Berdua di sebuah gudang, Skylar menyatakan perasaanya kepada Dyandra. Wanita itu tidak menolaknya, tetapi juga belum mengatakan apa pun mengenai kelanjutan hubungan mereka. Sebaliknya, justru bertanya ada apa dengan pernikahan sang lelaki?“Kenapa kamu tidak bahagia dengan pernikahanmu hingga menjadi seperti ini?” ulang Dyandra ingin tahu yang sejujurnya.Menghela napas panjang dan menatap nanar ke langit-langit ruangan. Senyum enggan terlukis di wajah Skylar. Dia memang paling malas membahas pernikahannya. Akan tetapi, dirinya paham kalau Dyandra berhak tahu sebelum mereka melangkah ke sesuatu yang lebih dari sekedar menyatakan perasaan. “Aku dan Layla tidak pernah saling mencintai. Kami dipaksa menikah oleh kedua orang tua. Papaku tidak suka aku bermain wanita,” ucapnya memulai cerita. “Kata Papa, bermain wanita hanya merendahkan martabat keluarga.”“Hmm, Papamu tidak salah,” tanggap Dyandra tersenyum simpul. Skylar tertawa mendengar tanggapan sang wanita. “Yah, begitulah. Ak
Mendengar pertanyaan Skylar itu, Dyandra lumayan terkejut. Kencan? Pergi berdua? Pikirannya langsung mengarah pada Arka. Bagaimana kalau suaminya itu tahu? “Ehm, aku pikir dulu. Kita mau ke mana? Kamu tidak takut istrimu tahu?” Bertanya dengan gugup.“Kan sudah kubilang kalau aku dan Layla punya perjanjian sendiri. Kami bebas untuk bertemu siapa pun yang kami mau.”“Oh, iya, ya ....” Dyandra justru terngiang amukan Arka saat ia berada di luar kota. Waktu itu suaminya mendengar suara lelaki dan berkata akan membunuh siapa pun yang mendekatinya. “Kamu takut suamimu tahu tentang kita?” cetus Skylar lagi-lagi seakan bisa membaca pikiran lawan bicaranya.“Kamu tidak takut dia tahu? Dia ... Arka ... dia sangat posesif kepadaku,” angguk Dyandra terus terlihat ragu dan khawatir. “Ya, sudah. Aku serahkan ke kamu saja baiknya bagaimana. Kita kencan di kantormu saja kalau begitu,” hela napas Skylar di antara tawa kecilnya. “Kamu marah kepadaku?” tanya Dyandra menatap sesal.“Tidak, k
Hari telah gelap ketika Dyandra kembali ke rumahnya. Jam di dinding menunjukkan angka sembilan malam. Tidak biasanya dia pulang selarut ini.“Dari mana? Kok, tumben baru pulang?” Arka segera mempertanyakan kehadiran istrinya di saat Dyandra memasuki ruang kamar tidur.“Pergi dengan Dru. Hangout di cafe,” jawab Dyandra tenang. Memang ia baru saja pergi dengan kakak dan beberapa sahabatnya. “Kenapa tidak angkat teleponku?” Arka kembali bertanya dengan suara parau.“Tidak dengar.”Mendapati jawaban datar, dingin, dan cuek dari Dyandra membuat Arka melompat turun dari atas ranjang dan langsung menghampiri. Ia cengkeram kedua lengan wanita itu dan menarik ke arahnya. “Kamu masih cinta aku atau tidak?”Dyandra menatap nanar. Terdiam dan hanya menghela napas. Bayangan bayi di dalam kandungan Cersey melintas. Tiga bulan lagi, hanya itu yang dibutuhkan olehnya. “Ada apa denganmu, Mas? Salahku apa?” Menjawab dengan kembali bertanya.Arka teringat bahwa kondisi mereka berdua memang sud
Dyandra mematung di depan kamar mandi saat mendengar sang suami meminta password untuk ponselnya. “Buat apa password ponselku?” Bertanya seperti orang ling-lung yang tidak bisa mengikuti arah pembicaraan sang suami saking gugupnya.“Aku butuh memakai ponselmu sebentar. Sepertinya ponselku kehilangan sinyal. Aku butuh membuka Chrome untuk mencari sesuatu,” jawab Arka tersenyum tenang.“Mencari apa di Chrome?” Dyandra berjalan pelan dengan jantung berdetak sangat kencang.Pikirannya cepat mengingat rahasia apa saja yang ada di dalam ponsel itu. Kalau chat-nya dengan Skylar tidak ada karena lelaki itu baru saja membuka blokir chat. Foto mesra berdua juga tidak ada karena mereka baru saja meresmikan hubungan tadi siang.‘Mati aku! Chat dengan Drupadi!’ jerit Dyandra dalam hati. Bagaimana kalau Arka membaca bagaimana kakaknya itu menjodohkan dia dengan Skylar? Dunia bisa runtuh seketika! Suaminya pasti akan mendatangi Drupadi detik itu juga dan memaki sang kakak.‘Ya, Tuhan ... bagaim
Skylar mengucapkan harapan terpendamnya dengan mimik wajah yang serius. Seakan memang dia ingin Arka mengetahui hubungannya dengan Dyandra.“Jangan begitu! Semua akan kacau kalau dia tahu sebelum anakku dilahirkan oleh Cersey,” geleng Dyandra menegaskan, tidak kalah serius. “Aku butuh surat yang meresmikan diriku sebagai ibu sah anak itu. Setelahnya, baru aku akan menggugat cerai.”“Hmm, aku kesal membayangkan kamu tidur di ranjang yang sama dengannya,” dengkus sang lelaki menyandarkan punggung ke sandaran kursi. Tatapnya sedemikian memancarkan keinginan untuk memiliki Dyandra hanya untuk dirinya sendiri.“Kamu cemburu?” goda Dyandra mengerling. “Tentu saja! Kamu tidak mau dicemburui?” Skylar mengangguk dan tersenyum simpul. Lalu, ia berdiri dan mendekati sang kekasih tanpa berhenti menatap.Napas Dyandra serasa berhenti, tercekat di kerongkongan saat tubuh maskulin itu semakin tak berjarak dengannya. Apalagi kini, Skylar menundukkan tubunya hingga kedua lengan berotot yang di
Cersey tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Arka mau menikahinya? Dia akan menjadi istri seorang Arka Hasbyan? Pemilik sebuah perusahaan besar dengan harta yang tidak terhitung banyaknya itu?Bayangan wanita tersebut langsung melanglang buana ke mana-mana. Berangan diberikan perhiasan mahal seperti yang biasa Dyandra pakai. Diajak berlibur keliling Eropa. Mengendarai mobil harga milyaran. Rumah mewah, tas mewah, pakaian mewah, semuanya serba ... mewah!“Kamu tidak sedang bergurau, ‘kan, Mas?” engahnya memandang Arka dengan senyum lebar. “Kita akan menikah?”“Iya, aku serius. Tapi menikah siri, ya. Kamu tidak akan menjadi istri resmiku seperti Dyandra,” angguk Arka tertawa kecil melihat Cersey begitu senang.“Aku tidak masalah menjadi istri siri! Tapi kamu harus perhatikan aku juga, Mas! Kamu harus adil,” rajuk sang wanita hamil tersebut merengek manja.Arka sangat senang kalau Cersey sedang merajuk dan bermanja begini. Membuatnya merasa sebagai seorang lelaki yang leb
Sebuah restoran yang mereka datangi terletak di tengah kota, tetapi lokasinya cukup terpencil. Berada di sebuah loby hotel bintang tiga yang tidak terlalu terkenal hingga pengunjung pun sedikit.Meskipun demikian, Skylar menyukai suasana yang disajikan. Ada cahaya tak terlalu terang, sedikit temaram dan diiringi lagu-lagu cinta. Baginya, restoran itu cukup romantis. “Oleh-oleh untukmu,” ucapnya mengeluarkan sebuah kotak kayu.Dyandra menerima dengan hati berdebar. Ia buka kotak indah tersebut dan mendapati tiga buah bunga tulip terbuat dari bahan kristal diletakkan di sebuah ornamen berbentuk hati. Ada sebuah tulisan kecil di bagian bawah tiga bunga tersebut.“Missing you from Netherland,” gumam Dyandra meraba hiasan bunga tulip yang sangat indah tersebut. Warna merah muda serta peach mendominasi bagian kelopaknya. “Kamu suka?” tanya Skylar menatap sendu. “Karena aku benar-benar merindukanmu saat di sana. Setiap malam sebelum tidur ingin meneleponmu, tetapi ponsel barumu selalu
Sampai di klub malam yang pernah didatangi oleh Dyandra bersama Drupadi dan teman-temannya, ada rasa rikuh di hati sang wanita. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, jelas terlihat tidak nyaman.“Ada apa?” tanya Skylar segera menanggapi perilaku kekasihnya. “Sudah berapa wanita kamu ajak ke sini? Karyawanmu itu pasti berpikir aku adalah sama seperti mereka,” dengkus Dyandra melihat sekeliling. Ada beberapa karyawan sedang bekerja di sana. Tidak banyak, hanya sekitar lima orang saja.Mendengarnya, Skylar tertawa santai. “Memangnya pendapat mereka berpengaruh terhadapmu?”“Ya, aku … aku hanya tidak mau saja dipikir murahan. Apa karyawanmu tahu kalau kamu sudah beristri?”“Kalau tahu, kenapa? Coba dipikir … apa pendapat mereka berpengaruh terhadap bagaimana aku memandangmu? Atau bagaimana kamu memandangku?”Dyandra diam dan hanya menggeleng. Ya, memang tidak ada pengaruhnya. Dia hanya risih saja.“Ya, sudah. Kenapa bingung?” Skylar justru semakin merangkul pundak Dyandra, memperlihatk
Seorang wanita sedang duduk di sebuah meja restoran bersama satu orang anak perempuan berusia tiga tahun yang teramat cantik dan menggemaskan. Keduanya nampak asyik memandangi layar ponsel. Sang Bunda berucap, “Hari ini kita merayakan ulang tahunnya Ayah Arka. Kamu harus selalu mendoakan Ayah Arka, ya?” Mengatakan itu dengan mata berbinar, mengecup kening putrinya dengan khidmat. Ada satu desiran perih yang tak pernah bisa tertutup sempurna di dalam kalbu sang wanita. Ada satu cinta yang akan selalu ia kenang. Dari seseorang yang telah berkorban nyawa untuknya. Maka, ia akan memastikan nama sang almarhum suami selalu harum di mata putri mereka. Hasya yang baru menginjak usia tiga tahun hanya manggut-manggut mendengar permintaan ibunya. Ia menatap layar dan memandangi lelaki yang disebut sebagai ayahnya. “Ayah Arka, ya, Bunda?” ucapnya manis dan polos. “Iya, Ayah Arka. Setelah dari restoran ini, kita akan mengunjungi makamnya dan berdoa di sana
Dyandra datang ke rumah duka yang telah dipenuhi oleh keluarga besar Hasbyan serta kerabat lain. Rumah itu, tempatnya tinggal bersama Arka selama sepuluh tahun terakhir. Melangkah gontai, naik ke lantai dua, ke kamar mereka. Sekelebat ingatan muncul. Bahwa pada suatu waktu, ia melangkah dengan kegontaian yang sama di tangga ini setelah mendengar dengan telinganya sendiri bagaimana sang suami meniduri wanita lain. “Tuhan, kenapa sakit sekali?” tangisnya terisak ketika duduk di atas ranjang dan memandangi seluruh kamar tidur mereka. Foto pernikahan, foto liburan keliling dunia, bahkan foto saat mereka masih kuliah bersama terpampang rapi di sana. Arka tidak pernah mengenyahkan foto-foto ini, bahkan setelah surat curai ia layangkan satu bulan lalu. Hancur, Dyandra sangat hancur melihat semua kenangan diri yang tak akan terulang kembali. Perih yang tak terperi mengoyak setiap detik hingga air mata tak bisa berhenti mengalir. Mengambil pi
Pintu ruang operasi terbuka dengan lambat. Beberapa orang keluar dan memperlihatkan bukan wajah-wajah yang senang atau pun bahagia. Akan tetapi ….“Keluarga Pak Arka?” Mereka kembali bertanya, dan Dyandra melangkah gontai. Di belakangnya ada Moeryati yang juga berjalan teramat limbung hingga harus dipegangi oleh adiknya. “Arka ….” Dyandra tidak bisa meneruskan pertanyaan. Kalimat selanjutnya menyangkut di tenggorokan. Satu kata yang tidak bisa ia ucap. Tidak, tolonglah jangan seperti ini! Tidak atas namanya! Jerit Dyandra di dalam hati. Bagaimana ia bisa memaafkan dirinya sendiri kalau akhirnya ….“Maafkan kami, tapi … untuk sesaat beliau stabil. Selanjutnya, ada pembuluh darah lain yang mendadak pecah di otak dan ….”“Anakku!” jerit Moeryati menghentakkan kaki ke lantai berkali-kali. Ia mengguncang tubuh Aryati semakin lama semakin kecang. “Arkaaa!” Ambruk sudah Moeryati ke atas lantai sambil menangis, meraung, tersedu-sedu d
Batara terbelalak, begitu pula istrinya dan sang besan. Anak-anak mereka menjadi target pembunuhan? Kegilaan apa lagi ini di rumah tangga Dyandra dan Arka.“Di pinggir jalan tadi ada sebuah bengkel sepeda motor yang sudah tutup. Dia memiliki CCTV yang mengarah ke jalanan. Kami sudah memeriksanya dan apa yang terlihat makin menguatkan bukti bahwa ini bukanlah kecelakaan biasa,” tutur Sersan Andi. Dyandra masih termangu, ia mencoba mengingat apa yang terjadi. “Ban mobilku mendadak kempes. Pak Tri menepi. Tiba-tiba ada sepeda motor kencang menubruknya. Aku segera keluar untuk melihat kondisi Pak Tri. Kemudian … kemudian ….”Tak mampu meneruskan kalimat karena setelah itu terjadilah hal yang membuatnya sangat syok hingga kini. Kedua tangan gemetar saat mengingat detik demi detik nyawa hampir melayang. “Aku tidak tahu Arka dari mana … dia … dia … aku ditarik! Dia tertubruk mobil!” raung Dyandra memeluk ibunya dan menangis kencang. “Pak Arka
Terus menjerit, suara Dyandra mulai tertutup oleh sirine mobil ambulans dan polisi yang datang ke lokasi nahas tersebut. Orang ramai mengatakan tabrak lari kepada dua orang petugas hukum berseragam cokelat yang datang. Dari dalam ambulans, dua orang segera turun dan memeriksa keadaan Arka. “Kritis, cepat bawa ke rumah sakit,” ucap salah satu dari mereka dan berlari kembali ke dalam mobil untuk mengambil ranjang dorong. Pak Tri saat diperiksa oleh petugas ternyata sudah meninggal dunia. Leher sopir malang itu patah saat ditubruk sangat kencang oleh pengendara sepeda motor. Dengan dibantu oleh warga sekitar, ambulans berhasil membawa Arka masuk dan Dyandra duduk di kursi panjang, menatap nanar pada Arka yang sudah tidak sadarkan diri.“Halo, Dru?” isaknya menelepon sang kakak dan segera menjelaskan apa yang terjadi. “Tolong jemput Bu Wuri dan Hasya. Aku mau ke rumah sakit bersama Mas Arka!” pintanya sesenggukkan. Drupadi terengah, tidak
Dyandra spontan menuruni mobil saat melihat sopirnya tertubruk sepeda motor dengan kencang hingga terpental. Ia menjerit kencang sambil menghampiri. Sama sekali tidak tahu bahwa semua ini adalah rekayasa yang dibuat oleh Pondra dan Rani untuk menyingkirkan sang target. Baru saja beberapa detik di pinggir jalan raya, dua buah lampu terang menerjang. Sontak menoleh ke belakang, mata Dyandra terbelalak saat sebuah kendaraan menuju ke arahnya dengan snagat kencang. Tidak ada niat untuk mengerem, apalagi membanting setir agar tidak menubruknya. Dengan sangat jelas, mobil itu ingin menggempur tubuhnya. Semua terjadi dengan sangat cepat hingga rasa syok menguasai sang wanita. Membuat tubuhnya membeku tak dapat berbuat apa pun, termasuk menghindari bencana yang sebentar lagi terjadi. Seiring mendekatnya dua sinar bundar tersebut, Dyandra hanya bisa memejamkan mata dan menutup wajah. Ia pasrah jika memang ini akhir hidup yang tertulis untuknya.
Ditemani oleh kakaknya, Dyandra mendatangi rumah sakit tempat Albert Kiersten dilarikan setelah terkena serangan jantung di ruang kantornya. Mereka duduk di sebuah cafetaria yang terletak cukup terpencil, jauh dari keramaian. Skylar kemudian terlihat berjalan dengan gontai. Langsung duduk di sisi Dyandra dan keduanya bertatapan sendu. Tak mampu berkata apa pun kepada satu sama lain. “Bagaimana dengan Om Albert?” tanya Drupadi menghela napas. “Sedang dipersiapkan untuk operasi. Ayahku memang benar terkena serangan jantung,” jawab Skylar dengan masih menatap pada kekasih gelapnya. “Beliau akan selamat, ‘kan? Maksudku, ini bukan kasus berat atau yang … yah, kamu tahulah maksudku,” tanya Drupadi lagi memastikan. “Setiap operasi pemasangan ring jantung akan ada resikonya. Tapi, dokter terbaik telah menangani. Jika tidak ada masalah, ya, Papa akan baik-baik saja,” angguk Skylar. Drupadi menghela napas lega. “Baiklah, aku mau ke k
Cersey terengah hebat ketika ponselnya mendadak tidak lagi ada suara Arka, ternyata sang suami telah menghentikan pembicaraan mereka. Jemari wanita cantik itu bergetar hebat bersamaan dengan rasa mual yang meraji perutnya. “Talak tiga? Talak tiga katamu, Mas Arka? Talak tiga, hah?” desisnya makin lama makin menjerit. Air mata menuruni lereng pipi putih yang telah dibubuhi dengan perona berwarna merah. Pertama hanya tetes demi tetes, tetapi lama kelamaan menjadi linangan ombak di samudera luas. Sangat deras, dan bibirnya kian gemetar. “TIDAAK! TIDAAAK!” Membanting ponsel ke atas sofa teramat kencang. Menjerit histeris, menjambak rambutnya sendiri. Mengambil mangkok buah yang ada di atas meja. Lalu, ia lempar sepenuh tenaga ke atas lantai hingga pecah berserakkan. Belum puas, tangannya kembali merajah vas bunga, menggempurkan ke dinding berlapis wall paper berwarna emas. “AKU BENCI KAMU, DYANDRA! AKU BENCI KAMU!” jerit Cersey tak berhe
Degup jantung Cersey sudah tidak aman lagi. Mendengar kalimat dari Arka bahwa mereka tidak bisa bersama ke depannya bagai gulungan tsunami menghantam dari sekian sisi. Tidak hanya kanan dan kiri, tetapi juga depan, belakang, atas, dan bawah. Bernapas memburu, dada kembang kempis, mata memerah berair, dan sekeliling terasa begitu menekan hingga sulit bernapas. Tinggal di ruang ber-AC sepanjang hari, tetapi kenapa sekarang seolah ada di Gurun Sahara? Dengan matahari tepat berada di atas kepala, menyinari dengan terik. “Cersey, maafkan aku. Hanya saja, ini terpak—”“Karena Mbak Dyandra? Karena kamu mau kembali kepadanya. Iya, ‘kan?” bentak Cersey memotong pembicaraan sang suami. Sebenarnya, ia sudah pernah menduga hal ini akan terjadi. Semenjak Dyandra mengajukan surat cerai, Arka seperti orang gila tak tentu arah. Antara obsesi atau cinta kepada istri pertamanya itu tidak jelas.Satu hal yang jelas adalah, ia tidak lagi mendatangi Cersey