Kedua orang tua Monica merasa kecewa atas sikap putrinya yang tidak terpuji itu.
Namun, apalah daya mengingat Monica juga satu-satunya anak yang menonjol selama ini. Dalam kemarahan yang begitu menuntut, Nyonya Rose terus menajamkan matanya seolah tiada akhir. “Nyonya, kami akui Monica memang melakukan kesalahan. Tapi, perbuatan semacam ini tidak mungkin terjadi hanya karena satu orang saja yang menginginkannya. Maka itu, sudahlah, kami harap semua berakhir sampai di sini, kami akan menasehati Monica, dan memastikan Monica tidak akan lagi memiliki hubungan dengan Tuan smith.” Janji Ibunya Monica, tertunduk lesu sambil berharap agar Nyonya Rose mengakhiri keributan ini. Nyonya Rose tersenyum kesal, namun sadar marah terus menerus juga tidak akan menghasilkan apapun. “Saat ini, aku sama sekali tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku akan berhenti untuk harNyonya Rose memasuki ruang baca dengan langkah gontai, raut wajahnya penuh dengan kekecewaan dan kemarahan. Tuan Smith, yang telah menduga kedatangan istrinya, sudah menyiapkan diri dengan bertumpuk-tumpuk dokumen di meja kerjanya. Dengan tatapan tajam, Tuan Smith memandang Nyonya Rose yang mendekat. “Kau masih ingin mencoba lagi, Rose?” suara Tuan Smith dingin dan penuh sindiran. Nyonya Rose menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. “Willian, aku hanya ingin yang terbaik untuk anak-anak kita,” ujarnya dengan suara yang terdengar lemah. “Kau yang hobi bermain perempuan, bagaimana aku tidak khawatir dengan tiga putriku?” Tuan Smith tertawa sinis, “Yang terbaik? Atau kau hanya ingin menguasai semua tanpa mempedulikan apa yang terjadi pada perusahaan ini dan masa depan mereka?” Ada kemarahan yang ditahan pria itu, ‘Bahkan satu anak sudah terbukti bu
Aku sudah cukup bersabar, juga sudah memberikan kesempatan untukmu supaya keluar dari ruangan ini. Karena kau sudah merasa menang setelah mempermalukan ku, maka aku pun memiliki sedikit kejutan untuk mu.” Semua mata di ruang rapat terpaku pada layar proyeksi yang tiba-tiba menyala. Asisten Tuan Smith, dengan tangan yang sedikit gemetar, memasukkan dokumen dari amplop coklat ke dalam mesin scanner. Suara mesin berderak sejenak sebelum gambar dokumen muncul jelas di layar besar.Nyonya Rose yang sebelumnya lancar berbicara, kini terdiam seribu bahasa. Rona mukanya memucat, matanya membesar tak percaya melihat apa yang terpampang di hadapan seluruh dewan direksi. Dokumen tersebut adalah hasil tes DNA yang menunjukkan bahwa ketiga putri mereka, yang juga hadir dan duduk di barisan depan, bukanlah anak kandung Tuan Smith.“Apa ini? Mereka bukan Putri kandung Tuan Smith?”Tuan Smith berdiri tegak, tatapannya tajam menembus ruan
Pagi itu, di perusahaan Alura fashion Group. Kegiatan kantor berjalan seperti biasa, kesibukan selalu terjadi. Bulan depan rencananya produk tas dan sepatu dari perusahaan itu akan mulai dipasarkan, Helena sudah memastikan semua berjalan seperti seharusnya. Seperti kegiatan tiap awal bulan, Helena akan datang ke pusat belanja untuk melihat langsung bagaimana jalannya proses penjualan produk AFG.Namun, matanya teralihkan secara tak sengaja. Helena berdiri di depan etalase toko, matanya terpaku pada lingerie berwarna merah muda yang menggantung dengan anggun. Warna dan desainnya yang elegan seketika membangkitkan ingatan akan Alexander yang pernah berkata bahwa warna tersebut sangat cocok dengannya. Dengan perasaan ragu, ia pun memutuskan untuk membelinya, sebuah langkah yang tidak biasa baginya yang selalu meminta pelayan untuk berbelanja keperluan pribadinya.“Sudahlah. Dulu sebelum kem
Di kediaman Smith. Rumah itu terasa lebih sepi dari biasanya. Nyonya Rose sudah diusir keluar beberapa hari kemarin, bahkan tidak ada satupun barang yang berhubungan dengan Nyonya Rose, maupun tiga Nona Smith palsu itu. Seperti yang diinginkan Tuan Smith, Alexander datang untuk menemuinya. Ruang baca, ruangan yang membuat Tuan Smith nyaman, di sanalah mereka berada untuk bicara. “Sebelum membahas soal syarat yang ingin kau katakan, aku benar-benar ingin tahu alasan yang sesungguhnya, kenapa kau mendirikan perusahaan itu secara diam-diam, Alexander?” tanya Tuan Smith. Ada senyum yang penuh makna timbul di bibir Alexander. Mengingat situasi saat ini cukup meringankan dirinya, Alexander memutuskan untuk mengatakan yang sebenarnya. Entah tindakan apa yang akan dilakukan Tuan Smith, cukup yakin Alexan
Malam yang hangat menyelimuti ruangan saat Alexander dan Helena saling berpelukan di sofa mereka. Cahaya lampu yang redup menambah suasana romantis saat Helena menyerahkan sebuah kotak kecil yang terbungkus rapi kepada Alexander. "m“Selamat ulang tahun, Alexander,” bisik Helena dengan senyum manis. Alexander membuka kotak itu dan matanya berbinar melihat sebuah jam tangan mewah dengan inisial ‘H’ dan ‘A’ terukir elegan di tali jam tangan tersebut. “Ini sangat indah, Helena. Aku berjanji akan memakainya setiap hari,” ucap Alexander, matanya tidak lepas dari jam tangan itu, lalu dia memeluk Helena dengan penuh kasih.Mereka menghabiskan malam itu dengan cerita dan tawa, mengulang kenangan indah yang telah mereka bagi bersama. Ketika jam menunjukkan waktu untuk tidur, mereka beranjak ke ranjang, masih dalam dekapan. Helena mematikan lampu dan mereka tidur dalam pelukan erat, simbol cinta yang tak tergoyahkan.
Pagi hari, di kediaman Smith. Tuan Beauvoir kembali datang, ada hal yang perlu dibicarakan dengan Tuan Smith. Sudah berbicara dengan asisten sekretarisnya Tuan Smith, pria itu siap membantu untuk bertemu. Tuan Smith menatap Beauvoir dengan pandangan yang dingin dan menusuk, sinar mata itu seolah-olah dapat membekukan udara di sekitar mereka. “Jangan buang waktu terlalu banyak, Samuel Beauvoir. Langsung saja, apa maksud kedatanganmu?” ucapnya dengan suara yang terkendali namun mengandung kekesalan yang terpendam. Tuan Beauvoir menghela napas berat, menatap lawan bicaranya dengan ekspresi yang serius. “William, selama ini kau terus mendendam kepada keluargaku tanpa alasan yang jelas,” katanya, suaranya mencoba tetap tenang meski ada getaran kecil yang menandakan kegelisahan. Kerutan di dahi Tuan Smith semakin dalam, tangannya terkepal di atas meja. “Aku memperingatkan mu, Samuel Beauvoir, jangan banyak bicar
Masih di ruang baca milik Tuan Smith, dalam penerangan yang cukup. Tipis-tipis Agatha mencoba untuk tersenyum meski matanya begitu sayu. “Hai, ini Agatha. Ini adalah tahun ke tiga setelah aku menghilang dari kehidupan bahagiaku sebelumnya. Sangat mengejutkan, aku bahkan bisa bertahan tiga tahun ini untuk melawan leukimia. Aku pikir, aku akan sembuh agar aku bisa mencarinya lalu menikah seperti yang sudah kami janjikan. Tapi,...” suara Agatha bergetar, menahan tangis, “aku rasa, aku tidak bisa memenuhi janjiku. Meski sudah melakukan semua prosedur pengobatan untuk membunuh sel cancer ini, nyatanya ini tidak berhasil, dan aku sangat lelah dengan semua rasa sakit serta harapan yang mulai terasa kosong.” Tuan Smith menggelengkan kepalanya, tidak menyangka kalau wanita yang begitu ia cintai diam-diam menyembunyikan kondisinya yang sekarat itu. “Agatha, jangan menipu! Kau tidak boleh melakukan ini, bukankah kau menikah dengan pria konglomerat dar
Matahari terbenam perlahan, memberikan cahaya keemasan pada taman yang tenang di samping rumah besar milik Alexander itu. Tuan Smith dan Tuan Beauvoir, duduk di bangku taman sambil meminum teh yang masih mengepul. Di kejauhan, kedua cucu mereka tampak asyik bermain, tertawa riang tanpa beban. Tuan Beauvoir memperhatikan wajah Tuan Smith yang tampak lebih damai dibandingkan beberapa hari terakhir. “Apakah suasana hati Anda sudah membaik, Tuan Smith?” tanyanya dengan suara lembut. Tuan Smith mengangguk pelan, “Meski merasa kecewa karena Agatha sudah tiada, aku merasa lega karena tahu dia mencintai ku sampai akhir hayatnya,” ucapnya, suaranya bergetar sedikit karena emosi. Mengambil napas dalam, Tuan Smith melanjutkan, “Samuel, tolong bantu aku untuk membooking tempat di samping makam Agatha untukku nanti. Aku ingin beristirahat di sampingnya saat tiba waktunya. Asisten sekretaris