Hal yang paling kusukai, ketika melangkahkan kaki di halaman rumah Seward. Indah, persis dengan apa yang kubayangkan selama ini. Rumahnya besar, dengan arsitektur yang luar biasa keren. Lantainya dari kramik dan dindingnya dari kayu.
Seward langsung menunjukan kamar yang akan menjadi milikku. Ternyata di lantai 2. Ruangannya besar, tertata rapi. Seperti sudah direncanakannya saja, semua fasilitas yang aku perlukan ada. Bajupun sudah dibelikannya. Entah bagaimana dia bisa mempersiapkan hal seperti ini.
“Istiratlah, besok aku akan mengantarmu ke sekolah barumu.”
“Baiklah. Good night kak. Terimakasih banyak,” Ucapku tulus. dan dia hanya tersenyum sebagai jawabannya.
***
Ketika membuka mata, matahari mulai menampakan sinarnya menerobos lubang-lubang kecil dari pohon agar bisa masuk melewati jendela kamar ini.
Aku mulai mengingat bagaimana aku bisa sampai disini. Perlahan aku membuka jendela, udara segar masuk kedalam kamarku, angin yang dipagi hari yang begitu sejuk membuat pikiranku tenang.
Aku menarik napasku dengan pelan merasakan bagaimana kesejukan masuk kedalam paru-paruku. Ketika mata ini memandang, aku baru tersadar ternyata tak banyak bangunan rumah disini. Hanya ada 4 rumah, itupun dengan jarak yang lumayan jauh. Kota ini memang masih natural. Persis seperti yang selalu kupikirkan.
Terdengar suara langkah kaki menuju kamarku. Dan aku begitu yakin dia pasti Seward. Mungkin dia mengira aku masih tidur. Seward membuka pintu kamar, dan melihatku berdiri memandangi pemandangan sekitar rumah.
"Yuri, kau suka dengan tempat ini?"
"Jika aku bilang tidak. Apakah kita akan pindah rumah?" Seward hanya tersenyum, dan menganggukan kepalanya.
"Tentu saja suka. Sejak kecil aku selalu ingin mempunyai rumah dikelilingi pohon. Seperti ini," Aku mengucapkannya dengan antusias.
"Kalau begitu aku tak perlu cari tempat tinggal baru," Aku hanya tertawa mendengar ucapannya." Bersiaplah, kita berangkat ke sekolahmu."
Ketika waktu menunjukan pukul 06.30 Am. Aku sudah siap dengan seragamku dan semua keperluan sekolahku. Seward sudah menungguku di meja makan.
"Cepatlah makan, kau sudah tak sabar kan ingin melihat bagaimana sekolah barumu?" Benar. Semalaman aku selalu penasaran dengan sekolah yang Seward maksud. Dia begitu excited menceritakan sekolah baruku itu.
"Kak, siapa yang masak semua makanan ini?" Perasaan heran ketika melihat makanan yang sudah siap. Tak mungkin jika Seward yang memasak semua ini.
"Tentu saja bukan aku. Aku menyewa orang untuk membereskan rumah ini, dan sekaligus tukang masak. Jadi tiap pagi mereka akan datang kerumah ini dan sorenya mereka pulang," Dia menjelaskan dengan santai.
"Oh. Jadi setiap hari mereka datang kesini?"
"Tidak juga," Apa maksudnya. Pikirku kebingungan. Mungkin mereka bekerja disini semaunya mereka.
Seward mengajakku ke garasi. Disana ada 4 mobil. Tentu saja semuanya merk yang cukup terkenal Volvo, Mercedes dan Honda R. Aku pernah melihat mobil-mobil ini di majalah. Seward memang hebat, dia bisa melakukan apapun yang dia mau, dia juga bisa membeli apapun yang di inginkannya hanya dengan uangnya sendiri. Seward memang kompeten.
"Kau bisa menyetir mobil?"
"Tenu saja. Tapi aku harus mengetahui jalanan disini."
"Kalau begitu, aku akan mengantarmu ke sekolah dan besok-besok kamu pergi sendiri."
"Aku juga bisa bawa motor."
Wajahnya terlihat marah ketika aku mengatakan itu, dia langsung menyuruhku masuk ke dalam mobil Volvo yang berwarna merah gelap, bentuknya unik dan di dalamnya juga nyaman.
Perjalanan ke sekolah lumayan jauh, hampir satu jam. Tapi anehnya belum banyak orang. Dan ketika aku melewati gerbang sekolah disana terpampang nama sekolah itu. Student High School International Of Nusantara. Bener-bener hebat aku bisa sekolah disini. Teman-temanku selalu menceritakan tentang sekolah ini, ternyata mereka tak salah. Sekolah ini luar biasa. Aku langsung masuk kelas 3, disini.
"Yuri, dulu kau mengambil jurusan apa?" Seward memandangku.
"Sains. Kakak juga tahu kan aku sangat menyukainya, apalagi tentang DNA," Lalu aku terpikir sesuatu yang membuatku bingung. "Oh iya bagaimana aku bisa masuk sekolah dengan mudahnya? Bukankah harus ada Surat-surat atau persyaratan tertentu untuk murid pindahan?"
"Kamu tidak usah mengkhawatirkan itu. persyaratan bisa menyusul. Lagian Kakak kenal dengan komisaris disekolah itu," Jawabnya dengan santai dan terus memperhatikan jalan.
Setelah memarkir mobil, Seward langsung mengajaku ke ruang Administrasi. Kami melewati lorong yang berbelit-belit dan penuh dengan cabang. Aku seperti sedang berada di dalam labirin dan tak bisa keluar lagi. Tapi bagi Seward hanya karena aku belum terbiasa berada di tempat ini.
"Tunggulah disini, biar Kakak yang mengambil jadwal belajarmu," Aku langsung menganggukan kepalaku. Tak sampai sepuluh menit Seward sudah keluar dari ruang Administrasi.
"Mana jadwalnya?! Apakah hari ini aku sudah bisa belajar?" Dengan perasaan tidak sabar aku langsung mengambil kertas yang dipegang Seward.
"Ya, sepertinya begitu. Tapi bisakah kau pulang sendiri, aku banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Dan mungkin nanti aku pulang malam. Tak apa kan?"
"Ya, Tentu saja. Kakak Tersayang," Suaraku terdengar ragu. Tapi aku langsung menutupi keraguan itu dengan tersenyum. Mata Seward terus menyelidiki, karena senyumku mungkin terlihat aneh. Itu hal yang paling menyebalkan yang selalu dilakukannya.
"Sungguh? Hmm oke ... Aku akan percaya padamu. Kau tak perlu melihatku seperti itu. good luck," Ucapnya dengan yakin. Dan langsung pergi meninggalkanku.
Aku ini orang terkonyol yang pernah hidup di dunia, kenapa aku tidak meminta Seward mengantarkanku ke kelas. Oh my god, habislah aku. Aku belum hafal dengan lingkungan disini. Tapi aku terus melangkah mengikuti peta yang kupegang. Sia-sia saja aku tak bisa menemukan kelasku. Dan sekarang lebih banyak lagi orang yang berjalan di lorong ini.
"Hai. Kau terlihat bingung. Apakah kau anak baru?" Seorang perempuan bertanya kepadaku. Dia begitu cantik, tinggi, dan ramah. Dia bersama 4 orang temannya, 2 laki-laki dan 2 perempuan.
"Ya. Aku sedang mencari kelas 12-A matematika."
"Kami juga mau kesana. Kau bergabung saja bersama kami!?"
"Tentu. Lagi pula aku belum punya teman."
"Ok. Perkenalkan namaku Kay. ini Angel, Naira dan yang laki-laki Micky dan Darren. Dan kamu?"
"Perkenalkan namaku Maria Yuri. Panggil saja aku Yuri."
Aku langsung akrab dengan mereka. Ternyata mereka orang-orang yang mudah terbuka dengan hal-hal baru. Kebanyakan murid disini dari luar negeri, mungkin 40 % orang dalam. Aneh sekali.
"Yuri. Nama yang bagus. Kau dari mana?" Salah satu dari mereka memulai percakapan ketika aku terus saja diam.
"Aku dari Alaska. Kau sendiri dari mana?" Laki-laki itu memandangku tanpa ekspresi, tingginya hanya berbeda 5 cm denganku dan wajahnya terlihat begitu manis ketika dia tersenyum.
"Aku keturunan indo-australia. Aku dari sini."
"Hmm. Blasteran. Apakah kelasnya masih jauh?" Aku tak sabar ingin segera sampai di kelas itu.
"Sebentar lagi sampai. tinggal belok kanan dan sampai."
"Oh Darren kau tumben sekali bisa bicara dan mengobrol. Biasanya kau hanya diam dan menutup mulutmu," Angel mulai memperhatikan kami yang sejak tadi terus mengobrol. Dan Darren terlihat marah. Tapi dengan gayanya yang cool, dia tetap terlihat santai. Darren hanya tersenyum dan kembali diam. "Maaf. Aku lebih suka melihat kau terus bicara ... ayolah Darren, aku minta maaf. Aku tak akan mengulanginya lagi," Angel terlihat menyesal. Wajahnya terlihat lucu saat dia bingung. "Angel kau selalu membuat Darren kesal. Lihat saja sampai besokpun dia tak akan mau bicara lagi denganmu. hahaha," Salah seorang temannya, yang bernama Naira semakin membuat Angel resah. Mereka memang terlihat sangat dekat. Untunglah aku bisa bertemu dengan mereka. Sedangkan Kay dan Micky hanya tertawa melihat tingkah mereka. "Kita sampai. Yuri kau duduk dengan kami," Ternyata dari caranya bicara, dia terdengar tenang. Tidak marah sama sekali. Tapi ekspresi Angel membua
Aku sudah menunggu terlalu lama. Maksudnya menunggu angkutan umum, taxi, atau bis ke arah rumah Seward. Hanya ada beberapa mobil pribadi yang lewat. Kelihatannya tidak akan ada mobil lagi. Hari semakin gelap, kuputuskan untuk berjalan kaki pulang kerumah. Walaupun aku sedikit bimbang dengan keputusanku. Kota ini benar-benar masih sepi, hampir tak ada mobil yang lewat. Aku mulai ketakutan ketika jam menunjukan pukul 07.00 PM. Aku tidak tahu harus bagaimana. Handphone yang di berikan Seward tidak dapat di gunakan. Aku mencari telephone umum juga tidak ada. Apakah aku harus mengikuti jalan dengan cahaya lampu yang ada ini? Aku melihat sekelilingku, kiri dan kananku masih rimbun dengan pepohonan yang menjulang tinggi. Hujan yang mulai deras semakin membuat perasaanku tak menentu. Kalau saja aku ikut dengan teman-temanku tadi pasti aku tidak akan tersesat di jalan yang tidak aku kenal ini. Bajuku sudah basah. Ketika aku tepat berada di bawa
Ketika aku menuju ke kamarku Torrance menarikku. Tatapannya sangat dalam, namun aku bisa melihat, bahwa dia tidak ingin yang sudah dia perlihatkan kepadaku diketahui oleh Seward. “Yuri, kau bisa menjaga rahasia kan?” “Rahasia apa?” “Kau tidak boleh menceritakan kejadian tadi kepada Seward, oke?” “Oke, lagipula aku masih tidak percaya kalau di dunia ini masih ada mahluk seperti itu, konyol.” Torrance tersenyum, tapi senyumnya membuatku teringat akan kejadian tadi. Ketika senyumnya melebar, dari sela-sela giginya muncul taring yang sangat runcing. Aku tidak mengerti kenapa dia memberitahuku tentang dirinya. Dan di sini aku masih terpaku melihatnya, tidak bisa bergerak. Torrance melangkah mendekatiku."Kau percaya sekarang? aku dracula.” Matanya menatap mataku agar aku percaya dengan apa yang aku lihat. “Yahh, tapi kamu tidak akan memakanku!?” Aku bertanya dengan suara gemetar. “Aku belum lapar. Jika bulan p
"Aku tidak menyukai kakek-kakek ... tapi kalau wajah di depanku aku sangatt menyukainya." Aku dan Torrance tertawa dengan pelan. Aku takut akan membangunkan Seward kalau aku tertawa terlalu keras. "Kakakmu sudah bangun, sebaiknya aku keluar. Bye." Dia berdiri melangkah keluar dari kamarku dan mematikan lampu kamarku. Aku mematikan televisi dan sekarang perutku sudah kenyang. Dari tempatku duduk aku bisa melihat arah luar jendela, kilatan petir terlihat jelas, dan hujan masih belum berhenti sejak semalan. Aku menelan ludahku, bagaimana bisa aku bertemu dengan mahluk fantasi di sini. Padahal aku hidup di zaman modern, seharusnya mahluk seperti itu sudah punah. Aku menepuk pipiku, untuk memastikan jika aku sedang bermimpi. Rasa sakit itu membuatku sadar kalau aku harus menerima kenyataan yang ada. Hidup berdampingan dengan mahluk fantasi yang bisa hidup abadi. Sedangkan mereka bisa melihat aku tumbuh dan menua hingga aku meningglkan dunia
Hari demi hari kulewati dengan baik. Dua minggu ini aku merasa tenang. Namun siang ini Mom datang. aku tahu mereka akan datang, kukira tidak secepat ini. Ada sedikit perasaan takut dan rasa bersalah ketika melihat wajanya. “Hallo Yuri! Bagaimana kabarmu selama disini?” Mom menatapku dengan tajam. “Kabarku sangat baik Mom, Kakak memperhatikanku dengan sangat baik,” Jawabku dengan sangat yakin. Seward hanya menundukan wajahnya. Sebenarnya aku tidak terlalu mengerti dengan situasi yang dihadapi oleh Seward. Alasan sebenarnya dia memilih untuk menjauh dari Greendland. Aku melihat raut wajah Seward ketakutan sekaligus cemas. Bukan rasa rindu dan bahagia bisa melihat orang tuanya datang. “Baguslah.” Dad mengucapkannya tanpa ekspresi. “Kami berharap kamu bisa ikut pulang bersama kami, sekarang!” Mom menatapku dengan tajam. Aku balas menatap Mom dengan sinis, apakah wajar seorang Ibu memperlakukan anaknya seperti itu? “
Hubunganku dan Hary semakin membaik, kami hanya berbeda jadwal pelajaran bahasa dan olahraga. Saat istirahat tiba kami selalu pergi ke Greentree bersama, namun hanya disaat gerimis atau matahari tertutup awan. Waktu sinar matahari tidak tertutup awan kami selalu pergi ke perpustakaan sekolah. Kadang Hary tak masuk sekolah jika cuaca sangat cerah. Hal yang menyedihkan untukku. Tapi menurut Darren dan teman-temannya itu adalah cuaca yang sangat indah. Darren kadang menyebalkan, dia lebih menyebalkan dari Seward. Yang selalu menjahiliku, mengikuti kemanapun aku pergi walau aku ingin sendiri, bahkan selalu mencari perhatianku. Sedangkan dengan Torrance aku seperti mempunyai kakak satu lagi. Sejak Hary ikut makan bersama kami dia terlihat marah tapi karena keseringan datang dan belajar bersamaku, kini sikapnya baik-baik saja. Torrance selalu mengantarku ke sekolah saat Seward sedang ada keperluan mendadak. Tapi saat matahari cerah dia tidak berani
“Torrance, kau dari mana?” Aku bertanya kepada dia dengan rasa takut. “Aku lapar ... ingin darahmu,” Ucapan Torrance membuatku terkejut. “Torr ... kumohon! sadarlah. Aku Yuri. kau hanya becanda kan .” Sepertinya Torrance kehilangan kesadarannya. Dia terus mendekatiku perlahan. Aku tidak tahu apa yang akan dia lakukan. Apakah dia akan menjadikanku makanannya? Pikiran itu terus memenuhi pikiranku yang kalut. Aku tidak bisa menghindarinya lagi, untuk laripun aku tidak sanggup. Ketika dia ada didepanku dia langsung menarik tanganku dengan kasar. Dengan jelas aku melihat taringnya keluar dan mendekatkannya ke tanganku. Aku mencoba menarik tanganku yang dipeganggnya dengan sangat kuat, sampai aku merasakan sakit. Torrance mulai menghisap darahku. Rasanya tidak enak, sangat sakit dan membuatku lemas ingin tertidur. Penglihatanku mulai memudar, yang aku harapkan aku masih bisa terbangun esok pagi. Kudengar ada teriakan
Akhirnya saat yang di tunggu-tunggu datang juga. Hari ini nilai ujianku akan di bagikan. Setiap orang yang mempunyai nilai terbaik akan di berikan penghargaan. Tapi itu khusus untuk lima orang. Aku sangat berharap mendapatkan salah satu posisi di peringkat itu. Acaranya membuatku mengantuk. Jajaran para guru dan staff lainnya terus memberikan sambutan dan memberikan kata-kata yang tidak akan memberiku motivasi sama sekali. Membosankan. Ketika kepala sekolah menutup sambutannya. Aku benar-benar merasa lega. Seward juga datang ke sekolah untuk mengambil kartu hasil study ku semester ini. kulihat Torrance juga ikut datang. Namun dia menunngu di luar ruangan auditorium. Kini saatnya untuk mengumumkan siapa murid terbaik di semester ini untuk anak kelas tiga. Aku tidak sabar untuk mendengarnya. “......... untuk kelas tiga terbaik. peringkat ke lima diraih oleh Kay. Peringkat ke 4 diaraih oleh Micky. Peringkat ke tiga di raih oleh Ma
Aku dan Hary pergi dari satu tempat ke tempat lainnya. Ini sudah hari ke sembilan kami seperti ini. Entah sampai kapan kami akan terus bermain petak umpat dengan mereka.Hary tidak pernah menunjukan ekspresi sedihnya lagi. Dia lebih sering tersenyum, seolah kami sedang liburan untuk beberapa saat ke depan.Dengan kemampuan yang di milikinya, Hary mengendalikan pikiran orang lain untuk memenuhi kehidupan kami. Kadang Hary meninggalkanku sendiri, agar dia bisa memenuhi nafsu predatornya.Saat ini kami sedang berada di atas kapal, Hary mengajakku untuk pergi ke sebelah timur Nusantara. Aku yang tidak terlalu tahu hanya mengikutinya saja.Terkadang tanpa aku sadari, aku sudah berada di tempat berbeda. Aku tidak pernah bertanya kepada Hary. Aku percaya Hary bisa melindungiku.“Hary, sepertinya aku ....”“Aku tahu, ada beberapa vampire di sini. Kau jangan terlalu jauh dariku.”Aku langsung merapatkan tubuhku kepada H
Hary membawaku pergi ke tempat yang tidak pernah aku duga. Sebuah hutan di pulau terpencil.Kami menaiki perahu yang di sewa oleh Hary. Jika tidak membawaku, sejak tadi Hary sudah sampai di tempat ini. Lagi-lagi cuaca memburuk. Awan gelap sudah menutupi sebagaian daratan.Hary menyuruhku untuk duduk tenang. Sedangkan dia sendiri sibuk menyiapkan tempat untukku dan Hary berteduh. Hary membuat rumah pohon, kecil tapi cukup untuk kami berdua.Tidak berapa lama setelah Hary selesai, hujan yang sangat deras langsung turun. Aku khawatir jika Maria bisa menemukan kami di sini.“Untuk sementara kita di sini dulu, kita tidak mungkin diam di sini untuk waktu yang lama. Maaf, aku terlalu ceroboh, Riry. Harusnya aku ....”“Stttt, kau tidak perlu meminta maaf, Hary. Kau membawaku bersamamu, aku sudah bahagia.”Hary memelukku, dia terlihat senang dengan apa yang aku katakan. Aku balas memeluknya dengan erat.Aku langsung ter
“Harusnya photomu di pasang sebelah sini,” ucap Seseorang yang sudah ada di sebelahku.Aku langsung melihatnya, tidak terkejut seperti sebelumnya dan aku tidak pernah tidak terpesona dengan penampilannya. Sangat elegan. Dia menghampiriku dengan gaun biru terang. Kontras dengan kulitnya yang putih pucat.“Halo,” aku menyapanya dengan kaku.“Halo, haruskah aku tanya apa kabar?”
Hary dan aku duduk di bawah ohon yang ada di greentree. Kami terdiam cukup lama, memikirkan kemungkinan yang akan di perbuat oleh Darren. yang terlihat di mataku adalah Darren masih penasaran kepadaku.Buktinya dia masih datang ke sekolah dan lebih parahnya dia malah membawa teman-teman yang lainnya ke sini. aku tahu Darren sengaja melakukannya.Aku merasakan Hary menyentuh tanganku dengan lembut. Dia menatapku, memberitahu agar aku tidak gentar sedikit pun.“Apa kau ingin pulang saja?” tanya Hary.
Pagi sekali hujan sudah turun. Cukup deras hingga membuatku tidak ingin meninggalkan tempat tidur ternyamanku. Aku tahu ini adalah hari pertamaku untuk masuk sekolah lagi.Aku memperhatikan hadiah dari Hary, bunga Angkrek yang bisa membuatnya terluka. Apakah aku harus membuangnya. Bagaimana jika ada yang tahu dengan kenyataan itu? aku berharap tidak ada yang tahu.Kembali ke rutinitas awalku untuk semester terakhir di High School. Setelah ke sadaranku cukup, aku segera bersiap memakai seragam sekolah. Mengikat rambut dengan rapih dan selesai.“Selamat pagi, Kak!” aku menyapanya dengan penuh semangat.Walaupun aku mengetahui jika Seward bukanlah keluarga asliku, tapi selama ini dia sudah sangat baik kepadaku. Tidak masalah untukku, Seward tetap kakak terbaik yang pernah aku miliki.“Pagi! Sarapan dulu sebelum berangkat. Kakak tidak bisa mengantarmu ke sekolah, mungkin Torrance lebih senggang.”“Tidak perlu.
Sesaat sebelum tengah malam, Torrance pergi entah kemana. Dia tidak mengatakan apapun kepadaku. Tinggal aku dan Hary di sini, di temani oleh orang – orang yang masih ramai bernyanyi di iringi gitar. Ada yang masih makan dan sesekali becanda bersama temannya.Sedangkan aku, di tengah dinginya malam. Masih terpaku dengan sosok Maria yang entah pergi kemana. Jika dia keluargaku lalu siapa orang tuaku sebenarnya? Aku kira karena sikapku sedikit sama dengan Daddy, dia adalah orang tuaku kandungku.Pikiranku di penuhi oleh banyak hal. Tapi perasaanku seperti tidk peduli akan kenyataan yang ada. Hanya sedikit kesal saja, kenapa tidak sejak dulu aku mengetahui kenyataan ini.“Kau belum mengantuk, Riry?” panggilan itu terdengar manis di telingaku.“Aku tidak merasakan kantuk sama sekali.” lalu tersenyum menatap ke manik matanya.Hary memberiku selimut yang lumayan tebal. Cuaca di pegunungan memang sangat ekstrim, tapi jangan lu
Ucapan selamat ulang tahun dari Maria membuat aku terdiam beberapa saat. Kenapa dia bisa mengetahuinya? Kenapa aku sendiri melupakan ulang tahunku?“Tadinya aku ingin menjadi orang pertama yang mengucapkannya, tapi yasudah lagipula dia lebih mengejutkanmu dari pada hadiah apapun kan?”Torrance benar, kehadiran Maria di tengah mereka membuat keadaan menjadi canggung seketika. Apalagi Hary, dia kadang memperhatikan antara aku dan Maria dengan seksama.Sama sepertiku yang terus mencari perbedaan di antara kami. Namun hanya sikapnya saja yang berbeda. Aku menghela napas, ingin untuk tidak percaya tapi sudah ada di depan mataku.“Kau ingin hadiah apa?” matanya yang dingin menatapku.“Aku? Aku tidak ingin apapun.”Dia mendekat ke arahku, duduk di sebelahku lalu memegang tanganku. Aku merinding seketika, tangannya memang sangat lembut. tapi lebih dingin dari tangan Hary.“Tentu saja, aku berbed
Detik demi detik sudah terlewati, dan aku yakin dia orang serupa denganku. Tanpa sadar aku mundur dan hampir terjatuh, jika saja Hary tidak memegangku.“Aku ....” ucapku tidak jelas. Masih terkejut dengan apa yang aku lihat.“Kau kenapa? Apakah kau melihat ikan paus?” tanya Torrance bercanda.“Aku ... itu ... aku ...”“Apakah Darren ke sini lagi?” tanya Hary mengerutkan keningnya curiga.“Bukan, aku melihat ... aku?!” ucapku sekaligus bertanya kepada Hary.Hary yang mendengar pertanyaanku tidak mengerti. Apakah aku sudah linglung? Hary memegang dahiku. Dia masih menatapku dengan bingung.“Kau tidak apa – apa?” tanya Hary khawatir.Aku melepaskan tangannya. “Aku tidak sakit, aku melihat orang yang sangat mirip denganku. Tapi dia lebih cantik ...”“Tentu saja, kau tidak ada apa – apanya,” ucap Torrance mengejek
Seperti dugaanku, Torrance membuang bawaannya begitu saja. Dia tidak membawa apapun selain dompet dan ponselnya. Sedangkan Hary, dia hanya membawa jaket dan tas punyaku.Sejak tadi aku hanya memperhatikan ke terdiaman Hary. Aku tahu dia sedang memikirkan sesuatu. Sadar karena aku terus menatapnya, Hary tersenyum hangat ke padaku.“Apa kau sangat merindukanku? Dari tadi kau terus menatapku dengan lekat,” ucap Hary, aku tersipu malu mendengar pertanyaan Hary.“Tentu saja, aku sangat merindukanmu. Kalau bisa jangan pergi jauh lagi, semeterpun jangan pernah.”“Kau bisa saja.”Begitu kentarakah? Aku hanya memalingkan wajahku sambil menahan senyum, dan aku malah melihat Torrance yang terlihat sebal. Aku langsung merubah ekspresi wajahku. Lalu berdeham.“Aku tidak mau menjadi cicak di antara kalian, jadi selama liburan jaga sikap kalian! Di sini aku lebih tua dari kalian,” perintah Torrance.&l