Suasana di dalam ruangan terasa serius tetapi produktif. Telepon di meja berdering, Aisyah segera mengangkatnya. Ternyata dari sang asisten pribadi Pak Joseph memberi instruksi cara pengembangan proyek yang ditangani Aisyah.
Aisyah mendengarkan dengan seksama sambil mencatat poin-poin penting. Seakan-akan dia tidak menghiraukan pria di depannya. Dia ingin menunjukkan bahwa dirinya tidak seperti dulu lagi. Aditya diam-diam mencuri pandang melihat istrinya, dia sangat cantik. Aisyah berwajah oval dan kulit cerah. Matanya besar dan berkilau, seolah-olah selalu menunjukkan kebaikan dan kehangatan. Senyumannya indah saat berbicara di telepon. Saat bersama Aditya, Aisyah jarang bicara apalagi tersenyum, hanya isak tangis. Ditambah lesung pipi muncul di kedua sisi pipinya. Busananya sederhana, tetapi elegan membuat beda dengan wanita yang pernah ditemui Aditya. 'Kenapa dulu tidak pernah melihat sisi baiknya dari wajah, memang aku terlalu bodoh menilai wanita,' batin Aditya menyesal. Bertahun-tahun berpacaran dengan Shintya, dia terlalu percaya dengan perkataan manis Shintya. Pada akhirnya dia yang kecewa, dan sangat benci dengan wanita. "Baiklah, Pak Aditya. Besok kita bahas lagi, silahkan Anda pulang!" kata Aisyah selesai berbicara di saluran telpon. "Aisyah!" Baru kali ini Aisyah mendengar suara panggilan nama dari mulut suaminya. Tiba-tiba ponsel Aditya berdering, dia mengeluarkan ponsel dari saku. Dia hanya melihat saja, tetapi tidak mengangkat panggilan tersebut. "Apakah dari kekasihmu?" tanya Aisyah menduga. "Besok kita akan bertemu, saya akan mencoba membuat dokumen yang baru lagi." Aditya tidak menjawab pertanyaan pribadinya. "Oke, biarkan aku yang pergi ke kantor Anda." Aisyah menawarkan untuk pergi ke kantornya. Sekalian menguji mental dan fisik dirinya sendiri. "Suatu kehormatan, saya akan menunggumu." Aditya akhirnya pergi dari ruangan tersebut. Semenjak berhadapan dengan Aditya ketegangan dan ketakutan menjadi satu pada diri Aisyah. "Rasanya sangat lega saat melihat dia keluar dari ruangan," ucap Aisyah sambil mengelus dada. Aisyah segera pulang ke rumah. Pertemuan dengan Aditya dengan lancar. "Bagaimana Aisyah?" tanya Kakek yang sedang duduk di sofa. "Alhamdulillah, lancar. Ini bentuk awal untuk masuk di kehidupan keluarga itu." Aisyah bersaliman kepada kakek, beliau membalas dengan senyuman. Aisyah menceritakan kejadian baru saja kepada pria tua yang sudah dianggap kakeknya sendiri. Sang kakek selalu menasehati Aisyah agar tidak gampang percaya kepada orang lain. __________ Di sisi lain, di kediaman keluarga besar Aditya. Kakek Glazer menanyakan tentang cucu menantunya, Aditya hanya bisa berjanji pada sang kakek. "Kakek tenang saja, Aditya akan membawa Aisyah tanpa paksaan." "Aku percaya padamu, kakek tahu tentang Sera dan Aisyah. Memang awalnya keluarga Dirgantara ingin menjodohkan dengan Sera, dan kakek juga tahu kalau Sera bukan gadis baik-baik. Kakek yang mengatur Sera kabur dengan kekasihnya agar kamu bisa menikah dengan Aisyah," jelas kakek Glazer. "Kenapa Kakek tidak bilang sama Aditya?" "Kamu tidak tanya, lagian kakek pikir kamu sudah menikah dengan Aisyah." "Ah, sudahlah." Aditya pergi ke kamarnya, dia ingat kekejaman yang pernah dilakukan selama ini kepada istrinya. "Aku harus minta maaf, dengan cara apapun agar Aisyah memaafkanku," ucap Aditya. ____________ Waktu terus berjalan, keesokan harinya. Aisyah sudah siap dari penampilan dari ujung kepala sampai kaki. Selain balas dendam di keluarga Glazer, dia ingin membantu Kakek Joseph mencari putri satu-satunya yang pernah diusir. Di pagi yang cerah, Aisyah berada di dalam mobil mewah meluncur dengan tenang di jalanan kota. Sopir pribadi dengan cekatan mengendalikan kemudi. Aisyah berpenampilan rapi, duduk di kursi belakang sambil memeriksa dokumen penting di tangan. Mobil berhenti perlahan di depan gedung perusahaan Glazer, sebuah perusahaan besar yang terkenal dengan arsitektur modernnya. Sopir pribadi keluar dari mobil, berjalan cepat ke sisi penumpang dengan sopan membuka pintu. Aisyah keluar dari mobil dengan penuh percaya diri, menyesuaikan pakaian dengan gerakan yang mantap. Kaki panjangnya melangkah masuk ke dalam gedung Glazer, siap untuk menghadapi hari yang penuh dengan pertemuan penting dan keputusan besar. Tiba-tiba ingatan masa lalu Aisyah muncul di pikirannya, saat pertama kali masuk di perusahaan yang ada di depannya. Di ruangan tersebut tempat yang besar, tetapi terasa sempit karena atmosfer yang mencekam. Lampu neon yang terlalu terang menyorot tajam, membuat bayangan di sudut ruangan tampak lebih gelap dan menyeramkan. Aditya berdiri di belakang meja besar yang terbuat dari kayu mahal, sikapnya dingin dan matanya menatap tanpa belas kasih. Kata-kata yang keluar dari mulutnya tajam dan menusuk, seperti pisau yang memotong perlahan tetapi dalam. Setiap kalimat yang diucapkan bukan hanya sekadar perintah, tetapi juga penghinaan, seolah-olah sengaja ingin mengikis harga diri. "Apa yang ingin kamu lakukan di sini?" tanya Aditya dengan ketus. "Maaf, Nyonya menyuruhku untuk mengantarkan bekal nasi ini untuk Tuan." Memang saat itu kedua orang tua Aditya baru pulang dari Singapura. "Jangan berbohong, mereka tidak pernah membawakanku bekal makanan. Apakah kamu ingin sesuatu?" Tiba-tiba tangannya mencekam mulut Aisyah, lalu mendorong di dinding ruangan. "A–ku." Aisyah ingin bicara tetapi sulit dikarenakan cekamanya, dia pun melepas tangannya. "Aku tidak berbohong," balas Aisyah dengan penuh ketakutan. "Apa kamu ingin menggodaku agar berbuat baik padamu. Hah!" kata kasar muncul dari mulut Aditya. Aisyah tidak bisa berkata-kata lagi. Dia memang disuruh oleh ibunya Aditya. Nyonya Elsa adalah ibu dari Aditya, ibunya ingin ngerjain menantunya. Elsa tahu bahwa putranya tidak suka dengan perjodohan yang diatur oleh sang kakek. Memang keluarga Aditya banyak konflik keluarga dan harta. "Masih tidak mengaku, apakah kamu, kamu, ingin ini." Aditya membuka resleting, dia menekan pundak Aisyah agar jongkok. Setelah itu, bagian tengahnya disodorkan ke mulutnya. "Kolom cepat!" bentaknya dengan mata mendelik. Aisyah segera melakukannya dengan pelan. Tiba-tiba rambutnya ditarik yang berbalut jilbab olehnya sambil berkata, "Yang cepat!" Terpaksa Aisyah akukan dengan cepat, rasanya sungguh jijik dan membuat perutnya mual. Hanya berapa detik, dia langsung muntah-muntah. "Dasar gak guna!" Tangannya langsung membuka pakaian bawa Aisyah. Dengan keras tubuh Aisyah dihadapkan di meja, dari belakang memasukkan lalu menarik kembali dengan keras. Aisyah ingin menjerit tetapi ini adalah kantor perusahaannya. Semenjak malam pertama, Aditya semakin kecanduan melakukan hubungan intim. Dia termasuk pria berhasrat tinggi. Tiba-tiba ada seseorang yang memanggil Aisyah, "Anda istrinya Pak Aditya?" Bayangan setahun lalu lenyap, Aisyah langsung menghapus air mata yang ingin menetes di pipi. Ternyata dia hanya mengingat kekejaman Aditya, ingatan itu seakan dia kembali merasakan perlakuannya. Dia merasa lemah, tetapi harus bisa kuat untuk balas dendam. "Maaf, Pak Aditya ada?" Aisyah balik bertanya pada pria berseragam tersebut. "Ada, beliau memang menunggu Anda," balas Pak Satpam ramah. "Baiklah, terima kasih." Aisyah segera melangkah masuk ke lift. Sesampai di depan ruangan tersebut, Aisyah perlahan melangkah menuju ruang CEO. Tempat yang dulu menyimpan kenangan kelam, di mana dia pernah merasakan penderitaan yang tidak terlupakan. Setiap langkah yang dia ambil dipenuhi dengan perasaan campur aduk—antara ketakutan, kemarahan, dan keberanian yang saling berperang di dalam dirinya. Bayangan masa lalu yang kini harus dia hadapi lagi, meski dengan hati yang masih rapuh dan luka yang belum sepenuhnya sembuh. Tok tok tok tok "Masuk!" Aisyah berusaha untuk tenang menghadapi Aditya. "Duduklah!" perintah Aditya tanpa melihat Aisyah, dia segera duduk dengan baik. Aditya mendongakkan kepalanya, lalu mendekati Aisyah. Dia duduk di atas meja tepat di depannya. Tanpa bicara dia langsung melumat bibir Aisyah dengan kasar. Dia ingin memukul, seketika tangannya memegang erat kedua tangan. Dengan kasar menciumi bibir, lalu menghisap leher. Pria itu seperti binatang yang kelaparan berbulan-bulan belum makan. Tubuh Aisyah dicumbui dengan ganas tanpa henti. "Aisyah, ada apa dengan dirimu?" tanya Aditya yang sedang duduk manis di depan. Ternyata semua itu adalah imajinasi Aisyah saat masuk di ruangan tersebut. Keringatnya mulai bercucuran membasahi pipi. "Apakah kamu tidak mendengarkanku?" tanya Aditya. Aisyah masih diam belum menjawab pertanyaannya, "Em, maaf, saya kelelahan. Apa yang Anda bicarakan?" "Apakah kamu sakit?" tanya Aditya yang ingin mendekati istrinya, memang Aisyah terlihat sangat gugup. "Oh, tidak. Aku baik-baik saja," balas Aisyah tangannya diangkat dengan telapak menghadap ke depan, jari-jari terbuka lebar. Mengisyaratkan supaya Aditya tidak mendekatinya. "Oke, aku dari tadi menjelaskan tentang pekerjaan. Em, kelihatannya kamu tidak mendengarkannya. Terlihat pucat wajahmu, apakah kamu baik-baik saja?" Aditya ingin menunjukkan kalau dia rekan bisnis profesional. Dia tidak ingin kesalahan dulu bisa terulang kembali. Aditya ingin istrinya kembali tanpa paksaan. Dia memang benar-benar pria sejati. Aisyah menarik napas dalam-dalam lalu keluarkan pelan, ingin membalas perkataannya. Tiba-tiba ada seseorang masuk, saat Aisyah menoleh ke arah pintu ternyata–Shintya. Shintya menatap kepada Aisyah dengan tajam. "Hee, apa dia istri yang meninggalkanmu itu?" tanya wanita itu dengan mata melirik ke arah Aisyah. "Apa kamu ingin kembali kepada Aditya dengan penampilan norak seperti ini?" Aisyah hanya diam, dan tidak mendengarkan dia bicara. "Chintya, apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Aditya. Wanita itu tetap memandang Aisyah mulai dari bawah hingga kepala. "Aku dan Aditya saling mencintai, kamu tidak perlu berdandan seperti ini. Norak, kampungan, menyewa pakaian dari mana kamu? Hah!" hina Shintya. Aisyah tidak membalas kata-katanya, Shintya tetap mengoceh, "Aditya tidak akan tertarik dengan dirimu. Sebentar lagi kami akan menikah." "Ck, siapa yang ingin menikah dengan kamu?" tanya Aditya beranjak berdiri, lalu berkata lagi, "Chintya kamu keluar dari ruanganku!" "Sayangku, Mama sudah merestui hubungan kita," kata Chintya dengan manja. Shintya tidak mau keluar, berhubung Aisyah tidak ingin berada di ruangan tersebut. Dia memutuskan untuk keluar, "Pak Aditya, besok kita lanjutkan lagi. Aku tidak ingin mendengar persoalan kalian berdua." Ketika Aisyah ingin melangkah tepat di depan pintu, tiba-tiba lengannya ditarik oleh Aditya, "Kamu jangan pergi dulu. Masih ada sesuatu yang ingin aku jelaskan." Dilihat dari wajahnya, Aditya memang benar-benar tulus. Aisyah menghembaskan tangannya, dengan keras Aditya meraih tangan istrinya lagi. "Chintya keluar!" suara lantang Aditya, seketika Aisyah langsung terkejut mendengar suara kerasnya.Tangan Aisyah kesakitan disebabkan cengkraman Aditya, tetapi dia tahan. Seketika Aditya sadar bahwa dia menyakiti istrinya. Lengannya terlihat membiru, "Maaf!" Baru kali ini Aisyah mendengar suaminya minta maaf. Dia terheran-heran, tetapi tidak ingin terpesona dengan kepura-puraan Aditya. Aisyah mengira kejamnya pria tidak akan bisa berubah. "Shintya, jika kamu tidak ingin pergi. Apa perlu aku panggil satpam," kata Aditya, dia tahu istrinya ketakutan karena suara kerasnya. Wanita licik itu tanpa berkata-kata langsung keluar dari ruangan. "Aku tidak akan membiarkan kamu kembali kepada Aditya," bisik Shintya saat berjalan di sebelah Aisyah. Aditya membawa kotak kesehatan, dia ingin mengobati lengan Aisyah. "Tidak apa-apa, luka ini tidak seberapa dibandingkan satu tahun yang lalu." Aisyah kembali duduk di kursi, sementara Aditya mengembalikan kotak obat di tempatnya. "Bisakah kamu tidak mengingat masa lalu. Aku ingin hari ini adalah awal pertemuan kita, perkenalkan namaku
Aisyah mengingat masa lalu muncul kembali. Ketika dia menyadari betapa buruknya perlakuan suaminya terhadap dia. Saat itu, ingatan-ingatan pahit kembali membayangi pikirannya, menggambarkan momen-momen di mana dia bertindak tanpa berpikir panjang, menyakiti Aisyah baik secara verbal maupun emosional. Masa lalu yang kelam itu seakan menempel di benaknya. Aisyah merasa terjebak dalam bayangan masa lalu yang menghantui setiap langkahnya, menimbulkan rasa benci kepada sang suami yang sangat dalam.Setelah malam pertama yang buruk itu, Aisyah masih ingat diperlakukan di belakang pintu kamar dengan ganas. "Tuan, lepaskan aku," mohon Aisyah penuh dengan air mata. Aditya tanpa menghiraukan rintihan istrinya."Bukannya kamu menikmati permainan panas seperti ini. Apa mungkin kurang hot," kata Aditya memasukkan miliknya berkali-kali sambil tubuh Aisyah di tekan di dinding.Hasrat liar Aditya tidak bisa berhenti, entahlah ketika dia memperlakukan istrinya seperti itu dia mulai kecanduan. Apalagi
Aditya langsung ikut masuk ke kamar tersebut. Di sudut ruangan, terdapat meja kaca berisi minuman premium yang tersaji rapi, menambah kesan glamor. Tidak ada suara hiruk-pikuk dari luar, hanya ada suara pria menggoda.Terlihat pria paruh baya tersebut ingin menyentuh Aisyah. Namun, Aisyah sedikit sadar menendang bagian tengahnya. "Auh," rancau pria mesum itu."Pak Yan, Anda mau apa?" tanya Aditya tiba-tiba masuk."Pak Aditya!" Pria itu terkejut melihat rekan bisnisnya tiba-tiba muncul. Satu pukulan meluncur di wajah pria paruh baya."Sorry, ambil saja wanita ini." Pak Yan langsung keluar dari ruangan tersebut. Aditya memang terkenal kejam di kalangan pembisnis.Terlihat istrinya tergeletak, Aditya langsung memegang tangan Aisyah. Spontan efek dari obat tersebut, Aisyah menjadi nakal. Dia seperti wanita yang berhasrat tinggi. Tanpa kata dia langsung melumat bibir Aditya. "Astaga, Aisyah sadar," ucap Aditya sambil menolak keinginan istrinya."Aku sangat panas sekali," kata Aisyah sam
Hati Aditya sangat berbunga-bunga mendengar istrinya mau kembali ke rumahnya. Dia menyangka sang istri memaafkan dirinya. Dibalik istrinya mau kembali ke rumah tersebut ada banyak rencana awal balas dendam. "Hem, bagaimana hubungan kamu dengan Shintya?" tanya Aisyah."Aku tidak ada hubungan lagi dengan dia, kamu tidak perlu khawatir tentang dia. Ya, meskipun Mama menjodohkanku dengannya. Aku harap kamu percaya penuh denganku," jelas Aditya memastikan istrinya.Aisyah tidak begitu percaya padanya, tetapi demi ingin balas dendam. "Oke, Pak Aditya. Besok kita melihat proyek yang kita tangani. Sekalian kita pulang ke rumah.""Sebelum itu, maukah ikut aku?" "Hem, tentu saja." Mereka berdua keluar dari ruangan tersebut. Aisyah dengan langkah berat, hening mengiringi keduanya, tidak ada satu pun kata terucap. Suara derap kaki di lantai bergema samar, seolah menekankan kekosongan suasana hati mereka. Setibanya di parkiran, hanya suara pintu mobil yang terbuka dan tertutup yang terdengar.
Delon tidak melawan pukulan Aditya, dia ingin membuktikan kalau dia pria baik. Dibalik semua itu, ada rencana terselubung di dalam pikirannya.Sedangkan Aisyah tidak menghiraukan mereka berdua, dia masuk ke kamar. Dia mengontrol perasaan takut yang muncul dalam dirinya. Di luar kamar, Aditya sudah puas memukul adik angkat yang selalu berencana buruk. "Awas jika kamu menyentuh istriku!" kata Aditya geram. 'Hem, istrimu adalah poin pertama untuk menghancurkanmu, Aditya,' batin Delon sambil menghapus darah di bibirnya. Aditya langsung masuk kamar. Terlihat istrinya termenung duduk di ranjang."Aisyah, maafkan aku!" Aditya mendekati sang istri. "Apakah harus dengan kekasaran setiap kamu bertindak." Aisyah pindah di sofa sebelah kanan."Aku akui, aku memang kasar dan gampang marah. Itu memang sifatku," kata Aditya tanpa mendekati istrinya. Dia sadar kalau Aisyah belum memaafkan dirinya dengan penuh."Aisyah, aku tidak suka dengan Delon," kata Aditya lagi."Hem." Aisyah mengambil buka
Saat ini Aisyah memang menguji kesabaran dan perubahan suaminya. Apakah suami punya rencana lain? atau memang benar-benar tulus kepadanya. Aditya berangkat kerja, sementara Aisyah masih duduk di dalam kamar. Dia menghubungi kakek Joseph, mereka asyik berbicara di saluran telpon. Di luar kamar, terdengar suara gaduh, seperti orang-orang yang sedang bertengkar. Suara mereka saling bersahutan, semakin lama semakin keras, seolah-olah ketegangan di antara mereka mencapai puncaknya. Setiap kata yang terlontar terdengar tajam, penuh amarah. Aisyah membuka pintu sedikit, ternyata mertua saling tuduh mereka sama-sama selingkuh. Tiba-tiba kakek Glazer datang ingin melerai mereka. Berhubung Fransisco–ayah Aditya, sangat emosi menghembaskan kakek Glazer hingga jatuh. Tubuhnya menghantam dinding. Aisyah melihat itu, langsung keluar kamar. Frans dan Elsa tidak memperdulikan sang kakek pingsan. Aisyah terperanjat ketika melihat tubuh kakek Glazer tergeletak tidak sadarkan diri di ruang t
"Apa yang kamu inginkan." Aisyah ingin beranjak dari tubuh Aditya, dengan cepat tangan Aditya menekan tubuhnya dengan erat. Tubuh mereka berdua menjadi satu, seakan Aditya tidak ingin melepas pelukannya. Seketika Aditya melumat bibir sang istri dengan ganas. Tubuhnya dibalik, posisi Aditya berada di atas. "Aku sudah tidak tahan lagi, Ais." Aditya dengan pelan meraba dan menciumi leher istrinya. Kedua tangan Aisyah dia genggam erat, seperti saat malam pertama dulu. Bedanya saat ini Aditya melakukan dengan sangat lembut. "Em, em, dasar pria b@jingan. Pria mesum," kata Aisyah masih memberontak terhadap perlakuan Aditya. "Istriku, tolonglah. Aku akan pelan, tidak akan menyakitimu. Jika kamu kesakitan bilang saja, akan berhati-hati memuaskan dirimu," kata Aditya dengan mata berkaca-kaca. Saat ini memang dia sangat menginginkan s3ksual. Dia melihat kebencian di mata Aisyah, langsung berhenti bermain. "Maaf." Aditya langsung keluar dari kamar tersebut. Dia sangat malu atas perlaku
Langit di atas terhampar luas, gelap namun bertabur bintang. Cahaya bintang-bintang itu berkedip-kedip, seolah memanggil mereka untuk sejenak larut dalam keindahannya. Aditya merapatkan tubuhnya pada pagar balkon, menghela napas pelan sembari memandang langit penuh kekaguman. Di sebelahnya, Aisyah berdiri diam, tersenyum tipis, matanya ikut terpaku pada kelap-kelip di atas sana. “Indah sekali, ya,” bisik Aisyah, suaranya hampir tenggelam oleh lembutnya suara malam. Aditya menoleh, menatapnya dengan lembut. “Iya, seperti kita sedang menyaksikan rahasia semesta yang tak terucapkan.” Mereka berdua terdiam lagi, membiarkan malam dan bintang-bintang menjadi bahasa yang menghubungkan mereka. Tiba-tiba Aisyah teringat bahwa dia tidak seakrab ini, 'Sadar Aisyah, jangan sampai jatuh cinta dengan pria ini.' "Ada apa?" tanya Aditya, dia melihat istrinya sedikit gelisah. "Oh, enggak. Aku mau tidur," balas Aisyah sambil berlalu meninggalkan suaminya. Sementara Aditya masih menatap b
"Hmm, tidakkah cemburu istriku yang cantik ini." "Untuk apa aku cemburu," kata Aisyah sembari ingin beranjak dari duduknya.Dalam perjalanan pulang, Aditya melirik Aisyah yang bersandar di kursi mobil dengan mata setengah terpejam. Wajahnya masih pucat setelah kecelakaan tadi.Untuk mencairkan suasana, Aditya tiba-tiba berkata dengan nada menggoda, "Kayaknya Tante Rita sayang banget sama Andre, loh. Malah tadi dia bilang, ‘Duh, Om Aditya makin keren aja nih, gimana kalau sering-sering titip Andre di sini?’”Aisyah langsung membuka matanya dan menatap suaminya tajam. "Oh, jadi Tante Rita suka sama suami orang, ya?"Aditya menahan tawa. "Siapa tahu, kan? Aku sih nggak keberatan kalau tiap hari disediain teh manis sama senyuman maut."Aisyah menyilangkan tangan di dada, matanya menyipit. "Berani banget ya, kamu? Mau aku titipin Andre selamanya di sana sekalian?"Aditya tergelak, lalu dengan cepat menggenggam tangan Aisyah. "Hei, aku cuma bercanda, Sayang. Aku nggak tertarik sama siapa p
Pagi itu, Aisyah berjalan sendirian menuju rumah Paman Dirgantara. Hatinya sudah mantap. Dia harus mendengar kebenaran langsung dari mulut pamannya.Setibanya di sana, Paman Dirga tampak gugup melihat kedatangannya. "Aisyah... kenapa kamu datang pagi-pagi begini?"Aisyah menatapnya tajam. "Aku ingin kebenaran, Paman. Aku tahu Paman menyembunyikan sesuatu tentang kematian Ayah dan Ibu."Paman Dirga menarik napas panjang, lalu menatap ke arah jendela seolah memastikan tidak ada orang lain yang mendengar. "Baiklah... aku akan mengaku."Aisyah menahan napas saat pamannya mulai berbicara."Kecelakaan itu bukan kecelakaan biasa. Yang merencanakannya adalah Elsa dan Fransisco. Mereka bekerja sama dengan Kakek Glazer, tapi saat itu mereka hanya berpura-pura setia. Sebenarnya, mereka menyimpan dendam pada keluarga ayahmu."Aisyah tertegun. "Tapi... kenapa?""Elsa membenci keluarga Daniel karena dia dulu hanya dianggap sebagai wanita simpanan, bukan istri yang sah. Dia ingin menghancurkan kelua
Setelah pertemuan sebelumnya yang penuh emosi, Paman Dirgantara merasa perlu untuk berbicara lebih lanjut dengan Aisyah. Ia menyadari bahwa masa lalunya yang penuh kesalahan telah menciptakan jarak antara mereka. Dengan hati yang berat, ia memutuskan untuk mengunjungi Aisyah di kontrakannya.Saat tiba, Paman Dirgantara mengetuk pintu dengan ragu. Aisyah membukakan pintu dan terkejut melihat pamannya berdiri di ambang pintu."Paman Dirgantara? Ada apa lagi?" tanya Aisyah.Paman Dirgantara menundukkan kepala, menunjukkan penyesalan yang mendalam."Aisyah, aku datang untuk meminta maaf atas semua kesalahan yang telah kulakukan di masa lalu. Aku tahu aku telah mengecewakan banyak orang, termasuk dirimu," balas Paman.Aisyah terdiam, mencoba mencerna kata-kata pamannya."Aku juga ingin memberitahumu bahwa istriku sedang sakit kanker dan membutuhkan perawatan di rumah sakit. Aku telah mencoba meminta bantuan dari Sera, tetapi dia menolak. Aku tahu ini mungkin tidak pantas, tetapi bisakah ka
Konflik Keluarga MemanasKeesokan harinya, Elsa dan suaminya datang dengan wajah penuh amarah. Mereka ingin meminta agar membantu perusahaan Glazer yang diambang kebangkrutan."Pak Daniel! Keluarga Glazer sudah di ambang kebangkrutan! Aku akan melupakan semua dendam masa lalu agar kamu membantu perusahaan Glazer!" seru Elsa dengan mata penuh kebencian.Pak Daniel tetap tenang, "Aku tidak pernah menginginkan kehancuran keluarga Glazer. Aku justru ingin menebus kesalahan masa lalu, jika kalian tidak membuat masalah, aku akan membantu perusahaan Glazer. Tetapi sungguh sayang, dendam kalian kepadaku sampai sekarang."Elsa mendengus, "Jangan berlagak suci! Kau ingin menguasai semuanya! Aku tahu pasti semua perusahaanmu kamu kasih putra sulung mu."Arjuna mengepalkan tangan, rahangnya mengeras saat mendengar perusahaan ayahnya untuk Aditya."Ayah, ini tidak adil! Aku yang selalu di sisimu! Aku yang bertarung untuk keluarga kita, tapi kenapa kau malah memberikan semuanya kepada Aditya?! Aku
Malam itu masih penuh ketegangan. Pak Daniel menatap tajam ke arah Arjuna, mencoba memahami sumber kebencian putranya selama ini. "Aku ingin tahu yang sebenarnya, Arjuna." Suaranya bergetar, campuran amarah dan kesedihan. "Siapa yang menanamkan kebencian dalam dirimu terhadap kakakmu sendiri?" Arjuna menghela napas berat, menunduk sesaat. Lalu dia mengangkat kepalanya, menatap ayahnya dengan mata yang kini lelah dan penuh penyesalan. "Aku mencari tahu sendiri, Ayah. Setahun yang lalu, aku baru sadar kalau Andre yang selama ini kau cari ternyata adalah Aditya." Pak Daniel mengerutkan kening. "Dan kau memutuskan untuk menghancurkannya?" Arjuna menggertakkan giginya. "Aku... aku ingin mengambil tempatnya, Ayah! Aku ingin menjadi anak yang Ayah banggakan! Selama ini, semua orang membandingkan aku dengan seseorang yang bahkan aku tak tahu keberadaannya!" "Siapa yang memberitahumu tentang Andre sebenarnya?" Arjuna terdiam. Tangannya mengepal, lalu perlahan berkata, "Kakek Glaze
Saat malam tiba, Aditya mulai kewalahan merawat bayi mereka sendirian. Andre kecil rewel, menangis terus-menerus meskipun sudah disusui dan digendong.Dengan wajah lelah, Aditya akhirnya menelpon Aisyah lewat video call. Saat panggilan tersambung, wajah lembut Aisyah muncul di layar. "Ada apa, Mas? Kok nelpon malam-malam?" tanyanya dengan suara lembut.Aditya menghela napas sambil menampilkan wajah putus asanya di layar. "Sayang, aku nggak tahu lagi harus gimana. Andre nangis terus, aku udah coba segalanya. Kamu ada saran?"Aisyah tersenyum lembut melihat suaminya yang tampak lelah tetapi tetap berusaha. "Coba Mas gendong sambil menyanyikan sholawat atau lagu nina bobo. Kadang bayi suka tenang kalau dengar suara ayahnya."Aditya menurut, menggendong Andre kecil sambil bersenandung pelan. Perlahan-lahan tangisan bayi itu mulai mereda, matanya mengantuk, dan akhirnya ia tertidur di dada ayahnya.Aditya tersenyum lega. "Terima kasih, Sayang. Aku nggak tahu bisa apa tanpa kamu."Aisyah te
Aditya yang sejak tadi diam langsung bergerak cepat, menahan tubuh Kakek Joseph agar tidak jatuh. "Aisyah, panggil ambulans!"Aisyah gemetar, tetapi segera berlari mencari bantuan. Sementara itu, Aditya mencoba menenangkan Kakek Joseph yang terlihat semakin lemah."Kek, bertahanlah!" ucap Aditya, meskipun dalam hatinya ada perasaan bimbang.Beberapa menit kemudian, ambulans datang. Aisyah dan Aditya menemani Kakek Joseph ke rumah sakit. Dalam perjalanan, Aisyah menggenggam tangan Kakek Joseph erat, hatinya masih diliputi kebingungan."Aku tidak bisa mengubah masa lalu, Kek... Tapi aku tidak mau kehilangan keluarga lagi," bisik Aisyah.Air mata Kakek Joseph mengalir, tetapi ada sedikit senyum di wajahnya. "Terima kasih, Nak... Terima kasih..."Setidaknya, dia masih memiliki kesempatan untuk menebus kesalahannya.Di dalam kamar rumah sakit, Kakek Joseph terbaring lemah dengan alat bantu oksigen terpasang di hidungnya. Tatapan matanya menerawang, seolah mengingat kembali masa lalu yang s
Aditya tak lagi bisa menahan gejolak perasaannya. Ia langsung menarik Aisyah ke dalam pelukannya, mendekap erat tubuh istrinya yang selama ini ia rindukan. "Aisyah… maafkan aku…" suaranya bergetar, dadanya naik turun menahan sesak haru. "Aku bodoh, aku salah paham… Aku merindukanmu setiap hari…" Aisyah menangis di dada suaminya, menggenggam erat punggung Aditya seolah tak ingin kehilangan lagi. "Aku juga, Mas… Aku selalu menunggumu…" Aditya lalu menunduk, memandangi bayi kecil mereka yang ada dalam gendongan Aisyah. Dengan hati-hati, ia mengambil bayi itu ke dalam pelukannya. Mata Aditya berkaca-kaca saat melihat wajah mungil yang begitu mirip dengannya. "Anakku… Maafkan Ayah, Nak…" bisiknya, menciumi dahi dan pipi bayinya penuh kasih sayang. Aisyah tersenyum di sela air matanya. "Dia selalu menangis mencari ayahnya… Sekarang dia sudah bertemu Ayahnya…" Aditya tersenyum bahagia, air matanya mengalir tanpa bisa ditahan. Setelah sekian lama terpisah, setelah semua penderitaan
Beberapa hari yang lalu, memang Aisyah pindah di rumah Pak Daniel dikarenakan sudah positif tes DNA pakai sikat gigi Aditya masih ada. Jadi Pak Daniel sangat bahagia, beliau menceritakan masa lalu saat Aditya kecil umur lima tahunan.Di ruang tamu rumah besar Pak Daniel, suasana penuh kehangatan. Aisyah duduk dengan bayi di pangkuannya, sementara Arjuna tersenyum melihat kebahagiaan ayahnya. Pak Daniel menatap sikat gigi yang telah digunakan untuk tes DNA dan hasilnya yang menunjukkan bahwa Aditya adalah Andre, putranya yang telah lama hilang.Dengan suara bergetar, Pak Daniel mulai bercerita, "Andre… atau sekarang Aditya, dulu saat masih berumur lima tahun, adalah anak yang ceria dan pintar. Dia selalu berlari ke taman belakang untuk bermain bola. Setiap sore, dia menungguku pulang kerja hanya untuk duduk di pangkuanku dan mendengarkan cerita."Aisyah mendengarkan dengan penuh perhatian. Air matanya hampir jatuh saat melihat kebahagiaan di wajah Pak Daniel. "Lalu… bagaimana bisa Adit