Aditya dan Aisyah berangkat menggunakan taksi, beberapa saat kemudian tiba di sebuah kafe kecil di pinggiran kota. Aisyah membantu suaminya mendorong kursi roda ke arah meja tempat seorang pria bernama Radit sedang duduk. Radit segera bangkit menyambut mereka dengan senyuman hangat. "Aditya, lama tidak bertemu. Ini pasti istrimu, ya?" Aditya mengangguk sambil berjabat tangan, "Ya, Radit. Ini Aisyah. Aku ingin mengenalkan kalian berdua dan... ada sesuatu yang perlu kubicarakan." Radit mempersilakan mereka duduk. Setelah berbasa-basi sebentar, "Aku sungguh prihatin dengan keadaaanmu. Bagaimana ceritanya?" "Itu sebuah ujian dan musibah," kata Aditya sedikit sedih. "Ya, semua manusia tidak akan terhindar dari yang namanya ujian. Istriku saja sekarang sedang ngambek," kata Radit. "Ah, aku tidak tahu." Setelah basa basi Aditya mulai menceritakan tentang pertemuannya dengan Radit di masa lalu dan bagaimana Radit pernah menjadi korban penipuan Sera. Aditya dengan serius berka
Keesokan paginya, Aisyah berangkat menuju perusahaan yang direkomendasikan oleh Radit. Ia ingin mencoba mencari pekerjaan untuk membantu keuangan mereka. Namun, saat tiba di lobi gedung perusahaan, matanya membelalak ketika melihat logo besar yang menunjukkan bahwa perusahaan ini berkolaborasi dengan Atelier, perusahaan yang kini dipimpin oleh Kakek Joseph.Aisyah terdiam, menimbang-nimbang apakah ia tetap masuk atau langsung pergi. Namun, rasa penasaran dan keinginan untuk mendapatkan penjelasan mendorongnya untuk melangkah ke dalam kantor.Saat bertemu Radit di ruangannya, ia langsung mengutarakan kekhawatirannya.Aisyah dengan tegas berkata, "Radit, kenapa kau tidak memberitahuku kalau perusahaan ini bekerja sama dengan Atelier? Aku tidak bisa menerima pekerjaan di sini. Aku tidak mau ada hubungannya dengan Kakek Joseph lagi."Radit: terkejut "Aisyah, tenang dulu. Aku tahu kau punya masalah pribadi dengan Kakek Joseph, tapi pekerjaan ini bisa membantumu. Kau tidak perlu terlibat la
Malam yang awalnya penuh kehangatan berubah mendadak ketika Aisyah memegang perutnya dengan wajah yang tiba-tiba pucat. Ia merasa mual dan segera berlari kecil ke wastafel di dapur.Aisyah berbisik lemah sambil menahan rasa mual, "Mas... tunggu sebentar."Aditya masih duduk di kursi roda tampak bingung dan khawatir. Ia mencoba memanggil istrinya, tetapi suaranya sedikit gemetar dan panik, "Sayang! Apa yang terjadi? Kamu baik-baik saja?"Di depan wastafel, Aisyah menunduk, mencoba menenangkan dirinya. Ia berkumur dengan air sambil memegang perutnya. Sesaat kemudian, ia berdiri dengan wajah bingung, lalu kembali ke kamar dengan langkah perlahan.Aditya dengan nada cemas, "Kamu sakit? Apa yang kamu rasakan? Kita harus ke dokter, aku tidak ingin kamu kenapa-kenapa!"Aisyah menggeleng pelan sambil mencoba tersenyum, "Aku tidak tahu, Mas. Mungkin hanya kelelahan atau makananku tadi siang yang kurang cocok."Aditya menatap istrinya dengan penuh rasa khawatir. Meski masih bersikap gengsi, hat
Aditya dan Aisyah setelah melepas lelah dari klinik, mereka duduk di lantai sambil menikmati teh hangat. Suasana santai terasa begitu hangat, membuat keduanya mulai berbincang tentang banyak hal.Aisyah tersenyum kecil sambil menatap Aditya, "Kamu tahu, aku tiba-tiba teringat sesuatu."Aditya: mengangkat alis, penasaran "Apa itu?"Aisyah berusaha menahan tawa, "Malam pertama kita. Kamu begitu dingin dan kejam. Aku sampai berpikir, apakah aku menikahi pria yang salah waktu itu."Aditya langsung tertegun. Senyum di wajahnya memudar, digantikan dengan rasa bersalah yang terpancar jelas.Aditya dengan nada serius, "Sayang, aku minta maaf. Malam itu aku sedang dikuasai emosi dan kesalahpahaman. Aku tidak tahu bagaimana cara menghadapi perasaanku sendiri. Aku benar-benar menyesal."Aisyah menatapnya dengan penuh arti, menikmati momen saat suaminya begitu tulus meminta maaf. Namun, ia memutuskan untuk menggoda.Aisyah berpura-pura memasang ekspresi tegas, "Hmm, maaf saja tidak cukup, Aditya.
Hari-hari sederhana itu berlalu dengan penuh perjuangan, tetapi juga cinta yang semakin mendalam di antara mereka. Aisyah semakin sering merasa lelah dengan kehamilannya. Perutnya yang makin besar membuatnya sulit tidur dan sering merasa mual. Namun, ia tetap berusaha tegar. Setiap kali ia mengeluh, Aditya selalu ada untuk memijat kakinya atau sekadar mengusap punggungnya dengan lembut.Aditya, meskipun masih belum sepenuhnya pulih, terus berusaha belajar berjalan. Dengan tongkat bantu, ia mulai melatih langkah demi langkah. Kadang-kadang, ia jatuh, tetapi bayangan Aisyah yang sedang berjuang mengandung anak mereka memberinya kekuatan untuk bangkit lagi.Suatu sore, mereka duduk bersama di ruang kontrakan yang sederhana. Aditya memandangi Aisyah yang sedang makan dengan lahap meskipun hanya nasi dan kecap.Aditya tersenyum lembut, "Aku heran, bagaimana kamu bisa menikmati nasi sama kecap aja, Sayang."Aisyah tersenyum sambil menggigit sendok, "Ya gimana lagi, Mas? Kalau makannya baren
Malam itu, setelah seharian bekerja di perusahaan Glazer, Aisyah pulang dengan wajah lelah tetapi tetap bersemangat. Aditya duduk di kursi roda, menunggu istrinya di ruang tamu kontrakan kecil mereka. Begitu Aisyah masuk, ia langsung menghampiri suaminya dengan senyuman kecil."Mas, aku nggak tahu harus ketawa atau kesal dengan apa yang terjadi hari ini," ujar Aisyah."Apa yang terjadi, Sayang? Kamu kelihatan capek banget," tanya sang suami.Aisyah duduk di sebelah Aditya dan mulai menceritakan pengalamannya."Tadi Shintya nggak henti-hentinya ngomongin aku, Mas. Dia bilang aku nggak pantas kerja di sana, bilang aku cuma pengemis yang nyusahin Delon. Tapi aku diam aja, nggak mau terpancing," kata Aisyah. "Hah, Shintya memang nggak berubah ya? Mulutnya selalu nggak bisa dijaga. Aku tahu kamu kuat, tapi kalau dia terlalu kelewatan, jangan segan buat balas.""Bukan cuma Shintya, Mas. Ada Sera juga. Aku kira mereka bakal kerja sama buat nyerang aku, tapi ternyata mereka malah ribut sendi
Mendengar pertanyaan Aisyah, Aditya mengerutkan kening. Ia terlihat bingung, bahkan sedikit terganggu dengan topik yang tiba-tiba dibahas istrinya."Apa maksudmu, Sayang? Kenapa kamu tanya soal itu tiba-tiba?"Aisyah menghela napas, mencoba hati-hati dengan kata-katanya."Tadi di kantor, aku dengar obrolan orang-orang... mereka bilang kamu bukan keturunan asli keluarga Glazer, dan kedua orang tuamu bukan orang tua kandungmu."Aditya terdiam sejenak, menatap Aisyah dengan alis yang semakin mengerut."Itu pasti cuma gosip murahan. Aku dibesarkan oleh keluarga Glazer, mana mungkin itu benar?"Aisyah menundukkan kepala, merasa ragu melanjutkan. Tapi ia tahu ini penting untuk dibicarakan."Tapi aku pikir... bukankah kamu juga merasa mereka tidak pernah benar-benar akrab denganmu? Mungkin ini sebabnya. Apa kamu tidak pernah curiga selama ini?"Aditya tampak tertegun. Kata-kata Aisyah mengguncangnya, meskipun ia tidak ingin mempercayai apa yang ia dengar. Setelah beberapa saat terdiam, ia me
Malam itu, Aisyah dan Aditya duduk bersama di kontrakan mereka. Aisyah membuka pembicaraan dengan nada serius setelah mengingat sesuatu yang penting."Mas, aku mau cerita. Pas aku ke rumah Glazer kemarin, aku nemu sesuatu di kamar Kakek. Ada catatan yang kakek tinggalkan. Tapi anehnya, catatan itu ada sobekannya. Kayaknya penting banget." Aisyah mencoba meneliti kembali tulisan tersebut.Aditya mengerutkan dahi, mencoba mencerna informasi itu. Wajahnya menunjukkan campuran rasa penasaran dan frustrasi."Catatan apa, Sayang? Isinya tentang apa?""Nggak terlalu jelas, Mas. Tapi dari yang aku baca, kayaknya ada petunjuk soal masa kecilmu atau keluargamu. Mungkin Kakek tahu sesuatu tentang orang tua kandungmu."Aditya terdiam sejenak, matanya menatap jauh seolah mencoba mengingat kembali masa lalunya. Ia berbicara perlahan, suaranya penuh emosi."Aku nggak ingat banyak. Tapi ada potongan kenangan yang selalu terbayang. Dulu waktu kecil, aku sering mimpi tentang seorang wanita. Wajahnya ng
Beberapa bulan kemudian, Aisyah bercerita tentang Aditya di keluarga Glazer kepada Arjuna dan dia juga bertanya tentang kakaknya Arjuna yang bernama Andre. Ternyata dulu memang ada konflik besar antara perusahaan Pak Daniel dan perusahaan Glazer. Arjuna menghela napas panjang sebelum mulai bercerita. "Andre... Dia memang kakakku, tapi sejak kecil aku tidak pernah bertemu dengannya lagi. Konflik antara keluarga kami dan keluarga Glazer sudah berlangsung lama. Sejujurnya, aku juga tidak tahu detailnya, tapi Ayah dan Pak Daniel dulu adalah rekan bisnis yang akhirnya menjadi musuh," jelasnya.Aisyah mendengarkan dengan seksama, mencoba menyusun potongan-potongan puzzle yang semakin membingungkan. "Jadi... kalau benar Aditya adalah Andre, mungkin dia korban dari konflik keluarga ini? Apa mungkin identitasnya sengaja diubah?" tanyanya, berusaha mencari kebenaran.Arjuna mengangguk pelan. "Itu bisa saja terjadi. Aku pernah mendengar cerita bahwa saat kecil, kakakku menghilang di tengah konf
Ketika Delon mendobrak pintu kontrakan dengan keras, Aisyah tersentak panik. Dengan tangan gemetar, ia segera meraih ponsel dan menelepon Arjuna. Suaranya terdengar gemetar ketika berbicara:"Arjuna... tolong aku... Delon... dia—"Belum selesai ia bicara, Delon dengan kasar merebut ponsel dari tangan Aisyah dan melemparkannya ke sudut ruangan."Berhenti mencari perlindungan dari pria lain, Aisyah! Aku datang ke sini untuk menyelesaikan masalah. Kamu harus dengar aku!" kata Delon.Aisyah mundur perlahan, memeluk bayinya erat-erat sambil menahan air mata. "Apa yang kamu inginkan, Delon? Kenapa kamu tidak bisa meninggalkanku dan keluargaku sendiri?"Delon dengan nada marah, "Keluarga? Apa keluarga ini tanpa Aditya? Dia sudah mati, meninggalkanmu sendirian di sini! Aku datang untuk memberikan tawaran yang lebih baik, tapi kamu terus menolakku. Aku bosan dengan semua ini!"Sementara itu, di sisi lain, Arjuna yang mendengar panggilan terputus langsung mencurigai ada sesuatu yang tidak beres
Raina tersenyum kecil sambil menundukkan kepala agar tidak terlihat terlalu senang.Raina (dalam hati): Setidaknya aku punya sedikit waktu lagi bersamanya.Namun, semakin lama Aditya tinggal, semakin ia merasa ada sesuatu yang aneh. Suatu malam, ia memergoki Raina berjalan normal ke dapur untuk mengambil air. Ia langsung merasa ada yang tidak beres."Raina? Katanya kamu tidak bisa berjalan?" tanya Aditya.Raina terkejut, wajahnya memerah karena ketahuan. Ia mencoba mencari alasan. "A-aku... kakiku sudah mulai membaik. Aku hanya tidak ingin membuatmu khawatir."Aditya tidak mengatakan apa-apa lagi, tetapi ia tahu ada sesuatu yang sengaja direncanakan oleh Raina.Keesokan paginya, Aditya berpamitan kepada pria tua itu tanpa memberitahu Raina. Ia meninggalkan syal pemberian Raina di meja sebagai tanda penghormatan, lalu berjalan pergi dengan tekad yang lebih kuat untuk segera menemukan keluarganya."Maafkan aku, Raina. Tapi keluargaku adalah segalanya bagiku," kata Aditya dalam hati.Rai
Ketika suasana masih tegang, suara mobil mewah terdengar berhenti di depan rumah. Semua orang menoleh ke arah pintu, dan muncullah Pak Daniel, mengenakan setelan rapi, ditemani oleh asistennya. Wajahnya terlihat tenang, tapi penuh wibawa.Pak Daniel memberi sapaan, "Selamat pagi semuanya. Maaf kalau saya datang tanpa pemberitahuan."Kakek menyambut dengan sopan, sementara Aisyah merasa semakin bingung dengan semua yang terjadi. Pak Daniel langsung menuju Arjuna dan menepuk bahunya."Arjuna, aku mendengar dari asistennya bahwa kamu ingin Aisyah menjadi bagian dari keluarga kita. Itu kabar yang menggembirakan."Aisyah membelalak.Aisyah mendengar perkataan Pak Daniel. "Pak... maksud Bapak?"Pak Daniel menatap Aisyah dengan senyuman hangat sambil berkata, "Aisyah, saya tahu kamu masih berduka atas Aditya. Tapi dunia ini tidak berhenti, Nak. Kalau kamu mau, kami akan sangat bahagia jika kamu menjadi menantu keluarga kami. Arjuna adalah pria yang baik, dan dia benar-benar tulus mencintaimu
Aditya ternyata telah diculik oleh seseorang yang tidak dikenal, dan setelah beberapa hari ia menyadari bahwa dalang di balik semua ini adalah Delon. Dalam keadaan terkurung di sebuah ruangan kecil, Aditya mencoba tetap tenang sambil mencari celah untuk melarikan diri.Delon datang menemui Aditya dengan senyum penuh kemenangan."Lama tak berjumpa, Aditya. Kau pikir bisa hidup tenang setelah meninggalkan perusahaan Glazer? Lihat di mana kau sekarang. Ini balasan untuk semua penghinaan yang kau lakukan!"Aditya dengan tenang sambil menyeringainya, "Delon, kau tidak berubah. Kau selalu menyalahkan orang lain atas kegagalanmu. Kalau perusahaan Glazer di ambang kehancuran, itu karena ketidakmampuanmu, bukan karena aku."Delon marah menampar pipi Aditya, "Tutup mulutmu! Kau tahu apa yang sudah kulakukan untuk mempertahankan perusahaan? Aku hanya ingin kau kembali dan membantu memperbaiki keadaan. Tapi kau malah meremehkanku!"Aditya akhirnya memahami bahwa penculikan ini adalah hasil dari f
"Tolong... ada yang bisa membantu saya?" Aisyah berteriak minta tolong.Beberapa orang yang lewat mulai memperhatikan keadaannya. Seorang wanita muda dengan cepat menghampiri Aisyah.Wanita paruh baya menghampiri Aisyah sambil berkata, "Bu, ibu baik-baik saja? Ini sudah mau melahirkan, ya?"Aisyah hanya mengangguk lemah sambil menahan rasa sakitnya."Tolong... saya butuh bantuan... saya sendirian..."Tepat pukul setengah dua siang, Aisyah yang sudah tidak tahan lagi merasakan gelombang kontraksi yang semakin hebat. Wajahnya pucat, tubuhnya gemetar, namun dia tetap mencoba bertahan. Kerumunan orang di sekitarnya mulai panik melihat kondisinya.Orang-orang sekitar, "Cepat, tolong bantu dia! Bawa ke rumah sakit!"Dengan sigap, beberapa pria membantu mengangkat Aisyah ke dalam mobil warga yang bersedia mengantarnya. Di sepanjang perjalanan ke rumah sakit terdekat, Aisyah terus menggenggam perutnya, menahan rasa sakit yang luar biasa.Aisyah dengan suara lemah, "Ya Allah... berikan aku ke
Hari-hari berlalu dengan penuh kesyukuran di kontrakan kecil mereka. Aditya dan Aisyah menjalani kehidupan sederhana dengan penuh cinta dan pengertian.Setiap pagi dimulai dengan sarapan bersama. Aditya sering kali membantu Aisyah menyiapkan makanan, sementara Aisyah selalu memastikan suaminya berangkat kerja dengan bekal dan doa.Malam harinya, mereka berbagi cerita tentang keseharian masing-masing. Aditya berbicara tentang pekerjaannya, rekan-rekan di kantor, dan bagaimana ia belajar lebih bersabar menghadapi berbagai tantangan. Sementara itu, Aisyah bercerita tentang tetangga-tetangga mereka, perkembangan kandungannya, dan mimpi-mimpinya untuk masa depan anak mereka."Abi, Umi bahagia banget. Meskipun kita nggak punya banyak, rasanya cukup karena kita saling mendukung."Aditya tersenyum, menggenggam tangan Aisyah saat duduk bersama, "Iya, Umi. Allah sudah kasih kita yang lebih berharga daripada harta. Keluarga kecil kita ini."Mereka saling terbuka tentang kekhawatiran dan harapan
Setelah Aisyah bebas dari penjara, hubungan mereka bertiga semakin sering terlihat akrab. Arjuna selalu hadir saat Aditya dan Aisyah membutuhkan bantuan. Namun, Aditya mulai merasakan sesuatu yang ganjil dari sikap Arjuna. Setiap kali Aisyah berbicara atau memuji Arjuna, Aditya merasakan cemburu yang tak dapat ia kendalikan.Suatu malam, saat hanya mereka berdua di rumah, Aditya mencoba mengungkapkan perasaannya kepada Aisyah."Umi, aku ingin bicara jujur. Aku nggak tahu apa aku yang terlalu sensitif atau bagaimana, tapi aku merasa nggak nyaman setiap kali kamu memuji Arjuna."Aisyah: tersenyum lembut mengerti apa yang dirasakan suaminya, "Abi, jangan berpikir yang aneh-aneh. Aku memang berterima kasih pada Arjuna karena dia sudah membantu kita, tapi bagiku, Abi adalah yang terbaik. Aku cinta sama Abi, nggak ada yang bisa menggantikan kamu."Aditya tersenyum lega mendengar penjelasan istrinya.Namun, di sisi lain, Arjuna memiliki niat tersembunyi. Ia sebenarnya diam-diam ingin memilik
Aditya duduk di tepi tempat tidur, menatap wajah Aisyah yang tertidur lelap. Pikirannya melayang jauh ke masa lalu. Dia teringat betapa keras dan dinginnya dia terhadap Aisyah saat mereka pertama kali menikah. Salah paham yang membuat dirinya menilai Aisyah dengan buruk, padahal kenyataannya istrinya adalah wanita yang luar biasa.Air mata perlahan mengalir dari sudut matanya, bukan karena sedih, tetapi karena rasa syukur yang mendalam.Aditya (dalam hati): "Ya Allah, dulu aku begitu bodoh menilai dia dengan cara yang salah. Engkau menunjukkan kebenaran dengan cara yang unik, memperlihatkan siapa yang buruk dan siapa yang benar-benar tulus. Engkau gantikan hidupku yang penuh keburukan dengan Aisyah, wanita yang sabar dan baik hati. Aku sungguh beruntung."Dia menyeka air matanya dan tersenyum sambil menggenggam tangan Aisyah yang masih terlelap."Umi, kamu adalah jawaban dari doa-doa yang nggak pernah aku tahu aku butuhkan. Kamu membuat aku jadi orang yang lebih baik. Mulai sekarang,