Tuan Beauvoir hanya bisa menatap dari kejauhan bersama dengan Hendrick dan Helios. Alexander tengah duduk diantara Angel dan Rendy, sedang Helena berada tidak jauh dari mereka. Angel masih takut dengan Alexander, maka itu membutuhkan Helena di sana. “Angel, Rendy, karena ini sudah malam, kalian pergi tidur, ya.” bujuk Helena. Rendy terlihat lesu, tapi bocah itu cepat mengangguk setuju. Helena tersenyum, sadar dengan perasaan tidak rela yang dirasakan bocah itu. “Sayang, besok boleh main lagi, kok.” ujarnya. Rendy pun tersenyum lalu menganggukkan kepalanya. “Oke. Tapi, malam ini aku tidur di rumah Ibu atau di hotel bersama Ayah lagi?” Helena menatap Alexander, mengarahkan pandangannya itu kepada Rendy saat Alexander juga menatapnya. Alexander tersenyum. “Jadi, kau maunya tidur di mana, Rendy?” tanyanya, jelas memiliki tujuan terselebung. Rendy menatap Helena, matanya memancarkan keinginan yang sudah jelas apa maunya. “Aku boleh tidur di sini kan, Bu?” Mohonnya.
Langit cerah menemani aktivitas Helena. Harinya terasa lebih ringan, entah apa alasan yang sebenarnya, mungkin karena kebahagiaan semalam bisa tidur bersama Angel dan Rendy. Sayangnya, Helena tidak bisa lebih lama lagi bersama mereka, pekerjaan sudah menantinya. Beberapa hari tidak ke kantor, Helena memiliki masa yang panjang hari ini untuk bekerja. “Jadwalkan ulang meeting untuk besok. Pagi hari kita juga harus rapat, kan? Juga,” Helena menyodorkan dokumen kepada seorang pegawainya, “pastikan dokumen ini segera sampai ke kak Helios.” “Baik, Nona.” jawabnya patuh. Gegas pegawai itu meninggalkan ruangan Helena. Kembali dengan laptopnya, Helena sudah berjanji akan menyelesaikan desain produk terbaru perusahaan Beauvoir seorang diri. Tok tok! Ketukan pintu itu membuat konsentrasi Helena terganggu, lalu
Setelah kepergian Hailey, Helena melanjutkan pekerjaannya. Ponsel Helena trus berdering, namun ia memilih untuk fokus saja. Benjamin, Alexander, dua pria itu benar-benar seperti kebanyakan waktu senggang. Entah sudah berapa banyak mereka menghubungi. Tidak akan menyentuh ponsel kalau bukan pengasuhnya Angel yang menghubungi. Pukul 6 sore, Helena pun benar-benar sangat kelelahan. “Hecel, ayo pulang!” ajak Hendrick. Helena tesenyum sambil menganggukkan kepalanya. “Oke!” Mereka berdua berjalan bersama karena Helios masih ada yang harus dikerjakan. Hendrick membukakan pintu mobil, Helena bersiap untuk masuk tiba-tiba saja Benjamin muncul entah dari arah mana. “Hecel,” panggil Benjamin. Hendrick dan Helena me
Cahaya remang-remang kamar itu menambah suasana romantis di antara mereka. Alexander dengan lembut mendekatkan wajahnya ke Helena, memandang dalam-dalam ke mata wanita itu sebelum akhirnya mengecup bibirnya dengan penuh kelembutan. Helena yang awalnya terkejut, kini mulai larut dalam hangatnya ciuman tersebut. Ia membiarkan Alexander memperdalam ciuman, menikmati setiap sentuhan yang membawa aliran hangat di tubuhnya.‘Aku tidak bisa mengontrol diriku sendiri.’ batin Helena. Napas Alexander semakin cepat, menandakan betapa dalamnya perasaan yang ia rasakan. Ciuman itu bukan hanya sekedar sentuhan fisik, tapi lebih merupakan ungkapan hati yang paling jujur dari Alexander. Dengan mata terpejam, Helena bisa merasakan setiap denyut nadi yang berpacu lebih cepat, hatinya dipenuhi oleh gelombang emosi yang tak terkira. Ini adalah sebuah ciuman pertama yang begitu tulus dan hangat yang bisa dirasakan keduanya, terhubung tidak hanya melalui fisik, tapi juga jiwa. Alexander dengan hati
Helena masih mematung di tempatnya, tersenyum dengan perasaan yang hangat menatap Alexander dan juga Rendy, serta Angel tidur di ranjangnya. Pemandangan semacam ini tidak pernah terbayangkan oleh Helena sama sekali. Dipikirnya, Helena hanya akan membesarkan Angel seorang diri hingga Angel dewasa nanti. “Aku benar-benar makin sulit untuk mengatakan tidak atas situasi ini.” gumam Helena, pelan. Ia tak ingin mengganggu tidur Ketiga orang itu. Hati-hati Helena melangkahkan kaki menuju lemari, mengeluarkan satu set pakaian. Setelah mengenakan pakaian itu, Helena pun memutuskan untuk keluar dari kamar. Hendrick, Helios, dan Tuan Beauvoir sudah menunggu di meja makan. “Kemana pria brengsek itu, Hecel?” tanya Hendrick, terus mengedarkan pandangan guna mencari keberadaan Alexander. Helena tersenyum sambil menggelengkan kepalanya, keheranan dengan
Di sebuah gedung pernikahan yang tertutup rapat, jauh dari keramaian yang mana seharusnya. Helena tampak menawan dengan gaun sederhana berwarna putih gading yang ia kenakan, rambutnya disisir rapi dan dibiarkan terurai lembut di pundaknya. “Wah...” Alexander menatap Helena penuh kekaguman. “Kalau begini, sepertinya aku tidak akan keberatan membelikan semua model baju pernikahan untuk kau pakai setiap harinya.” Helena berdecih, merasa kalau pujian itu terlalu berlebihan mengingat dia juga hanya menggunakan dress biasa. “Aku akan menjadi manusia teraneh di dunia nantinya!” Di seberangnya, Alexander mengenakan setelan jas hitam yang tampak elegan meskipun tidak mewah. Angel menggunakan dress putih, menggunakan hiasan kepala, sepatunya pun berwarna putih. Rendy mengenakan pakaian yang sama seperti Ayahnya, bocah itu benar-benar tampan sekali.
Alexander hanya bisa menatap Hendrick dengan tatapan dingin, tengah menahan kesal kepada pria itu. ‘Kalau saja Hendrick bukan kakaknya Helena, bogem mentah dariku pasti sudah melayang ke wajahnya.’ batin Alexander. Dibanding Helios yang lebih tenang dan gemar memperhitungkan situasi dan kondisi, Hendrick adalah orang yang sangat aktif mengekspresikan perasaannya. Tuan Beauvoir pun hanya bisa tersenyum tipis dan menghela napas. “Baiklah, kita akan menjadi satu tim mulai dari sekarang. Jadi, pastikan tidak ada penghianatan satu sama lain.” Tuan Beauvoir menatap Helena dan juga Alexander secara bergantian. “Pastikan tidak ada dari kalian berdua ya saling menghianati juga, paham?” Alexander dan Helena menganggukkan kepalanya secara kompak. “Kami janji.” ucap mereka berdua. Alexander tersenyum, gegas ia mengeluarkan ponselnya dari saku jas yang ia gunakan. “Ini sudah waktunya untuk pertunjukan,
Helena dan Alexander berdiri di tepi pantai, menghadap ke lautan yang luas dengan hamparan pasir putih di bawah kaki mereka. Senyum merekah indah sempurna itu tergambar jelas di wajah Helena. “Wah... Aku benar-benar merasa ini seperti mimpi!” Alexander pun ikut tersenyum. “Aku juga merasakan gang sama. Tapi, bukan tentang pantai ini.” Helena menoleh, menatap Alexander dengan tatapan yang dalam. Matahari terbenam menciptakan siluet yang memukau, memperlihatkan keindahan sejati alam yang berpadu sempurna dengan momen bahagia mereka. Gaun pengantin sederhana yang dikenakan Helena berkibar lembut diterpa angin, menambah keanggunan penampilannya. Alexander memeluk Helena dari belakang. Ia memberikan kecupan lembut di punggung Helena, membuatnya tersenyum bahagia. “Kau memiliki kemajuan dalam memperlak