بسم الله الرحمن الرحيم
Alistar terbangun saat merasakan kepalanya sakit.
“Bos anda sudah sadar?” ucap Rion.
Alistar menatap Rion, di sampingnya juga ada Seina, bibi Margaret, Luci, dan Thomi yang terlihat baru bangun tidur.
Seina yang tidur dengan posisi duduk menyender ke bahu Luci.
Pikiran Alistar memutar adegan memalukan beberapa jam yang lalu, kekesalannya memuncak.
“Kau?!” jeritnya.
Mereka kaget mendengar Alistar yang berteriak.
Alistar langsung berdiri dari tempat tidur berjalan menuju Seina, memegang lengannya lalu menariknya keluar.
Seina berusaha memberontak tapi Alistar memegang tangannya dengan erat membuatnya kesakitan.
Bibi Margaret menghadang Alistar.
“Tuan muda, tolong tenang.” bujuk bibi Margaret.
“Diamlah bibi!” sinisnya.
Margaret hanya bisa diam saat Alistar melewatinya, Seina hanya menatap bibi Margaret dengan penuh harap membuat bibi Margaret sedih karena tidak bisa berbuat apa-apa.
“Rion tolong Seina!” pinta bibi Margaret.
Rion memandang bibi Margaret heran.
‘kenapa aku?’ Monolognya
“Rion, berani kamu sama orang tua?!” ancamnya.
Bibi Margaret langsung mendorong Rion untuk mengejar Alistar.
Rion merasa sangat tidak berdaya, menghalangi Bos sama saja dengan tidak mendapat bonus bulanan tapi menolak perintah bibi Margaret sama saja tidak bisa mendekati wanita idamanya.
“Akh… sialan!” jerit Alistar.
Mata Rion melotot hampir copot melihat Seina yang menggigit lengan Alistar hingga berbekas terlihat sangat merah.
“Berakhir sudah.” gummanya.
“Pengawal, usir wanita ini jauh dari mansion ini!” teriaknya.
Para pengawal datang dan membawa Seina pergi. Seina yang dibawa pergi masih memberontak tapi sayangnya perlawanan yang dia lakukan sangat tidak berguna.
“Lepaskan aku!” ucapnya.
Seina menengok ke belakang melihat bibi Margaret dengan tatapan sedih.
“Tuan muda tidak bisakah kamu memaafkan Seina?” bujuk bibi Margaret.
“Bibi, siapa Bos di sini saya atau kamu?”
Melipat kedua tangannya didada dan memandang Bibi Margaret dengan sinis. Meskipun bibi Margaret yang sudah merawatnya dari kecil tapi dia tidak memiliki kontrol atas apa yang dilakukan Alistar.
Alistar pergi diikuti oleh Rion, sementara bibi Margaret berada dalam kebingungan.
Bibi Margaret akhirnya memutuskan untuk menyelamatkan Seina.
Alistar berhenti.
“Sampai bibi membantu wanita itu, akan saya pastikan bibi dan paman akan mati kelaparan.” Seru Alistar.
Bibi Margaret yang mendengar ancamnya langsung menghentikan lagkahnya.
Seina duduk di trotoar melihat tempat di depannya yang ramai dengan pengunjung, matanya berbinar melihat taman hiburan.
Suara klakson bahkan umpatan terdengar saat Seina dengan bodohnya menyebrangi jalan tanpa melihat kiri kanan.
Taman hiburan itu penuh dengan tawa, apa lagi banyak anak-anak yang berlarian bahkan tak jarang sepasang remaja yang berada di sana hanya untuk berkencan.
“Balon gratis, balon gratis.”
Seina menatap anak-anak yang mengulurkan tangannya untuk meminta balon, dia juga mengulurkannya tapi saat badut itu melihat Seina yang meminta balon dia diam.
“Aku mau itu!”
Mereka menoleh ke arah Seina dan mereka terdiam.
Seina menatapnya datar tanpa ekspresi membuat badut itu diam membatu.
Tanpa sadar badut itu memberikan balon pada Seina, Seina yang mendapatkan balonya langsung pergi tanpa memedulikan tatapan anak-anak yang menatapnya.
Seina seperti malaikat yang jatuh dari surga, membuat orang yang melihatnya tidak bisa mengalihkan pandangannya.
Rambut pirang panjangnya yang bergelombang berayun mengikuti gerak tubuhnya, baju kuning cerah yang menonjolkan kulitnya yang putih seperti bersinar di bawah cahaya matahari, wajahnya yang oval dengan bentuk bibir penuh berwarna merah pink, serta hidungnya yang mancung membuatnya terlihat seperti kecantikan sempurna.
Wajahnya begitu bersih tanpa bekas komedo, bahkan kakinya begitu bersih tanpa ada bulu sehelaipun.
Orang-orang seakan tersihir dengan kecantikan Seina sehingga memberikan jalan padanya bahkan tidak mempermasahkan Seina yang tidak memakai alas kaki dari tadi.
“Sayang aku minta maaf,” ujarnya.
“Belikan aku tas jasmine jika kamu ingin aku maafkanmu.” Wanita itu memalingkan pandangannya.
“Mana mungkin, gajiku saja tidak sebesar itu.”
Mengingat untuk membeli tas untuk pacarnya setara dengan gajinya lima bulan, mau di belikan nanti dia tidak bisa membayar biaya hidup, kalau tidak dibelikan malah mengancam kelangsungan hubungannya.
“Ya sudah kalau begitu aku akan tetap marah kepadamu.”
Pria itu menahan kesal.
“Astaga sayang, aku mohon jangan ya?” pintanya.
“Tidak.”
Mendengar jawabnya membuatnya kesal, apa lagi insiden kemarin yang membuatnya terancam kehilangan pekerjaan.
Pria itu melihat ke samping sampai matanya terpaku pada seorang wanita yang dia cari.
“Kalau kamu tidak mau membelikan aku tas kita putus saja.” Pria itu langsung berlari.
“Sayang… kenapa malah pergi, kita putus…” jeritnya.
Beberapa orang melihat wanita yang berteriak. “Apa liat-liat gak pernah liat wanita cantik kaya aku ya.”
Mendengar nada sinis wanita itu membuatnya ingin memukulnya.
Pria itu memegang tangan Seina.
“Kamu?” Melihat tatapan Seina membuat Pria itu terdiam.
“Apa?”
Mendadak kata-kata kekesalan yang dia simpan dari kemarin hilang setelah melihat kecantikan seina.
‘Astaga silau sekali apa dia malaikat.’
Robin menggelengkan kepalanya.
“Di mana map amplop yang kemarin kamu bawa?” tanyanya.
“Tidak tau.”
“Bagaimana bisa kamu tidak tau.”
Seina menggelengkan kepalanya menandakan dia benar-benar tidak tau.
Pria itu melihat tatapan tidak berdosa Seina membuatnya membenturkan kepalanya ke tiang listrik, membuat beberapa orang yang melihatnya langsung menjauh merasa pria itu sudah gila.
“Nona apa kamu mengenalnya.” bisik seorang Bapak tua.
“Aku tidak mengenalnya.” Bapak tua itu mengangguk, merasa bahwa Seina pasti malu memiliki kekasih yang jelek sekaligus bodoh.
Robin yang mendengar itu melirik sinis pada bapak itu.
“Kamu ikut aku.” Seina mengikutinya tanpa pikir panjang.
Robin melirik Seina yang dengan patuh mengikutinya merasa Seina pasti memiliki kelainan mental.
Alistar menatap makanan di depannya dengan pandangan jijik.
“Luci!” teriaknya.
Luci datang dengan menundukkan kepalanya sopan.
“Kenapa? Makanannya tidak enak?”
“Saya tidak tau Bos.”
“Bagaimana bisa kamu tidak tahu?!” bentaknya.
Rion yang mendengarnya berpura pura sibuk membaca koran, merasa sudah biasa kejadian Alistar yang marah-marah.
“Siapa yang masak?”
“Bibi Margaret.”
Alistar mengerutkan kening, lalu berdiri “Biar saya saja yang berbicara dengan bibi.”
“Iya Bos.”
Rion melirik ngeri pada Luci yang tersenyum konyol memandang Alistar yang berada di depannya, merasa Luci punya masalah mental.
“Bibi—.”
Alistar diam tidak melanjutkan omongannya, saat melihat bibi Margaret yang dengan kejam mencincang daging ayam dengan kejam.
Aura bibi Margaret terasa sangat menakutkan. “Tuan muda apa yang kamu lakukan di sini?”
Memegang pisau lalu menusukkan ke daging ayam yang sudah di telanjangi. Tangannya yang masih ternoda darah segar terlihat menyeramkan.
Alistar menelan ludahnya.
“Tidak ada masalah bibi, lanjutkan memasakmu itu saja.”
Alistar langsung berlari.
“Bibi seharusnya kamu tidak menakuti Bos.”
“Hei, kapan aku menakutinya?” berdecak pinggang dan menyipitkan matanya.
“Lalu apa-apan dengan menusuk daging ayam dengan pisau, bibi pasti sengaja, padahal hati bos itu sangat lembut.”
Menyatukan kedua tangannya dan mulai berkhayal.
“Cih, lembut, jika lembut dia tidak akan mengusir Seina.”
“Jangan membela gelandangan itu bibi.”
Bibi Margaret mengambil pisau dan menyodorkannya ke arah Luci membuatnya langsung mundur ketakutan.
“Jangan sebut dia gelandangan Luci.”
Luci mengangguk. “Sekarang dia sudah jadi gelandangan.”
Berlari keluar.
Suara uap panci terdengar karena air sudah mendidih, bibi Margaret dengan sedih memikirkan Seina yang malang.
“Dia pasti sangat kelaparan.” menuangkan garam ke dalam sup lalu mengaduknya.
“Dia pasti sendirian.” Menuangkan garam lagi.
“Seina yang malang, aku harus melakukan sesuatu.”
Menuangkan garam yang banyak lalu mengaduknya, mengambil sendok dan mencoba rasanya.
Bibi Margaret menangis. “Ini sangat asin.”
الحمد لله
بسم الله الرحمن الرحيم “Rion, kemasi barang barangmu, kita pinda ke hotel.” Rion memandang Alistar bingung. “Bibi Margaret sepertinya sudah gila.” “Kenapa bos?” “Lupakan, yang jelas kemasi barang barangmu dan langsung pinda ke hotel.” Ucap Alistar lalu pergi. Rion melihat Luci. “Luci ada apa?” tanya Rion. “Bibi Margaret kesurupan.” Luci langsung pergi. Rion berpikir sangat mustahil di zaman modern ini ada yang kesurupan. Tapi melihat Luci yang ketakutan membuatnya juga penasaran, diam-diam Rion mengintip dari samping, melihat bibi Margaret yang berlumuran darah yang sedang menangis. ‘Mereka benar sepertinya bibi Margaret kesurupan.’ Rion langsung berlari pergi. Sebuah pesan muncul. Dua miss call dan satu pesan. “Bibi Margaret kesurupan.” “Sayang telephone dari siapa?” teriak seorang wanita. “Cuma orang iseng sayang” teriaknya. Thomi mematikan telepon tidak mempedulikan pesan dari Rion lagi pula dia dokter bukan dukun. Seina menatap sekeliling dengan rasa penasar
بسم الله الرحمن الرحيمMerasakan Seina yang menangis membuat Alistar diam tersenyum remeh.Setelah itu, Alistar membawa Seina ke hotel lain. Meskipun di depannya adalah salah satu hotel terbaik di sana tapi setelah melihat perlakuan kasarnya pada wanita lemah seperti Seina membuatnya kesal. Bahkan dia sendiri tidak pernah berbuat tidak sopan pada wanita, kecuali di beberapa kasus tertentu.“Rion carilah informasi tentang keluarga Wiliam.”“Baik Bos.”Alistar mematikan ponselnya lalu tersenyum, merasa tidak sabar menyaksikan permainan yang dia mulai.Berjalan menuju ranjang membelai wajah Seina dengan jarinya.“Saya akan menjadikan kamu sebagai bintang, sehingga tidak ada yang meremehkanmu,” lirihnya.“Kamu sangat berguna untuk saya,” ucapnya.Alistar pergi tanpa memperhatikan Seina yang membuka matanya.Suara Langkah kaki bergema dilorong, membuka pintu yang bertuliskan 23.Suara pintu terbuka, di sana seorang wanita yang duduk di depan jendela yang terbuka, angin berhembus menerbangk
بسم الله الرحمن الرحيمSeina membuka matanya, dia melihat di sekeliling ruangan yang serba putih dengan selang infus yang menempel pada tangan kirinya.Seina melepasnya dan pergi dari sana, dia sama sekali tidak merasakan sakit.“Bos, haruskah aku menyelidiki tentang Seina lagi?” tanya Rion.Alistar berhenti, lalu berlari diikuti Rion di belakangnya.“Sina,” seru Alistar.“Seina Bos, pakai ‘e’ bukan Sina,” jelas Rion.Alistar melihat ke bawah selimut, bahkan sampai ke kamar mandi.“Bantu aku mencarinya,” marah Alistar.Rion hanya menatap Bos-nya yang kebingungan.“Sepertinya dia keluar Bos.”Alistar langsung keluar. “Tunggu apa lagi ayo.”Seina merasakan perutnya lapar saat berpapasan dengan orang-orang yang membawa makan keluar dari kantin. Dia berjalan menuju tempat di mana wanita berbaju putih itu juga mendapat makanan.“Nona, apakah kamu tidak melihat aku masih pesan?”Antre berganti, wanita itu langsung menatap Seina kesal karena langsung menyela antreannya, bukannya mengantre.
بسم الله الرحمن الرحيم“Aku sedang menjenguk temanku,” ujar Theo.“Baiklah, kalau begitu pergilah menemui temanmu.”Theo melihat Alistar yang masih memegang tangan Seina, sementara Rion menatap mereka dengan tatapan membara, meski dia agak khawatir akan adanya keributan tapi dia tidak sabar melihat pertengkaran mereka.Theo tersenyum dengan wajahnya yang lembut. “Baiklah… aku pergi dulu, sampai berjumpa lagi Seina.”Mengakat tangannya lalu berbalik pergi, Seina tersenyum dan melambaikan tangannya.Theo adalah saudara Alistar, tepatnya saudara tiri yang selalu dia benci dari dulu. Theo selalu merebut apa yang dia inginkan bahkan cinta pertamanya.“Apa yang sedang kamu lakukan dengan dia?” tanya Alistar.Seina berpikir. “Ada noda di bibirnya.”Alistar menyipitkan matanya, melihat ada noda di bibir Seina bukan di bibir Theo.“Lalu kamu menyentuhnya?” Alistar melihat kedua tangganya di dada.Seina mengangguk, Alistar melihat sekeliling adanya orang yang berlalu lalang untuk mencari pengob
بسم الله الرحمن الرحيم Alistar turun dari mobil, dia melihat Madam Rose yang keluar dengan ekspresi marah. “Anda mau ke mana Madam Rose?” Madam berhenti di depan Alistar dan menarik nafas perlahan. “Saya sepertinya tidak cocok dengan nona Seina.” “Kenapa Madam?” “Dia sama sekali tidak cocok belajar akting, saya menyerah untuk mengajarinya jadi saya permisi.” Madam langsung pergi menaiki mobil yang terparkir di sebelah mobil Rion. Alistar langsung masuk ke dalam, dia melihat Seina yang sedang duduk sambil menonton film kartun di televisi dengan Rion yang meminum kopi dan Luci yang bermain ponsel. “Apa yang sedang kalian lakukan!” Mereka menatap Alistar yang terlihat marah, Rion dan Luci langsung berlari menuju Alistar. “Bos,” panggil ke duanya. “Kenapa tidak ada yang menahan kepergian madam Rose?” Luci langsung menatap ke arah yang berlawanan agar tidak menatap mata Alistar. “Seorang pria tidak boleh berbicara pada wanita saat dia marah,” ujar Rion. “Dia itu laki-laki Rion
Suara dering ponsel membuat Alistar terbangun, dengan mata terpejam dia mencari ponsel yang berada di atas meja dekat tempat tidurnya. “Awas aja jika ini bukan urusan yang penting.” “Ini sangat penting Bos, acara pendaftarannya di percepat menjadi besok.” Alistar langsung duduk. “Apa… kenapa?” “Ini karena saudaramu Bos.” “Saudara, siapa?” “Theo.” “Dia bukan saudaraku.” “Aku mengerti.” Rion langsung mematikan telepon membuat Alistar berdecak kesal, dia melihat jam yang sudah menunjukkan jam sebelas malam dan memutuskan untuk memakai sandal dan jubah tebalnya untuk keluar sebentar, dia meletakkan ponselnya di saku jubah. Alistar berjalan menuju ruang tamu yang hanya di terangi oleh lampu dengan minim penerangan membuat jalan yang dia lewati terlihat remang-remang, tiba- tiba dia teringat sesuatu dia langsung berbalik dan menaiki tangga sampai berhenti di depan pintu dia mencoba membukanya dan ternyata pintu itu sama sekali tidak terkunci. Alistar sampai di balkon di depannya
بسم الله الرحمن الرحيمSeina merasakan perutnya terasa lapar saat mengawasi seorang pria yang mencari sesuatu di dalam kotak sampah, memperhatikan pria itu mendapat donat dan makan dengan lahap, dia langsung ikut mencari makannan dalam kotak sampah.Pengemis yang melihat Seina yang mendekatinya langsung berlari. Mengintip dari kejauhan melihat Seina yang berjalan semakin mendekat. Pengemis itu ketakutan dia berpikir bahwa Seina akan memarahinya.Tapi hal yang tidak terduga terjadi, Seina malah berhenti tepat di kotak sampah dan mencari sesuatu di dalamnya. Seina mengambil sebuah donat yang dilapisi coklat lalu duduk disamping tempat sampah, memakanya dengan tenang. Pengemis yang melihat Seina mencari makanan dia langsung perlahan mendekat untuk ikut mencari makanan. Pintu restaurant terbuka “Apa yang kamu lakukan di sini cepat pergi!” seru sang penjaga.Pengemis itu langsung langsung berlari dengan tergesa-gesa, dia bahkan tidak memperhatikan orang lain yang berjalan, akhirnya dia
بسم الله الرحمن الرحيم Seina langsung berlari mengejar mobil di depannya. “Tunggu!” serunya. Bukanya berhenti mobil itu semakin melaju kencang. Sebuah mata menatapnya dari kaca spion. Seina menangis perasaan marah tidak berdaya muncul, dia hanya bisa terus berjalan perlahan menyusuri jalan, dalam cahaya lampu jalan. Berjalan terus mengikuti mobil yang hilang dalam pandangannya. Hatinya terasa sesak membuatnya menangis. Rasa dingin dari air hujan bahkan tidak dia rasakan, yang dia lakukan hanyalah berjalan mencoba untuk mengejar mobil tadi. Malam semakin dingin dan hujan juga tidak berhenti, Seina masih berjalan mencari jejak mobil tadi. Lambat laun pandangannya perlahan menjadi buram dan dia pingsan. Seina menutup matanya saat sebuah lampu mobil menyorotinya, samar-samar dia melihat langkah kaki yang mendekat lalu semuanya benar-benar gelap. Sebuah mobil berhenti di sebuah pintu gerbang, seorang pria membuka kaca mobil lalu seorang penjaga datang membuka pintu gerbang. Pr
Suara dering ponsel membuat Alistar terbangun, dengan mata terpejam dia mencari ponsel yang berada di atas meja dekat tempat tidurnya. “Awas aja jika ini bukan urusan yang penting.” “Ini sangat penting Bos, acara pendaftarannya di percepat menjadi besok.” Alistar langsung duduk. “Apa… kenapa?” “Ini karena saudaramu Bos.” “Saudara, siapa?” “Theo.” “Dia bukan saudaraku.” “Aku mengerti.” Rion langsung mematikan telepon membuat Alistar berdecak kesal, dia melihat jam yang sudah menunjukkan jam sebelas malam dan memutuskan untuk memakai sandal dan jubah tebalnya untuk keluar sebentar, dia meletakkan ponselnya di saku jubah. Alistar berjalan menuju ruang tamu yang hanya di terangi oleh lampu dengan minim penerangan membuat jalan yang dia lewati terlihat remang-remang, tiba- tiba dia teringat sesuatu dia langsung berbalik dan menaiki tangga sampai berhenti di depan pintu dia mencoba membukanya dan ternyata pintu itu sama sekali tidak terkunci. Alistar sampai di balkon di depannya
بسم الله الرحمن الرحيم Alistar turun dari mobil, dia melihat Madam Rose yang keluar dengan ekspresi marah. “Anda mau ke mana Madam Rose?” Madam berhenti di depan Alistar dan menarik nafas perlahan. “Saya sepertinya tidak cocok dengan nona Seina.” “Kenapa Madam?” “Dia sama sekali tidak cocok belajar akting, saya menyerah untuk mengajarinya jadi saya permisi.” Madam langsung pergi menaiki mobil yang terparkir di sebelah mobil Rion. Alistar langsung masuk ke dalam, dia melihat Seina yang sedang duduk sambil menonton film kartun di televisi dengan Rion yang meminum kopi dan Luci yang bermain ponsel. “Apa yang sedang kalian lakukan!” Mereka menatap Alistar yang terlihat marah, Rion dan Luci langsung berlari menuju Alistar. “Bos,” panggil ke duanya. “Kenapa tidak ada yang menahan kepergian madam Rose?” Luci langsung menatap ke arah yang berlawanan agar tidak menatap mata Alistar. “Seorang pria tidak boleh berbicara pada wanita saat dia marah,” ujar Rion. “Dia itu laki-laki Rion
بسم الله الرحمن الرحيم“Aku sedang menjenguk temanku,” ujar Theo.“Baiklah, kalau begitu pergilah menemui temanmu.”Theo melihat Alistar yang masih memegang tangan Seina, sementara Rion menatap mereka dengan tatapan membara, meski dia agak khawatir akan adanya keributan tapi dia tidak sabar melihat pertengkaran mereka.Theo tersenyum dengan wajahnya yang lembut. “Baiklah… aku pergi dulu, sampai berjumpa lagi Seina.”Mengakat tangannya lalu berbalik pergi, Seina tersenyum dan melambaikan tangannya.Theo adalah saudara Alistar, tepatnya saudara tiri yang selalu dia benci dari dulu. Theo selalu merebut apa yang dia inginkan bahkan cinta pertamanya.“Apa yang sedang kamu lakukan dengan dia?” tanya Alistar.Seina berpikir. “Ada noda di bibirnya.”Alistar menyipitkan matanya, melihat ada noda di bibir Seina bukan di bibir Theo.“Lalu kamu menyentuhnya?” Alistar melihat kedua tangganya di dada.Seina mengangguk, Alistar melihat sekeliling adanya orang yang berlalu lalang untuk mencari pengob
بسم الله الرحمن الرحيمSeina membuka matanya, dia melihat di sekeliling ruangan yang serba putih dengan selang infus yang menempel pada tangan kirinya.Seina melepasnya dan pergi dari sana, dia sama sekali tidak merasakan sakit.“Bos, haruskah aku menyelidiki tentang Seina lagi?” tanya Rion.Alistar berhenti, lalu berlari diikuti Rion di belakangnya.“Sina,” seru Alistar.“Seina Bos, pakai ‘e’ bukan Sina,” jelas Rion.Alistar melihat ke bawah selimut, bahkan sampai ke kamar mandi.“Bantu aku mencarinya,” marah Alistar.Rion hanya menatap Bos-nya yang kebingungan.“Sepertinya dia keluar Bos.”Alistar langsung keluar. “Tunggu apa lagi ayo.”Seina merasakan perutnya lapar saat berpapasan dengan orang-orang yang membawa makan keluar dari kantin. Dia berjalan menuju tempat di mana wanita berbaju putih itu juga mendapat makanan.“Nona, apakah kamu tidak melihat aku masih pesan?”Antre berganti, wanita itu langsung menatap Seina kesal karena langsung menyela antreannya, bukannya mengantre.
بسم الله الرحمن الرحيمMerasakan Seina yang menangis membuat Alistar diam tersenyum remeh.Setelah itu, Alistar membawa Seina ke hotel lain. Meskipun di depannya adalah salah satu hotel terbaik di sana tapi setelah melihat perlakuan kasarnya pada wanita lemah seperti Seina membuatnya kesal. Bahkan dia sendiri tidak pernah berbuat tidak sopan pada wanita, kecuali di beberapa kasus tertentu.“Rion carilah informasi tentang keluarga Wiliam.”“Baik Bos.”Alistar mematikan ponselnya lalu tersenyum, merasa tidak sabar menyaksikan permainan yang dia mulai.Berjalan menuju ranjang membelai wajah Seina dengan jarinya.“Saya akan menjadikan kamu sebagai bintang, sehingga tidak ada yang meremehkanmu,” lirihnya.“Kamu sangat berguna untuk saya,” ucapnya.Alistar pergi tanpa memperhatikan Seina yang membuka matanya.Suara Langkah kaki bergema dilorong, membuka pintu yang bertuliskan 23.Suara pintu terbuka, di sana seorang wanita yang duduk di depan jendela yang terbuka, angin berhembus menerbangk
بسم الله الرحمن الرحيم “Rion, kemasi barang barangmu, kita pinda ke hotel.” Rion memandang Alistar bingung. “Bibi Margaret sepertinya sudah gila.” “Kenapa bos?” “Lupakan, yang jelas kemasi barang barangmu dan langsung pinda ke hotel.” Ucap Alistar lalu pergi. Rion melihat Luci. “Luci ada apa?” tanya Rion. “Bibi Margaret kesurupan.” Luci langsung pergi. Rion berpikir sangat mustahil di zaman modern ini ada yang kesurupan. Tapi melihat Luci yang ketakutan membuatnya juga penasaran, diam-diam Rion mengintip dari samping, melihat bibi Margaret yang berlumuran darah yang sedang menangis. ‘Mereka benar sepertinya bibi Margaret kesurupan.’ Rion langsung berlari pergi. Sebuah pesan muncul. Dua miss call dan satu pesan. “Bibi Margaret kesurupan.” “Sayang telephone dari siapa?” teriak seorang wanita. “Cuma orang iseng sayang” teriaknya. Thomi mematikan telepon tidak mempedulikan pesan dari Rion lagi pula dia dokter bukan dukun. Seina menatap sekeliling dengan rasa penasar
بسم الله الرحمن الرحيم Alistar terbangun saat merasakan kepalanya sakit. “Bos anda sudah sadar?” ucap Rion. Alistar menatap Rion, di sampingnya juga ada Seina, bibi Margaret, Luci, dan Thomi yang terlihat baru bangun tidur. Seina yang tidur dengan posisi duduk menyender ke bahu Luci. Pikiran Alistar memutar adegan memalukan beberapa jam yang lalu, kekesalannya memuncak. “Kau?!” jeritnya. Mereka kaget mendengar Alistar yang berteriak. Alistar langsung berdiri dari tempat tidur berjalan menuju Seina, memegang lengannya lalu menariknya keluar. Seina berusaha memberontak tapi Alistar memegang tangannya dengan erat membuatnya kesakitan. Bibi Margaret menghadang Alistar. “Tuan muda, tolong tenang.” bujuk bibi Margaret. “Diamlah bibi!” sinisnya. Margaret hanya bisa diam saat Alistar melewatinya, Seina hanya menatap bibi Margaret dengan penuh harap membuat bibi Margaret sedih karena tidak bisa berbuat apa-apa. “Rion tolong Seina!” pinta bibi Margaret. Rion memandang bibi Margar
بسم الله الرحمن الرحيم Seina langsung berlari mengejar mobil di depannya. “Tunggu!” serunya. Bukanya berhenti mobil itu semakin melaju kencang. Sebuah mata menatapnya dari kaca spion. Seina menangis perasaan marah tidak berdaya muncul, dia hanya bisa terus berjalan perlahan menyusuri jalan, dalam cahaya lampu jalan. Berjalan terus mengikuti mobil yang hilang dalam pandangannya. Hatinya terasa sesak membuatnya menangis. Rasa dingin dari air hujan bahkan tidak dia rasakan, yang dia lakukan hanyalah berjalan mencoba untuk mengejar mobil tadi. Malam semakin dingin dan hujan juga tidak berhenti, Seina masih berjalan mencari jejak mobil tadi. Lambat laun pandangannya perlahan menjadi buram dan dia pingsan. Seina menutup matanya saat sebuah lampu mobil menyorotinya, samar-samar dia melihat langkah kaki yang mendekat lalu semuanya benar-benar gelap. Sebuah mobil berhenti di sebuah pintu gerbang, seorang pria membuka kaca mobil lalu seorang penjaga datang membuka pintu gerbang. Pr
بسم الله الرحمن الرحيمSeina merasakan perutnya terasa lapar saat mengawasi seorang pria yang mencari sesuatu di dalam kotak sampah, memperhatikan pria itu mendapat donat dan makan dengan lahap, dia langsung ikut mencari makannan dalam kotak sampah.Pengemis yang melihat Seina yang mendekatinya langsung berlari. Mengintip dari kejauhan melihat Seina yang berjalan semakin mendekat. Pengemis itu ketakutan dia berpikir bahwa Seina akan memarahinya.Tapi hal yang tidak terduga terjadi, Seina malah berhenti tepat di kotak sampah dan mencari sesuatu di dalamnya. Seina mengambil sebuah donat yang dilapisi coklat lalu duduk disamping tempat sampah, memakanya dengan tenang. Pengemis yang melihat Seina mencari makanan dia langsung perlahan mendekat untuk ikut mencari makanan. Pintu restaurant terbuka “Apa yang kamu lakukan di sini cepat pergi!” seru sang penjaga.Pengemis itu langsung langsung berlari dengan tergesa-gesa, dia bahkan tidak memperhatikan orang lain yang berjalan, akhirnya dia