“Hanya ada satu cara,” gumam Rafael. Matanya terpejam, tekanan kekuatan mulai berkumpul dalam satu titik. Lingkaran sihir terbentuk di bawah kaki Rafael. “Tunggu Rafael! Jangan bilang kau akan menggunakannya sekarang!” Fury cemas, dia berbalik dengan cepat. Namun, meninggalkan Razen saat ini juga tidak mungkin. Pilihan yang sulit baginya. Hingga akhirnya dia menghancurkan penjara Razen dan mematahkan belenggu yang mengekang kaki dan tangannya. Naga itu meraung, berharap pria yang kini terbaring di tanah penjara bangun. “Bagaimana menaikkan dia ke punggungku?” Fury yang sudah cemas dengan Rafael sekarang bingung membawa Razen. Menggenggamnya dengan cakar akan membuat tubuh Razen terluka karena penjara terlalu rendah untuknya terbang. “Fury, bantu sebelah sini!” Suara nyaring seorang wanita mengagetkan naga hitam itu. Matanya berputar cepat dan menangkap sosok kupu-kupu yang merupakan sumber suara tersebut. Kupu-kupu itu terbang mengitari penjara yang ada di depan penjara Razen. “Fi
Rafael menurunkan Fiona di depan gerbang dimensi. Dia kemudian membuka gerbang tersebut. “Fury bawa mereka semua.”Rafael berbalik dan melangkah. Fiona segera mengejar Rafael. “Tunggu, aku bisa membantu,” ucap Fiona sambil menarik tangan Rafael. Dia berharap pria Itu mengizinkannya. “Terlalu berbahaya, pergilah dengan Fury,” balas Rafael. Dia dengan lembut melepaskan tangan Fiona. “Rafael, apa kau membenciku?” Kali ini sorot mata menatap lurus ke arah Rafael. Helaan napas panjang terdengar jelas. Rafael berbalik dan menatap Fiona. Mata mereka beradu dan saling mengunci. “Apa pernah aku bilang membencimu? Aku hanya tidak bisa menerima perasaanmu, Fiona. Mengertilah, meskipun mustahil dan akan sulit jalan yang kami lalui, selama dia bahagia aku akan menjaganya. Apa kau mengerti? Cintaku hanya untuk satu orang saja, sekali dan selamanya.” Rafael tidak menunggu jawaban, dia mendorong Fiona yang masih gamang dengan ungkapan yang Rafael katakan. Tidak biasanya pria ini begitu terus t
Darren mengarahkan para zombie mendekati Rafael. Dengan adanya Roya yang menyerang maka dia bisa memiliki waktu mengumpulkan para zombie. Tepat saat Rafael menghindar dari serangan Roya, dia dihantam oleh sekumpulan zombie. “Bagus, sekuat apapun Rafael dia tidak mungkin baik-baik saja dikeroyok ratusan zombie.” Darren tersenyum lebar. Roya melompat ke samping Darren. Mereka berdua terlihat puas. Rafael terjebak dalam kerumunan zombie yang pasti mengoyak tubuhnya. “Tamat sudah riwayatnya.” Darren menyimpan serulingnya.“Aku akan memeriksa ilusi di dalam aula.” Wanita dengan harpa di tangannya berjalan anggun masuk ke dalam aula. Pintu aula terbuka saat wanita itu mendorongnya. Dia tidak mengetahui ada sepasang mata yang sedang mengintai. Roya berhenti di tengah pintu saat Rafael melompat dengan pedang besar di tangannya. Para zombie terlempar seakan mereka didorong oleh kekuatan yang luar biasa. “Tuan Rafael, mereka adalah penduduk dunia bawah, apa kau tidak peduli ….” Mata Darre
“Yui ….” Samar-samar suara itu terdengar. Dalam setengah kesadaran, Yui yang masuk dalam dunia ilusi mendengar suara Rafael. “Paman? Apa itu paman?” Antara sadar tidak sadar dalam ruangan yang tidak ada warna Yui mendengar suara. Dia berusaha membuka matanya. “Sulit sekali membuka mata!” Jerat ilusi menghalangi Yui untuk membuka matanya, dia seperti berada dalam jeratan dunia gelap gulita. “Tutup saja matamu, Yui.” Suara itu, suara Suzaku. Yui menutup matanya mengikuti apa yang dia dengar. “Kau harus mengalahkan ilusi ini terlebih dulu sebelum bisa mengendalikan dirimu. Jiwamu terperangkap.” Suara Suzaku membimbing Yui, dia mengikuti apa yang dikatakannya. Yui memejamkan mata, fokus pada satu titik hingga dia menyatu dengan dirinya. Roh Yui yang terpencar kembali menjadi satu kesadaran, saat itulah cahaya kemilau berwarna jingga menyelimuti dirinya. Mata Yui perlahan terbuka, kilatan api jingga dalam matanya membuat kedua orang yang ada di depannya terperanjat. “Bagaim
Suara berisik membangunkan Rafael, dia membuka matanya dan menyadari sudah berada di dalam kamarnya. Rafael bangun dan merasakan sakit akibat luka pertarungan kemarin. “Sudah dibalut, sepertinya Kakek sudah meminta tabib merawatku,” batin Rafael menyentuh lukanya yang terbalut dengan rapi. “Suara siapa itu berisik sekali,” gumam Rafael membuka jendela kamarnya dan melihat ke bawah. Tiga orang gadis manis sedang berbincang. Yui terlihat menawan dengan balutan gaun berwarna merah muda dan putih, rambutnya diikat dengan aksesoris pemberian Rafael waktu itu. Tanpa sadar Rafael tersenyum melihat Yui masih menyimpan benda pemberiannya. “Yui, sejak kapan jadi secantik ini?” gumam Rafael mengabaikan dua gadis lainnya. Rafael bahkan tidak menyadari seseorang masuk ke kamarnya. “Cantik,” ucap pria yang masuk ke kamar Rafael. “Ya, cantik sekali,” balas Rafael tanpa menoleh. Dia baru sadar setelah menyahut ucapan orang itu. Tubuhnya berputar dan melihat sosok yang mirip dengannya hanya saj
“Rafael!”Kali ini suara Fiona yang masuk ke kamar Rafael. Si pemilik kamar melanjutkan aksi pura-pura tidurnya. “Rafael, jangan pikir aku sebodoh gadis itu, bangun!” bentak Fiona melipat kedua tangan di depan dada. Wajahnya terlihat angkuh dan percaya diri. “Satu hal, sudah kupikirkan baik-baik aku tidak akan lagi mengejarmu jadi jangan berbuat baik padaku. Jangan membuatku berharap lagi padamu!” Fiona telah menetapkan hatinya, dia benar-benar menyerah. Dua hari yang lalu saat Fiona sampai di Kediaman Blackdragon, dia masih terus memikirkan ucapan Rafael. Hingga hari itu dia melihat Rafael kembali penuh dengan luka. Meskipun begitu, pria itu terlihat puas karena berhasil menyelamatkan Yui. Fiona tahu dia tidak sebanding dengan Yui. Ketika Yui sadar setelah jiwanya kembali, Fiona menemui gadis itu dan menanyakan tentang perasaannya. Gadis itu tidak mengatakan apapun tentang perasaannya, tetapi sorot mata Yui menjelaskan semuanya. “Kalian berdua saling mencintai, sungguh disayangk
“Apa-apaan mereka!? Berduaan di kamar,” gerundel Yui. Gadis itu berjalan dengan cepat tanpa menoleh ke belakang. Dia tidak melihat Rafael yang berjalan menahan rasa sakit sedang mengejarnya. “Yui … kau salah paham,” teriak Rafael yang samar-samar terdengar. Suara dan langkah Rafael semakin lama menghilang. “Argh!” teriak kesal Yui. Dia berlari semakin kencang, rasa kesalnya membuat Yui tidak menoleh. “Yui ….”Pada akhirnya Yui berhenti saat dia sama sekali tidak mendengar suara Rafael dan menoleh ke belakang. “Paman!” teriak Yui, dia berlari kembali ke arah Rafael. Langkahnya semakin cepat saat melihat luka Rafael kembali terbuka. Pria itu juga sudah tersungkur ke tanah dengan perban yang memerah. “Ini salahku, kenapa membiarkan paman berjalan sejauh ini, seharusnya dia beristirahat,” batin Yui mulai menyalahkan dirinya, dia tidak menyangka luka Rafael akan terbuka kembali karenanya. “Paman!” Yui bersimpuh, matanya melihat wajah Rafael yang pucat dan menahan rasa sakit. “Yui,
“Eirlys,” gumam Yuan. Matanya mulai terbuka lalu dia duduk bersila di atas teratai es. Dia mulai mengatur pernapasannya, ada perasaan yang berbeda di tubuhnya. “Apa yang tadi itu bukan mimpi?” Yuan menyentuh dadanya, dia juga melihat ke sekitar dan tidak mendapatkan jejak keberadaan Eirlys. “Eirlys …,” gumam Yuan kembali. Dia memandang telapak tangannya seakan ada sesuatu di sana. Sesuatu yang terasa dingin, tetapi tidak ada apapun di tangannya saat ini. “Ehm,” deham Yuasa. Tangannya memeriksa pergelangan tangan Yuan lalu memeriksa kening dan juga leher adik lelakinya. Wajahnya mengernyit seakan ada sesuatu yang tidak biasa. “Kak, apa kau merasakannya? Aku merasa sedikit berbeda.” Yuan menatap Yuasa dan berharap kakaknya akan memberikan jawaban. “Ini memang aneh, tapi aku tidak bisa memastikannya. Jangan ke mana-mana, tetaplah di sini, aku panggil Ayahanda dulu,” pesan Yuasa. Dia bergegas meninggalkan Yuan menuju ke tempat ayahnya. “Aurum, Yuan selamat, kita tidak perlu mengulan
Tanah bergetar dengan kuat, bagaikan gempa yang kembali terjadi. Dari tempat mereka berpijak mulai terbentuk jalan yang membentang hingga ke depan gerbang istana. Jalan yang terbuat dari tanah, tetapi bukan tanah biasa. Tanah itu sudah lebih keras seakan terbuat dari batuan mengkilap seperti marmer. Jalan itu terus terbentuk hingga gerbang kota seakan mereka berdua sedang membuat jalan utama ibukota menuju ke istana.“Mereka memperbaiki ibukota?!” Antara percaya dan tidak, mereka yang ada di sana tercengang dengan apa yang dilakukan kedua anak kembar tersebut. Yui memiliki gerakan berbeda dan diikuti oleh Yuan. Mereka seperti menari di udara, para spirit masih mengikuti Yuan kemana pun dia melangkah. Memberikan energi yang besar kepada sang pangeran.Kali ini tunas-tunas muncul di pinggir jalan membentuk sebuah garis yang ditumbuhi rerumputan dan setiap dua meter terdapat pohon yang kini mulai menggeliat di atas tanah, menjulang dan mengembangkan daun-daunnya yang rimbun.Mereka berd
Mata itu masih menatap lurus ke arah gerbang dimensi, seakan tidak berkedip ke arah itu. Hingga dia dikegetkan dengan tepukan lembut di pundaknya.“Yuan, Ayahanda tidak akan datang,” bisik Yui memeluk Yuan dengan lembut. “Kenapa?” gumam Yuan yang samar-samar terdengar di telinga Yui.“Jubah yang kau berikan saat ini dipakai Kak Yuasa, kurasa itu alasannya. Kau harus membuat dunia ini bebas kontaminasi lalu ajak Ayahanda ke sini,” saran Yui. Dia menepuk lembut punggung Yuan sebelum melepaskannya.“Kau benar, Yui. Ayo kita selesaikan masalah dunia bawah.” Yuan kembali bersemangat, untuk terakhir kalinya dia menoleh ke arah gerbang dimensi.“Eirlys dan yang lain sudah menunggu,” lanjut Yui menarik tangan Yuan. Mereka berlari menuju ke arah kereta kuda yang sudah dilengkapi dengan semua persiapan. Yui melihat Rafael juga ada di sana. “Paman ikut?” tanya Yui dengan manja menarik tangan Rafael dan bergelayut manja di sana. Yuan yang melihat Yui seperti itu mulai berpikir apakah benar Raf
“Tunggu Lenora!” Yoru mulai ragu dengan penawaran Lenora, meskipun dia tidak mengganggu hubungan Rafael dan Yui masa depan yang dia lihat tetap tidak berakhir bahagia. “Ada apa? Bukankah kau sudah setuju.” Lenora menyeringai seakan dia sudah tahu gambaran masa depan yang baru saja dilihat Yoru. “Yui dan Rafael tidak berakhir bahagia, itu tidak sebanding dengan pengorbanan apapun yang akan kuberikan, jika dia tidak pasti bahagia, aku tidak akan tinggal diam.” Yoru menarik kembali persetujuannya, dia tidak akan menuruti apapun keinginan Lenora jika Yui tidak bahagia. “Jadi, apa maumu? Putri Yui memang bukan berasal dari dunia bawah, itu tidak bisa diubah. Kenyataan yang sama dengan identitas Pangeran Yuan.” Lenora memainkan tangannya, dia terlihat sedang berpikir. Wajah anggunnya terlihat berubah seperti seorang yang sedang mempermainkan takdir. “Kalau kau mau memberinya identitas lain, dia bisa menjadi pemilik kristal hitam.” Mendengar hal itu, mata Yoru menyipit menatap lurus ke
Yoru melihat dirinya sendiri, dirinya saat masih anak-anak, lebih tepatnya sosok Nacht saat masih anak-anak. Dia masih begitu polos dengan dunia ini. Ada keinginan kecil dalam hatinya untuk memeluk Nacht kecil saat ini. Belum sempat tangannya menggapai anak itu tubuhnya berpindah. Saat itu adalah pertemuan pertamanya dengan Yui, gadis yang begitu menarik perhatiannya. “Putri Yui,” gumam Yoru. Di saat yang sama, dari sudut pandangnya saat ini dia bisa melihat yang tidak pernah dia lihat selama ini. “Jadi selama ini Nacht juga melihat Yui,” batin Yoru. Selama ini hanya dia saja yang mengira tertarik dengan Yui. Yoru baru menyadari Nacht tertarik karena dia adalah pemilik kristal tanpa warna. “Kau sudah melihatnya?” Yoru terkejut dengan kemunculan Lenora yang tiba-tiba. “Apa maksudmu?” tanya Yoru dan wanita dengan gaun dan jubah bulu binatang itu hanya menyeringai. Yoru kembali berpindah tempat, tempat itu begitu sunyi. Hanya ada kegelapan tak berujung. Lalu suara-suara terdengar.
Suasana di bawah Pohon Kehidupan terasa mencekam. Dua makhluk yang tidak pernah berada di dunia atas muncul. Naga hitam yang terlihat bengis dengan sisik kemilau berwarna hitam pekat. Matanya merah seakan bisa menelan semua elf yang ada dihadapannya. Satu lagi seekor harimau hitam besar dengan loreng putih dan mata merah menyala. Keduanya berada di belakang pria itu, pria yang baru saja bangkit kembali setelah terbakar dan berubah menjadi abu.“Aku? Kau bertanya siapa aku?” ucap pria itu mengulangi pertanyaan Raja Arlen seakan memastikan dirinya tidak salah.“Ya, siapa Anda?” Raja Arlen mundur satu langkah setelah kemunculan dua makhluk yang begitu menakutkan itu, Sangat jelas jika keduanya merupakan makhluk milih anak pembawa petaka atau Raja kegelapan yang pernah mengamuk waktu itu.Pria itu mengamati kedua tangannya, alisnya berkerut, dia kemudian meletakkan tangan di wajahnya seakan memeriksa wajahnya. “Apa kalian memiliki cermin?” tanyanya.Raja Arlen memberikan cermin yang terbua
Di Ergions, Raja Arlen meletakkan Penjara Daun di Pohon Kehidupan. Udara berembus dingin, membawa aroma tanah dan getah pohon yang khas.“Moura, kau harus memastikan daun ini tidak pernah gugur,” pesan Raja Arlen, suaranya berat, diiringi desiran angin yang berbisik di antara dedaunan Pohon Kehidupan yang menjulang tinggi.Moura, dengan kekuatan jiwa pohon yang mengalir dalam dirinya, mengangkat daun itu hingga ke ranting tertinggi. Namun, saat daun itu menyentuh ranting, seolah-olah disentuh api neraka, daun tersebut terbakar dengan cepat. Api itu menari-nari seperti ular ganas, melahap daun tersebut dalam sekejap mata.Raja Arlen dan Moura tersentak kaget. Mereka berusaha memadamkan api, namun sia-sia. Hanya abu yang tersisa di tangan Moura, abu yang dingin dan terasa seperti debu waktu.“Yang Mulia, bagaimana ini?” tanya Moura, suaranya bergetar, seperti dedaunan yang diterpa angin ribut.“Aku tidak tahu, Moura,” balas Raja Arlen, matanya menyipit, gelap seperti langit sebelum bada
Rafael, Xavier, dan Razen meninggalkan kamar Yuan, langkah kaki mereka senyap di lorong. Mereka tak ingin mengganggu Yuasa yang sedang fokus memulihkan Yuan. Lixue dan Eirlys turut serta begitu pula dengan Yui yang memilih mengikuti Eirlys. Di dalam kamar, hanya Yuasa yang tersisa di sisi Yuan, sementara Rosaline menunggu dengan sabar di luar, sesekali melirik ke dalam.“Bukankah aneh jika Paman jatuh cinta pada Yui? Apa dia terkena mantra?” bisik Yuan, suaranya lemah, namun penuh kecurigaan.Yuasa menatap Yuan, alisnya terangkat sebelah. Tangannya yang lembut dan terampil masih bekerja, mengatur aliran energi untuk menstabilkan peredaran darah Yuan dan meredakan rasa sakitnya. Dia berdecak pelan mendengar ucapan Yuan. Adiknya yang satu ini memang sedikit kurang peka soal cinta. “Menurutmu, bagaimana dengan Eirlys?” tanya Yuasa, menguji Yuan.“Dia cantik, aku suka,” jawab Yuan polos, senyum merekah di wajahnya, tak mampu menyembunyikan perasaannya. Rona merah muda menghiasi pipinya, s
“Tenang, Paman, itu tidak melukai Yui,” ucap Yuasa. Dia tahu dari raut wajah Rafael yang terlihat cemas.Angin itu seakan menarik elemen air, bukan hanya angin, kini Yui berada di dalam pusaran angin dan air secara bersamaan dan dalam waktu singkat keduanya seakan menguap menjadi kabut tebal. Mereka tidak bisa melihat dengan jelas, seluruh ruangan dipenuhi kabut. Lalu cahaya mulai terlihat, api yang begitu besar menyala. Sepasang sayap api berada di punggung Yui, mata hitam Yui berubah menjadi jingga, kilatannya terlihat menyala bagai api. Di saat yang bersamaan tubuh Yuan terangkat oleh kekuatan yang begitu besar.Rafael tiba-tiba merasakan dorongan luar biasa hingga aliran kekuatan yang dihisap Yuan terputus dengan sendirinya. Mereka bertiga terdorong hingga jatuh ke lantai.Yuan membuka matanya perlahan, mata itu tidak terlihat memiliki kesadaran. Mata perak Yuan kini berkilat seperti Yui, dalam lingkaran api yang sangat kuat tubuh Yuan terbakar.“Yuan!” teriak mereka semua.Yuasa p
“Yui!” teriak Rafael, dia terlihat menarik tangannya, “Panggil Xavier atau Razen, siapa pun yang bisa menolong. Yuan menyerap kekuatanku!” Rafael berusaha menahan dirinya, menarik aliran kekuatan yang dia berikan. Namun, semakin dia menarik diri, dia seperti terus terhisap dalam lumpur yang semakin dalam.“Paman!” seru Yui, dia mencoba sekali lagi menggunakan kekuatannya. Nihil, tidak ada lingkaran sihir yang keluar. “Kenapa? Kenapa begini?”Eirlys yang juga panik berusaha mengendalikan diri, dia harus berpikir jernih dengan kondisi saat ini. “Biar aku yang memanggil bantuan,” usul Eirlys segera keluar dari kamar tersebut, berlari ke kamar kakaknya, Lixue.Rafael semakin melemah, dia tidak mengerti kenapa Yuan justru berbalik menyerap kekuatannya. Tubuhnya mulai kehilangan setengah dari energinya dan masih belum bisa memutuskan aliran energi tersebut.“Serangan balik, seharusnya aku dan Yuan yang melakukan mengorbanan, karena hanya aku sendiri, kekuatanku tidak kembali dan Yuan mengala