Suara berisik membangunkan Rafael, dia membuka matanya dan menyadari sudah berada di dalam kamarnya. Rafael bangun dan merasakan sakit akibat luka pertarungan kemarin. “Sudah dibalut, sepertinya Kakek sudah meminta tabib merawatku,” batin Rafael menyentuh lukanya yang terbalut dengan rapi. “Suara siapa itu berisik sekali,” gumam Rafael membuka jendela kamarnya dan melihat ke bawah. Tiga orang gadis manis sedang berbincang. Yui terlihat menawan dengan balutan gaun berwarna merah muda dan putih, rambutnya diikat dengan aksesoris pemberian Rafael waktu itu. Tanpa sadar Rafael tersenyum melihat Yui masih menyimpan benda pemberiannya. “Yui, sejak kapan jadi secantik ini?” gumam Rafael mengabaikan dua gadis lainnya. Rafael bahkan tidak menyadari seseorang masuk ke kamarnya. “Cantik,” ucap pria yang masuk ke kamar Rafael. “Ya, cantik sekali,” balas Rafael tanpa menoleh. Dia baru sadar setelah menyahut ucapan orang itu. Tubuhnya berputar dan melihat sosok yang mirip dengannya hanya saj
“Rafael!”Kali ini suara Fiona yang masuk ke kamar Rafael. Si pemilik kamar melanjutkan aksi pura-pura tidurnya. “Rafael, jangan pikir aku sebodoh gadis itu, bangun!” bentak Fiona melipat kedua tangan di depan dada. Wajahnya terlihat angkuh dan percaya diri. “Satu hal, sudah kupikirkan baik-baik aku tidak akan lagi mengejarmu jadi jangan berbuat baik padaku. Jangan membuatku berharap lagi padamu!” Fiona telah menetapkan hatinya, dia benar-benar menyerah. Dua hari yang lalu saat Fiona sampai di Kediaman Blackdragon, dia masih terus memikirkan ucapan Rafael. Hingga hari itu dia melihat Rafael kembali penuh dengan luka. Meskipun begitu, pria itu terlihat puas karena berhasil menyelamatkan Yui. Fiona tahu dia tidak sebanding dengan Yui. Ketika Yui sadar setelah jiwanya kembali, Fiona menemui gadis itu dan menanyakan tentang perasaannya. Gadis itu tidak mengatakan apapun tentang perasaannya, tetapi sorot mata Yui menjelaskan semuanya. “Kalian berdua saling mencintai, sungguh disayangk
“Apa-apaan mereka!? Berduaan di kamar,” gerundel Yui. Gadis itu berjalan dengan cepat tanpa menoleh ke belakang. Dia tidak melihat Rafael yang berjalan menahan rasa sakit sedang mengejarnya. “Yui … kau salah paham,” teriak Rafael yang samar-samar terdengar. Suara dan langkah Rafael semakin lama menghilang. “Argh!” teriak kesal Yui. Dia berlari semakin kencang, rasa kesalnya membuat Yui tidak menoleh. “Yui ….”Pada akhirnya Yui berhenti saat dia sama sekali tidak mendengar suara Rafael dan menoleh ke belakang. “Paman!” teriak Yui, dia berlari kembali ke arah Rafael. Langkahnya semakin cepat saat melihat luka Rafael kembali terbuka. Pria itu juga sudah tersungkur ke tanah dengan perban yang memerah. “Ini salahku, kenapa membiarkan paman berjalan sejauh ini, seharusnya dia beristirahat,” batin Yui mulai menyalahkan dirinya, dia tidak menyangka luka Rafael akan terbuka kembali karenanya. “Paman!” Yui bersimpuh, matanya melihat wajah Rafael yang pucat dan menahan rasa sakit. “Yui,
“Eirlys,” gumam Yuan. Matanya mulai terbuka lalu dia duduk bersila di atas teratai es. Dia mulai mengatur pernapasannya, ada perasaan yang berbeda di tubuhnya. “Apa yang tadi itu bukan mimpi?” Yuan menyentuh dadanya, dia juga melihat ke sekitar dan tidak mendapatkan jejak keberadaan Eirlys. “Eirlys …,” gumam Yuan kembali. Dia memandang telapak tangannya seakan ada sesuatu di sana. Sesuatu yang terasa dingin, tetapi tidak ada apapun di tangannya saat ini. “Ehm,” deham Yuasa. Tangannya memeriksa pergelangan tangan Yuan lalu memeriksa kening dan juga leher adik lelakinya. Wajahnya mengernyit seakan ada sesuatu yang tidak biasa. “Kak, apa kau merasakannya? Aku merasa sedikit berbeda.” Yuan menatap Yuasa dan berharap kakaknya akan memberikan jawaban. “Ini memang aneh, tapi aku tidak bisa memastikannya. Jangan ke mana-mana, tetaplah di sini, aku panggil Ayahanda dulu,” pesan Yuasa. Dia bergegas meninggalkan Yuan menuju ke tempat ayahnya. “Aurum, Yuan selamat, kita tidak perlu mengulan
“Paman, apa lukanya tidak apa-apa?” Yui berada di sebelah Rafael. Dia khawatir karena Rafael tidak mengindahkan peringatan tabib. Mereka sudah berada di depan gerbang dimensi. Rainsword dan Fiona datang berdua kemudian disusul Lixue bersama Eirlys. “Pangeran Rainsword akan mulai melemah jika terlalu lama di dunia bawah, Yui. Fiona juga tidak akan bisa terbang jika mulai terkontaminasi. Kediaman Blackdragon memiliki tingkat kontaminasi paling kecil karena selama ini ada Yuan di sini, tapi sekarang dia tidak di sini. Aku tidak mau mengambil resiko.” Rafael mulai membuka gerbang. Gerbang besar itu perlahan semakin melebar menampilkan sebuah pusaran hitam dengan tekanan kekuatan yang tidak main-main. Yui menghela napasnya, dia kemudian membuat barrier untuk semuanya termasuk Rafael yang tidak menolak saat Yui memasang barrier. “Fury, ayo!” Rafael mulai masuk ke dalam gerbang diikuti yang lain. Mereka berjalan menyusuri lubang hitam yang memiliki tekanan luar biasa. Mereka keluar di t
Naga hitam berputar di langit Kota Naga, beberapa pengawal waspada dan bersiap untuk menyerang. Tepat saat para pengintai Kota Naga sudah mulai membidik, Yuasa menghentikan mereka. “Dia bukan musuh, turunkan senjata kalian,” teriak Yuasa. Pemuda dengan rambut matahari itu melambaikan tangan dan memberi kode kepada penunggang naga untuk turun. Yuasa memberi perintah kepada Rafael untuk turun di atas taman bunga. “Paman!” Yuasa mendekati naga hitam dan juga penunggangnya yang kini telah mendarat. Melihat kedekatan mereka para pengintai pun mengingat wajah Rafael sebagai tamu kehormatan Kota Naga. “Yuasa bantu aku,” perintah Rafael. “Lancang! Beraninya memanggil Yang Mulia hanya dengan nama!” Salah satu dari pasukan pengintai menarik pedangnya menghunus ke arah Rafael. Rafael hanya melirik ke arah prial itu, dia menghela napas panjang. “Aku benar-benar lupa kau sudah jadi raja, Yuasa. Ah, salah Yang Mulia.” Yuasa terkekeh, “Panggil saja seperti biasa, Paman, tidak perlu terlalu for
“Yuan!” Yui berlari ke arah Yuan. Mereka berempat telah sampai di hutan kecil dalam Kota Naga. Lixue, Eirlys dan Fiona hanya bisa diam mengamati hutan yang tidak wajar. Mereka berdua tercengang saat melihat Rafael sedang berada di dalam kepompong jalinan tanaman rambat di atas teratai es. “Yuan, apa yang terjadi dengan Paman!” Yui yang tidak tahu mengapa Rafael berada di sana berusaha mengeluarkan Rafael. Namun, Yuan segera mencegahnya. “Yui, Paman baik-baik saja, Ayahanda sedang mengeluarkan racun dalam tubuh Paman Rafael.”“Yuan, bagaimana dengan Rainsword?” Fiona langsung mendekati Rainsword yang terbaring di tanah. “Rumput itu juga sedang menyembuhkan Kak Rainsword,” balas Yuan. Fiona yang awalnya marah karena perlakuan mereka terhadap Rainsword mereda. Dia tidak tahu jika rumput itu merupakan cara mereka mengobati pemuda itu. Dia mengira Rainsword ditelantarkan. “Kenapa Rains belum siuman?” tanya Fiona. Tangannya membelai lembut wajah Rainsword yang tertidur. “Itu juga yan
Ular berkepala sembilan menatap musuh-musuhnya. Makhluk itu begitu garang dan menyeramkan. Sementara Rainsword masih belum siuman. Tubuhnya melayang di udara dengan sendirinya. “Pangeran Lixue serang makhluk itu!” perintah Yuichi. Yuan mulai mengaktifkan kekuatan pemurniannya, dia juga memanggil Krisan, sang Slyph. Lingkaran sihir berwarna perak berputar di bawah tubuh Rainsword yang melayang. Dia harus mengambil sisa-sisa kontaminasi yang menempel pada makhluk itu, ular berkepala sembilan. “Lixue, tahan dia!” teriak Yuan. Pangeran dengan rambut dan mata perak ini fokus mengeluarkan semua kontaminasi yang tersisa. “Ternyata kontaminasi masuk ke tubuh ular itu, karena dia dan Kak Rainsword menjadi satu Kakak belum siuman.” Yuan memperhatikan bercak di sisik sang ular yang terdapat beberapa sisik dengan warna ungu kusam tidak mengkilap seperti warna sisik lainnya. Ular berkepala sembilan tidak mudah dibekukan. Ular itu menggeliat dan menyerang ke arah Yui dan yang lain. “E
Aula menjadi hening saat Erina masuk. Kedua ayah dan anak hanya memandang sosok yang baru saja melewati pintu aula.“Berikan undangan itu padaku!”Suara wanita itu terdengar jelas dan penuh penekanan. “Permaisuri Erina, Rains bilang dia setuju dengan perjodohan ini,” ucap Raja Edward saat wanita itu masih berjalan ke arahnya. “Benar, Ibunda, saya tidak menolaknya jadi….” Belum sempat Rainsword menyelesaikan ucapannya, wanita itu menatap tajam ke arahnya sehingga nyalinya menciut. “Berikan undangannya!” Erina mengulurkan tangan meminta undangan yang ada di dalam surat tersebut. “Ibunda?” Rainsword merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan ekspresi ibunya. Dia tidak terlihat senang. “Rains, apa kau bisa membuat Putri Fiona menjadi permaisuri dan tinggal di Silverstone? Kau lupa dia putri satu-satunya Ratu Esmeralda? Dia calon ratu berikutnya.” Mata biru shapire itu menatap Rainsword begitu dalam. “Bukankah tidak masalah, Ibunda? Fiona bisa menjadi ratu meskipun sudah menikah
Kerajaan Silverstone. “Yang Mulia, ada surat untuk Anda.” Seorang pengawal masuk dan menyerahkan gulungan perkamen dengan segel di atasnya. “Terima kasih.” Raja Edward memperhatikan gulungan tersebut. Segel yang menutup surat tersebut terlihat tidak biasa. “Lambang Kota Avari!” Mata Raja Edward membelalak dan berseru keras hingga pengawal yang baru saja berbalik menoleh kembali. Sementara seorang pengawal lain baru saja datang memberi salam hormat dan melapor, “Lapor Yang Mulia, Pangeran Rainsword telah tiba di istana bersama dengan Penjaga Dunia Bawah Rafael Blackdragon dan Putri Yui.”Raja Edward kembali duduk dengan tenang. Dia berusaha terlihat biasa meskipun tangannya gemetar dengan surat dari Kota Avari. “Biarkan mereka masuk.” “Siap, Yang Mulia!” Pengawal itu memberi hormat dan berbalik kembali untuk menjemput Pangeran Rainsword dan yang lain. Aula kerajaan kembali sepi, Raja Edward membuka surat tersebut secara perlahan. Dia membaca isi surat tersebut dengan hati-hati. S
Ratu Esmeralda menopang dagu dengan satu tangan. Tangannya yang lain membolak-balik berkas yang tertumpuk rapi di depannya. Dia mendongak saat pintu ruang kerjanya diketuk. “Masuk dan tutup kembali pintunya!”Fiona berjalan perlahan setelah menutup pintu. Tamu mereka sudah pergi dua hari yang lalu. Mereka pergi setelah Pangeran Yuan siuman.“Salam, Ibunda Ratu,” ucap Fiona dengan penuh rasa hormat. “Duduklah Fiona,” perintah Ratu Esmeralda. Dia membalik berkas yang ada di depannya ke arah Fiona. “Pilih satu di antara mereka untuk menjadi calon pendampingmu.”Fiona terdiam di kursinya. Dia hanya menatap tumpukan berkas yang sudah terlihat dari sampul atasnya. Berkas biodata para pria bangsawan terbaik di Kota Avari. “Ibunda Ratu, bolehkah saya memilih pendamping sendiri.” Suara Fiona bergetar, dia sudah pernah bersitegang dengan ratu karena tidak mau berpaling dari Rafael.“Lupakan Rafael, aku tidak pernah mempermasalahkan siapa pilihanmu selama dia juga bersedia. Rafael tidak mengi
“Krisan, kumpulkan semua debu peri di sekitar sini!” perintah Yuan. Makhluk kecil dengan sayap berbentuk bulan sabit melayang dan berputar hingga membentuk pusaran angin. Angin yang berputar menghempaskan semua debu peri yang menempel pada dedaunan. Debu peri keemasan melayang-layang dan berkumpul dalam satu titik. Yuan mengambil sebuah kantong kecil dari cincin permata penyimpanan dimensinya. Krisan pun memasukkan debu peri ke dalam kantong tersebut. Yuan menutup kantong dan memasukkan kembali kantong yang berisi debu peri ke dalam cincin permata penyimpanan dimensi. Eirlys yang memperhatikan Yuan menghela napas dan terlihat murung. Dia begitu iri setiap kali melihat penyimpanan dimensi. Kota Naga memiliki semua benda yang dia inginkan, sayangnya dia sendiri tidak memiliki uang untuk membelinya. Status putri hanyalah status. Dia bahkan tidak memiliki benda berharga. Yuan melihat Eirlys yang murung mengambil inisiatif memperlihatkan kegunaan debu per untuk menghiburnya. “Eirlys,
Malam semakin larut, tidak ada tanda-tanda Yuan akan siuman. Eirlys merasa matanya sudah semakin berat. Dia mengeratkan jubah Lixue dan bersandar pada akar pohon peri yang menyembul ke permukaan tanah. Menarik tubuh Yuan supaya terlindung dari angin malam, setidaknya ceruk di antara akar pohon cukup nyaman untuk bermalam beratapkan bintang. “Selamat malam, Yuan.” Eirlys memejamkan matanya. Dunia peri terasa begitu damai. Semilir angin malam yang dingin pun terasa menentramkan hati. Perlahan-lahan debu peri bertebaran di sekitar mereka seakan memberikan perlindungan. Debu peri masuk ke dalam tubuh Yuan, memberinya energi hingga penuh. Tak hanya Yuan, debu peri juga masuk ke dalam tubuh Eirlys mengisi energinya yang habis. “Eirlys … Eirlys ….”Kedua mata Eirlys seperti diberi perekat, susah sekali terbuka meskipun ingin. “Eirlys bangunlah!” Suara lembut dan juga terasa sentuhan di bahu Eirlys, mengguncangnya perlahan. Eirlys menggunakan tangannya untuk mengusap kedua mata yang sulit
Eirlys dan Lixue sudah berada di sebelah Xavier. Pria jangkung itu menggendong Pangeran Yuan yang belum sadarkan diri. Sementara Ratu Esmeralda membubarkan semua peri yang ada di sana, hanya tersisa Fiona seorang. “Bagaimana kondisi Pangeran?” Sang ratu berjalan dengan anggun dan berhenti tepat di depan Xavier. Dia memeriksa pergelangan tangan Pangeran Yuan. “Yang Mulia, Pangeran hanya kelelahan. Energinya habis sehingga dia pingsan,” jawab Xavier dengan suara lembut penuh hormat. “Ibunda Ratu, bagaimana kalau Pangeran Yuan beristirahat di ranjang es, bukankah dia akan cepat sembuh?” Fiona teringat dengan Rafael saat itu, untuk mempertahankan hidupnya Rafael dibaringkan di ranjang es. Xavier menyela, “Putri Fiona, itu tidak perlu. Pangeran hanya butuh istirahat sejenak untuk memulihkan energinya.” “Kalau begitu biar ku mainkan harpa.” Eirlys mengeluarkan harpanya. Belum sempat tangannya menyentuh senar, tubuhnya limbung. “Eirlys!” Lixue dengan sigap menopang Eirlys yang hamp
Ratu Esmeralda berdiri dengan anggun di bawah pohon peri. Langit terlihat masih biru dengan semburat jingga dari sang surya yang mulai bersembunyi ke peraduan. Angin yang bertiup membawa suara alunan harpa, menyentuh kesadaran hingga menjernihkan pikiran.“Apa yang ingin Pangeran katakan?” Yuan membungkuk memberi hormat sebelum kembali berdiri tegak. Dia menatap awan di langit. “Yang Mulia pasti sudah merasakannya, kekuatan harpa tersebut bukan harpa biasa.”Yuan terdiam, menunggu reaksi dari sang ratu peri.Wanita itu menoleh ke arah Yuan, mengibaskan jubahnya dengan anggun lalu mulai duduk di atas rumput. “Ya, kekuatan harpa ajaib, aku pernah mendengar harpa itu dimainkan oleh seorang elf yang sempat mampir ke istanaku. Kejadian itu sudah sangat lama, tak kusangka kudengar kembali dentingan senar dari harpa itu. Sayangnya, ilusi yang dia berikan terlalu kuat.”“Namanya Roya Ashlyn, dia bukan manusia juga bukan bangsa kristal. Saya belum tahu pasti makhluk seperti apa wanita ini seb
Eirlys menatap Xavier juga kakaknya yang terlihat canggung dengan aksesoris barunya. Kedua telinga yang berhias dandelion terlihat begitu manis, tidak cocok dengan tampang keduanya. Gadis itu berusaha tidak melihat dan menahan tawa, akan sangat memalukan bagi mereka jika sampai ditertawakan. Sementara Fiona telah sampai di depan celah dimensi bersama Eirlys. Di hadapan mereka berdiri seorang wanita cantik dengan rambut kemerahan panjang hingga menyentuh tanah. Gaun dan jubahnya berwarna hijau dengan bordir dan salur warna merah muda. Sebuah mahkota besar menghiasi puncak kepalanya. “Fiona, siapa dia?” Suaranya terdengar mendominasi ada tekanan kuat dan menuntut jawaban saat itu juga. Tatapan wanita itu tajam, menatap dengan memicingkan mata. Tongkat di tangannya masih tegak berdiri dengan tekanan kekuatan yang tak biasa. Dia mengendalikan tanaman dan mengurung beberapa orang di depan celah dimensi. Wanita ini sedang mengendalikan orang-orang yang berusaha mendekati celah dimensi. “
Pohon besar itu seakan memicingkan matanya, menatap Yuan lekat-lekat. “Kau mirip dengan seseorang,” ucap peri pohon perlahan.“Kurasa yang kau temui itu Yui, saudara kembarku. Aroma kami sama,” jawab Yuan. Yuan menebak jika peri pohon lebih mengandalkan indra penciuman daripada penglihatannya.“Yui? Ya, aku ingat nama itu. Dia gadis kecil dengan aroma khas, seperti dirimu.” balas peri pohon dengan seutas senyum yang terlihat aneh di wajah pohonnya. Dia kemudian mengangkat Yuan ke atas pohon. “Berpeganglah erat, akan kuantar ke Avari.” “Tunggu!” seru Yuan dengan suara lantang. “Aku tidak sendiri, bisakah Anda juga mengantar teman-temanku?” Yuan menunjuk Eirlys dan yang lain. Peri pohon terdiam, tampak berpikir keras. “Aku akan bernyanyi untukmu jika Anda bersedia membawa mereka bersamaku,” tawar Yuan. Peri dikenal menyukai nyanyian.“Baiklah, bernyanyilah sampai batas terluar desa, kalau suaramu bagus baru akan kupertimbangankan membawa kalian ke Avari,” balas peri pohon tersebut.