Share

Bab 2

Author: Rifa Aisyah
last update Last Updated: 2024-11-12 15:38:54
Di tengah malam, kami bersembunyi di tembok belakang sekolah. Kami memanjat tembok bersama-sama dan memasuki sekolah.

Pada siang hari, sekolah ini dipenuhi dengan pemandangan yang indah, seperti pepohonan hijau rindang yang tersebar di sekelilingnya.

Namun, saat malam hari, sekolah tampak sangat sunyi dan menyeramkan.

Kami akhirnya memilih lantai empat, yang juga merupakan ruang kelas tempat kami belajar.

Kami duduk melingkar. Salah satu dari kami mengeluarkan piring dan selembar kertas putih, lalu meletakkannya di tengah. Di atas kertas tertulis dua pilihan, ya atau tidak.

Kemudian, kami semua menaruh jari kami di atas piring.

"Jelangkung, cepat datang!" Semua orang menggumamkan sesuatu.

"Jelangkung, izinkan aku mengajukan pertanyaan, apakah ada yang menyukaiku diam-diam?"

Patrick tiba-tiba mengajukan pertanyaan.

Piring di bawah jari mereka perlahan bergerak menuju ke arah tidak.

Patrick menghela napas.

"Apakah kamu adalah kakak kelas kami yang meninggal itu?" Nyali Hendy sangat besar dan langsung bertanya.

Tanganku yang memegang piring itu menjadi gugup. Telapak tanganku penuh dengan keringat.

Tiba-tiba, tangan yang memegang piring itu bergerak cepat di antara pilihan ya dan tidak. Tangan kami pun gemetar hebat.

Setelah beberapa saat, piring itu tiba-tiba pecah.

Semua tangan kami menjadi kosong.

"Retak ... piringnya retak," kata Yolanda dengan gemetar.

Kemudian, angin dingin berhembus dan membuat kami merinding.

Tiba-tiba, Yolanda, yang duduk di sebelahku, mengerang. Aku langsung menoleh ke arahnya.

Ada sepasang tangan yang sedang mencekik leher Yolanda.

Itu adalah tangan Tristan.

Senyuman ganas terlihat di wajah Tristan saat ini.

Kami buru-buru pergi menarik Tristan.

"Pergi mati sana! Pergi mati sana!"

Tristan terus mengulangi kata-kata ini di mulutnya.

Kami akhirnya bisa melepaskan tangan Tristan. Yolanda batuk tanpa henti, napasnya pun terengah-engah.

"Tristan hampir mencekikku sampai mati." Yolanda berbicara sambil terbatuk-batuk.

Sebelum kami sempat bereaksi, Tristan kembali menyerang kami lagi. Kami tidak punya pilihan selain mencari tali dan mengikatnya.

Tristan tertawa tanpa henti. Suara tawanya terdengar agak menyeramkan.

Malam ini begitu sepi.

Angin berhembus meniup tirai dan mengeluarkan suara tawa seperti rengekan.

Kami semua berkumpul di dalam kelas dan tidak berani bergerak.

"Di mana Patrick?"

Laura adalah orang pertama yang menyadari Patrick sepertinya hilang.

Kami melihat ke sekeliling bersama-sama dan memang tidak ada tanda-tanda keberadaan Patrick.

"Ahh ...." Terdengar suara teriakan histeris.

Hendy juga menghilang.

Jantungku berdebar kencang dan aku merasa tidak enak badan.

Keringat dingin bercucuran di keningku.

Tiba-tiba, ada sesuatu yang menggaruk bahuku.

Aku ketakutan setengah mati sampai-sampai aku nggak berani melihat ke belakang.

"Shel ... Shelly, bahumu. Ahh ...." Yolanda mulai berseru.

Aku menyipitkan mataku. Saat aku hendak melihatnya, aku merasakan sakit yang menusuk di bagian belakang leherku, lalu kepalaku tiba-tiba mulai terasa pusing.

Ketika kepalaku menyentuh lantai, aku mendengar seseorang berbicara di sebelahku.

"Bos, semuanya sudah selesai ...."

Kemudian, aku pingsan.

Saat aku sadar, sudah tidak ada orang di sampingku. Yolanda pun menghilang.

Aku tidak berani tinggal lebih lama lagi. Aku menyeret tubuhku yang kelelahan, berjalan keluar dari gedung pengajaran, lalu berlari kembali ke rumah.

Namun, ketika aku datang ke sekolah lagi, yang aku lihat adalah mayat Yolanda.

Jika kami tidak bermain jelangkung, Yolanda tidak akan ....

"Pasti Tristan yang membunuh Yolanda. Saat itu, dia telah dirasuki hantu. Dialah yang membunuh Yolanda."

Aku masih merasa sedih dan takut ketika memikirkan insiden ini.

Polisi di depanku memandangku dengan acuh tak acuh. Aku terisak dengan suara pelan.

"Sepertinya kamu nggak mengatakan yang sebenarnya. Ada terlalu banyak kejanggalan dalam ceritamu." Tatapan dingin menatapku. Tubuhku gemetaran saking takutnya.

"Dalam ceritamu, kenapa hanya Tristan yang kerasukan, tapi yang lain nggak?"

"Selain itu, laporan otopsi Yolanda menunjukkan kalau dia hamil. Apakah kamu tahu itu?"

Tiba-tiba, aku mengepalkan tanganku dengan erat dan menatap polisi yang duduk di hadapanku dengan tatapan marah.

"Yolanda dilecehkan oleh sekelompok berandalan itu, tahu nggak kamu? Kamu mah nggak tahu apa-apa!"

Aku berteriak dengan marah.

Polisi itu tampak ragu-ragu.

Aku menatap polisi itu dengan tatapan kosong dan bergumam.

Sebenarnya, malam itu, kami sama sekali tidak pergi ke sekolah untuk bermain jelangkung.

Setelah kami makan-makan di kios makanan, kami bersiap untuk pulang.

Bir yang kami beli saat itu sudah dihabiskan semua. Aku dan Laura minum lumayan banyak, sehingga kami berencana untuk pulang lebih awal. Kami tidak mengajak Yolanda karena kami mengira Tristan adalah pacarnya. Dia pasti akan menjaga Yolanda.

Siapa sangka, Patrick dan Hendy pun tetap tinggal di sana.

Sejak hari itu, Yolanda tidak pernah bersekolah lagi sampai aku kemudian mendengar tentang berita kematiannya.

Semenjak hari itu, aku terus merasa menyesal mengapa aku tidak membawa Yolanda kembali bersamaku. Akulah penyebab kematian Yolanda.

Polisi itu tidak berkata apa-apa. Dia hanya mengangkat kepalanya dan memberi isyarat agar aku melanjutkan perkataanku.

Aku mengatakan bahwa apa yang terjadi hari itu dapat dianggap sebagai mimpi buruk.

Related chapters

  • Rahasia di Dalam Toilet   Bab 3

    Malam itu, aku dan Laura pulang naik taksi.Setelah turun dari taksi dan berjalan masuk ke kompleks, hembusan angin dingin membuat otakku yang linglung menjadi semakin sadar.Tiba-tiba, ada sebuah tangan di belakangku, lalu tiba-tiba menarikku. Aku terjatuh ke dalam pelukan orang di belakangku.Aku berusaha memberontak. Saat memberontak, aku melihat wajah orang yang kukenal.Ternyata dia adalah Tristan!Tristan menatapku dengan ekspresi mabuk di wajahnya.Tanpa basa-basi, Tristan mulai menciumku. Tangannya pun mulai meraba-raba seluruh tubuhku.Aku langsung menamparnya. Tristan seketika mundur beberapa langkah.Aku menatapnya dengan marah.Tristan menatapku sambil tersenyum, "Bukankah kamu dan Yolanda berteman baik? Kenapa kamu nggak pergi melihat bagaimana keadaannya sekarang?"Tiba-tiba, aku merasa panik."Apa yang kamu lakukan padanya? Di mana dia?" kataku dengan cemas.Tristan menatapku dengan penuh minat dan tidak menjawab pertanyaanku."Sudah berakhir." Tristan tiba-tiba berkata

    Last Updated : 2024-11-12
  • Rahasia di Dalam Toilet   Bab 4

    Suara jangkrik di pepohonan terus terdengar. Suara gemerisik dedaunan yang tertiup angin masih terngiang-ngiang di telingaku.Aku sedang berbaring di kursi untuk istirahat. Samar-samar aku mendengar suara bisik-bisik tidak jauh dari sana.Aku berdiri dan melihat ke samping di bawah naungan pohon.Seorang pria dan seorang wanita saling berpelukan."Tristan, kamu jangan-jangan beneran suka sama Yolanda?""Mana mungkin? Orang yang paling aku suka adalah kamu.""Bisaan aja nih kamu. Lalu, kapan kamu putus dengannya?" kata Laura dengan genit.Sebelum Laura selesai berbicara, Trisan sudah langsung mencium bibirnya.Melihat ini, emosiku langsung membludak.Aku berlari kembali ke asrama dan buru-buru memberi tahu Yolanda masalah ini dengan terus terang. Aku tidak bisa membiarkannya terluka sama sekali.Namun, Yolanda sama sekali tidak percaya dengan apa yang aku katakan. Dia terus membela Tristan.Akhirnya, kami dari yang awalnya selalu membicarakan segala hal menjadi putus hubungan karena mas

    Last Updated : 2024-11-12
  • Rahasia di Dalam Toilet   Bab 5

    "Shelly, kamulah yang jatuh cinta pada Tristan.""Namun, dia jatuh cinta pada Yolanda, sahabatmu.""Kamu marah dan nggak bisa terima. Hatimu dipenuhi kebencian.""Pada malam perayaan, kamu ingin menggunakan kesempatan ini untuk mengajak Tristan berkencan sendirian dan menyatakan cinta kepadanya."Namun, siapa sangka, dia malah menolakmu.""Oleh karena itu, kamu berencana membunuhnya untuk melampiaskan amarahmu.""Kamu nggak mengerti mengapa dunia tampaknya sedang menentangmu. Suasana hatimu buruk sekali.""Pada saat yang sama, kamu pun nggak berniat melepaskan Yolanda, sahabat baikmu. Kamu sama sekali nggak pulang malam itu. Kamu terus membuntuti Yolanda dan menyuruh seseorang untuk melecehkannya.""Begitulah dirimu. Kamu iri pada semua orang yang dekat dengan Tristan."Emosiku akhirnya membludak. Aku berteriak, "Sudah cukup, jangan katakan lagi.""Jadi,, kenapa saat itu kamu nggak pergi?""Aku nggak pergi karena ....""Oke, kamu nggak perlu mengatakan apa-apa lagi."Aku mendongak, lal

    Last Updated : 2024-11-12
  • Rahasia di Dalam Toilet   Bab 1

    Saat melihat mobil polisi, sekujur tubuhku gemetaran saking paniknya.Guru memperhatikan keanehan pada diriku, lalu dia bertanya kepadaku."Kamu lagi nggak enak badan?"Saat aku hendak menjawab, wali kelas muncul di pintu."Shelly Winata, sini keluar sebentar."Mendengar wali kelas memanggil namaku, aku berjalan keluar kelas dengan gemetar.Ada dua orang berseragam polisi berdiri di samping wali kelas.Begitu melihat polisi, jantungku makin berdebar kencang. Tubuhku gemetaran, telapak tanganku pun terus berkeringat dingin."Apakah benar kamu Shelly Winata? Apa hubunganmu dengan Yolanda Sander?" tanya salah satu petugas polisi."Teman ... kami adalah teman baik." Aku menundukkan kepalaku melihat ke lantai dan menjawab dengan suara rendah.Polisi itu tidak berkata apa-apa, tetapi aku bisa merasakan dia sedang menatapku.Pada akhirnya, mereka tidak mengajukan pertanyaan lagi dan memintaku untuk kembali ke kelas.Aku menghela napas lega.Telapak tanganku sudah basah. Aku terus mengusapkann

    Last Updated : 2024-11-12

Latest chapter

  • Rahasia di Dalam Toilet   Bab 5

    "Shelly, kamulah yang jatuh cinta pada Tristan.""Namun, dia jatuh cinta pada Yolanda, sahabatmu.""Kamu marah dan nggak bisa terima. Hatimu dipenuhi kebencian.""Pada malam perayaan, kamu ingin menggunakan kesempatan ini untuk mengajak Tristan berkencan sendirian dan menyatakan cinta kepadanya."Namun, siapa sangka, dia malah menolakmu.""Oleh karena itu, kamu berencana membunuhnya untuk melampiaskan amarahmu.""Kamu nggak mengerti mengapa dunia tampaknya sedang menentangmu. Suasana hatimu buruk sekali.""Pada saat yang sama, kamu pun nggak berniat melepaskan Yolanda, sahabat baikmu. Kamu sama sekali nggak pulang malam itu. Kamu terus membuntuti Yolanda dan menyuruh seseorang untuk melecehkannya.""Begitulah dirimu. Kamu iri pada semua orang yang dekat dengan Tristan."Emosiku akhirnya membludak. Aku berteriak, "Sudah cukup, jangan katakan lagi.""Jadi,, kenapa saat itu kamu nggak pergi?""Aku nggak pergi karena ....""Oke, kamu nggak perlu mengatakan apa-apa lagi."Aku mendongak, lal

  • Rahasia di Dalam Toilet   Bab 4

    Suara jangkrik di pepohonan terus terdengar. Suara gemerisik dedaunan yang tertiup angin masih terngiang-ngiang di telingaku.Aku sedang berbaring di kursi untuk istirahat. Samar-samar aku mendengar suara bisik-bisik tidak jauh dari sana.Aku berdiri dan melihat ke samping di bawah naungan pohon.Seorang pria dan seorang wanita saling berpelukan."Tristan, kamu jangan-jangan beneran suka sama Yolanda?""Mana mungkin? Orang yang paling aku suka adalah kamu.""Bisaan aja nih kamu. Lalu, kapan kamu putus dengannya?" kata Laura dengan genit.Sebelum Laura selesai berbicara, Trisan sudah langsung mencium bibirnya.Melihat ini, emosiku langsung membludak.Aku berlari kembali ke asrama dan buru-buru memberi tahu Yolanda masalah ini dengan terus terang. Aku tidak bisa membiarkannya terluka sama sekali.Namun, Yolanda sama sekali tidak percaya dengan apa yang aku katakan. Dia terus membela Tristan.Akhirnya, kami dari yang awalnya selalu membicarakan segala hal menjadi putus hubungan karena mas

  • Rahasia di Dalam Toilet   Bab 3

    Malam itu, aku dan Laura pulang naik taksi.Setelah turun dari taksi dan berjalan masuk ke kompleks, hembusan angin dingin membuat otakku yang linglung menjadi semakin sadar.Tiba-tiba, ada sebuah tangan di belakangku, lalu tiba-tiba menarikku. Aku terjatuh ke dalam pelukan orang di belakangku.Aku berusaha memberontak. Saat memberontak, aku melihat wajah orang yang kukenal.Ternyata dia adalah Tristan!Tristan menatapku dengan ekspresi mabuk di wajahnya.Tanpa basa-basi, Tristan mulai menciumku. Tangannya pun mulai meraba-raba seluruh tubuhku.Aku langsung menamparnya. Tristan seketika mundur beberapa langkah.Aku menatapnya dengan marah.Tristan menatapku sambil tersenyum, "Bukankah kamu dan Yolanda berteman baik? Kenapa kamu nggak pergi melihat bagaimana keadaannya sekarang?"Tiba-tiba, aku merasa panik."Apa yang kamu lakukan padanya? Di mana dia?" kataku dengan cemas.Tristan menatapku dengan penuh minat dan tidak menjawab pertanyaanku."Sudah berakhir." Tristan tiba-tiba berkata

  • Rahasia di Dalam Toilet   Bab 2

    Di tengah malam, kami bersembunyi di tembok belakang sekolah. Kami memanjat tembok bersama-sama dan memasuki sekolah.Pada siang hari, sekolah ini dipenuhi dengan pemandangan yang indah, seperti pepohonan hijau rindang yang tersebar di sekelilingnya.Namun, saat malam hari, sekolah tampak sangat sunyi dan menyeramkan.Kami akhirnya memilih lantai empat, yang juga merupakan ruang kelas tempat kami belajar.Kami duduk melingkar. Salah satu dari kami mengeluarkan piring dan selembar kertas putih, lalu meletakkannya di tengah. Di atas kertas tertulis dua pilihan, ya atau tidak.Kemudian, kami semua menaruh jari kami di atas piring."Jelangkung, cepat datang!" Semua orang menggumamkan sesuatu."Jelangkung, izinkan aku mengajukan pertanyaan, apakah ada yang menyukaiku diam-diam?"Patrick tiba-tiba mengajukan pertanyaan.Piring di bawah jari mereka perlahan bergerak menuju ke arah tidak.Patrick menghela napas."Apakah kamu adalah kakak kelas kami yang meninggal itu?" Nyali Hendy sangat besar

  • Rahasia di Dalam Toilet   Bab 1

    Saat melihat mobil polisi, sekujur tubuhku gemetaran saking paniknya.Guru memperhatikan keanehan pada diriku, lalu dia bertanya kepadaku."Kamu lagi nggak enak badan?"Saat aku hendak menjawab, wali kelas muncul di pintu."Shelly Winata, sini keluar sebentar."Mendengar wali kelas memanggil namaku, aku berjalan keluar kelas dengan gemetar.Ada dua orang berseragam polisi berdiri di samping wali kelas.Begitu melihat polisi, jantungku makin berdebar kencang. Tubuhku gemetaran, telapak tanganku pun terus berkeringat dingin."Apakah benar kamu Shelly Winata? Apa hubunganmu dengan Yolanda Sander?" tanya salah satu petugas polisi."Teman ... kami adalah teman baik." Aku menundukkan kepalaku melihat ke lantai dan menjawab dengan suara rendah.Polisi itu tidak berkata apa-apa, tetapi aku bisa merasakan dia sedang menatapku.Pada akhirnya, mereka tidak mengajukan pertanyaan lagi dan memintaku untuk kembali ke kelas.Aku menghela napas lega.Telapak tanganku sudah basah. Aku terus mengusapkann

DMCA.com Protection Status