Selamat membaca🐼 Terimakasih atas gemnya Tuan Muhd Saiful👍👍
"Apa!? Lima batu roh katamu!?" raung Cao Cao, suaranya meledak di tengah paviliun kecil yang seharusnya tenang itu. Wajahnya memerah, urat di lehernya menonjol saat ia melangkah maju, mendekat ke arah Zhu Long dengan gerakan mengancam. "Sudah kubilang, kau bukan siapa-siapa sekarang! Hanya sampah tak berguna! Berani-beraninya meminta lebih!"Nada suara Cao Cao seperti cambuk yang menghantam udara. Beberapa murid yang tengah melintas di dekat paviliun Paviliun Tian Dao segera menghentikan langkah, menoleh penuh rasa ingin tahu. Mereka tahu, biasanya tempat itu sunyi, hanya ramai ketika para murid datang mengambil jatah bulanan untuk menambah sumber daya kultivasi. Tapi kali ini, suara teriakan membuat suasana berubah tegang.Zhu Long berdiri tenang di hadapan pria paruh baya itu. Jubahnya sederhana, berbeda jauh dari jubah megah yang pernah ia kenakan saat masih menjadi murid kebanggaan sekte. Tapi sorot matanya… tetap sama. Penuh keteguhan dan harga diri yang tak bisa diinjak begitu
Zhu Long menatap pemuda di hadapannya dengan senyum tipis yang nyaris tak terlihat. Ia hanya menatap dengan tenang yang nampak dingin, menambah rasa tak nyaman di dada siapa pun yang melihatnya. "Tapi seingatku," ujarnya perlahan, suaranya seperti desir angin musim dingin yang menusuk tulang, "bahkan orang biasa pun tetap memiliki hak yang sama... selama status mereka sebagai murid sekte belum dicabut." Setelah ucapan itu suasana terasa hening sejenakk. Angin seolah berhenti bertiup. Kalimat itu sederhana, tapi bobotnya menghantam pikiran seperti palu. Zhu Long berdiri tegak di tempatnya, tak menunjukkan tanda-tanda kelemahan. Tatapannya berubah. Kini mata itu seperti dua bilah pedang es yang menancap langsung ke hati lawan bicaranya. "Kultivasiku memang menurun... hanya karena dantianku rusak dalam sebuah kecelakaan. Tapi itu tidak berarti dapat mengubah statusku sebagai murid luar Sekte Linjian. Maka dari itu," ujarnya sambil menatap lurus ke arah Cao Cao, "aku tetap berhak m
Di mata banyak orang, Yun Ling adalah murid senior yang tenang, angkuh, dan berwibawa—sosok panutan yang selalu terlihat menguasai keadaan. Tapi sesungguhnya, di balik wajah datar dan angkuhnya itu, nyatanya emosinya sangat mudah tersulut, bahkan oleh hinaan sekecil apapun. Dan sekarang, di hadapannya, berdiri Zhu Long—pemuda yang dia anggap telah jatuh, tapi tetap tersenyum seolah tak peduli dengan apapun. Senyum yang mengembang di wajah Zhu Long seolah menusuk harga diri Yun Ling seperti jarum-jarum kecil yang menyakitkan. "Dari tadi kau hanya tersenyum... dan tatapan matamu itu benar-benar membuatku muak!" geram Yun Ling. Suaranya tak lagi bisa disembunyikan dari kemarahan yang membara. Aura energi spiritual mulai merembes dari tubuhnya, bagai uap panas yang membubung dari tanah kering. Udara di sekelilingnya terasa menegang, membuat beberapa murid sekte yang menonton dari kejauhan menelan ludah dan mundur perlahan. Dengan satu hentakan kuat dari kaki kirinya, lantai kayu d
Di tengah ruangan aula paviliun Tian Dao yang dipenuhi dengan tekanan energi spiritual yang menggetarkan, Yun Ling berdiri tegak seperti jendral perang yang tak tersentuh. Tangannya menyapu dari samping tubuhnya dan bersatu kembali di depan dada, membentuk sebuah mudra. Cahaya biru muda yang terang menyelimuti telapak taanga itu, berkilauan seperti petir dalam badai yang terkonsentrasi. Rambut panjangnya dan jubahnya berkibar, menari liar di udara, digerakkan oleh aliran energi spiritual yang deras mengelilinginya. Matanya bersinar, bukan dengan kelembutan, melainkan dengan kilatan dingin, tajam, dan ganas—seolah ia sudah memutuskan untuk mengakhiri lawannya dalam satu gebrakan. "Junior Zhu," desisnya, suaranya pelan namun menohok. "Kau terlalu sombong dan menilai dirimu sendiri terlalu tinggi. Hari ini, jika aku tidak menghajarmu, kau tak akan pernah tahu di mana tempatmu berada." Nada suaranya kencang, tapi rahangnya yang mengeras dan otot-otot wajahnya yang menegang m
Mendengar bantahan tenang itu, ekspresi Yun Ling mengeras. Tatapannya berubah dingin, mengandung tekanan samar, seolah mengisyaratkan bahwa ia tidak akan tinggal diam jika Zhu Long tetap bersikeras dengan ucapannya. Tetua Yong Lu, yang berdiri tak jauh dari mereka, mengangkat alis sedikit. Pandangannya tajam dan dalam, seperti hendak menembus ke dalam tatapan mata tenang Zhu Long, mencari jejak kebohongan di dalam matanya. "Hmm..." gumamnya pelan, lalu berkata dengan nada yang tenang tapi mengandung kewibawaan, "Sebagai murid dari Sekte Linjian, kalian seharusnya saling menopang dan menjaga keharmonisan, bukan saling bertikai seperti ini. Jikapun ada masalah pribadi, kalian bisa menyelesaikannya di atas arena yang adil." Ia melangkah maju, jubahnya bergoyang ringan mengikuti gerakan tubuhnya. Suara langkah kakinya menggema di aula kecil paviliun Tian Dao yang kini sunyi. "Katakan dengan jujur, apa yang sebenarnya terjadi. Jika tidak, kalian berdua akan menerima sanksi disiplin
"Hah? Kau bilang Zhu Long pergi ke Paviliun Ling Chu untuk mengambil misi?" Niu Feng mendengus sambil menyipitkan mata. Nada bicaranya memancarkan ketidakpercayaan yang begitu jelas, namun senyuman remeh di wajahnya menunjukkan bahwa ia lebih geli daripada merasa kesal. Ia menyilangkan tangan di depan dada, berdiri di sebuah balkon tinggi yang menghadap ke taman kediamannya di wilayah eksklusive sekte Linjian. Angin lembut bertiup, menggoyang jubahnya yang dihiasi lambang sekte. "Bocah itu… kultivasinya sudah seperti sisa arang setelah terbakar. Bahkan jika keajaiban terjadi dan dia berhasil memperbaiki dantiannya, jalannya menuju puncak tak akan semulus dulu," lanjutnya, nada suaranya semakin terdengar meremehkan. Ia tertawa kecil, suara tawa yang terdengar lebih mirip ejekan yang menghibur hatinya. "Dan sekarang, dengan dasar kultivasi yang jatuh ke tahap paling rendah, dia ingin mengambil misi resmi di paviliun Ling Chu? Benar-benar mimpi di siang bolong, atau mungkin hanya upa
Zhu Long mengerutkan alis. "Lin Yuning?" ucapnya pelan dengan nada heran, matanya menatap gadis itu yang kini berdiri dengan tangan menekuk pinggang, wajahnya menunjukkan sikap tak ramah."Huh? Sedang apa kau di sini?" tanya Zhu Long. Melihat kedatangan gadis itu seolah memberinya firasat yang buruk."Hah? Tentu saja untuk menjalankan misi!" seru Lin Yuning dengan nada menyengat, matanya berkilat menantang. "Jangan kira cuma karena kau yang pertama mengambil selebaran itu, kau berhak menyelesaikan misi seenaknya!"Nada bicaranya tajam, menusuk seperti belati. Gadis itu tak hanya membawa aura arogansi, tapi juga menyimpan bara dendam yang belum padam sejak pertemuan mereka sebelumnya.Lin Yuning, murid sekte bagian luar seperti Zhu Long, dikenal karena kecantikannya yang lumayan memikat dan bakat kultivasinya tak jauh berbeda dengan Qin Lan.Gadis memesona dengan lekuk tubuhnya yang menggoda, dan pesona rambut merah marunnya membuat para murid pria tak jarang mencuri pandang.Tapi di
Waktu terus melaju tanpa henti. Hari perlahan berubah menjadi malam, dan langit yang tadinya cerah kini diselimuti kabut tipis yang samar. Suasana di reruntuhan kota itu semakin mencekam ketika matahari akhirnya tenggelam di balik pegunungan jauh di barat. Zhu Long masih berada di sana, berkeliaran di antara sisa-sisa puing bangunan yang meninggalkan abu gosong. Debu dan reruntuhan seolah menyimpan bisikan sebuah tragedi yang kelam, dan setiap langkahnya menimbulkan gema ringan yang menyatu dengan kesunyian malam. Ia menelusuri jejak demi jejak, berharap menemukan sesuatu yang dapat membawanya pada inti dari misi penuh teka-teki ini. Namun, saat malam benar-benar merengkuh langit, suatu fenomena yang aneh mulai terjadi. Dari beberapa sudut kota yang hancur, mulai muncul aura merah darah yang perlahan membumbung ke udara, seperti asap tipis yang merayap diam-diam. Aura itu tidak muncul dengan desingan keras, melainkan seperti jelaga yang memancar dari api yang telah lama pada
Udara di sekitar mereka berdesir ngeri, seolah-olah dunia sendiri menahan napas ketika Mu Niu perlahan menarik kedua tangannya ke samping. Jemarinya melengkung membentuk mudra aneh, dan dalam sekejap, energi spiritual berwarna merah gelap membuncah dari tubuhnya, mengalir deras seperti gulungan badai di tengah lautan.Aura mengerikan itu menekan sekeliling, membuat tanah di bawah kaki mereka bergetar halus. Rambut Lin Yuning dan Zhu Long berkibar hebat ditiup pusaran energi spiritual. Angin panas bercampur aroma darah kering meruap di udara.Puluhan bilah pedang yang tampak seperti disusun dari kegelapan itu muncul di udara, bergetar dan berdesing tajam. Bilah-bilah tersebut melayang, membentuk formasi melingkar di sekitar Mu Niu, seperti kawanan predator yang siap menerkam mangsanya.Senyuman tipis terpatri di wajah Mu Niu. Matanya berkilat tajam, penuh rasa puas. Dengan satu gerakan tangan, ia melemparkan bilah-bilah energi itu ke depan."Matilah kalian! Jadilah korban demi keberha
Di balik semak-semak lebat yang tertutup bayang-bayang kegelapan malam, mata Zhu Long menatap lebar dengan sorot mata tegang. Napasnya tertahan melihat kejadian tak terduga yang berlangsung di hadapannya. Cahaya bulan yang pucat menyoroti sosok Lin Yuning yang berdiri sendirian di tanah lapang, menghadapi pria bertudung hitam yang aura pembunuhannya begitu kental terasa dari kejauhan. Zhu Long menghela nafas berat, bergumam pelan. "Yah... tak heran sih, perempuan itu memang keras kepala. Bisa-bisanya dia bergerak tanpa pikir panjang. Melihat mayat bergelimpangan, tentu saja dia tak akan bisa diam begitu saja. Dia benar-benar tak peduli dengan kesenjangan kultivasi mereka... Dasar ceroboh." Tangannya mengepal erat, namun tubuhnya masih tersembunyi di balik semak. Ia tahu bahwa jika Mu Niu benar-benar sekuat yang ia curigai—setidaknya ia berada di ranah Pemadatan Inti—maka Lin Yuning dalam bahaya besar. Sementara itu, di tanah lapang sekitar kuil yang dihiasi patung batu dan mayat
Di bawah sinar bulan yang pucat, langit malam tampak seperti kanvas kelabu yang dibubuhi titik-titik bintang yang bersinar lemah. Angin malam merayap pelan, membawa aroma darah kering dan tanah basah yang menguar dari rerimbunan hutan. Di tengah tanah lapang yang diterangi sinar bulan remang-remang, Lin Yuning berdiri tegak.Wajahnya tenang, namun kedua matanya menyala penuh kewaspadaan. Rambut merahnya yang terurai hingga punggung tampak seperti kobaran api yang menyala lembut tertimpa cahaya bulan malam. Dalam ketenangannya, tubuhnya memancarkan tekanan tak kasat mata—sebuah aura keberanian yang membuatnya tak gentar sedikit pun. Posturnya sempurna, tangannya terkepal erat seolah mencermikan gejolak emosi yang dia rasakan.Mu Niu yang berdiri beberapa meter di depannya, menatap dengan tatapan liar dan penuh gairah. Wajahnya yang separuh tertutupi tudung memperlihatkan senyuman bengkok yang memperlihatkan deretan gigi tajam, seperti hewan buas yang baru saja mencium aroma darah s
Kabut tipis menyelimuti tanah lapang di tengah hutan itu. Udara begitu sunyi, seolah alam sendiri menahan napas, menanti sesuatu yang lebih gelap daripada kematian. Di tengah tanah yang penuh darah kering, tempat ratusan sampai ribuan mayat tergeletak membentuk formasi aneh, berdiri lima pria kekar yang melangkah di belakang seorang sosok berjubah dan tudung hitam yang menutupi sebagian besar wajahnya. "Tuan Mu, apakah ritualnya berjalan lancar di dalam sana?" tanya salah satu dari mereka, suaranya pelan namun mengandung ketegangan yang jelas. Langkah sosok bertudung itu terhenti. Ia berdiri membelakangi mereka, hanya beberapa meter di depan, menatap lurus ke arah salah satu patung batu yang menjulang suram. Ia tidak segera menjawab, seolah sedang menimbang sesuatu di dalam pikirannya. Kemudian, dengan suara datar namun mengandung kekuatan yang membuat bulu kuduk merinding, ia menjawab, "Benar. Semuanya berjalan sesuai dengan rencana." Para pria itu—sekelompok bandit gunung yang
Waktu terus melaju tanpa henti. Hari perlahan berubah menjadi malam, dan langit yang tadinya cerah kini diselimuti kabut tipis yang samar. Suasana di reruntuhan kota itu semakin mencekam ketika matahari akhirnya tenggelam di balik pegunungan jauh di barat. Zhu Long masih berada di sana, berkeliaran di antara sisa-sisa puing bangunan yang meninggalkan abu gosong. Debu dan reruntuhan seolah menyimpan bisikan sebuah tragedi yang kelam, dan setiap langkahnya menimbulkan gema ringan yang menyatu dengan kesunyian malam. Ia menelusuri jejak demi jejak, berharap menemukan sesuatu yang dapat membawanya pada inti dari misi penuh teka-teki ini. Namun, saat malam benar-benar merengkuh langit, suatu fenomena yang aneh mulai terjadi. Dari beberapa sudut kota yang hancur, mulai muncul aura merah darah yang perlahan membumbung ke udara, seperti asap tipis yang merayap diam-diam. Aura itu tidak muncul dengan desingan keras, melainkan seperti jelaga yang memancar dari api yang telah lama pada
Zhu Long mengerutkan alis. "Lin Yuning?" ucapnya pelan dengan nada heran, matanya menatap gadis itu yang kini berdiri dengan tangan menekuk pinggang, wajahnya menunjukkan sikap tak ramah."Huh? Sedang apa kau di sini?" tanya Zhu Long. Melihat kedatangan gadis itu seolah memberinya firasat yang buruk."Hah? Tentu saja untuk menjalankan misi!" seru Lin Yuning dengan nada menyengat, matanya berkilat menantang. "Jangan kira cuma karena kau yang pertama mengambil selebaran itu, kau berhak menyelesaikan misi seenaknya!"Nada bicaranya tajam, menusuk seperti belati. Gadis itu tak hanya membawa aura arogansi, tapi juga menyimpan bara dendam yang belum padam sejak pertemuan mereka sebelumnya.Lin Yuning, murid sekte bagian luar seperti Zhu Long, dikenal karena kecantikannya yang lumayan memikat dan bakat kultivasinya tak jauh berbeda dengan Qin Lan.Gadis memesona dengan lekuk tubuhnya yang menggoda, dan pesona rambut merah marunnya membuat para murid pria tak jarang mencuri pandang.Tapi di
"Hah? Kau bilang Zhu Long pergi ke Paviliun Ling Chu untuk mengambil misi?" Niu Feng mendengus sambil menyipitkan mata. Nada bicaranya memancarkan ketidakpercayaan yang begitu jelas, namun senyuman remeh di wajahnya menunjukkan bahwa ia lebih geli daripada merasa kesal. Ia menyilangkan tangan di depan dada, berdiri di sebuah balkon tinggi yang menghadap ke taman kediamannya di wilayah eksklusive sekte Linjian. Angin lembut bertiup, menggoyang jubahnya yang dihiasi lambang sekte. "Bocah itu… kultivasinya sudah seperti sisa arang setelah terbakar. Bahkan jika keajaiban terjadi dan dia berhasil memperbaiki dantiannya, jalannya menuju puncak tak akan semulus dulu," lanjutnya, nada suaranya semakin terdengar meremehkan. Ia tertawa kecil, suara tawa yang terdengar lebih mirip ejekan yang menghibur hatinya. "Dan sekarang, dengan dasar kultivasi yang jatuh ke tahap paling rendah, dia ingin mengambil misi resmi di paviliun Ling Chu? Benar-benar mimpi di siang bolong, atau mungkin hanya upa
Mendengar bantahan tenang itu, ekspresi Yun Ling mengeras. Tatapannya berubah dingin, mengandung tekanan samar, seolah mengisyaratkan bahwa ia tidak akan tinggal diam jika Zhu Long tetap bersikeras dengan ucapannya. Tetua Yong Lu, yang berdiri tak jauh dari mereka, mengangkat alis sedikit. Pandangannya tajam dan dalam, seperti hendak menembus ke dalam tatapan mata tenang Zhu Long, mencari jejak kebohongan di dalam matanya. "Hmm..." gumamnya pelan, lalu berkata dengan nada yang tenang tapi mengandung kewibawaan, "Sebagai murid dari Sekte Linjian, kalian seharusnya saling menopang dan menjaga keharmonisan, bukan saling bertikai seperti ini. Jikapun ada masalah pribadi, kalian bisa menyelesaikannya di atas arena yang adil." Ia melangkah maju, jubahnya bergoyang ringan mengikuti gerakan tubuhnya. Suara langkah kakinya menggema di aula kecil paviliun Tian Dao yang kini sunyi. "Katakan dengan jujur, apa yang sebenarnya terjadi. Jika tidak, kalian berdua akan menerima sanksi disiplin
Di tengah ruangan aula paviliun Tian Dao yang dipenuhi dengan tekanan energi spiritual yang menggetarkan, Yun Ling berdiri tegak seperti jendral perang yang tak tersentuh. Tangannya menyapu dari samping tubuhnya dan bersatu kembali di depan dada, membentuk sebuah mudra. Cahaya biru muda yang terang menyelimuti telapak taanga itu, berkilauan seperti petir dalam badai yang terkonsentrasi. Rambut panjangnya dan jubahnya berkibar, menari liar di udara, digerakkan oleh aliran energi spiritual yang deras mengelilinginya. Matanya bersinar, bukan dengan kelembutan, melainkan dengan kilatan dingin, tajam, dan ganas—seolah ia sudah memutuskan untuk mengakhiri lawannya dalam satu gebrakan. "Junior Zhu," desisnya, suaranya pelan namun menohok. "Kau terlalu sombong dan menilai dirimu sendiri terlalu tinggi. Hari ini, jika aku tidak menghajarmu, kau tak akan pernah tahu di mana tempatmu berada." Nada suaranya kencang, tapi rahangnya yang mengeras dan otot-otot wajahnya yang menegang m