Helena menatap Alexander dengan mata berkaca-kaca, hatinya terasa seperti teriris oleh seribu pisau.
Keluarganya pun tidak terlihat merasa bersalah untuk persyaratan yang diajukannya. “Kak, Ayah, jangan seperti itu. Harta milik keluarga Smith dan pribadi Alexander jelas-jelas berlebihan.” Helena mencoba untuk tenang, mempertahankan satu sama lain tanpa ada yang dijatuhkan. “Alexander pasti sedang kacau sekarang karena luka di tubuhnya. Jadi, jangan membahas apapun lagi.” Helios tersenyum lalu menjawab, “Tampang menyebalkan pria itu sudah cukup menjelaskan kalau dia tidak sedang main-main, Hecel.” Helena menatap Alexander, memperhatikan ekspresi wajah pria itu. Dengan postur tegap dan ekspresi tenang, seolah tak terganggu oleh beratnya keputusan yang baru saja diucapkannya. “Alexander, sadarlah!” bentak Helena. “Kau benar-benar akan menySore harinya, masih di rumah sakit tempat Alexander dirawat. Han datang ke rumah sakit membawa Rendy yang sejak kemarin terus merengek mencari keberadaan Ayahnya. Melihat ada Helena di sana, Rendy benar-benar terlihat bahagia. Saat membuka pintu ruang perawatan, Rendy sampai bengong melihat Helena dan langsung berlari memeluk Helena. “Ibu!!” panggil Rendy saat itu. Helena yang juga terkejut langsung mendapatkan kesadarannya, menyesuaikan posisinya untuk bisa berpelukan dengan Rendy. “Ya Tuhan... Sepertinya anak tampan ini semakin tumbuh tinggi, ya?” ucap Helena sambil erat memeluk Rendy. Alexander benar-benar terlihat dingin dan kesal, tatapannya yang seperti i
Helena masih menangkup wajah Rendy, terus berusaha untuk memberikan pengertian kepada bocah itu. “Nak, Angel itu hanya belum memahami siapa kau untuknya. Jadi, karena Angel juga belum pernah bertemu denganmu, bagaimana kalau kita temui dia sekarang?” usul Helena. Seketika itu wajah Rendy kembali bersemangat, menganggukkan kepalanya, setuju. “Mau, aku mau, Ibu...” ucapnya, girang. “Aku juga ikut!” ucap Alexander. Sontak saja membuat Helena menatap ke arahnya dengan maksud tak setuju. “Aku tidak akan membuat gara-gara, Helena. Jangan melotot begitu, oke...” bujuknya. “Jangan lupa kalau kau sedang menerima perawatan luka mu, Alexander.” peringat Helena. “Aku baik-baik saja, Helena.” ujar Alexander. “Mataku tidak buta, jangan bohong, Alexander!” tegas Helena. Alexander pun tersenyum. “Bagaimana bisa kau bilang tidak buta kalau masih melarang ku, Helena? Apa aku terlihat seperti orang yang sedang sekarat?” Alexander menoleh kepada Han. “Apa aku terlihat sekarat, Han?” H
Tuan Beauvoir hanya bisa menatap dari kejauhan bersama dengan Hendrick dan Helios. Alexander tengah duduk diantara Angel dan Rendy, sedang Helena berada tidak jauh dari mereka. Angel masih takut dengan Alexander, maka itu membutuhkan Helena di sana. “Angel, Rendy, karena ini sudah malam, kalian pergi tidur, ya.” bujuk Helena. Rendy terlihat lesu, tapi bocah itu cepat mengangguk setuju. Helena tersenyum, sadar dengan perasaan tidak rela yang dirasakan bocah itu. “Sayang, besok boleh main lagi, kok.” ujarnya. Rendy pun tersenyum lalu menganggukkan kepalanya. “Oke. Tapi, malam ini aku tidur di rumah Ibu atau di hotel bersama Ayah lagi?” Helena menatap Alexander, mengarahkan pandangannya itu kepada Rendy saat Alexander juga menatapnya. Alexander tersenyum. “Jadi, kau maunya tidur di mana, Rendy?” tanyanya, jelas memiliki tujuan terselebung. Rendy menatap Helena, matanya memancarkan keinginan yang sudah jelas apa maunya. “Aku boleh tidur di sini kan, Bu?” Mohonnya.
Langit cerah menemani aktivitas Helena. Harinya terasa lebih ringan, entah apa alasan yang sebenarnya, mungkin karena kebahagiaan semalam bisa tidur bersama Angel dan Rendy. Sayangnya, Helena tidak bisa lebih lama lagi bersama mereka, pekerjaan sudah menantinya. Beberapa hari tidak ke kantor, Helena memiliki masa yang panjang hari ini untuk bekerja. “Jadwalkan ulang meeting untuk besok. Pagi hari kita juga harus rapat, kan? Juga,” Helena menyodorkan dokumen kepada seorang pegawainya, “pastikan dokumen ini segera sampai ke kak Helios.” “Baik, Nona.” jawabnya patuh. Gegas pegawai itu meninggalkan ruangan Helena. Kembali dengan laptopnya, Helena sudah berjanji akan menyelesaikan desain produk terbaru perusahaan Beauvoir seorang diri. Tok tok! Ketukan pintu itu membuat konsentrasi Helena terganggu, lalu
Setelah kepergian Hailey, Helena melanjutkan pekerjaannya. Ponsel Helena trus berdering, namun ia memilih untuk fokus saja. Benjamin, Alexander, dua pria itu benar-benar seperti kebanyakan waktu senggang. Entah sudah berapa banyak mereka menghubungi. Tidak akan menyentuh ponsel kalau bukan pengasuhnya Angel yang menghubungi. Pukul 6 sore, Helena pun benar-benar sangat kelelahan. “Hecel, ayo pulang!” ajak Hendrick. Helena tesenyum sambil menganggukkan kepalanya. “Oke!” Mereka berdua berjalan bersama karena Helios masih ada yang harus dikerjakan. Hendrick membukakan pintu mobil, Helena bersiap untuk masuk tiba-tiba saja Benjamin muncul entah dari arah mana. “Hecel,” panggil Benjamin. Hendrick dan Helena me
Cahaya remang-remang kamar itu menambah suasana romantis di antara mereka. Alexander dengan lembut mendekatkan wajahnya ke Helena, memandang dalam-dalam ke mata wanita itu sebelum akhirnya mengecup bibirnya dengan penuh kelembutan. Helena yang awalnya terkejut, kini mulai larut dalam hangatnya ciuman tersebut. Ia membiarkan Alexander memperdalam ciuman, menikmati setiap sentuhan yang membawa aliran hangat di tubuhnya.‘Aku tidak bisa mengontrol diriku sendiri.’ batin Helena. Napas Alexander semakin cepat, menandakan betapa dalamnya perasaan yang ia rasakan. Ciuman itu bukan hanya sekedar sentuhan fisik, tapi lebih merupakan ungkapan hati yang paling jujur dari Alexander. Dengan mata terpejam, Helena bisa merasakan setiap denyut nadi yang berpacu lebih cepat, hatinya dipenuhi oleh gelombang emosi yang tak terkira. Ini adalah sebuah ciuman pertama yang begitu tulus dan hangat yang bisa dirasakan keduanya, terhubung tidak hanya melalui fisik, tapi juga jiwa. Alexander dengan hati
Helena masih mematung di tempatnya, tersenyum dengan perasaan yang hangat menatap Alexander dan juga Rendy, serta Angel tidur di ranjangnya. Pemandangan semacam ini tidak pernah terbayangkan oleh Helena sama sekali. Dipikirnya, Helena hanya akan membesarkan Angel seorang diri hingga Angel dewasa nanti. “Aku benar-benar makin sulit untuk mengatakan tidak atas situasi ini.” gumam Helena, pelan. Ia tak ingin mengganggu tidur Ketiga orang itu. Hati-hati Helena melangkahkan kaki menuju lemari, mengeluarkan satu set pakaian. Setelah mengenakan pakaian itu, Helena pun memutuskan untuk keluar dari kamar. Hendrick, Helios, dan Tuan Beauvoir sudah menunggu di meja makan. “Kemana pria brengsek itu, Hecel?” tanya Hendrick, terus mengedarkan pandangan guna mencari keberadaan Alexander. Helena tersenyum sambil menggelengkan kepalanya, keheranan dengan
Di sebuah gedung pernikahan yang tertutup rapat, jauh dari keramaian yang mana seharusnya. Helena tampak menawan dengan gaun sederhana berwarna putih gading yang ia kenakan, rambutnya disisir rapi dan dibiarkan terurai lembut di pundaknya. “Wah...” Alexander menatap Helena penuh kekaguman. “Kalau begini, sepertinya aku tidak akan keberatan membelikan semua model baju pernikahan untuk kau pakai setiap harinya.” Helena berdecih, merasa kalau pujian itu terlalu berlebihan mengingat dia juga hanya menggunakan dress biasa. “Aku akan menjadi manusia teraneh di dunia nantinya!” Di seberangnya, Alexander mengenakan setelan jas hitam yang tampak elegan meskipun tidak mewah. Angel menggunakan dress putih, menggunakan hiasan kepala, sepatunya pun berwarna putih. Rendy mengenakan pakaian yang sama seperti Ayahnya, bocah itu benar-benar tampan sekali.