بسم الله الرحمن الرحيم
“Aku sedang menjenguk temanku,” ujar Theo.
“Baiklah, kalau begitu pergilah menemui temanmu.”
Theo melihat Alistar yang masih memegang tangan Seina, sementara Rion menatap mereka dengan tatapan membara, meski dia agak khawatir akan adanya keributan tapi dia tidak sabar melihat pertengkaran mereka.
Theo tersenyum dengan wajahnya yang lembut. “Baiklah… aku pergi dulu, sampai berjumpa lagi Seina.”
Mengakat tangannya lalu berbalik pergi, Seina tersenyum dan melambaikan tangannya.
Theo adalah saudara Alistar, tepatnya saudara tiri yang selalu dia benci dari dulu. Theo selalu merebut apa yang dia inginkan bahkan cinta pertamanya.
“Apa yang sedang kamu lakukan dengan dia?” tanya Alistar.
Seina berpikir. “Ada noda di bibirnya.”
Alistar menyipitkan matanya, melihat ada noda di bibir Seina bukan di bibir Theo.
“Lalu kamu menyentuhnya?” Alistar melihat kedua tangganya di dada.
Seina mengangguk, Alistar melihat sekeliling adanya orang yang berlalu lalang untuk mencari pengobatan, jadi tidak pantas jika berbicara di sana.
“Ikut aku.” Ucap Alistar di ikuti Seina.
“Rion kamu carikan aku makanan,” ucap Alistar.
Rion menghentikan langkahnya. “Mau makanan apa Bos?”
“Terserah.”
Rion mengerutkan keningnya bingung saat mendengar kata ‘terserah’.
Alistar langsung menutup pintu kamar setelah Seina masuk.
“Duduklah.” Seina dengan patuh duduk di sofa.
“Aku tidak pernah menduga bahwa kamu sudah melakukan apa yang aku inginkan sebelum aku memintanya dan itu luar bisa, seperti kalian sudah di ciptakan sebagai pasangan.” Alistar berkata dengan kagum pada Seina.
“Apa yang kamu katakana?” tanya Seina.
Alistar menatap Seina dan memutar bola matanya malas. “Lupakan.”
“Kamu sudah merasa sehat kan?”
Seina mengangguk.
“Bagus, empat hari lagi kamu akan mengikuti audisi, jadi aku akan mencarikan guru professional yang akan membuatmu jadi bintang dalam waktu singkat.”
“Aku tidak mau jadi bintang.”
Alistar langsung mendekati Seina. “Apa kamu mau mengingkari ucapanmu waktu itu.”
Seina menundukkan pandangannya dia meremas ujung bajunya.
“Dengan menjadi bintang kamu akan menjadi pusat perhatian, semua orang hanya akan melihatmu.” Bujuk Alistar.
“Bahkan kamu bisa bertemu dengan keluargamu.”
Seina mengangguk walaupun masih menunduk.
Brak…
“Makanan sudah siap Bos.”
Rion melihat Seina yang tertunduk, dia menatap Alistar yang mengangkat satu alisnya.
“Aku letakan di meja,” ujar Rion.
Alistar langsung berjalan dengan mendorong Rion keluar dari kamar.
“Hei, makanlah.” Dia menutup pintu.
“Ada apa Bos?”
“Tidak ada.”
Rion menganggukkan kepalanya.
Alistar mengangkat telunjuknya ke atas sambil menutup matanya. “Jangan lupa untuk memanggilakan dokter.”
“Untuk Seina?”
Alistar mengangguk, dia langsung melihat jam tangannya. “Panggilkan dokter sepuluh menit lagi.”
“Jangan lupa hubungi pelatih pribadiku dulu untuk mengajari Seina Akting besok jika keadaannya sudah sehat, aku tidak mau dia sakit dan menunda kemajuan rencana yang aku buat.”
“Baik Bos.”
“Aku akan pulang.” Alistar langsung pergi sementara Rion berjaga di sana.
Seina sudah berganti pakaian, dia menggunakan gaun warna pink dengan flat shoes, rambutnya di biarkan tergerai. Sekarang Seina sedang duduk di dalam mobil untuk Kembali ke tempat Alistar.
Rion yang sudah melaksanakan tugas yang di berikan Alistar bahkan sampai dia mengantuk sehingga membuatnya bangun kesiangan untuk menjemput Seina hanya untuk pelatihan Akting.
Mobil itu berhenti di depan Villa mewah.
Seina keluar dari mobil, langsung saja bibi Margaret datang dan memeluknya.
“Astaga Seina, Bibi merindukanmu.”
Seina juga membalas pelukannya, Luci hanya mencibir kesal. “Ayolah, kalian hanya tidak bertemu beberapa hari bukan satu abad.”
Bibi Margaret melepaskan pelukannya dan menatap kesal Luci.
“Diamlah, dasar berhati busuk.”
“Apa maksudmu Bibi ?” tanyanya marah.
“Kalian sudahlah, Madam Rose sedang menunggu di sana.” Rion langsung menghentikan pertengkaran mereka.
“Ayo, Seina ikuti aku,” ucap Rion lagi.
Bibi menahan amarahnya dan mengikuti Rion masuk ke dalam.
Di sana terlihat seseorang dengan berbaju putih kasual sedang membaca koran.
“Selamat pagi Madam Rose,” sapa Rion.
Madam Rose langsung menurunkan koran yang menutupi wajahnya sedikit.
“Itu kamu Rion, kamu telat tiga menit dari waktu yang disepakati.”
“Maaf Madam Rose.”
Rion memegang kedua bahu Seina dari belakang. “Ini dia Seina, orang yang akan Madam latih.”
Madam langsung menutup koran yang dia baca. Wajahnya yang agak berkerut dengan bulu mata yang panjang, serta ada sebuah tato berbentuk bunga di bagian sudut mata.
Madam berdiri dan mendekati Seina, dia memegang wajah Seina.
“Bagus, sekarang panggil aku Madam… Rose…”
“Madam Rose.”
“Bagus, sekarang ikuti aku.” Madam berjalan ke depan, Rion memberi isyarat pada Seina untuk mengikuti Madam.
“Bibi, Madam Rose ternyata pria.” Luci berbisik pada Bibi Margaret.
“Dia itu guru Tuam muda, tentu saja aku sudah tahu lebih dulu.”
Rion yang mendengarkannya hanya tersenyum palsu.
“Kamu tahu, dulu dia berdandan lebih nyentrik daripada ini, dengan baju hitam dengan dengan ujung runcing, bahkan di hidungnya ada semacam kaya anting.”
Luci menahan tawanya saat mendengar ucapan Bibi Margaret.
“Hai, aku mendengar apa yang kalian ucapkan!” seru Madam.
“Maaf.” Luci dan bibi Margaret menundukkan kepalanya.
“Bagaimana dia bisa mendengarnya?” tanya Luci.
“Aku tidak tahu.”
“Kalian memang berbisik, tapi suara kalian terlalu keras.”
Seina duduk di sofa dia dengan serius melihat Madam Rose yang berdiri sambil menjelaskan. “Jika kamu ingin menjadi bintang sejati maka kamu harus tahu apa itu bintang, bagaimana bisa bertahan di industry hiburan, bagaimana menjadi terkenal dengan sebuah karya, dan bagaimana memiliki pendukung setia yang akan selalu mensupport kamu tanpa syarat, jangan lupa yang paling penting penampilan adalah faktor utama jika kamu ingin bertahan.”
Seina dengan serius melihat Madam yang berjalan mondar-mandir dan memperagakan apa yang dia ucapkan penuh dengan ekspresi.
“Sekarang aku mau kamu berakting, aku ingin melihat seberapa jauh kemampuanmu.”
Madam Rose langsung duduk di sofa dan melambaikan tangannya, Bibi Margaret datang.
“Ambilkan aku minuman baru, aku mau air putih,” ucapnya.
“Baik madam.”
Seina berdiri dia berpikir dan akhirnya dia Kembali duduk dan diam.
Bibi datang dan membawa minuman, Madam langsung meminumnya.
Melihat Seina yang sama sekali tidak bergerak membuatnya bingung.
“Apa yang kamu lakukan?” tanya Madam.
“Menjadi diri sendiri,” ujarnya.
Lusi langsung tertawa, Rion dan Bibi malah menahan tawanya saat mendengar jawaban Seina dan wajah melongo Madam.
“Bukan seperti itu maksudku, aku ingin kamu berakting sebagai seorang putri salju atau seorang siswa sekolah yang sedang jatuh cinta.” Seina memiringkan kepalanya mencoba memahami perkataan Madam.
“Baikalah biar aku yang menentukan adegannya, sekarang kamu sedang berada di lautan dan apa yang kamu lakukan?”
Seina berpikir lagi, lalu dia berbaring di sofa.
“Sekarang dia sedang jadi apa?” Luci bertanya pada Rion.
“Turis asing yang sedang berjemur matahari.” Lusi mengangguk, dia pikir ada benarnya.
Madam menunggu Seina selesai berakting tapi dia malah tidak bergerak sama sekali.
“Seina kamu sedang menjadi apa?”
“Aku sedang menjadi jemuran.”
Luci langsung tertawa, apalagi melihat Madam yang terlihat marah.
الحمد لله رب العالمين
بسم الله الرحمن الرحيم Alistar turun dari mobil, dia melihat Madam Rose yang keluar dengan ekspresi marah. “Anda mau ke mana Madam Rose?” Madam berhenti di depan Alistar dan menarik nafas perlahan. “Saya sepertinya tidak cocok dengan nona Seina.” “Kenapa Madam?” “Dia sama sekali tidak cocok belajar akting, saya menyerah untuk mengajarinya jadi saya permisi.” Madam langsung pergi menaiki mobil yang terparkir di sebelah mobil Rion. Alistar langsung masuk ke dalam, dia melihat Seina yang sedang duduk sambil menonton film kartun di televisi dengan Rion yang meminum kopi dan Luci yang bermain ponsel. “Apa yang sedang kalian lakukan!” Mereka menatap Alistar yang terlihat marah, Rion dan Luci langsung berlari menuju Alistar. “Bos,” panggil ke duanya. “Kenapa tidak ada yang menahan kepergian madam Rose?” Luci langsung menatap ke arah yang berlawanan agar tidak menatap mata Alistar. “Seorang pria tidak boleh berbicara pada wanita saat dia marah,” ujar Rion. “Dia itu laki-laki Rion
Suara dering ponsel membuat Alistar terbangun, dengan mata terpejam dia mencari ponsel yang berada di atas meja dekat tempat tidurnya. “Awas aja jika ini bukan urusan yang penting.” “Ini sangat penting Bos, acara pendaftarannya di percepat menjadi besok.” Alistar langsung duduk. “Apa… kenapa?” “Ini karena saudaramu Bos.” “Saudara, siapa?” “Theo.” “Dia bukan saudaraku.” “Aku mengerti.” Rion langsung mematikan telepon membuat Alistar berdecak kesal, dia melihat jam yang sudah menunjukkan jam sebelas malam dan memutuskan untuk memakai sandal dan jubah tebalnya untuk keluar sebentar, dia meletakkan ponselnya di saku jubah. Alistar berjalan menuju ruang tamu yang hanya di terangi oleh lampu dengan minim penerangan membuat jalan yang dia lewati terlihat remang-remang, tiba- tiba dia teringat sesuatu dia langsung berbalik dan menaiki tangga sampai berhenti di depan pintu dia mencoba membukanya dan ternyata pintu itu sama sekali tidak terkunci. Alistar sampai di balkon di depannya
بسم الله الرحمن الرحيمSeina merasakan perutnya terasa lapar saat mengawasi seorang pria yang mencari sesuatu di dalam kotak sampah, memperhatikan pria itu mendapat donat dan makan dengan lahap, dia langsung ikut mencari makannan dalam kotak sampah.Pengemis yang melihat Seina yang mendekatinya langsung berlari. Mengintip dari kejauhan melihat Seina yang berjalan semakin mendekat. Pengemis itu ketakutan dia berpikir bahwa Seina akan memarahinya.Tapi hal yang tidak terduga terjadi, Seina malah berhenti tepat di kotak sampah dan mencari sesuatu di dalamnya. Seina mengambil sebuah donat yang dilapisi coklat lalu duduk disamping tempat sampah, memakanya dengan tenang. Pengemis yang melihat Seina mencari makanan dia langsung perlahan mendekat untuk ikut mencari makanan. Pintu restaurant terbuka “Apa yang kamu lakukan di sini cepat pergi!” seru sang penjaga.Pengemis itu langsung langsung berlari dengan tergesa-gesa, dia bahkan tidak memperhatikan orang lain yang berjalan, akhirnya dia
بسم الله الرحمن الرحيم Seina langsung berlari mengejar mobil di depannya. “Tunggu!” serunya. Bukanya berhenti mobil itu semakin melaju kencang. Sebuah mata menatapnya dari kaca spion. Seina menangis perasaan marah tidak berdaya muncul, dia hanya bisa terus berjalan perlahan menyusuri jalan, dalam cahaya lampu jalan. Berjalan terus mengikuti mobil yang hilang dalam pandangannya. Hatinya terasa sesak membuatnya menangis. Rasa dingin dari air hujan bahkan tidak dia rasakan, yang dia lakukan hanyalah berjalan mencoba untuk mengejar mobil tadi. Malam semakin dingin dan hujan juga tidak berhenti, Seina masih berjalan mencari jejak mobil tadi. Lambat laun pandangannya perlahan menjadi buram dan dia pingsan. Seina menutup matanya saat sebuah lampu mobil menyorotinya, samar-samar dia melihat langkah kaki yang mendekat lalu semuanya benar-benar gelap. Sebuah mobil berhenti di sebuah pintu gerbang, seorang pria membuka kaca mobil lalu seorang penjaga datang membuka pintu gerbang. Pr
بسم الله الرحمن الرحيم Alistar terbangun saat merasakan kepalanya sakit. “Bos anda sudah sadar?” ucap Rion. Alistar menatap Rion, di sampingnya juga ada Seina, bibi Margaret, Luci, dan Thomi yang terlihat baru bangun tidur. Seina yang tidur dengan posisi duduk menyender ke bahu Luci. Pikiran Alistar memutar adegan memalukan beberapa jam yang lalu, kekesalannya memuncak. “Kau?!” jeritnya. Mereka kaget mendengar Alistar yang berteriak. Alistar langsung berdiri dari tempat tidur berjalan menuju Seina, memegang lengannya lalu menariknya keluar. Seina berusaha memberontak tapi Alistar memegang tangannya dengan erat membuatnya kesakitan. Bibi Margaret menghadang Alistar. “Tuan muda, tolong tenang.” bujuk bibi Margaret. “Diamlah bibi!” sinisnya. Margaret hanya bisa diam saat Alistar melewatinya, Seina hanya menatap bibi Margaret dengan penuh harap membuat bibi Margaret sedih karena tidak bisa berbuat apa-apa. “Rion tolong Seina!” pinta bibi Margaret. Rion memandang bibi Margar
بسم الله الرحمن الرحيم “Rion, kemasi barang barangmu, kita pinda ke hotel.” Rion memandang Alistar bingung. “Bibi Margaret sepertinya sudah gila.” “Kenapa bos?” “Lupakan, yang jelas kemasi barang barangmu dan langsung pinda ke hotel.” Ucap Alistar lalu pergi. Rion melihat Luci. “Luci ada apa?” tanya Rion. “Bibi Margaret kesurupan.” Luci langsung pergi. Rion berpikir sangat mustahil di zaman modern ini ada yang kesurupan. Tapi melihat Luci yang ketakutan membuatnya juga penasaran, diam-diam Rion mengintip dari samping, melihat bibi Margaret yang berlumuran darah yang sedang menangis. ‘Mereka benar sepertinya bibi Margaret kesurupan.’ Rion langsung berlari pergi. Sebuah pesan muncul. Dua miss call dan satu pesan. “Bibi Margaret kesurupan.” “Sayang telephone dari siapa?” teriak seorang wanita. “Cuma orang iseng sayang” teriaknya. Thomi mematikan telepon tidak mempedulikan pesan dari Rion lagi pula dia dokter bukan dukun. Seina menatap sekeliling dengan rasa penasar
بسم الله الرحمن الرحيمMerasakan Seina yang menangis membuat Alistar diam tersenyum remeh.Setelah itu, Alistar membawa Seina ke hotel lain. Meskipun di depannya adalah salah satu hotel terbaik di sana tapi setelah melihat perlakuan kasarnya pada wanita lemah seperti Seina membuatnya kesal. Bahkan dia sendiri tidak pernah berbuat tidak sopan pada wanita, kecuali di beberapa kasus tertentu.“Rion carilah informasi tentang keluarga Wiliam.”“Baik Bos.”Alistar mematikan ponselnya lalu tersenyum, merasa tidak sabar menyaksikan permainan yang dia mulai.Berjalan menuju ranjang membelai wajah Seina dengan jarinya.“Saya akan menjadikan kamu sebagai bintang, sehingga tidak ada yang meremehkanmu,” lirihnya.“Kamu sangat berguna untuk saya,” ucapnya.Alistar pergi tanpa memperhatikan Seina yang membuka matanya.Suara Langkah kaki bergema dilorong, membuka pintu yang bertuliskan 23.Suara pintu terbuka, di sana seorang wanita yang duduk di depan jendela yang terbuka, angin berhembus menerbangk
بسم الله الرحمن الرحيمSeina membuka matanya, dia melihat di sekeliling ruangan yang serba putih dengan selang infus yang menempel pada tangan kirinya.Seina melepasnya dan pergi dari sana, dia sama sekali tidak merasakan sakit.“Bos, haruskah aku menyelidiki tentang Seina lagi?” tanya Rion.Alistar berhenti, lalu berlari diikuti Rion di belakangnya.“Sina,” seru Alistar.“Seina Bos, pakai ‘e’ bukan Sina,” jelas Rion.Alistar melihat ke bawah selimut, bahkan sampai ke kamar mandi.“Bantu aku mencarinya,” marah Alistar.Rion hanya menatap Bos-nya yang kebingungan.“Sepertinya dia keluar Bos.”Alistar langsung keluar. “Tunggu apa lagi ayo.”Seina merasakan perutnya lapar saat berpapasan dengan orang-orang yang membawa makan keluar dari kantin. Dia berjalan menuju tempat di mana wanita berbaju putih itu juga mendapat makanan.“Nona, apakah kamu tidak melihat aku masih pesan?”Antre berganti, wanita itu langsung menatap Seina kesal karena langsung menyela antreannya, bukannya mengantre.
Suara dering ponsel membuat Alistar terbangun, dengan mata terpejam dia mencari ponsel yang berada di atas meja dekat tempat tidurnya. “Awas aja jika ini bukan urusan yang penting.” “Ini sangat penting Bos, acara pendaftarannya di percepat menjadi besok.” Alistar langsung duduk. “Apa… kenapa?” “Ini karena saudaramu Bos.” “Saudara, siapa?” “Theo.” “Dia bukan saudaraku.” “Aku mengerti.” Rion langsung mematikan telepon membuat Alistar berdecak kesal, dia melihat jam yang sudah menunjukkan jam sebelas malam dan memutuskan untuk memakai sandal dan jubah tebalnya untuk keluar sebentar, dia meletakkan ponselnya di saku jubah. Alistar berjalan menuju ruang tamu yang hanya di terangi oleh lampu dengan minim penerangan membuat jalan yang dia lewati terlihat remang-remang, tiba- tiba dia teringat sesuatu dia langsung berbalik dan menaiki tangga sampai berhenti di depan pintu dia mencoba membukanya dan ternyata pintu itu sama sekali tidak terkunci. Alistar sampai di balkon di depannya
بسم الله الرحمن الرحيم Alistar turun dari mobil, dia melihat Madam Rose yang keluar dengan ekspresi marah. “Anda mau ke mana Madam Rose?” Madam berhenti di depan Alistar dan menarik nafas perlahan. “Saya sepertinya tidak cocok dengan nona Seina.” “Kenapa Madam?” “Dia sama sekali tidak cocok belajar akting, saya menyerah untuk mengajarinya jadi saya permisi.” Madam langsung pergi menaiki mobil yang terparkir di sebelah mobil Rion. Alistar langsung masuk ke dalam, dia melihat Seina yang sedang duduk sambil menonton film kartun di televisi dengan Rion yang meminum kopi dan Luci yang bermain ponsel. “Apa yang sedang kalian lakukan!” Mereka menatap Alistar yang terlihat marah, Rion dan Luci langsung berlari menuju Alistar. “Bos,” panggil ke duanya. “Kenapa tidak ada yang menahan kepergian madam Rose?” Luci langsung menatap ke arah yang berlawanan agar tidak menatap mata Alistar. “Seorang pria tidak boleh berbicara pada wanita saat dia marah,” ujar Rion. “Dia itu laki-laki Rion
بسم الله الرحمن الرحيم“Aku sedang menjenguk temanku,” ujar Theo.“Baiklah, kalau begitu pergilah menemui temanmu.”Theo melihat Alistar yang masih memegang tangan Seina, sementara Rion menatap mereka dengan tatapan membara, meski dia agak khawatir akan adanya keributan tapi dia tidak sabar melihat pertengkaran mereka.Theo tersenyum dengan wajahnya yang lembut. “Baiklah… aku pergi dulu, sampai berjumpa lagi Seina.”Mengakat tangannya lalu berbalik pergi, Seina tersenyum dan melambaikan tangannya.Theo adalah saudara Alistar, tepatnya saudara tiri yang selalu dia benci dari dulu. Theo selalu merebut apa yang dia inginkan bahkan cinta pertamanya.“Apa yang sedang kamu lakukan dengan dia?” tanya Alistar.Seina berpikir. “Ada noda di bibirnya.”Alistar menyipitkan matanya, melihat ada noda di bibir Seina bukan di bibir Theo.“Lalu kamu menyentuhnya?” Alistar melihat kedua tangganya di dada.Seina mengangguk, Alistar melihat sekeliling adanya orang yang berlalu lalang untuk mencari pengob
بسم الله الرحمن الرحيمSeina membuka matanya, dia melihat di sekeliling ruangan yang serba putih dengan selang infus yang menempel pada tangan kirinya.Seina melepasnya dan pergi dari sana, dia sama sekali tidak merasakan sakit.“Bos, haruskah aku menyelidiki tentang Seina lagi?” tanya Rion.Alistar berhenti, lalu berlari diikuti Rion di belakangnya.“Sina,” seru Alistar.“Seina Bos, pakai ‘e’ bukan Sina,” jelas Rion.Alistar melihat ke bawah selimut, bahkan sampai ke kamar mandi.“Bantu aku mencarinya,” marah Alistar.Rion hanya menatap Bos-nya yang kebingungan.“Sepertinya dia keluar Bos.”Alistar langsung keluar. “Tunggu apa lagi ayo.”Seina merasakan perutnya lapar saat berpapasan dengan orang-orang yang membawa makan keluar dari kantin. Dia berjalan menuju tempat di mana wanita berbaju putih itu juga mendapat makanan.“Nona, apakah kamu tidak melihat aku masih pesan?”Antre berganti, wanita itu langsung menatap Seina kesal karena langsung menyela antreannya, bukannya mengantre.
بسم الله الرحمن الرحيمMerasakan Seina yang menangis membuat Alistar diam tersenyum remeh.Setelah itu, Alistar membawa Seina ke hotel lain. Meskipun di depannya adalah salah satu hotel terbaik di sana tapi setelah melihat perlakuan kasarnya pada wanita lemah seperti Seina membuatnya kesal. Bahkan dia sendiri tidak pernah berbuat tidak sopan pada wanita, kecuali di beberapa kasus tertentu.“Rion carilah informasi tentang keluarga Wiliam.”“Baik Bos.”Alistar mematikan ponselnya lalu tersenyum, merasa tidak sabar menyaksikan permainan yang dia mulai.Berjalan menuju ranjang membelai wajah Seina dengan jarinya.“Saya akan menjadikan kamu sebagai bintang, sehingga tidak ada yang meremehkanmu,” lirihnya.“Kamu sangat berguna untuk saya,” ucapnya.Alistar pergi tanpa memperhatikan Seina yang membuka matanya.Suara Langkah kaki bergema dilorong, membuka pintu yang bertuliskan 23.Suara pintu terbuka, di sana seorang wanita yang duduk di depan jendela yang terbuka, angin berhembus menerbangk
بسم الله الرحمن الرحيم “Rion, kemasi barang barangmu, kita pinda ke hotel.” Rion memandang Alistar bingung. “Bibi Margaret sepertinya sudah gila.” “Kenapa bos?” “Lupakan, yang jelas kemasi barang barangmu dan langsung pinda ke hotel.” Ucap Alistar lalu pergi. Rion melihat Luci. “Luci ada apa?” tanya Rion. “Bibi Margaret kesurupan.” Luci langsung pergi. Rion berpikir sangat mustahil di zaman modern ini ada yang kesurupan. Tapi melihat Luci yang ketakutan membuatnya juga penasaran, diam-diam Rion mengintip dari samping, melihat bibi Margaret yang berlumuran darah yang sedang menangis. ‘Mereka benar sepertinya bibi Margaret kesurupan.’ Rion langsung berlari pergi. Sebuah pesan muncul. Dua miss call dan satu pesan. “Bibi Margaret kesurupan.” “Sayang telephone dari siapa?” teriak seorang wanita. “Cuma orang iseng sayang” teriaknya. Thomi mematikan telepon tidak mempedulikan pesan dari Rion lagi pula dia dokter bukan dukun. Seina menatap sekeliling dengan rasa penasar
بسم الله الرحمن الرحيم Alistar terbangun saat merasakan kepalanya sakit. “Bos anda sudah sadar?” ucap Rion. Alistar menatap Rion, di sampingnya juga ada Seina, bibi Margaret, Luci, dan Thomi yang terlihat baru bangun tidur. Seina yang tidur dengan posisi duduk menyender ke bahu Luci. Pikiran Alistar memutar adegan memalukan beberapa jam yang lalu, kekesalannya memuncak. “Kau?!” jeritnya. Mereka kaget mendengar Alistar yang berteriak. Alistar langsung berdiri dari tempat tidur berjalan menuju Seina, memegang lengannya lalu menariknya keluar. Seina berusaha memberontak tapi Alistar memegang tangannya dengan erat membuatnya kesakitan. Bibi Margaret menghadang Alistar. “Tuan muda, tolong tenang.” bujuk bibi Margaret. “Diamlah bibi!” sinisnya. Margaret hanya bisa diam saat Alistar melewatinya, Seina hanya menatap bibi Margaret dengan penuh harap membuat bibi Margaret sedih karena tidak bisa berbuat apa-apa. “Rion tolong Seina!” pinta bibi Margaret. Rion memandang bibi Margar
بسم الله الرحمن الرحيم Seina langsung berlari mengejar mobil di depannya. “Tunggu!” serunya. Bukanya berhenti mobil itu semakin melaju kencang. Sebuah mata menatapnya dari kaca spion. Seina menangis perasaan marah tidak berdaya muncul, dia hanya bisa terus berjalan perlahan menyusuri jalan, dalam cahaya lampu jalan. Berjalan terus mengikuti mobil yang hilang dalam pandangannya. Hatinya terasa sesak membuatnya menangis. Rasa dingin dari air hujan bahkan tidak dia rasakan, yang dia lakukan hanyalah berjalan mencoba untuk mengejar mobil tadi. Malam semakin dingin dan hujan juga tidak berhenti, Seina masih berjalan mencari jejak mobil tadi. Lambat laun pandangannya perlahan menjadi buram dan dia pingsan. Seina menutup matanya saat sebuah lampu mobil menyorotinya, samar-samar dia melihat langkah kaki yang mendekat lalu semuanya benar-benar gelap. Sebuah mobil berhenti di sebuah pintu gerbang, seorang pria membuka kaca mobil lalu seorang penjaga datang membuka pintu gerbang. Pr
بسم الله الرحمن الرحيمSeina merasakan perutnya terasa lapar saat mengawasi seorang pria yang mencari sesuatu di dalam kotak sampah, memperhatikan pria itu mendapat donat dan makan dengan lahap, dia langsung ikut mencari makannan dalam kotak sampah.Pengemis yang melihat Seina yang mendekatinya langsung berlari. Mengintip dari kejauhan melihat Seina yang berjalan semakin mendekat. Pengemis itu ketakutan dia berpikir bahwa Seina akan memarahinya.Tapi hal yang tidak terduga terjadi, Seina malah berhenti tepat di kotak sampah dan mencari sesuatu di dalamnya. Seina mengambil sebuah donat yang dilapisi coklat lalu duduk disamping tempat sampah, memakanya dengan tenang. Pengemis yang melihat Seina mencari makanan dia langsung perlahan mendekat untuk ikut mencari makanan. Pintu restaurant terbuka “Apa yang kamu lakukan di sini cepat pergi!” seru sang penjaga.Pengemis itu langsung langsung berlari dengan tergesa-gesa, dia bahkan tidak memperhatikan orang lain yang berjalan, akhirnya dia