بسم الله الرحمن الرحيم
Merasakan Seina yang menangis membuat Alistar diam tersenyum remeh.
Setelah itu, Alistar membawa Seina ke hotel lain. Meskipun di depannya adalah salah satu hotel terbaik di sana tapi setelah melihat perlakuan kasarnya pada wanita lemah seperti Seina membuatnya kesal. Bahkan dia sendiri tidak pernah berbuat tidak sopan pada wanita, kecuali di beberapa kasus tertentu.
“Rion carilah informasi tentang keluarga Wiliam.”
“Baik Bos.”
Alistar mematikan ponselnya lalu tersenyum, merasa tidak sabar menyaksikan permainan yang dia mulai.
Berjalan menuju ranjang membelai wajah Seina dengan jarinya.
“Saya akan menjadikan kamu sebagai bintang, sehingga tidak ada yang meremehkanmu,” lirihnya.
“Kamu sangat berguna untuk saya,” ucapnya.
Alistar pergi tanpa memperhatikan Seina yang membuka matanya.
Suara Langkah kaki bergema dilorong, membuka pintu yang bertuliskan 23.
Suara pintu terbuka, di sana seorang wanita yang duduk di depan jendela yang terbuka, angin berhembus menerbangkan helaian rambut pirangnya.
Wanita itu, Seina menatap Alistar dengan pandangan tak terbaca.
“Ikut aku.” ucapnya.
Seina berjalan mengikuti Alistar. Gaun kuningnya yang kotor telah berganti menjadi piyama putih panjang, yang membuatnya seperti wanita simpanan, karena memperlihatkan bahu putihnya.
Alistar menekan lift melihat Seina yang tertinggal jauh.
“Kenapa tidak pakai sandal?” tanyanya.
“Aku lupa.”
Menghela nafas. “Berjalanlah dengan cepat.”
Alistar memasuki lift di ikuti Seina. Keluar dari lift dan menuju tempat makan.
Mereka berjalan dengan langkah penuh percaya diri. Alistar tetap terlihat tampan seperti biasanya, dengan pakaian kasual yang sangat cocok dipakainya, menonjolkan tubuhnya yang kekar hasil nge-gym. Pelayan yang mengenal tentang Alistar, mencoba mencuri pandang kearahnya.
Memangnya siapa yang tidak mengenal aktor yang membuat filmnya sendiri karena merasa tersingung oleh aktor lain selain Alistar. Mereka bertanya-tanya siapa wanita cantik di belakangnya mungkinkah itu kekasihnya.
Memandang Seina yang terlihat cantik tapi tidak memakai alas kaki, akhirnya mereka tetap berpikir positif mungkin saja itu karena gaya fashion terbaru.
‘Semakin kesini fashion malah semakin ke sana’ batin seorang pelayan tua.
Seorang pelayan memberikan menu pada mereka berdua.
“Saya mau cappuccino dan cornetto,” pesan Alistar.
Alistar baru ingat Seina adalah wanita gelandangan, dia pasti tidak tau cara membaca menunya. “Tam—““Aku mau …, espresso dan biscotti,” ucap Seina.
“Baik,” ucapnya.
Alistar menatap Seina berpikir dia pasti memesan asal-asalan karena dia tinggal di jalanan tapi bagaimana bisa dia membaca tulisan menu, meski tidak ada larangan bagai gelandangan untuk bisa membaca tapi aksennya terdengar seolah olah dia sudah bisa melakukannya.
Seorang pelayan datang menyajikan makanan yang mereka pesan. Seolah-olah terbiasa dengan semua itu, Alistar mengawasi Seina.
“Delizioso,” ucap Seina.
“Graize mille,” balasnya.
Pelan itu pergi dengan tersenyum.
“Bagaimana kamu tau Bahasa Italia.”
Alistaer mencondong tubuhnya ke arah Seina karena merasa penasaran.
“Aku belajar.”
“Bagaimana bisa kamu belajar?” tanya Alistar.
Alistar berpikir bahwa Seina adalah anak dari Wiliam Joyli yang di buang, dan dia dibodohi menjadi untuk mata-mata perusahaan hanya untuk menyambung hidupnya yang sulit.
Seina berpikir. “Membaca buku,” ucapnya.
‘Pasti buku dari jalanan.’
“Dan untuk etika makan?” tanyanya.
“Aku diajari oleh nenek.”
Alistar menutup mulutnya merasa kasihan membayangkan kehidupan Seina yang sangat menyedihkan, dia pasti sangat menderita.
“Lalu siapa wanita yang kamu temui di hotel kemarin?”
“Dia adikku,” ujarnya.
Mimik wajah Seina terlihat ceria tapi langsung kembali datar.
‘Sudah saya duga.’
“Saya mengerti, tapi di mana nenekmu?”
Seina mengambil minum, meneguknya perlahan. Gerakannya seperti wanita penggoda dimata Alistar, saat bibir itu terlihat berkilau akibat terkena kopi. Menatap Alistar dengan mata sayu. ” Dia mati, terbakar,” ucapnya.
Tatapan Alistar terpaku pada lengan Seina yang masih membiru.
“Maafkan aku,”
Seina mengangguk.
Alsitar mengambil ponselnya dan mengirim pesan pada seseorang. Setelah itu mereka makan dengan tenang.
Pyar…
“Seina,” serunya sambil berdiri.
Seina menunduk sambil memegang dadanya. “Aku tidak bisa bernafas.”
“Pelayan tolong dia!” serunya.
Pelayan datang dengan cepat. “Ada apa ini tuan?!”
“Apa anda tidak lihat, tolong dia.”
Pelayan langsung mengendongnya dan membawanya ke rumah sakit dengan cepat.
“Hei, kamu jangan mati ya!”
Alistar menepuk pipi Seina.
Wajah Seina terlihat sangat pucat.
‘Permainan belum dimulai kamu jangan mati dulu.’
“Cepatlah, wanita ini hampir mati” teriak Alistar.
Teriakannya membuat kesal sopir, yang membuatnya menambah kecepatannya.
Sampai di rumah sakit sang pelayan mengendong Seina yang pingsan untuk dibawa ke ruang pemeriksaan.
Alistar mentelepone Rion.
“Hallo Bos.”
“Jemput aku di rumah sakit.”
“Rumah sakit… Bos sakit?”
“Bukanlah, tidak usah banyak tanya jemput aku di rumah sakit.”
“Baik bos.”
“Rumah sakit xxx.”
Menutup telepone.
“Tuan saya permisi, mau kembali ke hotel,” ujar pelayan
Alistar melambaikan tangannya, dengan kesal pelayan itu pergi karena tidak mengucapkan terima kasih.
Tidak lama setelah pelayan itu pergi, pintu kamar terbuka dan Seina dipindahkan oleh suster ke ruangan lain.
“Bagaimana keadaannya dokter?” tanyanya.
“Dia hanya alergi kacang,” ucapnya.
‘hanya, kalau hanya dia tidak akan dibawa ke rumah sakit.’
“Saya juga sudah membalut luka dikaki dan tangannya jadi sebentar lagi dia akan segera siuman.”
“Luka?” bingungnya.
“Iya, apa Tuan tidak tau?” tanyanya bingung.
“Tau Dokter, karena keburu alergi jadi belum sempat,” kelitnya.
“Baik saya permisi, lain kali tolong perhatikan makannya agar tidak terjadinya alergi karena memakan kacang.”
Dokter itu pergi sementara Alistar pergi ke kamar Seina.
Alistar melihat Seina yang berbaring dengan perban ditangan dan kedua kakinya.
‘Saya sudah ada di parkiran, Bos.’
Rion mendapat pesan untuk masuk ke kamar xxx.
Sampainya di sana dia melihat Alistar yang sedang berbaring di sofa sabil memainkan game.
“Bos.”
“Hm…”
Rion melihat Saina yang terbungkus perban. “Bos menghajar Seina?” tuduhnya.
“Bukan, dia alergi kacang. Tunggu, Seina katamu.”
Alistar langsung bangun
Rion mengangguk, Alistar langsung duduk. “Bagai mana kamu tau dia bernama Seina?”
‘saya saja yang menolongnya belum tau namanya.’
“Ya… sewaktu mengitrogasi Bos ketika pingsan kemarin.”
Alistar menatap Rion curiga karena dia mengetahui nama wanita itu ketimbang dirinya sendiri.
“Kamu suka sama dia?” ujarnya.
“Bukan… orang yang aku sukai bukan dia Bos!”
Alistar menatap Rion dengan tajam lalu memeluk dirinya dan langsung menjauh, melihat reaksi berlebihan Bosnya Rion langsung mundur.
“Aku masih normal Bos.” memeluk dirinya sendiri.
Telepon Rion bergetar. “Bos aku sudah mendapatkan informasi tentang keluarga Wiliam Joyli.”
“Bacakan,” printahnya.
“Wiliam Joyli, pengusaha fashion terbesar di asia mereka juga berinvestasi di bidang teknologi dan perfileman—.”
“Aku mau informasi rahasia tentang keluargganya bukan tentang informasi umum.”
‘Seperti di film yang pernah aku perankan.’
Rion mengangguk.
“William seorang pria kaya yang menikah dengan Elma pembantunya, pernikahan mereka jelas ditentang oleh keluarga Joyli, tapi dengan kekuasaannya William membuat keluarganya menerima Elma, di tahun pertama mereka dikarunia seorang anak perempuan, lalu setahun kemudian mereka dikarunia seorang anak lagi. Anak pertama dikabarkan meninggal diusia tuju tahun karena kecelakaan. Sekarang pernikahan mereka sudah berjalan selama 45 tahun.”
“Sungguh keluarga penuh drama,” ujarnya.
‘Lebih menderama keluarganya Bos.’
Rion mengingat kembali situasi keluarga Vennec, keluarga Alistar Mereka memperebutkan harta warisan, Alistar selaku anak pertama dari istri resmi tidak terima jika saudara tirinya mendapat bagian lebih banyak darinya, sangat tidak adil meski ayahnya lebih menyukai sauadar tirinya karena anak dari wanita yang dia cintai. Ayah alistar tetap pada pendiriannya dia memberikan warisan pada anak ke duanya.
Karena hal itu Alistar pergi dan berpindah marga menjadi Alistar Opixi mengikuti marga neneknya dan membangun perusahaannya sendiri.
‘Ya setidaknya keluargaku lebih normal.’
Riaon mengingat keluarganya, dia menjadi yatim piatu saat berumur Sembilan tahun, akhirnya di tinggal dipinti asuhan dan diangkat sebagai anak seorang pengacara.
Tapi setelah dua tahun pengacara itu menikah dan mengusirnya karena istrinya tidak menyukainya, akhirnya dia tinggal di panti asuhan kembali sampai sepasang suami istri mengadopsinya berkata bahwa dia adalah anaknya yang hilang.
Kehadirannya membuat keluarganya selalu bertengkar akhirnya dia memutuskan untuk tinggal sendiri. Sampai dia bertemu dengan Alistar pria yang membantunya saat dia di bully di sekolah sejak itu dia mulai mengikuti Alistar.
Suara deting garpu beradu dengan piring, Elina meletakan perlalatan makanya lalu mengusap mulutnya dengan serbet.
“Ayah, Ibu bisakah aku bertanya?” ucap Elina
Meletakan peralatan makanya, lalu mengusap mulutnya dengan serpen.
“Apa yang ingin kamu tanyakan?” sahut Ayah.
“Apa kakak-ku masih hidup?”
“Lelucon apa yang kamu katakana Elina, jelas- jelas kakakmu sudah meninggal,” seru Ibu.
Elina menundukkan pandangannya karena takut, “Tapi jazatnya belum ditemukan.”
“Jangan mengugkit masalah tentang kakakmu Elina” ucap Ayah.
“Ya, Ayah,” balasnya.
“Kenapa kamu membahas tentang kakakmu?”
“Aku—.”
“Kenapa kalian membicarakan anak itu,” teriaknya.
“Nenek.”
الحمد لله
بسم الله الرحمن الرحيمSeina membuka matanya, dia melihat di sekeliling ruangan yang serba putih dengan selang infus yang menempel pada tangan kirinya.Seina melepasnya dan pergi dari sana, dia sama sekali tidak merasakan sakit.“Bos, haruskah aku menyelidiki tentang Seina lagi?” tanya Rion.Alistar berhenti, lalu berlari diikuti Rion di belakangnya.“Sina,” seru Alistar.“Seina Bos, pakai ‘e’ bukan Sina,” jelas Rion.Alistar melihat ke bawah selimut, bahkan sampai ke kamar mandi.“Bantu aku mencarinya,” marah Alistar.Rion hanya menatap Bos-nya yang kebingungan.“Sepertinya dia keluar Bos.”Alistar langsung keluar. “Tunggu apa lagi ayo.”Seina merasakan perutnya lapar saat berpapasan dengan orang-orang yang membawa makan keluar dari kantin. Dia berjalan menuju tempat di mana wanita berbaju putih itu juga mendapat makanan.“Nona, apakah kamu tidak melihat aku masih pesan?”Antre berganti, wanita itu langsung menatap Seina kesal karena langsung menyela antreannya, bukannya mengantre.
بسم الله الرحمن الرحيم“Aku sedang menjenguk temanku,” ujar Theo.“Baiklah, kalau begitu pergilah menemui temanmu.”Theo melihat Alistar yang masih memegang tangan Seina, sementara Rion menatap mereka dengan tatapan membara, meski dia agak khawatir akan adanya keributan tapi dia tidak sabar melihat pertengkaran mereka.Theo tersenyum dengan wajahnya yang lembut. “Baiklah… aku pergi dulu, sampai berjumpa lagi Seina.”Mengakat tangannya lalu berbalik pergi, Seina tersenyum dan melambaikan tangannya.Theo adalah saudara Alistar, tepatnya saudara tiri yang selalu dia benci dari dulu. Theo selalu merebut apa yang dia inginkan bahkan cinta pertamanya.“Apa yang sedang kamu lakukan dengan dia?” tanya Alistar.Seina berpikir. “Ada noda di bibirnya.”Alistar menyipitkan matanya, melihat ada noda di bibir Seina bukan di bibir Theo.“Lalu kamu menyentuhnya?” Alistar melihat kedua tangganya di dada.Seina mengangguk, Alistar melihat sekeliling adanya orang yang berlalu lalang untuk mencari pengob
بسم الله الرحمن الرحيم Alistar turun dari mobil, dia melihat Madam Rose yang keluar dengan ekspresi marah. “Anda mau ke mana Madam Rose?” Madam berhenti di depan Alistar dan menarik nafas perlahan. “Saya sepertinya tidak cocok dengan nona Seina.” “Kenapa Madam?” “Dia sama sekali tidak cocok belajar akting, saya menyerah untuk mengajarinya jadi saya permisi.” Madam langsung pergi menaiki mobil yang terparkir di sebelah mobil Rion. Alistar langsung masuk ke dalam, dia melihat Seina yang sedang duduk sambil menonton film kartun di televisi dengan Rion yang meminum kopi dan Luci yang bermain ponsel. “Apa yang sedang kalian lakukan!” Mereka menatap Alistar yang terlihat marah, Rion dan Luci langsung berlari menuju Alistar. “Bos,” panggil ke duanya. “Kenapa tidak ada yang menahan kepergian madam Rose?” Luci langsung menatap ke arah yang berlawanan agar tidak menatap mata Alistar. “Seorang pria tidak boleh berbicara pada wanita saat dia marah,” ujar Rion. “Dia itu laki-laki Rion
Suara dering ponsel membuat Alistar terbangun, dengan mata terpejam dia mencari ponsel yang berada di atas meja dekat tempat tidurnya. “Awas aja jika ini bukan urusan yang penting.” “Ini sangat penting Bos, acara pendaftarannya di percepat menjadi besok.” Alistar langsung duduk. “Apa… kenapa?” “Ini karena saudaramu Bos.” “Saudara, siapa?” “Theo.” “Dia bukan saudaraku.” “Aku mengerti.” Rion langsung mematikan telepon membuat Alistar berdecak kesal, dia melihat jam yang sudah menunjukkan jam sebelas malam dan memutuskan untuk memakai sandal dan jubah tebalnya untuk keluar sebentar, dia meletakkan ponselnya di saku jubah. Alistar berjalan menuju ruang tamu yang hanya di terangi oleh lampu dengan minim penerangan membuat jalan yang dia lewati terlihat remang-remang, tiba- tiba dia teringat sesuatu dia langsung berbalik dan menaiki tangga sampai berhenti di depan pintu dia mencoba membukanya dan ternyata pintu itu sama sekali tidak terkunci. Alistar sampai di balkon di depannya
بسم الله الرحمن الرحيمSeina merasakan perutnya terasa lapar saat mengawasi seorang pria yang mencari sesuatu di dalam kotak sampah, memperhatikan pria itu mendapat donat dan makan dengan lahap, dia langsung ikut mencari makannan dalam kotak sampah.Pengemis yang melihat Seina yang mendekatinya langsung berlari. Mengintip dari kejauhan melihat Seina yang berjalan semakin mendekat. Pengemis itu ketakutan dia berpikir bahwa Seina akan memarahinya.Tapi hal yang tidak terduga terjadi, Seina malah berhenti tepat di kotak sampah dan mencari sesuatu di dalamnya. Seina mengambil sebuah donat yang dilapisi coklat lalu duduk disamping tempat sampah, memakanya dengan tenang. Pengemis yang melihat Seina mencari makanan dia langsung perlahan mendekat untuk ikut mencari makanan. Pintu restaurant terbuka “Apa yang kamu lakukan di sini cepat pergi!” seru sang penjaga.Pengemis itu langsung langsung berlari dengan tergesa-gesa, dia bahkan tidak memperhatikan orang lain yang berjalan, akhirnya dia
بسم الله الرحمن الرحيم Seina langsung berlari mengejar mobil di depannya. “Tunggu!” serunya. Bukanya berhenti mobil itu semakin melaju kencang. Sebuah mata menatapnya dari kaca spion. Seina menangis perasaan marah tidak berdaya muncul, dia hanya bisa terus berjalan perlahan menyusuri jalan, dalam cahaya lampu jalan. Berjalan terus mengikuti mobil yang hilang dalam pandangannya. Hatinya terasa sesak membuatnya menangis. Rasa dingin dari air hujan bahkan tidak dia rasakan, yang dia lakukan hanyalah berjalan mencoba untuk mengejar mobil tadi. Malam semakin dingin dan hujan juga tidak berhenti, Seina masih berjalan mencari jejak mobil tadi. Lambat laun pandangannya perlahan menjadi buram dan dia pingsan. Seina menutup matanya saat sebuah lampu mobil menyorotinya, samar-samar dia melihat langkah kaki yang mendekat lalu semuanya benar-benar gelap. Sebuah mobil berhenti di sebuah pintu gerbang, seorang pria membuka kaca mobil lalu seorang penjaga datang membuka pintu gerbang. Pr
بسم الله الرحمن الرحيم Alistar terbangun saat merasakan kepalanya sakit. “Bos anda sudah sadar?” ucap Rion. Alistar menatap Rion, di sampingnya juga ada Seina, bibi Margaret, Luci, dan Thomi yang terlihat baru bangun tidur. Seina yang tidur dengan posisi duduk menyender ke bahu Luci. Pikiran Alistar memutar adegan memalukan beberapa jam yang lalu, kekesalannya memuncak. “Kau?!” jeritnya. Mereka kaget mendengar Alistar yang berteriak. Alistar langsung berdiri dari tempat tidur berjalan menuju Seina, memegang lengannya lalu menariknya keluar. Seina berusaha memberontak tapi Alistar memegang tangannya dengan erat membuatnya kesakitan. Bibi Margaret menghadang Alistar. “Tuan muda, tolong tenang.” bujuk bibi Margaret. “Diamlah bibi!” sinisnya. Margaret hanya bisa diam saat Alistar melewatinya, Seina hanya menatap bibi Margaret dengan penuh harap membuat bibi Margaret sedih karena tidak bisa berbuat apa-apa. “Rion tolong Seina!” pinta bibi Margaret. Rion memandang bibi Margar
بسم الله الرحمن الرحيم “Rion, kemasi barang barangmu, kita pinda ke hotel.” Rion memandang Alistar bingung. “Bibi Margaret sepertinya sudah gila.” “Kenapa bos?” “Lupakan, yang jelas kemasi barang barangmu dan langsung pinda ke hotel.” Ucap Alistar lalu pergi. Rion melihat Luci. “Luci ada apa?” tanya Rion. “Bibi Margaret kesurupan.” Luci langsung pergi. Rion berpikir sangat mustahil di zaman modern ini ada yang kesurupan. Tapi melihat Luci yang ketakutan membuatnya juga penasaran, diam-diam Rion mengintip dari samping, melihat bibi Margaret yang berlumuran darah yang sedang menangis. ‘Mereka benar sepertinya bibi Margaret kesurupan.’ Rion langsung berlari pergi. Sebuah pesan muncul. Dua miss call dan satu pesan. “Bibi Margaret kesurupan.” “Sayang telephone dari siapa?” teriak seorang wanita. “Cuma orang iseng sayang” teriaknya. Thomi mematikan telepon tidak mempedulikan pesan dari Rion lagi pula dia dokter bukan dukun. Seina menatap sekeliling dengan rasa penasar
Suara dering ponsel membuat Alistar terbangun, dengan mata terpejam dia mencari ponsel yang berada di atas meja dekat tempat tidurnya. “Awas aja jika ini bukan urusan yang penting.” “Ini sangat penting Bos, acara pendaftarannya di percepat menjadi besok.” Alistar langsung duduk. “Apa… kenapa?” “Ini karena saudaramu Bos.” “Saudara, siapa?” “Theo.” “Dia bukan saudaraku.” “Aku mengerti.” Rion langsung mematikan telepon membuat Alistar berdecak kesal, dia melihat jam yang sudah menunjukkan jam sebelas malam dan memutuskan untuk memakai sandal dan jubah tebalnya untuk keluar sebentar, dia meletakkan ponselnya di saku jubah. Alistar berjalan menuju ruang tamu yang hanya di terangi oleh lampu dengan minim penerangan membuat jalan yang dia lewati terlihat remang-remang, tiba- tiba dia teringat sesuatu dia langsung berbalik dan menaiki tangga sampai berhenti di depan pintu dia mencoba membukanya dan ternyata pintu itu sama sekali tidak terkunci. Alistar sampai di balkon di depannya
بسم الله الرحمن الرحيم Alistar turun dari mobil, dia melihat Madam Rose yang keluar dengan ekspresi marah. “Anda mau ke mana Madam Rose?” Madam berhenti di depan Alistar dan menarik nafas perlahan. “Saya sepertinya tidak cocok dengan nona Seina.” “Kenapa Madam?” “Dia sama sekali tidak cocok belajar akting, saya menyerah untuk mengajarinya jadi saya permisi.” Madam langsung pergi menaiki mobil yang terparkir di sebelah mobil Rion. Alistar langsung masuk ke dalam, dia melihat Seina yang sedang duduk sambil menonton film kartun di televisi dengan Rion yang meminum kopi dan Luci yang bermain ponsel. “Apa yang sedang kalian lakukan!” Mereka menatap Alistar yang terlihat marah, Rion dan Luci langsung berlari menuju Alistar. “Bos,” panggil ke duanya. “Kenapa tidak ada yang menahan kepergian madam Rose?” Luci langsung menatap ke arah yang berlawanan agar tidak menatap mata Alistar. “Seorang pria tidak boleh berbicara pada wanita saat dia marah,” ujar Rion. “Dia itu laki-laki Rion
بسم الله الرحمن الرحيم“Aku sedang menjenguk temanku,” ujar Theo.“Baiklah, kalau begitu pergilah menemui temanmu.”Theo melihat Alistar yang masih memegang tangan Seina, sementara Rion menatap mereka dengan tatapan membara, meski dia agak khawatir akan adanya keributan tapi dia tidak sabar melihat pertengkaran mereka.Theo tersenyum dengan wajahnya yang lembut. “Baiklah… aku pergi dulu, sampai berjumpa lagi Seina.”Mengakat tangannya lalu berbalik pergi, Seina tersenyum dan melambaikan tangannya.Theo adalah saudara Alistar, tepatnya saudara tiri yang selalu dia benci dari dulu. Theo selalu merebut apa yang dia inginkan bahkan cinta pertamanya.“Apa yang sedang kamu lakukan dengan dia?” tanya Alistar.Seina berpikir. “Ada noda di bibirnya.”Alistar menyipitkan matanya, melihat ada noda di bibir Seina bukan di bibir Theo.“Lalu kamu menyentuhnya?” Alistar melihat kedua tangganya di dada.Seina mengangguk, Alistar melihat sekeliling adanya orang yang berlalu lalang untuk mencari pengob
بسم الله الرحمن الرحيمSeina membuka matanya, dia melihat di sekeliling ruangan yang serba putih dengan selang infus yang menempel pada tangan kirinya.Seina melepasnya dan pergi dari sana, dia sama sekali tidak merasakan sakit.“Bos, haruskah aku menyelidiki tentang Seina lagi?” tanya Rion.Alistar berhenti, lalu berlari diikuti Rion di belakangnya.“Sina,” seru Alistar.“Seina Bos, pakai ‘e’ bukan Sina,” jelas Rion.Alistar melihat ke bawah selimut, bahkan sampai ke kamar mandi.“Bantu aku mencarinya,” marah Alistar.Rion hanya menatap Bos-nya yang kebingungan.“Sepertinya dia keluar Bos.”Alistar langsung keluar. “Tunggu apa lagi ayo.”Seina merasakan perutnya lapar saat berpapasan dengan orang-orang yang membawa makan keluar dari kantin. Dia berjalan menuju tempat di mana wanita berbaju putih itu juga mendapat makanan.“Nona, apakah kamu tidak melihat aku masih pesan?”Antre berganti, wanita itu langsung menatap Seina kesal karena langsung menyela antreannya, bukannya mengantre.
بسم الله الرحمن الرحيمMerasakan Seina yang menangis membuat Alistar diam tersenyum remeh.Setelah itu, Alistar membawa Seina ke hotel lain. Meskipun di depannya adalah salah satu hotel terbaik di sana tapi setelah melihat perlakuan kasarnya pada wanita lemah seperti Seina membuatnya kesal. Bahkan dia sendiri tidak pernah berbuat tidak sopan pada wanita, kecuali di beberapa kasus tertentu.“Rion carilah informasi tentang keluarga Wiliam.”“Baik Bos.”Alistar mematikan ponselnya lalu tersenyum, merasa tidak sabar menyaksikan permainan yang dia mulai.Berjalan menuju ranjang membelai wajah Seina dengan jarinya.“Saya akan menjadikan kamu sebagai bintang, sehingga tidak ada yang meremehkanmu,” lirihnya.“Kamu sangat berguna untuk saya,” ucapnya.Alistar pergi tanpa memperhatikan Seina yang membuka matanya.Suara Langkah kaki bergema dilorong, membuka pintu yang bertuliskan 23.Suara pintu terbuka, di sana seorang wanita yang duduk di depan jendela yang terbuka, angin berhembus menerbangk
بسم الله الرحمن الرحيم “Rion, kemasi barang barangmu, kita pinda ke hotel.” Rion memandang Alistar bingung. “Bibi Margaret sepertinya sudah gila.” “Kenapa bos?” “Lupakan, yang jelas kemasi barang barangmu dan langsung pinda ke hotel.” Ucap Alistar lalu pergi. Rion melihat Luci. “Luci ada apa?” tanya Rion. “Bibi Margaret kesurupan.” Luci langsung pergi. Rion berpikir sangat mustahil di zaman modern ini ada yang kesurupan. Tapi melihat Luci yang ketakutan membuatnya juga penasaran, diam-diam Rion mengintip dari samping, melihat bibi Margaret yang berlumuran darah yang sedang menangis. ‘Mereka benar sepertinya bibi Margaret kesurupan.’ Rion langsung berlari pergi. Sebuah pesan muncul. Dua miss call dan satu pesan. “Bibi Margaret kesurupan.” “Sayang telephone dari siapa?” teriak seorang wanita. “Cuma orang iseng sayang” teriaknya. Thomi mematikan telepon tidak mempedulikan pesan dari Rion lagi pula dia dokter bukan dukun. Seina menatap sekeliling dengan rasa penasar
بسم الله الرحمن الرحيم Alistar terbangun saat merasakan kepalanya sakit. “Bos anda sudah sadar?” ucap Rion. Alistar menatap Rion, di sampingnya juga ada Seina, bibi Margaret, Luci, dan Thomi yang terlihat baru bangun tidur. Seina yang tidur dengan posisi duduk menyender ke bahu Luci. Pikiran Alistar memutar adegan memalukan beberapa jam yang lalu, kekesalannya memuncak. “Kau?!” jeritnya. Mereka kaget mendengar Alistar yang berteriak. Alistar langsung berdiri dari tempat tidur berjalan menuju Seina, memegang lengannya lalu menariknya keluar. Seina berusaha memberontak tapi Alistar memegang tangannya dengan erat membuatnya kesakitan. Bibi Margaret menghadang Alistar. “Tuan muda, tolong tenang.” bujuk bibi Margaret. “Diamlah bibi!” sinisnya. Margaret hanya bisa diam saat Alistar melewatinya, Seina hanya menatap bibi Margaret dengan penuh harap membuat bibi Margaret sedih karena tidak bisa berbuat apa-apa. “Rion tolong Seina!” pinta bibi Margaret. Rion memandang bibi Margar
بسم الله الرحمن الرحيم Seina langsung berlari mengejar mobil di depannya. “Tunggu!” serunya. Bukanya berhenti mobil itu semakin melaju kencang. Sebuah mata menatapnya dari kaca spion. Seina menangis perasaan marah tidak berdaya muncul, dia hanya bisa terus berjalan perlahan menyusuri jalan, dalam cahaya lampu jalan. Berjalan terus mengikuti mobil yang hilang dalam pandangannya. Hatinya terasa sesak membuatnya menangis. Rasa dingin dari air hujan bahkan tidak dia rasakan, yang dia lakukan hanyalah berjalan mencoba untuk mengejar mobil tadi. Malam semakin dingin dan hujan juga tidak berhenti, Seina masih berjalan mencari jejak mobil tadi. Lambat laun pandangannya perlahan menjadi buram dan dia pingsan. Seina menutup matanya saat sebuah lampu mobil menyorotinya, samar-samar dia melihat langkah kaki yang mendekat lalu semuanya benar-benar gelap. Sebuah mobil berhenti di sebuah pintu gerbang, seorang pria membuka kaca mobil lalu seorang penjaga datang membuka pintu gerbang. Pr
بسم الله الرحمن الرحيمSeina merasakan perutnya terasa lapar saat mengawasi seorang pria yang mencari sesuatu di dalam kotak sampah, memperhatikan pria itu mendapat donat dan makan dengan lahap, dia langsung ikut mencari makannan dalam kotak sampah.Pengemis yang melihat Seina yang mendekatinya langsung berlari. Mengintip dari kejauhan melihat Seina yang berjalan semakin mendekat. Pengemis itu ketakutan dia berpikir bahwa Seina akan memarahinya.Tapi hal yang tidak terduga terjadi, Seina malah berhenti tepat di kotak sampah dan mencari sesuatu di dalamnya. Seina mengambil sebuah donat yang dilapisi coklat lalu duduk disamping tempat sampah, memakanya dengan tenang. Pengemis yang melihat Seina mencari makanan dia langsung perlahan mendekat untuk ikut mencari makanan. Pintu restaurant terbuka “Apa yang kamu lakukan di sini cepat pergi!” seru sang penjaga.Pengemis itu langsung langsung berlari dengan tergesa-gesa, dia bahkan tidak memperhatikan orang lain yang berjalan, akhirnya dia