Tangan Aisyah kesakitan disebabkan cengkraman Aditya, tetapi dia tahan. Seketika Aditya sadar bahwa dia menyakiti istrinya. Lengannya terlihat membiru, "Maaf!"
Baru kali ini Aisyah mendengar suaminya minta maaf. Dia terheran-heran, tetapi tidak ingin terpesona dengan kepura-puraan Aditya. Aisyah mengira kejamnya pria tidak akan bisa berubah. "Shintya, jika kamu tidak ingin pergi. Apa perlu aku panggil satpam," kata Aditya, dia tahu istrinya ketakutan karena suara kerasnya. Wanita licik itu tanpa berkata-kata langsung keluar dari ruangan. "Aku tidak akan membiarkan kamu kembali kepada Aditya," bisik Shintya saat berjalan di sebelah Aisyah. Aditya membawa kotak kesehatan, dia ingin mengobati lengan Aisyah. "Tidak apa-apa, luka ini tidak seberapa dibandingkan satu tahun yang lalu." Aisyah kembali duduk di kursi, sementara Aditya mengembalikan kotak obat di tempatnya. "Bisakah kamu tidak mengingat masa lalu. Aku ingin hari ini adalah awal pertemuan kita, perkenalkan namaku Aditya. Panggil saja aku Aditya, aku ingin mengenalmu sebagai teman meskipun kita suami istri. Anggap satu tahun lalu mimpi buruk yang harus dilupakan," kata Aditya santai lalu kembali duduk di kursinya. "Memang lidah tak bertulang," kata Aisyah tiba-tiba. "Hem, benarkah. Kalau lidah bertulang namanya ikan lidah. Kamu pernah makan ikan lidah, enak loh," ucap Aditya sedikit menggoda. Dia terasa kaku jika bicara seakrab itu. Dulu hanya kata kasar dan hinaan yang dia lontarkan. Aditya banyak membaca buku cara menggaet wanita tadi malam. Sifat dinginnya harus dihilangkan, dia coba saat ini. Aisyah hanya membelakkan mata saja, dia terheran-heran dengan sikap Aditya. "Maaf, apakah kita seakrab itu?" "Bisakah kita berteman?" tanya Aditya agak sedikit malu dengan sikapnya. Aisyah menghela napas, lalu membalas perkataannya, "Apa kamu ingin aku kembali di rumah itu?" "Iya, tetapi aku tidak ingin memaksa kamu. Aku ingin kamu kembali menjadi istriku," balas Aditya. "Istri pemuas napsu kah?" "Sudahlah, lupakan masa lalu. Aku minta maaf selama setahun hidup bersamamu. Makanya aku ingin mulai membuka lembaran baru," kata Aditya. Padahal dia ingat kenikmatan malam pertama yang dia lakukan. Entah ada perasaan yang membuat dirinya menginginkan kembali. Aditya sadar bahwa yang dirasakan istrinya tidak sama dengan yang dia rasakan sendiri. "Aku harap kamu tidak ingin bercerai dariku. Aku akan menunggumu sampai kamu mau kembali," harap Aditya tulus. 'Hem, emang aku percaya dengan kata-kata manismu,' batin Aisyah, sebenarnya dia sedikit senang suaminya berkata seperti itu. Dendam atas perlakuannya masih tersayat di hati yang paling dalam. "Em, gimana sebelum melanjutkan pekerjaan. Kita makan siang dulu," kata Aditya sedikit canggung. "Tidak usah, kita lanjutkan saja. Lihatlah dokumen tersebut," suruh Aisyah. "Kalau kita lanjut sambil makan siang. Aku ingin meminta bantuan kamu," kata Aditya, dia berdiri membenarkan jas hitamnya. Aisyah mengikuti langkah Aditya dari belakang, dia penasaran apa yang diinginkan suami kejam. Dia juga tidak tahu, kenapa suaminya tidak seperti dulu lagi. Dia berharap bisa menghancurkan Aditya perlahan-lahan. Sesampai di kantin, Aditya memesan kesukaan Aisyah. Padahal dari awal menikah tidak pernah sama sekali makan bersama di mana pun. Baru pertama mereka makan hanya berdua. Aisyah mengira Aditya merencanakan sesuatu untuknya. Dia sangat waspada apa pun yang dilakukan sang suami. Di pertengahan makan, Aditya berkata, "Aku ingin kamu ikut aku menemui Kakekku. Dia penasaran dengan istriku." "Baiklah." "Apa?" Aditya kurang dengar dan kurang percaya kalau Aisyah langsung mau diajaknya. "Baiklah, apa kurang jelas." Aisyah mengulangi ucapannya lagi. "Oh, terima kasih. Kamu memang wanita yang baik," puji Aditya senang, dia merasa Aisyah telah memaafkannya. "Lihat dengan teliti dokumen tersebut," saran Aisyah datar, dengan sikap baik Aditya dia bisa bicara dengan baik. Aditya memeriksa dokumen tersebut dengan seksama, setiap lembar yang dia buka membuat hatinya semakin ragu. Ada sesuatu yang tidak beres, entah itu angka yang tidak sesuai atau detail yang terasa ganjil. Namun, meskipun firasatnya mengingatkan untuk berhati-hati, dia tetap melanjutkan dan menandatangani dokumen tersebut. Tanpa banyak pikir dia langsung menandatangani kertas tersebut. Pak Joseph memberikan arahan kepada Aisyah untuk melawan Aditya. Kemungkinan akan membawa konsekuensi yang belum Aditya pahami sepenuhnya. Yang diinginkan Aditya hanya ingin dekat dengan istrinya. Selesai makan dan pekerjaan, Aditya mengajak istrinya bertemu Kakek Glazer. Aditya dan Aisyah melangkah keluar dari kantin. Suasana tenang setelah makan siang, mereka menciptakan keheningan yang nyaman. Mobil Aditya melaju perlahan di jalan yang tidak terlalu ramai. Mereka sedang dalam perjalanan menuju rumah keluarga Glazer. "Apakah kamu sudah kenyang?" tanya Aditya sambil tersenyum kecil, mengingat bahwa dia tidak pernah makan berdua selama menikah. Dia ingin memulai percakapan, agar di dalam mobil tidak terasa canggung. "Hem," balas Aisyah tanpa melihat suaminya. "Hari ini kamu sangat cantik," puji Aditya dengan nada hangat, matanya tetap fokus ke jalan, tetapi bibirnya melengkung dengan senyuman. Aisyah tidak menghiraukan pujian suaminya. Saat ini mereka berdua menikmati perjalanan dengan perasaan nyaman. Aditya berpikir tentang kebersamaan yang akan mereka habiskan bersama. Sesampai di rumah, hati Aisyah berdegup sangat kencang. Seakan masa lalu muncul di benaknya, tubuhnya lemas ingin pingsan. Aditya langsung menampuh dengan cepat. "Maaf, aku tidak apa-apa," kata Aisyah sembari menghembaskan tangan Aditya. "Apakah kamu sakit?" Aditya tidak merasa istrinya trauma atas kekejamannya. Lagipula dia tidak mengenal wanita dengan baik. "Tidak apa-apa, aku hanya kelelahan," tolak Aisyah, dia ingin masuk ke rumah tersebut. Ya, meskipun fisiknya menolaknya, tetapi dia paksakan. "Aditya, di mana istrimu?" kata pria berambut putih tersebut, dia melihat wanita cantik tepat di belakang Aditiya. "Hem, pasti kamu Aisyah. Memang cantik seperti namanya," kata kakek. Aisyah masih mengontrol perasaan dan pikiran yang menjadi satu. Dia ingat kejadian ditimpanya saat berada di ruang tamu. Aisyah hanya menganggukkan kepalanya. Dia masih merasa keluarga suaminya sangat berkuasa. Dia punya keraguan bisa balas dendam atau tidak. "Aisyah, kembalilah di rumah ini," kata sang kakek, "kakek akan membela kamu jika Aditya menindasmu." Aisyah hanya tersenyum melihat sang kakek sangat baik. 'Kenapa kakek baru muncul setelah setahun lamanya,' batin Aisyah. "Kakek sangat sibuk tahun lalu. Hem, aku tahu selama satu tahun ini. Kemungkinan kamu kesulitan di rumah ini, sehingga kamu pergi dari rumah. Kembalilah, kamu jangan takut dengan Aditya. Lawan saja dengan dugeman tanganmu," canda kakek sambil memperagakan dengan sangat lucu. Aisyah tidak sengaja tertawa lepas melihat lucunya kakek Glazer. Aditya melihat baru pertama kali istri nya tertawa lepas sangat manis. "Aku suka jika kamu tertawa. Lihatlah Aditya, istrimu sangat cantik!" ucap sang kakek, seketika Aisyah terdiam. "Aditya, bagaimana perasaanmu terhadap istrimu?" tanya sang kakek. "A–ku, ah, kakek. Jangan tanya soal perasaan," balas Aditya gugup. Dia masih ragu dengan perasaannya sendiri. Aditya tidak ingin mengecewakan dan menaruh harapan yang akhirnya menyakiti sang istri. "Kalau kamu Ais? Gimana perasaanmu?" Sang kakek menoleh ke arah Aisyah yang sedang duduk manis. "Em, bisakah tidak membicarakan soal perasaan," tolak Aisyah dengan tenang. "Baiklah, selesaikan masalah kalian berdua sendiri. Aku sudah menghubungi Tuan Joseph, dia membolehkan kamu tinggal di rumah." "Kakek kenal?" Aisyah terkejut Kakek Glazer menghubungi kakek yang menolongnya. "Aditya, jaga Aisyah. Jangan sakiti dia, jangan biarkan anggota menindas dia. Aku mau keluar sebentar," kata kakek Glazer. Dia pergi dari ruangan tersebut. Di ruangan hanya tinggal mereka berdua. Aisyah takut suaminya seperti dulu. "Ayo kita ke kamar!" ajak Aditya. Aisyah membelalakkan mata, seakan ingin keluar saat mendengar ajakan suami di kamar.Aisyah mengingat masa lalu muncul kembali. Ketika dia menyadari betapa buruknya perlakuan suaminya terhadap dia. Saat itu, ingatan-ingatan pahit kembali membayangi pikirannya, menggambarkan momen-momen di mana dia bertindak tanpa berpikir panjang, menyakiti Aisyah baik secara verbal maupun emosional. Masa lalu yang kelam itu seakan menempel di benaknya. Aisyah merasa terjebak dalam bayangan masa lalu yang menghantui setiap langkahnya, menimbulkan rasa benci kepada sang suami yang sangat dalam.Setelah malam pertama yang buruk itu, Aisyah masih ingat diperlakukan di belakang pintu kamar dengan ganas. "Tuan, lepaskan aku," mohon Aisyah penuh dengan air mata. Aditya tanpa menghiraukan rintihan istrinya."Bukannya kamu menikmati permainan panas seperti ini. Apa mungkin kurang hot," kata Aditya memasukkan miliknya berkali-kali sambil tubuh Aisyah di tekan di dinding.Hasrat liar Aditya tidak bisa berhenti, entahlah ketika dia memperlakukan istrinya seperti itu dia mulai kecanduan. Apalagi
Aditya langsung ikut masuk ke kamar tersebut. Di sudut ruangan, terdapat meja kaca berisi minuman premium yang tersaji rapi, menambah kesan glamor. Tidak ada suara hiruk-pikuk dari luar, hanya ada suara pria menggoda.Terlihat pria paruh baya tersebut ingin menyentuh Aisyah. Namun, Aisyah sedikit sadar menendang bagian tengahnya. "Auh," rancau pria mesum itu."Pak Yan, Anda mau apa?" tanya Aditya tiba-tiba masuk."Pak Aditya!" Pria itu terkejut melihat rekan bisnisnya tiba-tiba muncul. Satu pukulan meluncur di wajah pria paruh baya."Sorry, ambil saja wanita ini." Pak Yan langsung keluar dari ruangan tersebut. Aditya memang terkenal kejam di kalangan pembisnis.Terlihat istrinya tergeletak, Aditya langsung memegang tangan Aisyah. Spontan efek dari obat tersebut, Aisyah menjadi nakal. Dia seperti wanita yang berhasrat tinggi. Tanpa kata dia langsung melumat bibir Aditya. "Astaga, Aisyah sadar," ucap Aditya sambil menolak keinginan istrinya."Aku sangat panas sekali," kata Aisyah sam
Hati Aditya sangat berbunga-bunga mendengar istrinya mau kembali ke rumahnya. Dia menyangka sang istri memaafkan dirinya. Dibalik istrinya mau kembali ke rumah tersebut ada banyak rencana awal balas dendam. "Hem, bagaimana hubungan kamu dengan Shintya?" tanya Aisyah."Aku tidak ada hubungan lagi dengan dia, kamu tidak perlu khawatir tentang dia. Ya, meskipun Mama menjodohkanku dengannya. Aku harap kamu percaya penuh denganku," jelas Aditya memastikan istrinya.Aisyah tidak begitu percaya padanya, tetapi demi ingin balas dendam. "Oke, Pak Aditya. Besok kita melihat proyek yang kita tangani. Sekalian kita pulang ke rumah.""Sebelum itu, maukah ikut aku?" "Hem, tentu saja." Mereka berdua keluar dari ruangan tersebut. Aisyah dengan langkah berat, hening mengiringi keduanya, tidak ada satu pun kata terucap. Suara derap kaki di lantai bergema samar, seolah menekankan kekosongan suasana hati mereka. Setibanya di parkiran, hanya suara pintu mobil yang terbuka dan tertutup yang terdengar.
Delon tidak melawan pukulan Aditya, dia ingin membuktikan kalau dia pria baik. Dibalik semua itu, ada rencana terselubung di dalam pikirannya.Sedangkan Aisyah tidak menghiraukan mereka berdua, dia masuk ke kamar. Dia mengontrol perasaan takut yang muncul dalam dirinya. Di luar kamar, Aditya sudah puas memukul adik angkat yang selalu berencana buruk. "Awas jika kamu menyentuh istriku!" kata Aditya geram. 'Hem, istrimu adalah poin pertama untuk menghancurkanmu, Aditya,' batin Delon sambil menghapus darah di bibirnya. Aditya langsung masuk kamar. Terlihat istrinya termenung duduk di ranjang."Aisyah, maafkan aku!" Aditya mendekati sang istri. "Apakah harus dengan kekasaran setiap kamu bertindak." Aisyah pindah di sofa sebelah kanan."Aku akui, aku memang kasar dan gampang marah. Itu memang sifatku," kata Aditya tanpa mendekati istrinya. Dia sadar kalau Aisyah belum memaafkan dirinya dengan penuh."Aisyah, aku tidak suka dengan Delon," kata Aditya lagi."Hem." Aisyah mengambil buka
Saat ini Aisyah memang menguji kesabaran dan perubahan suaminya. Apakah suami punya rencana lain? atau memang benar-benar tulus kepadanya. Aditya berangkat kerja, sementara Aisyah masih duduk di dalam kamar. Dia menghubungi kakek Joseph, mereka asyik berbicara di saluran telpon. Di luar kamar, terdengar suara gaduh, seperti orang-orang yang sedang bertengkar. Suara mereka saling bersahutan, semakin lama semakin keras, seolah-olah ketegangan di antara mereka mencapai puncaknya. Setiap kata yang terlontar terdengar tajam, penuh amarah. Aisyah membuka pintu sedikit, ternyata mertua saling tuduh mereka sama-sama selingkuh. Tiba-tiba kakek Glazer datang ingin melerai mereka. Berhubung Fransisco–ayah Aditya, sangat emosi menghembaskan kakek Glazer hingga jatuh. Tubuhnya menghantam dinding. Aisyah melihat itu, langsung keluar kamar. Frans dan Elsa tidak memperdulikan sang kakek pingsan. Aisyah terperanjat ketika melihat tubuh kakek Glazer tergeletak tidak sadarkan diri di ruang t
"Apa yang kamu inginkan." Aisyah ingin beranjak dari tubuh Aditya, dengan cepat tangan Aditya menekan tubuhnya dengan erat. Tubuh mereka berdua menjadi satu, seakan Aditya tidak ingin melepas pelukannya. Seketika Aditya melumat bibir sang istri dengan ganas. Tubuhnya dibalik, posisi Aditya berada di atas. "Aku sudah tidak tahan lagi, Ais." Aditya dengan pelan meraba dan menciumi leher istrinya. Kedua tangan Aisyah dia genggam erat, seperti saat malam pertama dulu. Bedanya saat ini Aditya melakukan dengan sangat lembut. "Em, em, dasar pria b@jingan. Pria mesum," kata Aisyah masih memberontak terhadap perlakuan Aditya. "Istriku, tolonglah. Aku akan pelan, tidak akan menyakitimu. Jika kamu kesakitan bilang saja, akan berhati-hati memuaskan dirimu," kata Aditya dengan mata berkaca-kaca. Saat ini memang dia sangat menginginkan s3ksual. Dia melihat kebencian di mata Aisyah, langsung berhenti bermain. "Maaf." Aditya langsung keluar dari kamar tersebut. Dia sangat malu atas perlaku
Langit di atas terhampar luas, gelap namun bertabur bintang. Cahaya bintang-bintang itu berkedip-kedip, seolah memanggil mereka untuk sejenak larut dalam keindahannya. Aditya merapatkan tubuhnya pada pagar balkon, menghela napas pelan sembari memandang langit penuh kekaguman. Di sebelahnya, Aisyah berdiri diam, tersenyum tipis, matanya ikut terpaku pada kelap-kelip di atas sana. “Indah sekali, ya,” bisik Aisyah, suaranya hampir tenggelam oleh lembutnya suara malam. Aditya menoleh, menatapnya dengan lembut. “Iya, seperti kita sedang menyaksikan rahasia semesta yang tak terucapkan.” Mereka berdua terdiam lagi, membiarkan malam dan bintang-bintang menjadi bahasa yang menghubungkan mereka. Tiba-tiba Aisyah teringat bahwa dia tidak seakrab ini, 'Sadar Aisyah, jangan sampai jatuh cinta dengan pria ini.' "Ada apa?" tanya Aditya, dia melihat istrinya sedikit gelisah. "Oh, enggak. Aku mau tidur," balas Aisyah sambil berlalu meninggalkan suaminya. Sementara Aditya masih menatap b
"Oh, ya, sekarang kamu sudah menikah?" tanya Aisyah."Belum, setelah kejadian itu. Aku dimarahin sama papa. Hem, jadi aku benar-benar pergi dari rumah," jelas Sera bohong. "Kabar paman bagaimana?" tanya Aisyah. "Entahlah, aku tidak tahu setelah pergi dari rumah aku tak pernah pulang." 'Tampan sekali suami Aisyah, em, aku harus merebutnya kembali,' batin Sera, dia masih memandang wajah tampan suami Aisyah."Sayangku, aku mau ke toilet dulu," ucap Aditya berpamitan. "Hem." Aditya segera pergi menuju toilet yang ada di restoran tersebut. Aditya berjalan menuju toilet yang terletak di ujung restoran, langkahnya mantap tetapi terlihat santai. Sera yang duduk tidak jauh dari sana, memperhatikan gerak-gerik Aditya dengan tatapan penuh minat. Saat Aditya menghilang di balik pintu toilet, Sera menunggu beberapa detik, mungkin sekitar lima atau sepuluh, sebelum berdiri dari kursinya. Tanpa tergesa, dengan niat yang jelas, dia mulai melangkah mengikuti Aditya. Senyumnya tersirat, memperlih
Beberapa jam kemudian, suasana duka menyelimuti pemakaman keluarga besar Glazer. Langit mendung seolah ikut merasakan kesedihan yang dirasakan semua orang. Jasad Kakek Glazer telah dibawa ke makam keluarga, tempat peristirahatan terakhir bagi generasi pendahulu keluarga Glazer.Aditya berdiri di barisan depan bersama Aisyah di sampingnya, mengenakan pakaian serba hitam. Wajahnya terlihat pucat dan letih, matanya sembap karena kurang tidur dan terlalu banyak menangis. Namun, dia berusaha tetap tegar demi menghormati mendiang Kakek.Di sekitar mereka, anggota keluarga besar Glazer lainnya berkumpul, termasuk Elsa dan Fransisco. Namun, tidak ada kata-kata yang terucap di antara mereka, hanya tatapan dingin yang menambah suasana tegang di tengah prosesi duka.Seorang berdiri di depan makam, membacakan doa perpisahan dengan suara tenang namun penuh makna. Keluarga Glazer tidak beragama, mereka mengikuti umumnya di daerah setempat.Setelah doa selesai, para pelayat dipersilakan untuk member
Saat Aditya memasuki ruang tunggu, matanya langsung tertuju pada sosok Aisyah yang sudah berada di sana. Wanita itu, duduk di sudut ruangan dengan wajah cemas, menunduk memandangi tangannya yang menggenggam erat tas kecilnya. Aditya menghentikan langkahnya sejenak, perasaan penuh ketidakberdayaan menyelimuti dirinya.Aisyah menyadari kehadirannya dan langsung berdiri. Dia berjalan mendekat dengan raut wajah khawatir, menyadari betapa terguncangnya sang suami.Aisyah suara lembut, penuh perhatian, meskipun dirinya berpura-pura. Rasa kemanusiaannya masih ada. Dia sadar bahwa Kakek Glazer adalah yang selalu baik padanya. "Mas... kamu baik-baik saja? Aku dengar kabar tentang Kakek dari Pak Rudy, jadi aku langsung ke sini."Aditya tidak langsung menjawab. Matanya menatap dalam ke arah Aisyah, seolah mencari kekuatan di dalam dirinya. Namun, di balik itu, ada ketidakberdayaan yang terpancar jelas dari sorot matanya.Aditya dengan suara lemah, hampir berbisik, "Aku... aku tidak tahu lagi ha
Aditya mondar-mandir di ruang CEO dengan langkah gelisah. Kepalanya penuh dengan pikiran yang berkecamuk, mencoba menghubungkan berbagai kemungkinan. Dia merasa dikhianati, tapi oleh siapa? Amelia Earhart tak mungkin bisa mengambil alih semuanya tanpa bantuan orang dalam. Tapi siapa? Itulah pikiran Aditya berputar-putar yang tidak tahu ujungnya.Aditya berbicara pada dirinya sendiri, wajahnya tegang, "Shintya... Dia memang licik. Tapi apa dia punya akses ke dokumen rahasia? Atau... jangan-jangan ada orang lain? Seseorang yang dekat denganku?"Aditya mengingat beberapa kejadian terakhir. Dia mulai merasakan ada kejanggalan. Shintya memang sering bersikap manipulatif, tapi dia bukan tipe yang bekerja dalam diam. Jika memang Shintya, kemungkinan besar dia akan meninggalkan jejak yang jelas. Namun, ada juga kemungkinan orang lain yang lebih cerdik, seseorang yang tidak pernah dia curigai.Aditya memikirkan Adre, asistennya yang tiba-tiba menghilang di saat krisis ini. Apakah Adre terlibat
Mereka berdua mulai bermain, Aditya dengan lihai bermainan panas di atas ranjang. Permainan panas membuat keduanya menikmati bersama sampai puas. Keesokan paginya, setelah malam yang berat, Aditya terbangun dan melihat Aisyah duduk di dekat jendela kamar, tampak tenang dan teduh dalam keheningan pagi. Dia tersenyum melihat Aisyah yang begitu penuh kasih dan perhatian. Aditya merasa bersyukur memiliki istri yang selalu mendampinginya. Aditya tersenyum hangat, mendekati sang istri lalu berbisik, "Selamat pagi, Sayang. Maaf ya, aku membuatmu khawatir semalam."Aisyah pura-pura membalas tersenyum lembut, "Selamat pagi juga, Mas. Tidak apa-apa, aku hanya senang kamu sudah lebih baik. Lagian, kamu sungguh hebat tadi malam, main kuda-kudaan."Aditya tertawa kecil, mencoba mencairkan suasana. "Supaya kamu nggak terlalu tegang, bagaimana kalau kita isi hari ini dengan bersantai dan bermain sesuatu yang seru?"Aisyah tertawa tipis merasa senang dengan ide itu, dia bertanya, "Bermain apa, Mas
Beberapa jam kemudian, dokter datang untuk memeriksa kondisi Aisyah sekali lagi. Setelah memastikan semuanya stabil, dokter memberi izin kepada Aisyah untuk pulang ke rumah.Dokter tersenyum hangat lalu berkata, "Nyonya, kondisi Anda sudah membaik. Anda bisa pulang sekarang, tapi ingat untuk tetap beristirahat dan tidak terlalu banyak pikiran, ya."Aisyah tersenyum tipis, masih terlihat lemah tetapi sudah lega mendengar penjelasan dari dokter. "Terima kasih, Dok," balas Aisyah.Aditya menatap dokter dengan penuh terima kasih, "Terima kasih, Dokter, atas bantuannya. Kami akan pastikan istriku mendapat istirahat yang cukup di rumah."Setelah semua administrasi selesai, Aditya membantu Aisyah berdiri dengan hati-hati, memegangi bahunya dengan lembut saat mereka berjalan keluar rumah sakit.Sesampainya di mobil, Aditya menyiapkan kursi dan memastikan Aisyah nyaman.Aditya sambil memasangkan sabuk pengaman pada Aisyah berkata, "Kamu sudah siap pulang? Kita bisa berhenti kapan saja kalau ka
Sesampainya di rumah sakit, Aisyah langsung mendapatkan perhatian dan penanganan cepat dari dokter. Dokter segera melakukan pemeriksaan awal untuk menilai kondisinya dan memastikan dia mendapatkan perawatan yang dibutuhkan. Tim medis juga sigap menyiapkan peralatan serta obat-obatan yang mungkin diperlukan agar pasien. Aditya dengan wajah cemas bertanya, "Dok, bagaimana kondisi Aisyah sekarang? Kenapa dia belum sadar?"Dokter menenangkan Aditya, "Tenang, Pak Aditya. Setelah kami periksa, Istri Anda hanya mengalami kelelahan dan stres berlebih. Dia hanya perlu istirahat yang cukup."Aditya sedikit lega sambil mengelus dada, "Syukurlah, saya kira kondisinya parah. Terima kasih, Dok."Beberapa waktu kemudian, Aisyah akhirnya sadar.Aditya menghela napas lega, mendekati sang istri sambil berkata, "Aisyah... kamu sudah sadar. Kamu tahu betapa khawatirnya aku?"Aisyah hanya diam dan terlihat bingung.Aditya membelai rambut Aisyah yang tanpa mengenakan jilbab, "Sayang, kamu baik-baik saja?
Aditya terbangun di pagi hari dengan sinar matahari yang lembut masuk melalui jendela kamar mereka. Udara pagi terasa segar, disertai embun yang masih menempel di daun-daun di taman kecil depan rumah.Aditya menggeliat pelan, membuka matanya sambil tersenyum melihat Aisyah yang masih tertidur di sampingnya. Perlahan, dia bangkit dan menuju dapur untuk menyiapkan teh hangat untuk mereka berdua.Tak lama kemudian, aroma teh yang harum tercium ke seluruh ruangan, membangunkan Aisyah yang akhirnya membuka matanya. Dia mengalami perubahan kepribadian yang signifikan setelah bermimpi tentang Aditya yang kembali bertindak kejam. Mimpi itu terasa begitu nyata hingga membuatnya sangat terkejut dan terguncang. Setelah bangun, perasaan takut dan cemas menghantui Aisyah. Awalnya, dia adalah sosok yang penuh kelembutan dan optimisme, tetapi mimpi tersebut seolah membuka luka lama, mengingatkan kembali trauma yang pernah dia rasakan. Sejak saat itu, dia menjadi lebih waspada, curiga, dan lebih ser
"Pake tanya lagi, tangan kamu membuatku kepanasan," balas Aisyah.Di tengah hiruk-pikuk jalan raya yang masih ramai, Aisyah yang duduk di dalam mobil tersenyum. "Ayo kita bermain di sini," ajak Aisyah, entah perasaannya sudah tidak bisa ditahan lagi dia juga ketagihan permainan suaminya. "Ah, tahan dulu. Aku akan cari tempat untuk bersenang-senang." Aditya segera mencari tempat yang lebih sepi untuk menikmati kebersamaan tanpa mengganggu arus lalu lintas. Aditya perlahan mengemudikan mobil mereka keluar dari keramaian, menuju tempat yang tenang. Di sana, Aditya tertawa lepas, menikmati kebersamaan yang nikmat, membuat momen yang tak terlupakan di bawah langit senja di dalam mobil. "Pindah kebelakang, di sini sempit!" kata Aditya. "Bukannya enak yang sempit." "Ist ... istriku sekarang mulai nakal dan berani." "Itu ajaran dari kamu." "Benarkah?" "Hem." Aisyah mulai ganas bermain di dalam mobil goyang, ganti di belakang sampai puas. Sama-sama puas mereka bersenderan di kursi. K
Aditya tertawa renyah meninggalkan Delon di kantor polisi.Di perjalanan mereka meluncur ke sebuah restoran untuk menikmati makan malam bersama. Suasana di restoran tersebut hangat, dengan lampu temaram yang memberi kesan romantis dan santai.Saat mereka asyik memilih menu dan bercanda kecil, "Sayang, ada siapa itu?" Saat Aisyah menoleh ke arah yang ditunjuk Aditya, jari telunjuknya diletakkan tepat di pipi Aisyah agar saat menoleh lagi mengenai jari telunjuknya."Ha ha, kena pipi sayangku yang mulus." "Hem." Aisyah sedikit tertawa, sehingga lengsung pipinya terlihat."Kamu jarang tersenyum," kata Aditya, padahal dulu dia juga tidak pernah tersenyum.Tiba-tiba pandangan Aditya terpaku pada sosok wanita yang baru saja masuk ke restoran. Aditya tidak menghiraukan mantan kekasihnya itu. Shintya yang tidak sengaja menoleh ke arah mereka tampak terkejut, tetapi kemudian tersenyum sopan. Sementara itu, Aisyah yang menyadari perubahan ekspresi suaminya ikut menoleh, lalu menatap Aditya den