Jam digital di atas meja sudah menunjukkan pukul 12 malam, Sahara tidak bisa tertidur bahkan ketika matanya telah lelah terpejam.Kamar yang dia tempati masih bisa menembus segala sesuatu yang terjadi di luar. Melalui denting gelas dan gelas, juga bincang yang disertai tawa.Kedua mata Sahara terbuka menatap langit-langit dalam keremangan, dia mulai jarang keluar setelah seminggu sejak kedatangan Farhan.Sahara masih terlalu takut untuk bertemu langsung dengan Keith, setelah apa yang laki-laki itu lakukan. Keningnya akan otomatis mengernyit dengan bibir yang digigit saat kilas balik tentang hari itu kembali terbayang.Tidak bisa dia enyahkan rasa jijik juga takut dari telapak tangan Keith yang membelainya di sembarang tempat, panas suhu tubuhnya, gigitan yang menyisakan memar di perpotongan lehernya, akan lebih baik jika Sahara bisa mengikis tempat yang terkena.Denting gelas yang samar-samar terdengar menyadarkan Sahara, jika di luar sana Keith tidak sedang sendiri. Entah siapa yang
“Kalian anggap apa aku ini?! Siapa yang menyetujui pernikahan itu? Siapa itu Keith? Tidakkah kalian semua tahu?!”“Sahara—”“Kenapa?! Kenapa aku tidak bisa memutuskan apa yang terbaik untuk hidupku sendiri? Kenapa kalian selalu melakukan ini padaku?”Ruang tamu itu hening sejenak, lalu kembali terdengar isak tangis Sahara yang berlari ke kamarnya sebelum membanting pintu hingga tertutup. Dia benar-benar mengabaikan ayahnya yang kini terduduk sambil memegang dada. Jantungnya berdegup kencang, pandangannya nyaris gelap beserta pendengaran yang berdengung tak karuan. • • • Pintu kamar didorong terbuka bertepatan dengan Sahara yang baru saja keluar dari kamar mandi, wanita itu sedikit bersuka cita dan berseru, “Kakak! Aku—”“Sudah lama menungguku pulang, Sahara?” “Keith?!” Sahara refleks berlari dan ingin mendorong pintu kamarnya agar kembali tertutup. Seluruh rambut ditubuhnya berdiri karena waspada. Bukan kakak laki-lakinya yang datang, tapi Keith?! “Untuk apa kamu datang?!” Selur
Mendengar perkataan Keith, Sahara bergetar seolah dia dijatuhi hukuman mati. Putra bungsu dari keluarga William adalah sosok angkuh dan sewenang-wenang serta memiliki kepercayaan diri yang tinggi, di suatu waktu dia pernah mendengar pernyataan itu. Namun, Sahara tidak menyangka jika dia akan berhadapan langsung dengan kepribadiannya dalam waktu sesingkat ini. Sahara benar-benar tertegun dengan jantung yang berdebar-debar, dia hanya mematung di tempat semula, dengan lingkar mata memerah menatap nanar ke arah Keith yang baru saja melepaskan rahangnya dan memberi jarak di antara mereka. Seolah jiwanya baru saja ditarik paksa, Sahara tetap berdiri di sana seperti si bodoh, menyaksikan laki-laki itu yang mengintainya seperti mangsa empuk. “Mungkin ayahmu belum mengatakannya padamu, bahwa hubungan kita akan selamanya dirahasiakan. Besok, seseorang akan datang menjemputmu. Kamu akan tinggal di tempatku.” Tidak! Sahara menjerit di dalam hati sambil menyaksikan kepergian Keith dengan lida
Rumah besar itu asing, suasananya asing, dan setiap orang yang dijumpainya juga asing. Sahara masih merasa seolah dia sedang bermimpi, mimpi buruk yang suatu waktu dia dapat terbangun dan kembali bernapas lega. Namun, dia tahu semua ini nyata. Bahwa tempat asing ini akan menjadi sangkar barunya, nerakanya.Sejak mereka tiba dan memasuki kediaman, Keith terus berjalan di depan dan tak pernah berbicara. Jadi Sahara juga hanya bisa diam, memberanikan diri melihat ke sekeliling dengan pandangan takjubnya. Karena meskipun asing, Sahara tidak bisa mengabaikan tentang betapa besar dan luar biasa mewahnya rumah Keith. “Nyonya, mari lewat sini.” Seorang pelayan yang sedari tadi mengikuti sambil menyeret barang-barang mempersilakannya untuk berbelok ke salah satu koridor. Sahara menoleh, menemukan jika Keith melangkah ke arah yang berlawanan dengannya. Mengetahui hal tersebut Sahara sedikit bernapas lega. Setidaknya, ada jarak dan jeda di antara mereka tanpa harus selalu bertemu muka. “Mulai
Dalam masa dua puluh enam tahun hidupnya, Sahara tidak pernah menyangka bahwa suatu hari dia akan terlibat dengan seorang lelaki seperti Keith, dengan pernikahan dan jumlah uang miliaran rupiah di antara mereka. Sahara tidak ingin terlihat lemah, meskipun begitu dia masih tidak bisa melakukan apa pun untuk keluar dari situasi ini. Keith masih dengan angkuh bertanya tentang bagaimana dia berencana untuk membayar uang sebanyak itu, Sahara tahu betapa konyol dia terlihat yang saat ini masih memiliki niat ingin menebus diri. “Siapa yang menyuruhmu untuk memiliki pikiran picik itu, hm? Kamu tidak benar-benar berpikir ingin membayarku kembali, kan?” Keith mendekatinya dengan tampang serupa, angkuh dan percaya diri. Melewati matanya, dia menatap Sahara seolah wanita itu adalah badut yang tidak tahu apa yang terbaik untuk dirinya sendiri. Keith menatap Sahara dengan sorot mata yang separuh tidak mengerti. “Tidakkah kamu seharusnya senang setelah menikah denganku?” Di dalam hati yang paling
“Masih marah padaku?” Duduk di ruang baca dan separuh merebahkan diri di atas sofa, adalah seorang wanita berambut panjang berwarna keemasan, dengan kontur wajah lembut dan lipstik yang merah menyala. Gaunnya menyebar menyentuh lantai, suasana di sekitarnya tampak malas dan santai. Dia memegang sebuah novel bersampul tebal dengan warna cerah, judul berbahasa inggris dicetak tebal dan tegak hingga Keith sulit untuk mengabaikannya. The Love Story, Alana Grey—begitu yang tertulis di sana, membuat Keith terpaksa memejam mata sejenak dan menghela napas panjang. “Kayla, aku sedang bertanya padamu.” Keith mengambil beberapa langkah maju, tetap meninggalkan jarak sekiranya Kayla yang duduk di sana tidak merasa kesal karena diganggu. Sama sekali tidak ada jejak ketidaksabaran dalam vokalnya yang berat, hanya suara bernada rendah yang sarat akan rindu. Kelopak matanya yang kerap setengah terangkat kini menatap terang-terangan ke arah Kayla, menantikan saat wanita itu mendongak dan tersenyum
“Lepaskan aku!” Sahara berteriak dan berusaha menarik tangannya agar lepas. Keith mencengkeram erat sekali, membuat Sahara yakin jika dia nekat menarik lebih keras maka pergelangan tangannya akan terkilir atau bahkan lepas. Keith tahu jika Sahara kesakitan, tapi dia tidak peduli. Melihat Sahara berani mengabaikan apa yang telah dia katakan, Keith marah dan ingin memberinya pelajaran.“Kamu berani berkeliling dan menunjukkan wajahmu di depanku bahkan setelah kuberi peringatan.” Keith menatap dengan berbahaya. Pergelangan tangan wanita itu terlalu tipis, akan patah jika dia mengerahkan sedikit lagi kekuatan untuk menyakitinya.“Aku tidak!” Sahara menyalak sambil melotot penuh permusuhan. Dengan mata memerah, dia ingin beringsut menjauh dari hadapan Keith, tatapan laki-laki itu yang menusuk membuat Sahara tak bisa berkutik. “Tanganku sakit, Keith ….” rintihnya.“Sakit, huh?” Keith menjebak Sahara diantara pintu kamar yang sudah dikunci. Lengannya mengapit wanita itu tanpa menyisakan jara
Seolah-olah seseorang baru saja membubuhkan kotoran tepat ke wajahnya, Sahara hanya ingin berlari ke kamar mandi dan membasuh diri saking merasa ternoda oleh pertanyaan sekaligus perbuatan Keith yang seolah buta pada penolakannya.. “Apakah kamu anjing?!” Tanpa sadar nada suaranya naik beberapa oktaf dengan kata-kata kasar yang keluar diluar kendali, Sahara menatap horor pada Keith yang mendorongnya semakin ke tepi. Dia lupa jika yang berada di atasnya adalah seorang pria dengan status suami, Keith bisa menunaikan haknya, sedangkan Sahara yang berusaha menolak dan merasa jijik justru akan menjadi orang yang berdosa. Sahara hanya merasa seolah-olah dia perempuan macam apa, yang begitu hina dan dihinakan dengan perlakukan semacam ini. “Dari awal aku sudah bilang jangan muncul di mana pun saat aku sedang di rumah, tapi kamu berlaku seolah perkataanku bukan apa-apa. Jadi, apakah kamu berharap aku akan menyentuhmu? Ingin aku membasuh dahagamu seperti ini?” Sahara sudah tidak bisa diam
Jam digital di atas meja sudah menunjukkan pukul 12 malam, Sahara tidak bisa tertidur bahkan ketika matanya telah lelah terpejam.Kamar yang dia tempati masih bisa menembus segala sesuatu yang terjadi di luar. Melalui denting gelas dan gelas, juga bincang yang disertai tawa.Kedua mata Sahara terbuka menatap langit-langit dalam keremangan, dia mulai jarang keluar setelah seminggu sejak kedatangan Farhan.Sahara masih terlalu takut untuk bertemu langsung dengan Keith, setelah apa yang laki-laki itu lakukan. Keningnya akan otomatis mengernyit dengan bibir yang digigit saat kilas balik tentang hari itu kembali terbayang.Tidak bisa dia enyahkan rasa jijik juga takut dari telapak tangan Keith yang membelainya di sembarang tempat, panas suhu tubuhnya, gigitan yang menyisakan memar di perpotongan lehernya, akan lebih baik jika Sahara bisa mengikis tempat yang terkena.Denting gelas yang samar-samar terdengar menyadarkan Sahara, jika di luar sana Keith tidak sedang sendiri. Entah siapa yang
“Sudah dua minggu Keith tidak pulang, dan kalian berdua sepertinya juga berhenti saling berhubungan. Kayla, apakah kamu sedang bertengkar dengannya?”Uap dari secangkir teh chamomile panas tampak mengepul mengeluarkan asap, Kayla tidak jadi meraih gelas itu tatkata suara Raina menggema di belakangnya.Kayla menoleh tanpa tersenyum pada ibu mertuanya tersebut, dengan santai menjawab, “Tidak. Hubungan kami baik-baik saja, sama seperti biasa.”“Begitukah? Baguslah.”“Kenapa Ibu bertanya? Tidak sabar ingin melihat aku dan Keith berpisah?” Rambut kuning keeamasannya sedikit bergoyang saat dia membenahi duduk, kini menghadap ke arah Raina yang berdiri di meja pantri dengan wajah masam.Kekeh menghina diiringi senyum merendahkan tersemat di bibir yang lebih tua, Raina sudah lama tidak suka dengan cara Kayla yang selalu bersikap berani dan kurang sopan padanya.Mengingat dulu bagaimana dia sendiri yang memberi restu kepada Keith yang ingin menikahi wanita keturunan Inggris-Asia tersebut, seka
Kemarahan Farhan memuncak saat ia menghadapi Keith, kata-katanya penuh dengan ketidakpercayaan terhadap situasi tersebut, tidak bisa membayangkan bagaimana Keith bisa menyiksa Sahara sampai seperti ini.Keith melangkah maju dengan raut wajah kaku dan berkata dengan dingin, “Sahara adalah istriku, orang luar seharusnya tahu tempat dan tidak ikut campur dalam keluarga kami.”Farhan berusaha menahan amarah yang sudah berkumpul di ubun-ubun, dan tatapannya tajam menghunus langsung ke arah Keith dengan sorot penuh peringatan. “Apakah sebagai seorang suami, kamu harus menyiksa Sahara hingga seperti ini?! Kamu pikir aku tidak punya keberanian dan akan duduk diam melihat adikku menderita di tanganmu?!”Sahara menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri sendiri meskipun gemetar oleh ketegangan yang tersebar di sekitarnya. Dia tidak ingin konflik di antara kakaknya dan Keith semakin diperbesar.Mengingat betapa banyak kekayaan dan seberapa besar kekuasaan yang dimiliki Keith, bukan tid
Suara dingin Keith menembus gemerisik kain di bawah tubuh mereka saat pria itu berkata, "Menidurimu? Tentu saja akan kulakukan." Mengatakan kalimat tersebut, Keith menghilangkan seringainya dan hanya memperlihatkan raut wajah kaku tanpa ekspresi.Jika beberapa waktu yang lalu dia masih punya akal untuk menghentikan semua perlakuannya terhadap Sahara, mengingatkan diri agar tidak memaksa, saat ini Keith melemparkan semua hal itu ke belakang kepala."Sia-sia aku menikahimu dengan uang 15 miliar jika aku tidak melakukan apa-apa," lanjutnya.Sahara bernapas nyaris satu-satu, semua rambut di tubuhnya berdiri tegak menghadapi kengerian yang akan terjadi."Apakah Afkar tidak pernah menyentuhmu seperti ini?"Sahara sontak menahan napas dalam setiap kata yang diucapkan, tubuhnya tegang dengan antisipasi atas apa yang akan terjadi. Nama Afkar yang disebut kontan membuat bulu kuduknya merinding, iris matanya bergetar dengan campuran rasa takut dan juga sakit.“Keith, tolong ….” suaranya hampir
Sahara menangis hingga suaranya berubah serak, sementara Keith menyaksikan semua itu dengan ketidakpedulian. Meskipun Sahara sudah berjuang melepaskan diri dengan sekuat tenaga, tapi berhadapan langsung dengan kekuatan Keith yang luar biasa, tentu saja perjuangannya hanya berakhir sia-sia.Seluruh tubuh Sahara basah oleh keringat dingin yang mengalir deras, dia sangat ketakutan hingga detak jantungnya terasa nyeri.Tempat di mana telapak tangan Keith jatuh, seolah-olah ada ular berbisa yang sedang merayap di atasnya, membuat Sahara tanpa sadar menahan napas, sementara air matanya terus mengalir tanpa bisa ditahan."Jangan, tolong, jangan perlakukan aku seperti ini, Keith. Kumohon ... jangan seperti ini." Sahara merintih, menangis dengan sedih.Keith terlanjur dikuasai emosi dan juga nafsu yang membumbung tinggi. Kulit yang dia sentuh terasa panas dan dingin di saat yang bersamaan, begitu halus di bawah telapak tangannya yang kasar, begitu mudah meninggalkan jejak merah yang samar.“A
“Namun, aku tetap tidak akan pernah menyerah begitu saja. Ayah ada dipihakku, tak mungkin kulepaskan kesempatan itu begitu saja,” lanjut Nathan.Keith menatap ke arah saudaranya dengan tatapan tajam menusuk, ada juga sekelumit perasaan menghina. Kedua tangan tergenggam erat, memendam niat membunuh yang tidak berusaha disembunyikan.Di sisi lain, Sahara terjepit di antara pertarungan mereka, napasnya tersengal dengan cemas memikirkan cara untuk menjauh dari sana.Seolah Keith mampu mendengar apa yang terbesit dalam benaknya, lengannya sekali lagi dicengkeram, tubuhnya ditarik agar berdiri lebih dekat tanpa tempat untuk melarikan diri, sementara atensinya masih terarah pada sosok Nathan.“Kamu menganggap ayah akan selalu berada di sisimu, Nathan? Kamu pikir hal itu tidak akan membuatmu terkalahkan?” ujar Keith dengan nada yang penuh kebencian.Dia mengencangkan rahangnya dengan kedua alis bertaut saat dia melanjutkan dengan geram, “Kamu han
Sahara ingat jaraknya dengan sofa yang terletak di tengah ruang tamu tidak sedekat ini sebelumnya. Namun, dia terus melangkah mundur saat Keith berusaha mendekatinya.Wanita yang baru saja keluar dari rumah sakit tersebut tampak semakin pucat saat jarak keduanya semakin dekat.Sahara terkepung dalam situasi yang mencekam, merasa denyut panik memenuhi setiap serat tubuhnya ketika berhadapan dengan niat Keith yang semakin jelas.Raut wajahnya tegang saat dia mengangkat tangan dan menahan tubuh besar Keith yang terus mengimpitnya demi pertahanan diri.“Jangan dekati aku, Keith!” teriak Sahara dengan suara yang gemetar. Dia ketakutan setengah mati.Naina selalu menghilang di saat-saat seperti ini, entah gadis itu sengaja bersembunyi. Tuhan tahu betapa kalutnya jantung Sahara kini berdetak dengan keringat yang mengalir di dahinya.Namun, se
“Halo, Sahara, bukan?” Pria itu menjulurkan tangannya, tersenyum dengan kecerobohan yang jelas terdengar dalam nada suaranya. Dia bahkan terkekeh ringan usai menyebut nama Sahara dengan pelafalan yang tepat.“Aku Nathan, kakak laki-laki Keith,” lanjutnya.Sahara sejenak tertegun, tidak tahu bagaimana harus menanggapi. Satu hal yang pasti, dia mengabaikan uluran tangan Nathan dan tetap berdiri di sana tanpa bergerak.Tidak terlihat kecanggungan saat Nathan menarik kembali tangannya dan kini dimasukkan ke dalam saku.“Aku mengerti,” ucap Nathan di antara suasana yang tidak pasti. Matanya melirik ke arah Naina sekilas, tapi segera berpusat kembali pada Sahara.“Maaf, kamu tidak ingin bersentuhan denganku pasti karena khawatir membuat Keith marah,” sambung Nathan masih dengan tawa kecil di ujung kalimatnya. “Aku tahu dia ada
“Aku benar-benar tidak terkejut saat mengetahui jika kamu akhirnya berakhir di tempat ini.”Raina mencibir dengan sudut bibir terangkat. Kedua alisnya naik saat menatap wanita yang duduk di atas ranjang rumah sakit dengan sorot ketidakpedulian.Sementara Sahara terduduk kaku dengan raut wajah yang menegang.“Sahara, tampaknya aku terlalu meremehkanmu saat berpikir kamu dapat setuju dan dengan patuh akan memberiku cucu tanpa menciptakan masalah yang tidak perlu,” lanjut Raina dengan mata menyipit tidak suka ke arah Sahara.“Dan kamu pasti juga meremehkanku, tidak tahu bahwa aku dapat melakukan sesuatu yang membuatmu tetap tunduk dan rela melakukan segala yang kuperintahkan.” Dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada, Raina berbalik dan pergi ke arah sofa, mendudukkan dirinya di sana. Meskipun ruangan tempat Sahara dirawat merupakan ruang khusus VIP, tapi Raina masih mengerutkan hidungnya dengan jijik. Bagaimanapun bersihnya, bau disinfektan tetap tidak bisa dipisahkan dengan te