Brak!Amora langsung menggebrak meja karena marah dengan semua orang yang berada di meja makan itu. Terlebih pada Valerie karena sekali lagi wanita licik itu berhasil merebut hati ibu mertuanya.Tidak cukup dia merebut hati suaminya, Sean. Kini dia pun berhasil mengambil hati ibu mertuanya. Satu-satunya harapannya agar bisa kembali pada Sean, tetapi sekarang semuanya sirna karena Valerie sialan itu.“Jahat! Kalian semua jahat kepadaku! Bagaimana mungkin kalian tega memperlakukan aku seperti ini, huh?” teriak Amora membabi buta, meneriakkan kemarahannya yang tidak bisa ditahan lagi.Semua mata langsung mengarah pada Amora, tercengang dengan tingkah Amora yang menurut Sean terlalu mendramatisi keadaan. Sedangkan Valerie kembali menjadi pihak yang paling di salahkan, terlebih lagi bisa dibilang ia yang menjadi penyebab segala masalah yang terjadi.“Apa kau sadar dengan yang kau lakukan, Amora?” tanya Sean kesal dengan kelakuan Amora yang malah bertingkah seperti ini di depan makanan.Amo
“Susul dia, Sean! Amora pasti merasa sakit hati karena aku yang tiba-tiba berubah pikiran menerima Valerie. Bujuk dia dan tenangkan dia, ya!” perintah Juliet kepada Sean setelah kepergian Amora dan meninggalkan makan siangnya.Sean langsung menatap tidak percaya atas perintah ibunya tersebut. Bagaimana mungkin ibunya itu malah memintanya untuk menyusul dan membujuk Amora, padahal dia yakin kalau wanita itu hanya sedang berakting. Wanita itu terlalu drama queen, tidak perlu dihiraukan nanti Amora baik sendiri.Amora melakukan semua ini hanya ingin agar Sean membujuknya, agar pria itu kembali perhatian kepadanya. Padahal Sean sama sekali tidak berpikir demikian, karena ia tahu semua ini bagian dari rencana wanita itu.“Aku tidak mau, Ibu. Dan tolong jangan memaksaku,” putus Sean dengan penekanan di setiap kalimatnya, berharap agar ibunya itu bisa mengerti maksud dari penolakannya tersebut dan berhenti memaksanya.Tetapi tampaknya Juliet sama sekali tidak memahami arti dari penolakan put
Setelah kepergian Sean untuk menyusul Amora, kini hanya Juliet dan Valerie yang berada di meja makan tersebut. Seketika suasana menjadi hening dan terasa canggung, Valerie bahkan merasa asing berada di tempat tersebut, terlebih lagi dia hanya berduaan dengan ibu mertuanya.“Apa kau puas?”Suara celetukan itu seketika mengambil perhatian Valerie, ia segera menoleh ke arah Juliet dan menatapnya tidak mengerti atas kalimat pertanyaan tersebut.“Iya?” tanya Valerie memastikan.Juliet langsung menolehkan pandangannya ke arah Valerie dan menatapnya dengan tatapan tajam. Seketika atmosfer di sekitar keduanya berbeda, Juliet tidak lagi memasang wajah lembut seperti tadi melainkan kini berubah kembali seperti yang lalu-lalu. Menatapnya penuh kebencian dan permusuhan.Seketika Valerie menyadari akan sesuatu, apakah perangai yang Juliet tunjukan tadi itu hanyalah kepura-puraan belaka? Apakah sifat lembut dan penerimaan itu hanyalah bualan semata? Oh astaga! Padahal Valerie sudah merasakan eufor
“Apa kau tidak malu mengatakan kalimat itu, heh?”Juliet benar-benar tidak menyangka Valerie akan seberani itu mengutarakan kalimat memalukan seperti itu. Bagaimana mungkin dia tidak punya malu, sampai-sampai mengatakan tidak akan meninggalkan Sean yang notabenenya adalah suami orang. Merusak keluarga yang sebelumnya dipenuhi kebahagiaan dan ketenteraman.Sedangkan Valerie hanya bisa menghela napas, kalau ditanya seperti itu tentu saja ia merasa malu. Hanya saja ini sudah menjadi pilihannya, terlebih Sean sangat menginginkan dirinya saat ini. Terlebih lagi dirinya tengah mengandung anak Sean sekarang, jadi katakan saja ia egois dengan tetap bertahan di sisi pria itu anggap saja ia mendekatkan anak di dalam kandungannya dengan ayahnya.Walaupun jika suatu saat nanti Sean benar-benar mengusirnya dari dalam hidupnya, maka tanpa berpikir dua kali dia akan langsung pergi. Tetapi saat ini Sean masih menginginkan dirinya, maka ia akan tetap bertahan meskipun semua orang mencacinya dan menunt
“Apa yang sebenarnya kau rencanakan, heh? Berhenti mempengaruhi ibu dan ayahku, aku tidak suka!”Sean tidak bisa menahan lagi kekesalannya setelah berhasil menyusul Amora ke dalam kamar pribadinya yang selalu ia tempati bersama wanita itu saat menginap di rumah ini. Tetapi semalam, untuk pertama kalinya ia tidak menempati kamar ini karena keberadaan Amora dan ia lebih memilih bersama Valerie di kamar tamu.Amora langsung menoleh dan balas menatap Sean tak kalah kesalnya. “Memangnya ada yang salah, huh? Aku hanya berusaha mempertahankan milikku, jadi jangan salahkan perjuanganku,” balas Amora dengan nada acuh tak acuh.Kekesalan Sean semakin meningkat mendengar jawaban Amora itu. “Milikmu katamu? Aku bukan lagi milikmu seorang semenjak kau membawa Valerie masuk ke dalam kehidupan kita. Apa kau belum sadar juga bahwa kau sendiri yang merusak pernikahan kita!”Mau sebanyak apa pun alasan Amora tentang keretakan rumah tangga mereka, Sean tetap menyalahkan wanita itu. Bagaimana tidak, Amor
Valerie melihat semuanya ....Valerie menyaksikan kedua orang itu tengah berciuman di dalam kamar, tidak ada penolakan dan keduanya tampak menikmati ciuman itu.“Sean masih mencintai Amora, kau hanya dijadikan tempat bersenang-senang saja oleh putraku.”Perkataan Juliet sebelumnya kini berputar di kepalanya dan membuatnya seketika ragu dengan cinta Sean kepada dirinya.“Kau harus sadar, kau hanya dijadikan pelarian saja untuk mencari kesenangan yang lain. Tetapi di hati Sean hanya ada Amora dan tak akan tergantikan.”Kedua tangan Valerie mengepal erat, hatinya seketika berdenyut nyeri saat melihat interaksi kedua insan berbeda kelamin itu. Terlebih kepalanya mendadak pening saat perkataan dari Juliet berputar di kepalanya dan membenarkan segala apa yang dilihatnya saat ini.“Ternyata benar, mereka berdua saling mencintai!” Valerie mencicit saat melontarkan kalimat itu, dengan kedua mata yang sudah berkaca-kaca yang menatap lurus ke arah dua orang itu yang tampaknya belum menyadari ke
Kali ini mendadak Sean yang berubah pucat pasi, lidahnya berubah kelu tak bisa berkata-kata untuk menjawab pertanyaan dari Amora tersebut.“Kau jelas-jelas membalas ciumanku, Sean. Itu tandanya kau masih menginginkan aku dan mungkin saja kau masih mencintaiku,” lanjut Amora kembali dengan ekspresi yang sangat puas.Bagaimana Amora tidak puas melontarkan kalimat tersebut, karena ia bisa melihat dengan jelas bagaimana wajah yang tadinya begitu pongah kini mendadak pias. Seakan-akan ia tengah melontarkan sebuah kebenaran yang ia anggap sangat memalukan.Sean langsung menggeleng. “Ti—tidak mungkin!” bantahnya dengan tegas, tidak terima dengan tuduhan yang Amora layangkan padanya.Amora terkekeh skeptis. “Kau bisa saja bersikap munafik dengan tidak mengakuinya, Sean. Tetapi hatimu tidak akan mungkin berbohong, akui saja bahwa di sudut hatimu yang paling dalam sebenarnya masih menginginkan aku. Mulutmu bisa saja mengatakan tidak lagi mencintaiku, tetapi sejujurnya hatimu masihlah mengingink
Dengan cekatan Valerie segera menghapus sisa-sisa air mata di pipinya saat suara pintu dibuka dari luar. “Sarapannya sudah selesai?” tanya Sean kemudian setelah menutup pintu di belakangnya dan menemukan Valerie yang tengah duduk terdiam di pinggiran kasur. Valerie mendongak dan menatap Sean dengan tatapan nelangsa. Bayangan tentang apa yang baru saja dilihatnya kini mengganggu pikirannya, pemikiran tentang pria itu baru saja berciuman mesra dengan Amora langsung mengganggunya. Tetapi meskipun hatinya terasa sakit dan begitu nyeri, Valerie sama sekali tidak menunjukkan kesedihannya. Justru ia berusaha keras terlihat baik-baik saja di hadapan Sean, berusaha ceria agar pria itu tidak menyadari kalau ia baru saja menangis karena tidak bisa menahan rasa sakit hatinya. “Hmm ... ya, aku sudah selesai,” jawabnya dengan nada lemah. Sean tentu saja bisa menyadari bahwa ada sesuatu yang terjadi melalui dari nada suara Valerie. Segera ia mendekat dan menatap Valerie dengan intens.
“Kalian berdua berciuman! Kau membiarkan pria lain mencium dan menyentuh tubuh yang sudah menjadi milikku. Kau sangat-sangat menjijikkan di mataku!”Napas Sean berubah terengah-engah, dengan kasar ia lalu mendorong Valerie ke belakang dan membuatnya terbanting di kasur.Valerie masih berusaha menghindar, berusaha melepaskan diri dari tindihan tubuh Sean yang keras dan berat. Berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Sean yang kuat dan tanpa ampun. Tetapi pria itu terlalu kuat, terlalu marah. Bahkan Sean sama sekali tidak menyadari kalau perbuatannya yang begitu kasar sudah melukai dan menyakiti tubuh Valerie yang rapuh.Pria itu seperti kerasukan setan. Matanya menyala penuh kebencian ketika menatap ke arah Valerie. Dengan ketakutan yang amat sangat, Valerie masih berusaha memberontak dan turun dari ranjang. Tetapi Sean berhasil menangkapnya dan kembali membantingnya di ranjang dengan kasar, lalu menindihnya sekuat tenaga.Valerie mengernyit merasakan cengkeraman tangan Sean yang kas
“Wanita murahan harus diperlakukan selayaknya wanita murahan pada umumnya!”Kata-kata Sean yang diucapkan dengan nada dingin dan ketenangan menakutkan itu seolah-olah bergaung di ruangan yang hening itu.Pria itu sudah berhasil melepaskan kemejanya dan membuka ikat pinggang celananya, lalu meletakkannya di atas nakas ujung ranjang. Ekspresi wajahnya tenang, namun kedua bola matanya memancar begitu dingin. Dan ketenangan pria itulah yang malah membuat Valerie gemetar takut.“P—please ... dengarkan aku dulu, Sean! Kau harus mendengarkan semuanya ....”Valerie masih mencoba membujuk pria itu agar mendengar penjelasannya, bukannya langsung menuduhnya seperti yang dia lihat. Namun, mendapati ekspresi wajah Sean, ia tahu semua usahanya tidak akan pernah berhasil.Sean terlalu marah, pria itu telah dibutakan oleh kemurkaannya.“Lepaskan kemeja yang kau kenakan, Valerie!” perintah Sean dengan nada datar.Wajah Valerie langsung berubah pucat pasi mendengar perintah yang dilontarkan oleh Sean d
“Sa—sakit ...” rintih Bara mengernyit ketika Amora mengusap luka di sudut bibirnya dengan kapas.“Sebenarnya apa yang kau lakukan? Kenapa Sean bisa semarah itu?” tanya Amora yang sejak tadi penasaran hal apa yang Bara lakukan sampai menyulut amarah Sean. Mereka berdua baru saja pulang dari rumah sakit setelah mengelabui Andre dan Shela untuk diberikan kepercayaan mengurus pria ini. Dan luka-luka yang ada di tubuh Bara akibat pukulan dari Sean sangat-sangat fatal, hidungnya patah dan tiga tulang rusuknya retak sehingga harus ditahan dengan sebuah perban. Belum lagi ditambah dengan luka lebam di seluruh tubuh dan wajah Bara yang membuatnya benar-benar terlihat memprihatinkan.Mata Bara bahkan sudah mulai membengkak membiru. Pukulan demi pukulan yang Sean layangkan benar-benar brutal.“Aku mencium wanita itu di hadapan Sean!” jawab Bara tanpa rasa bersalah sedikit pun, bahkan ia melontarkan kalimat itu dengan penuh kebanggaan.Bola mata Amora langsung melebar sempurna mendengar pengakua
“Sean, apa yang dikatakan pria itu semuanya bohong. Bahkan aku tidak mengenalnya dan dia pria gila!” Valerie berusaha menjelaskan ketika mereka sudah sampai di penthouse dan Sean masih menyeretnya dengan kasar memasuki kamar tidur mereka. Dan setelah membuka pintu, Sean langsung menghempaskan tubuh Valerie kasar ke tengah ranjang. “Dia berbohong, Sean!” Napas Valerie berubah tersengal putus asa mencoba meyakinkan Sean.Ingin rasanya Sean mempercayai perkataan Valerie bahwa Bara lah yang tengah berbohong. Hanya saja, bagaimana mungkin Bara bisa tahu siapa itu Valerie sehingga sengaja melakukan hal tersebut untuk mempengaruhinya. Jadi, justru Bara yang berkata benar dan Valerie berbohong.“Dia sama sekali tidak mengenalmu dan apa hubungan kita. Jadi, bagaimana mungkin dia berbohong?” tanya Sean datar, dengan tangannya yang bergerak membuka kancing kemejanya satu persatu.“Dia berbohong, percayalah padaku! Kami tidak berpapasan di luar seperti perkataannya, justru dialah yang masuk ke
“Apa yang kau lakukan pada istriku, sialan?” teriak Sean dengan amarah yang menggebu-gebu.Sean sengaja memberitahukan kepada Bara siapa sebenarnya Valerie. Dia bukan karyawan biasa di perusahaan ini, melainkan wanita itu sudah menjadi istrinya. Jadi, bagaimana mungkin Bara berani melakukan hal tak senonoh seperti apa yang dilihatnya barusan pada Valerie.Untuk melampiaskan amarahnya yang begitu menggebu-gebu, Sean terus menyarangkan pukulan demi pukulan yang membuat Bara kewalahan dibuatnya.“Mana aku tahu, Sean! Perempuan ini sendiri yang menawarkan diri padaku. Jadi, kenapa aku harus menolaknya?” balas Bara dengan nada terbata-bata, merasa kesakitan dan nyeri di seluruh tubuhnya akibat pukulan Sean yang tidak main-main.Meskipun kemarahan Sean sudah meluap-luap padanya, tetapi tetap saja Bara memancing amarah pria itu untuk semakin menjadi-jadi. Bukan tanpa alasan ia melakukan semua ini, tentu saja ia harus menyelamatkan pernikahan Amora. Meskipun ia benci setengah mati pada pria d
Para kolega bisnisnya akhirnya pulang juga, rapat akhirnya selesai. Dan semuanya berjalan sesuai keinginannya, dengan kata lain agenda rapatnya sukses besar.Hanya saja entah kenapa ia tidak bisa merasa lega, padahal yang dia nanti-nantikan akhirnya berhasil. Seakan ada sebuah kekhawatiran yang melandanya, dan membuatnya kalut luar biasa.Bahkan ia tidak bisa fokus mengikuti rapat ini, dan ia hanya mempercayakan semuanya kepada sekretarisnya. Ia hanya menjadi pengamat, sekaligus jika dimintai pendapat tetapi ia tidak turun tangan langsung untuk mempresentasikan hasil rapat tersebut.“Ada apa sebenarnya? Kenapa seperti ada beban berat yang mengganjal di dalam hatiku, padahal semuanya berjalan sesuai keinginan.”Sean berbisik pada dirinya sendiri, mempertanyakan kegundahan yang ia rasakan saat ini.‘Kau tahu kenapa?’ tanya balik suara hatinya.“Ah ya, aku tahu mengapa.”Sean mengakuinya.Semuanya tentu saja karena satu nama. Sebuah nama yang akhir-akhir ini begitu mempengaruhinya. Seora
“Ba—bara?”Valerie mengucapkan nama itu dengan kepala yang terus berpikir keras. Ia tidak tahu siapa pria di hadapannya, bahkan tidak tahu menahu apa gerangan yang membuatnya memasuki ruangan Sean tanpa bersama pria itu.“Apa Anda mencari Sean? Dia tengah ada rapat penting,” ucap Valerie memperingatkan, kalau-kalau pria di hadapannya ini datang mencari Sean.Bara tersenyum miring kemudian Mengangguk. “Hmm ... Sean sendiri yang memintaku untuk menunggunya di sini,” jawabnya dengan santai sambil bergerak mendekati Valerie yang tidak jauh dari tempatnya.Seketika suasana berubah jadi canggung, Valerie merasa tidak enak jika hanya berduaan dengan pria asing di dalam ruangan tertutup ini. Bahkan dia takut Sean akan salah paham kepadanya meskipun ia tahu tidak mungkin dirinya melakukan sesuatu yang tidak akan disukai oleh suaminya tersebut.“Ah, benarkah? Sebelumnya Sean tidak memberitahuku kalau akan ada temannya yang akan datang,” balas Valerie kembali dengan nada kikuk.Seketika ia meras
“Aku tinggal di sini tidak apa-apa, kan?”Sean dan Valerie saat ini sudah berada di ruangan CEO perusahaan ini. Sean sudah bersiap-siap untuk menghadiri rapat, tetapi rasanya berat jika harus meninggalkan Valerie seorang diri di ruangannya.Valerie memberikan anggukan kecil. “Iya, Sean. Ini sudah yang ketiga kalinya kamu berpamitan tetapi belum juga pergi,” jawab Valerie sembari terkekeh.Terlihat sekali bukan dirinya yang berat dibiarkan seorang diri di dalam ruangan luas dan megah bercampur maskulin itu. Melainkan Sean sendiri yang seakan enggan untuk meninggalkannya, padahal Valerie sama sekali tidak keberatan.“Apa kau yakin? Aku takut jika kau kenapa-kenapa di sini tanpa aku, Valerie,” ucap Sean kembali dengan nada nelangsa.Valerie kembali terkekeh. “Tidak apa-apa, Sean. Aku baik-baik saja. Lagi pula, ini adalah perusahaan yang di dalamnya banyak manusia. Kalaupun ada apa-apa, aku bisa meminta tolong pada mereka. Dan juga durasi rapat itu tidak memakan waktu selama berhari-hari
Semua mata hanya tertuju pada dua sejoli yang baru saja memasuki pintu gedung perusahaan Kyler Group. Bagaimana tidak, CEO dari perusahaan mereka kini menggandeng seorang wanita yang ia ketahui adalah salah satu karyawan di perusahaan ini.Valerie yang menyadari tatapan itu seketika merasa tidak nyaman, dia segera menjauh agar kemesraan yang diperbuat oleh Sean tidak terlalu jelas. Namun, bukannya Sean membiarkan Valerie menjauh darinya dia justru meraih pinggang Valerie dan memeluknya. Setelah itu ia kembali menghela Valerie memasuki perusahaannya tanpa peduli dengan tatapan penasaran dari para karyawan yang kebetulan ada di sana dan melihat kedatangannya.“Sean, lepaskan aku!” pinta Valerie dengan nada berbisik, sembari berusaha menjauhkan tangan Sean dari pinggangnya.Namun bukannya melepaskan pelukannya sesuai permintaan Valerie, Sean justru semakin mengeratkannya. Ia lalu menunduk dan menatap Valerie tidak suka. “Memangnya ada yang salah?”Sean mengatakan kalimat itu dengan nada