua mata yang indah, seakan menyelam dalam birunya mata itu. “Eirlys,” gumam Yuan, tersenyum ke arah gadis itu, senyumnya lembut seperti sinar matahari pagi.Yuan mengangkat tangannya, membuat tanah bergetar hebat bagaikan gempa dahsyat. Dari dalam tanah, muncul satu lagi gerbang dimensi, gerbang yang tertuju pada dunia manusia.“Yuan, untuk apa gerbang itu?” tanya Yui, tidak mengerti. Mereka tidak membuat perjanjian